BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI UPS “MUTU ELOK” Proyek UPS “Mutu Elok” diawali pada tahun 2005 dan memulai produksi serta penjualan pada tahun 2006. Umur proyek UPS “Mutu Elok” diasumsikan 20 tahun yang ditentukan dari ketahanan bangunan UPS secara teknis. Dana UPS “Mutu Elok” seluruhnya berasal dari masyarakat. Untuk mendapatkan nilai ekonomi proyek UPS “Mutu Elok” pada saat ini, analisis kelayakan ekonomi dilakukan dengan menggunakan harga-harga yang berlaku pada tahun 2011 sebagai harga tahun dasar. 8.1.
Identifikasi Penerimaan Komponen Arus Penerimaan (Inflow) dihitung dari jumlah manfaat yang
diterima dari adanya UPS “Mutu Elok”. Penerimaan “UPS Mutu Elok” meliputi manfaat kompos, manfaat kenyamanan, dan nilai sisa. Manfaat kompos terdiri dari penjualan kompos, penggunaan kompos untuk LRB, dan kesuburan. Dalam analisis ekonomi, bantuan berupa kas warga dan dana PPMK tidak dianggap sebagai penerimaan karena bukan merupakan manfaat yang diterima dari adanya proyek. Berikut detail arus pemasukan UPS “Mutu Elok”: 1.
Manfaat Kompos a) Penjualan Kompos Nilai penjualan kompos diperoleh dari hasil perkalian antara harga dengan volume penjualan. Kompos merupakan barang non-tradable yang tidak memiliki subtitusi, sehingga harga bayangannya didekati dari harga pasar. UPS “Mutu Elok” pertama kali melakukan penjualan pada tahun 2006 dengan volume penjualan sebanyak 52.333 kg. Pada tahun 2007, 2008, 2009, dan 2010, volume penjualan turun menjadi sebanyak 48.333,
65
32.333, 24.333, dan 18.733 kg karena sebagian kompos yang dihasilkan digunakan untuk mengisi LRB. Jumlah penggunaan kompos untuk LRB pada tahun 2011-2024 diasumsikan tetap, sehingga volume penjualan pun diasumsikan tetap, yaitu sebanyak 11.093 kg per tahun. Harga kompos adalah Rp 1.500 kg, maka nilai penjualan kompos UPS “Mutu Elok” dari tahun 2006-2010 secara berturut-turut Rp 78.500.000, 72.500.000, 48.500.000, 36.500.000, dan 28.100.000. Nilai penjualan kompos dari taun 2011-2024 tetap, yaitu sebesar Rp 16.640.000 per tahun. b) Pengunaan Kompos Untuk LRB Satu LRB membutuhkan 20 kg kompos yang diganti setiap dua bulan sekali pada musim hujan dan 6-7 bulan sekali pada musim kering. Berdasarkan data dari World Weather and Climate Information (2009), dalam setahun Jakarta mengalami 6 bulan musim hujan dan 6 bulan musim kering, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam setahun kompos diganti sebanyak empat kali. Pada tahun 2007, warga membuat lima ratus LRB untuk mengurangi genangan air dengan jumlah penggunaan kompos sebanyak 4000 kg. Pada tahun 2008, 2009, dan 2010, jumlah lubang biopori bertambah masing-masing menjadi 2500, 3500, dan 4200 lubang. Penambahan lubang ini meningkatkan jumlah kompos yang digunakan menjadi 20.000, 28.000, dan 33.600 kg. Jumlah penggunaan kompos dari tahun 2011 hingga 2024 diasumsikan sama, karena penambahan jumlah LRB tidak dapat diprediksikan. Nilai penggunaan kompos untuk LRB diperoleh dengan mengalikan jumlah penggunaan
66
kompos dengan harga kompos sebesar Rp 1500. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai penggunaan kompos untuk LRB dari tahun 2007 hingga tahun 2010 sebesar Rp 6.000.000, 30.000.000, 42.000.000 dan 50.400.000. Nilai pengunaan kompos untuk LRB dari tahun 2011 sampai 2024 diasumsikan tetap, yaitu Rp 61.860.000 per tahun. Data curah hujan di Jakarta dapat dilihat pada Gambar 13.
Sumber: World Weather and Climate Information (2009)
Gambar 13. Grafik Curah Hujan Bulanan Selama Setahun di Jakarta c) Kesuburan Manfaat kesuburan muncul pada tahun pertama UPS “Mutu Elok” berproduksi, yaitu tahun 2006. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putri et al. (2009) pada objek penelitian yang sama, nilai kesuburan yang dihasilkan dari penggunaan kompos sebagai pupuk adalah Rp 70.000.000 per tahun. Nilai ini diperoleh dari perkalian antara jumlah kompos yang digunakan sebagai pupuk untuk taman dan jalur hijau dengan harga kompos sebesar Rp 1500. Karena jumlah penggunaan kompos untuk taman dan jalur hijau tetap, maka nilai manfaat kesuburan dari tahun 2006 sampai 2024 tetap sebesar Rp 70.000.000 per tahun. 2.
Manfaat Kenyamanan Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab 4.4.2., UPS “Mutu Elok” memberikan manfaat kenyamanan dengan mengurangi jumlah timbulan 67
sampah. UPS “Mutu Elok” menjaga agar seluruh sampah yang dihasilkan dapat tertampung dan terkelola, sehingga sampah tidak menimbulkan pencemaran yang dapat menganggu kenyamanan warga. Manfaat ini tidak memiliki nilai pasar, sehingga pengukuran nilai manfaatnya didekati dari nilai WTP atau kesediaan membayar warga untuk memperoleh manfaat tersebut. Berdasarkan hasil kuisioner, nilai WTP warga Cipinang Elok adalah Rp 8.750 per KK dengan rentang nilai Rp 7500 hingga Rp 100.000. Setelah dikalikan dengan jumlah KK, didapatkan nilai total WTP sebesar Rp 6.335.000 per bulan atau Rp 76.020.000 per tahun. Nilai ini muncul pada tahun 2006 ketika UPS “Mutu Elok” mulai beroperasi. 3.
Nilai Sisa Nilai sisa adalah nilai yang diperoleh dari sisa penyusutan barang-barang investasi pada saat proyek berakhir. Besar nilai sisa proyek UPS “Mutu Elok” adalah Rp 244.260 Identifikasi Pengeluaran
8.2.
Arus pengeluaran terdiri dari pengeluaran biaya investasi, biaya operasional, dan biaya perawatan. Berikut detail arus pengeluaran UPS “Mutu Elok”: 1.
Biaya Investasi Biaya investasi terdiri dari biaya lahan, bangunan, mesin, peralatan, dan inventaris meja. a)
Biaya Lahan Biaya lahan ditentukan dari biaya imbangan (opportunity cost) yang berasal dari penggunaan terbaik (best alternatives) lahan UPS. UPS
68
“Mutu Elok” didirikan di atas lahan milik pemerintah yang disediakan sebagai fasilitas umum untuk warga Cipinang Elok. Lahan ini tidak dapat digunakan untuk kegiatan pertanian ataupun fasilitas umum, sehingga alternatif terbaik penggunaan lahan ini adalah penyewaan. Harga sewa lahan di Perumahan Cipinang Elok adalah Rp 650.000 per meter. Luas lahan yang digunakan untuk bangunan UPS “Mutu Elok” adalah 60
.
Perkalian antara luas lahan yang digunakan dengan harga sewa lahan menghasilkan biaya lahan sebesar Rp 39.000.00 per tahun. b) Biaya Bangunan Warga Cipinang Elok menghabiskan biaya sebesar Rp 26.821.755 untuk membangun UPS “Mutu Elok”. Biaya ini dikeluarkan hanya pada tahun 2005. c)
Biaya Mesin Mesin pencacah dan mesin ayak masing-masing menghabiskan biaya sebesar Rp 18.742.960. Kedua mesin ini memiliki umur teknis lima tahun sehingga harus dire-investasi pada tahun 2010, 2015, dan 2020.
d) Biaya Peralatan Total biaya peralatan adalah Rp 4.289.979. Masing-masing peralatan memiliki umur teknis yang berbeda dan harus dire-investasi pada periode yang berbeda pula. Jumlah unit, besar biaya, dan tahun re-investasi peralatan disajikan secara lengkap pada Tabel 12.
69
Tabel 12. Biaya, Tahun Re-investasi, dan Nilai Penyusutan Peralatan UPS “Mutu Elok” Komponen Unit Biaya Tahun Re-investasi a. Timbangan 2 120.000 6, 12, 18 b. Garu 1 54.000 5, 10, 15, 20 c. Sekop 2 95.400 5, 10, 15, 20 d. Bakul 6 108.000 1,2, 3, ..., 20 e. Ember 3 45.000 3, 6, 9, 12, 15, 18, 20 f. Terpal 10 306.000 5, 10, 15, 20 g. Tong air 1 202.520 8, 16 h. Penyiram tanaman 2 72.000 5, 10, 15, 20 i. Gerobak sampah 1 1.500.000 10, 20 j. Sepatu boot 3 144.000 3, 6, 9, 12, 15, 18 k. Selang air 1 20.000 4, 8, 12, 16, 20 l. Steples 2 30.000 4, 8, 12, 16, 20 m.Becak 1 1.334.724 10, 20 TOTAL 4.301.670 Sumber: Data Primer (2011)
e) Biaya Inventaris Meja Meja merupakan fasilitas yang disediakan untuk petugas yang berkerja di UPS “Mutu Elok”. Meja dibuat sendiri oleh petugas UPS pada tahun 2005 dan menghabiskan biaya sebesar Rp 270.027. Nilai ekonomi meja ini habis pada tahun 2014. Karena fungsinya tidak terlalu krusial, maka tidak dilakukan re-investasi. 2.
Biaya Operasional Biaya operasional terdiri dari biaya bahan baku, kemasan, overhead, dan tenaga kerja. a) Biaya Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kompos adalah cairan EM4, dedak, pupuk kandang, dan gula. Gula merupakan tradable input komoditas impor, sehingga harga ekonomi gula disesuaikan dengan menggunakan border price impor atau CIF. Harga CIF ini terlebih dahulu dikonversikan ke dalam nilai tukar rupiah dan selanjutnya
70
ditambah biaya transpor dan tata niaga. Pada Desember 2010, harga CIF gula mencapai US$ 770 per ton atau sama dengan Rp 6.976.200. Bila dijabarkan kembali dengan memasukkan biaya susut, handling, dan sebagainya, harga gula impor yang sampai ke tangan pengecer di Indonesia adalah Rp 10.092 per kg. Setelah dijumlah dengan biaya distribusi sebesar Rp 266 per kg, diperoleh harga bayangan gula sebesar Rp 10.358 per kg. Pemakaian gula untuk kegiatan pengomposan selama setahun mencapai 24 kg, sehingga nilai total pemakaian gula adalah Rp 248.337. Rincian biaya bahan baku dapat dilihat pada Tabel 13. b) Biaya Kemasan Bahan yang diperlukan untuk membuat kemasan kompos “Mutu Elok” adalah isi staples, plastik, dan label. Label diperbanyak dengan membuat fotokopinya. Harga ketiga bahan ini dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Rincian Biaya Baku dan Kemasan UPS “Mutu Elok” No. Uraian Harga per Kebutuhan Total Biaya per Unit Unit per Tahun Tahun (Rp) (Rp) a. Em4 25.000 24 botol 600.000 b. Dedak 3.000 1800 kg 5.400.000 c. Pupuk kandang 50.000 16 m3 800.000 d. Gula 10.340 24 kg 248.337 e. Biaya listrik 400.000 12 bulan 4.800.000 f. Plastik kemasan 8.000 24 kantong 192.000 g. Label kemasan 10.000 12 kali 120.000 h. Isi staples 2.5000 6 kardus 15.000 Sumber: Data Primer (2011) c) Biaya Overhead Air merupakan barang yang penggunannya disubsidi oleh pemerintah, sehingga memiliki harga pasar yang lebih rendah dari nilai ekonominya. Untuk mendapatkan nilai ekonomi air, harga yang digunakan harus harga
71
air tanpa subsidi, yaitu Rp 6 per liter. UPS “Mutu Elok” menghabiskan air sebanyak 18.000 liter per tahun, sehingga total biaya air per tahun adalah Rp 108.000. Penggunaan listrik oleh UPS “Mutu Elok” menghabiskan biaya sebesar Rp 4.800.000 setiap tahunnya. d) Biaya Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan merupakan tenaga kerja tidak terdidik. Alternatif pekerjaan terbaik dapat digeluti oleh tenaga kerja jenis ini adalah ojeg. Dalam seminggu, rata-rata tukang ojeg memperoleh pendapatan sebesar Rp 1.000.000 per bulan atau Rp 12.000.000 per tahun. UPS “Mutu Elok” menyerap tenaga kerja sebanyak dua orang, sehingga nilai ekonomi tenaga kerjanya sama dengan Rp 24.000.000per tahun. 3.
Biaya Perawatan Biaya perawatan terdiri dari biaya perawatan gerobak dan becak dengan biaya masing-masing sebesar Rp 760.000 per tahun dan Rp 300.000 per tahun.
4.
Biaya Lain-Lain Biaya lain-lain terdiri dari biaya pengangkutan dan pembuangan sampah organik terolah yang tidak diolah oleh UPS “Mutu Elok”. Biaya ini didekati dari besar tip yang diberikan kepada supir truk untuk mengangkut sampah dari UPS ke TPST Bantargebang. Besar biaya ini adalah Rp 3.428.571 per tahun.
8.3.
Penilaian Kelayakan Kelayakan ekonomi dinilai dengan menggunakan kriteria NPV, Net B/C,
dan IRR. Social discount rate yang digunakan pada ketiga kriteria ini adalah 16
72
persen. Karena proyek sudah berjalan sebelum tahun 2011, maka total manfaat dan biaya yang diperoleh pada tahun 2005-2010 akan dicompounding. Sementara, total manfaat dan biaya yang diperoleh pada tahun 2012-2024 akan didiscounting. Selain dinilai pada kondisi riil, kelayakan ekonomi UPS “Mutu Elok” juga akan dinilai dengan menggunakan dua skenario. Pada skenario 1, kelayakan ekonomi dinilai seandainya kegiatan pengolahan mencapai 2
per hari, sesuai dengan
potensi sampah organik terolah yang dihasilkan Perumahan Cipinang Elok, sedangkan pada skenario 2, penilaian kelayakan enonomi dinilai seandainya kegiatan pengolahan mencapai 4
per hari, sesuai dengan kapasitas mesin
pencacah. Berdasarkan hasil perhitungan pada kondisi riil, diperoleh NPV sebesar Rp 1.628.296.344. Nilai ini merupakan manfaat bersih total yang akan diterima oleh masyarakat khususnya warga Cipinang Elok dari adanya investasi proyek UPS “Mutu Elok”. Nilai Net B/C yang diperoleh sebesar 5,50 dan IRR sebesar 96,31 persen. Pada skenario 1, sampah organik terolah sebanyak 2
per hari yang
dihasilkan Perumahan Cipinang Elok diasumsikan terolah seluruhnya. Kondisi ini meningkatkan produksi kompos hingga mencapai 111.733 kg per tahun. Seiring dengan peningkatan produksi kompos, volume dan nilai penjualan kompos pada tahun 2006 meningkat menjadi 111.733 kg dengan nilai penjualan sebesar Rp 167.600.000. Volume penjualan tahun 2007-2010 turun masing-masing menjadi 107.733; 91.733; 83.733; dan 78.133 kg dengan nilai penjualan sebesar Rp 161.600.000; 137.600.000; 125.600.000; dan 117.200.000. Penurunan terjadi karena sebagian kompos yang diproduksi digunakan untuk LRB yang jumlahnya
73
meningkat dari tahun 2007 sampai 2011. Setelah tahun 2011, jumlah LRB tidak lagi bertambah, sehingga jumlah penggunaan kompos untuk LRB pada tahun 2011 hingga 2024 diasumsikan tetap setiap tahunnya. Hal ini menyebabkan volume penjualan dari tahun 2011-2024 juga disumsikan tetap sebanyak 71.493 kg dengan nilai penjualan sebesar Rp 105.740.000. Perubahan volume dan nilai penjualan UPS “Mutu Elok” berdasarkan skenario 1 dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Perubahan Volume dan Nilai Penjualan UPS “Mutu Elok” Berdasarkan Skenario 1 Tahun Volume Penjualan (kg) Nilai Penjualan (Rp) 2005 0 0 2006 111.733 167.600.000 2007 107.733 161.600.000 2008 91.733 137.600.000 2009 83.733 125.600.000 2010 78.133 117.200.000 2011-2024 70.493 per tahun 105.740.000 per tahun Sumber: Data Primer 2011
Pada skenario 2, jumlah sampah organik terolah yang diolah oleh UPS Mutu Elok meningkat menjadi 4
per hari sesuai dengan kapasitas mesin
pencacah. Peningkatan volume sampah yang diolah meningkatkan produksi kompos menjadi 270.133 kg per tahun. Peningkatan produksi menyebabkan volume penjualan pada tahun 2006 meningkat menjadi 270.133 kg dengan nilai penjualan sebesar Rp 405.200.000. Penggunaan sebagian kompos untuk LRB yang dimulai dari tahun 2007 menurunkan volume penjualan tahun 2007-2010 masing-masing menjadi 4.000, 20.000, 28.000, dan 33.600 kg dengan nilai penjualan sebesar 399.200.000; 375.200.000; 363.200.000; dan 354.800.000. Setelah tahun 2011, jumlah LRB diasumsikan tidak bertambah, sehingga volume penjualan kompos dari tahun 2011 sampai 2024 diasumsikan tetap sebanyak 228.893 kg dengan nilai penjualan sebesar Rp 343.340.000. Perubahan volume
74
dan nilai penjualan UPS “Mutu Elok” berdasarkan skenario 2 dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Perubahan Volume dan Nilai Penjualan UPS “Mutu Elok” Berdasarkan Skenario 2 Tahun Volume Penjualan (kg) Nilai Penjualan (Rp) 2005 0 0 2006 266.133 399.200.000 2007 250.133 375.200.000 2008 242.133 363.200.000 2009 236.533 354.800.000 2010 266.133 399.200.000 2011-2024 228.893 per tahun 343.340.000 per tahun Sumber: Data Primer 2011
Berdasarkan hasil perhitungan pada skenario 1, diperoleh NPV sebesar Rp 2.904.191.489; Net B/C sebesar 9,02; dan IRR sebesar 156,80 persen. Sementara pada skenario 2, diperoleh NPV sebesar Rp 2.904.191.489; Net B/C sebesar 9,02; dan IRR sebesar 156,80 persen. Kedua nilai ini masih memerlukan penyesuaian karena pada kedua skenario, komponen biaya diasumsikan tetap. Padahal faktanya, pengolahan sampah organik terolah sebanyak 2
per hari memerlukan
tambahan biaya untuk memperluas bangunan, sebab luas bangunan yang dimiliki oleh UPS “Mutu Elok” hanya mampu mengakomodasi kegiatan pengolahan sebanyak 1,25
per hari. Peningkatan pengolahan sampah hingga 4
per hari
juga memerlukan tambahan biaya pengangkutan sampah organik terolah dari luar Perumahan Cipinang Elok karena jumlah timbulan sampah organik terolah yang dihasilkan dari dalam Perumahan Cipinang Elok hanya mencapai 2
per hari.
Suatu proyek dikatakan layak apabila NPV ≥ 0, Net B/C ≥ 1, dan IRR ≥ social discount rate. Sesuai dengan kriteria diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pada kondisi riil proyek UPS “Mutu Elok” layak secara ekonomi untuk dijalankan. NPV, Net B/C dan IRR yang diperoleh dari perhitungan cashflow juga
75
menunjukkan bahwa peningkatan pengolahan sampah organik terolah sebanyak 2 dan 4
per hari tetap layak untuk dijalankan. Hasil analisis kelayakan ekonomi
UPS “Mutu Elok” disajikan secara lengkap pada Tabel 16, sedangkan rincian cashflow disajikan pada Lampiran 1, 2, dan 3. Tabel 16. Hasil Analisis Kelayakan Ekonomi UPS “Mutu Elok” Skenario Kriteria Kondisi Riil 1 2 NPV Rp 1.628.296.344 Rp 2.904.191.489 Rp 6.306.578.542 Net B/C 5,50 9,02 18,42 IRR 96,31 % 156,80 % 317,02 % Sumber: Data Primer 2011
8.4.
Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat bagaimana hasil proyek jika
terjadi suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan manfaat dan biaya. Dalam analisis ini, perubahan dilakukan dengan menurunkan harga kompos menjadi Rp 1.100 per kg dan menaikkan harga gula sebesar 100 persen. Berdasarkan hasil perhitungan pada kondisi riil, jika harga kompos turun menjadi Rp 1.100 per kg, proyek akan memberikan NPV sebesar Rp 1.061.231.835; Net B/C sebesar 3,93; dan IRR sebesar 69,14 persen. Sementara jika harga gula meningkat 100 persen, proyek akan memberikan NPV sebesar Rp 1.624.130.753; Net B/C sebesar 5,48; dan IRR sebesar 95,98 persen. Hasil perhitungan analisis sensitivitas pada kondisi riil dapat diihat pada Tabel 17, sedangkan rincian cashflow analisis sensitivitas terlampir pada Lampiran 4 dan 5. Tabel 17. Hasil Analisis Sensitivitas UPS “Mutu Elok” Pada Kondisi Riil Kriteria Harga Kompos Rp 1.100 Harga Gula Naik 100 % NPV Rp 1.061.231.835 Rp 1.624.130.753 Net B/C 3,93 5,48 IRR 69,14 % 95,98 % Sumber: Data Primer 2011
76
Hasil analisisis sensitivitas pada skenario 1 menunjukkan bahwa jika harga kompos turun menjadi Rp 1.100, akan diperoleh NPV sebesar Rp 1.996.888.275; Net B/C sebesar 6,52; dan IRR sebesar 113,85 persen. Peningkatan harga gula sebesar 100 persen akan memberikan NPV sebesar Rp 2.900.025.894; Net B/C sebesar 9,00; dan IRR sebesar 156,37 persen. Hasil perhitungan analisis sensitivitas disajikan pada Tabel 18, sedangkan rician cashflow analisis sensitivitas terlampir pada Lampiran 6 dan 7. Tabel 18. Hasil Analisis Sensitivitas UPS “Mutu Elok” Pada Skenario 1 Kriteria Harga Kompos Rp 1.100 Harga Gula Naik 100 % NPV Rp 1.996.888.275 Rp 2.900.025.894 Net B/C 6,52 9,00 IRR 113,85 % 156,37 % Sumber: Data Primer 2011
Analisis sensitivitas pada skenario 2 menunjukkan bahwa jika harga kompos turun menjadi Rp 1.100, akan diperoleh NPV sebesar Rp 4.491.972.114; Net B/C sebesar 13,41; dan IRR sebesar 231,65 persen. Sementara itu, peningkatan harga gula sebesar 100 persen akan menyebabkan perolehan NPV sebesar Rp 2.900.025.894; Net B/C sebesar 9,00; dan IRR sebesar 156,37 persen. Hasil perhitungan analisis sensitivitas disajikan secara lengkap pada Tabel 19, sedangkan rician cashflow analisis sensitivitas disajikan pada Lampiran 8 dan 9. Tabel 19. Hasil Analisis Sensitivitas UPS “Mutu Elok” Pada Skenario 2 Kriteria Harga Kompos Rp 1.100 Harga Gula Naik 100 % NPV Rp 4.491.972.114 Rp 6.302.412.948 Net B/C 13,41 18,38 IRR 231,65 % 316,32 % Sumber: Data Primer 2011
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, dapat disimpulkan bahwa proyek UPS “Mutu Elok”, baik pada kondisi riil maupun pada skenario, layak secara ekonomi untuk dijalankan. Hal ini karena proyek UPS “Mutu Elok” memenuhi kriteria kelayakan, yaitu NPV ≥ 0, Net B/C ≥ 1, dan IRR ≥ social discount rate. 77