BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan analisis kinerja fungsional dari proses perbaikan yang terjadi di PT. Smelting dan dengan membandingkan dengan pendekatan BSC, maka dapat disimpulkan bahwa proses perbaikan berkelanjutan yang ada sudah berjalan dengan baik. Sedangkan dengan pendekatan BSC ditemukan bahwa meskipun proses perbaikan yang berjalan sudah baik dengan nilai skor 5.36, namun proses perbaikan yang terjadi masih perlu diperbaiki karena ternyata dari prespektif pemeliharaan dan inovasi masih kurang baik, artinya indikator ini menandakan bahwa untuk kedepan kinerja ini masih perlu ditingkatkan.
Evaluasi pengukuran kinerja fungsional dari proses perbaikan yang ada di perusahaan sekarang menunjukkan bahwa proses perbaikan berkelanjutan yang terdiri pemeliharaan, kaizen dan inovasi dipantau kinerjanya melalui sasaran mutu departemen pemeliharaan dan poin kaizen. Pantauan kinerja ini berupa laporan capaian sasaran mutu bagaian pemeliharaan saja, sedangkan proses kaizen merupakan KPI departemen lain. Sehingga secara keseluruhan pengukuran kinerja perbaikan masih mempunyai kelemahan diantaranya: a. Sasaran mutu departemen pemeliharaan hanya memperlihatkan indikator lagging saja. Artinya nilai capaian kinerja bagian pemeliharaan hanya berupa hasil proses perbaikan yang telah terjadi dan kurang dapat menunjukkan kinerja yang sedang berlangsung. b. Kurang dapat menunjukkan keterkaitan dengan sasaran strategis perusahaan. c. KPI dalam sasaran mutu departement pemeliharaan, masih terpecah pecah menjadi bagian kecil-kecil, misalnya lama waktu berhenti yang tidak terjadwal terdapat 3 sasaran mutu: bagian peleburan 12 jam, asam sulfat 4.5 jam dan pemurnian 34 jam. Sehingga kinerja dari KPI mempunyai 3 capaian. Hal ini membuat kinerja KPI lama waktu
119
berhenti yang tidak terjadwal pada proses perbaikan menjadi sulit untuk dipantau apakah sudah baik atau buruk. Jika dibandingkan dengan pengukuran kinerja dengan pendekatan extended balanced scorecard (EBSC) kelemahan yang ada sekarang ini bisa dikurangi dan beberapa kemudahan dalam pemantauan capian kinerja menjadikan program perbaikan berkenjutan yang dilaksanakan perusahaan lebih mudah dipantau dan dapat digunakan untuk melakukan koreksi dengan
lebih cepat.
Keuntungan penggunaanpendekatan
extended
balanced scorecard (EBSC) antara lain: a. KPI terdiri dari indikator lagging dan leading sehingga lebih mampu menunjukkan kinerja perbaikan yang telah terjadi maupun kinerja perbaikan kedepan, sehingga koreksi terhadap sasaran mutu KPI dapat dilakukan dengan cepat. b. Adanya peta strategi mampu menunjukkan hubungan KPI dengan strategi perusahaan. c. Hasil capaian kinerja dapat ditunjukkan dengan nilai tunggal dan dengan indikator hijau, kuning dan merah sangat memudahkan managemen dalam menilai apakah kinerja dari program ini sudah baik atau belum. Dan dibagian mana yang harus diperbaiki dapat dilakukan dengan melihat indikator kinerja tersebut.
2. Hasil rancangan key performance indicator (KPI) kinerja perbaikan berkelanjutan bagi perusahaan PT.Smelting secara seimbang dengan pendekatan BSC dapat dilihat pada tabel 7.1 sebagai berikut:
120
Tabel 7. 1 KPI program perbaikan berkelanjutan hasil rancangan tesis Strategic objective
Key Performance Indicator (KPI)
Target
Reduction cost
7000
Indirect cost and Maintenance cost Biaya perbulan (KUSD)
Direct cost of production ($/satuan berat) Jumlah complain kualitas
Menjaga kepuasan pelanggan Menjaga lingkungan
Emisi gas buang (ppm)
Meningkatkan keharmonisan
Jumlah complain lingkungan (rata-rata per tahun)
Internal business process
Customer
Mengurangi biaya
Society
Financial
Total per tahun (Jt Rp))
Maintenance
Jumlah complain servis (rata-rata tiap bulan)
Optimasi jadwal dan waktu operasional Meningkatkan rasio qood production Meningkatkan mutu produk dan produktivitas Meningkatkan Effisiensi peralatan Optimal jumlah dan lama shutdown
Meminimkan kecelakaan
Availibility process Rata-rata per bulan smelter (%)
Good quality cathod production (%) Jumlah kaizen poin pada Kontribusi perbaikan efisiensi (total poin 1 tahun) Tenaga listrik yang digunakan rata-rata per bulan (MW)
Lama waktu stop yang tidak terencana Rata-rata jam/bulan skala OMAX (0-10)
Jumlah kecelakaan Prosentase (%) (Total kecelakan dalam 1 tahun / jumlah karyawan)
Meningkatkan kinerja peralatan
Jumlah kaizen poin pada Kontribusi safety, kemudahan pemeliharaan
Rencana perbaikan & Inovasi (planned)
ratio proactive work (%) =100%*(MSD+WSD)
Continues improvement (Kaizen teian) Innovation and growth
(rata-rata tiap bulan)
Melibatkan karyawan dalam pengembangan proses perbaikan Meningkatkan kompetensi dan kemampuan karyawan
446 15.78 2 0 260 3 Per bulan 95 89 1072 24.88 Smelter=12 Acid=4.5 Ref=25
Omax=10
1.22 1072 80
/(MSD+WSD+SF)
Total kaizen poin submitted (poin per tahun) Rasio usulan /karyawan (usulan/450 orang) Kualitas dari usulan (poin kaizen/usulan)
Training Execution Prosentasi (%) realisasi/ rencana Tingkat level competensi / kebutuhan (%)
1485 2.66 2 80 80
121
3. Hasil rancangan kerangka kerja pengelolaan proses perbaikan berkelanjutan (kaizen-Teian)
dengan
pendekatan
EBSC
dapat
menghasilkan
hasil
pengukuran kinerja yang lebih komprehensif dan tindakan koreksi terhadap dapat dilakukan dengan mudah. Alur kerja rancangan pengelolaan ini dapat dilihat pada gambar 6.1. Sekretariat kaizen mengelola program perbaikan dengan
melakukan
pengukuran
berkala
terhadap
kinerja
perbaikan
menggunakan data-data KPI dari departemen proses, pemeliharaan dan sumber daya manusia serta KPI dari program kaizen. Kemudian data-data pencapaian KPI tersebut disusun berdasarkan pendekatan EBSC dan dilakukan penghitungan kinerja menggunakan OMAX. Hasil pembobotan tingkat kepentingan
perspektif dan kepentingan KPI yang diperoleh dari
perhitungan AHP digunakan untuk melakukan pembobotan pada perhitungan kinerja total dalam matrik OMAX. Kemudian sekretariat melakukan evaluasi terhadap kinerja yang disajikan dalam pendekatan EBSC. Hasil evaluasi ini digunakan untuk melakukan tindakan koreksi tergadap pelaksanaan program perbaikan yang terjadi. Kemudian sekretariat melakukan koordinasi dengan departemen terkait agar hasil evaluasi tersebut bisa ditindak lanjuti. Untuk penentuan target selanjutnya sekretariat kaizen melakukan evaluasi terhadap target tahunan yang sudah berjalan sesuai dengan keputusan managemen.
4. Perhitungan kinerja dengan objectiv matrik (OMAX) dilakukan dengan menggunakan angka angka pembobotan yang telah diperoleh pada bab 5, selengkapnya adalah sebagai berikut:
Untuk keseluruhan prespektif didapatkan nilai pembobotan sebagai berikut:
Perspektif pemeliharaan mendapat 28.6%
Perspektif keuangan mendapat 20.1%
Perspektif inovasi dan pertumbuhan mendapat 18.5%
Perspektif proses bisnis internal mendapat 16%
Perspektif pelanggan mendapat 10.3%
Perspektif sosial mendapat 6,5%
122
Dari perspektif keuangan didapatkan nilai pembobotan sebagai berikut:
Biaya langsung produksi (direct cost of production)
= 0.420
Pengurangan biaya (reduction cost)
= 0.408
Biaya tidak langsung dan pemeliharaan (indirect cost)
= 0.171
Dari perspektif pelanggan didapatkan nilai pembobotan sebagai berikut:
Jumlah complain kualitas (number of quality complain)
= 0.658
Jumlah complain servise(number of service complain)
= 0.342
Dari perspektif sosial didapatkan nilai pembobotan sebagai berikut:
Emisi gas SO2(SO2 gas Emision)
= 0.705
Jumlah complain lingkungan (society complain)
= 0.295
Dari perspektif internal proses bisnis didapatkan nilai pembobotan sebagai berikut:
Process availibility
Perbandingan produksi kualitas baik(ratio of good quality produk)= 0.463
Jumlah poin kaizen (kaizen poin )
= 0.062
Penggunaan energi
= 0.112
= 0.363
Dari perspektif pemeliharaan didapatkan nilai pembobotan sebagai berikut:
Total waktu stop yang tidak terencana
= 0.266
Jumlah kecelakaan
= 0.422
Jumlah kaizen pada kontribusi pemeliharaan = 0.312
Dari perspektif inovasi dan pertumbuhan didapatkan nilai pembobotan sebagai berikut:
Rasio pemeliharaan terencana (ratio of proactive work)
Jumlah kaizen poin
Rasio poin / jumlah karyawan = 0.078
Kualitas usulan
= 0.211
= 0.109
= 0.292
123
Training yang terealisasi
Level kompetensi / kebutuhan = 0.220
= 0.091
5. Dari perhitungan indek kinerja dengan Objective matrik dapat menghasilkan nilai kinerja tunggal mengenai program perbaikan berkelanjutan yang ada diperusahaan. 6. Untuk mengukur kinerja perbaikan berkelanjutan muncul beberapa KPI baru yang berasal dari pendekatan overall equipment effectiveness (OEE) sehingga kontribusi usulan perbaikan terhadap kelancaran peralatan bisa dipantau dengan lebih mudah. 7. Program Kaizen teian yang sekarang berjalan diperusahaan, meskipun secara pengukuran poin usulan menunjukkan kinerja yang baik, namun ternyata dari perspektif pemeliharaan dan Inovasi pertumbuhan menunjukkan kinerja yang kurang baik. Hal ini ditunjukkan dengan kinerja kualitas usulan yang buruk, hal ini disebabkan banyak sekali usulan perbaikan yang hanya berupa ide dan tidak bisa dilaksanakan. Pada model pengukuran kinerja kaizen sebelumnya, hal seperti ini tidak bisa diketahui karena hanya fokus kepada jumlah poin kaizen. Dan karyawan cenderung mengusulkan proposal perbaikan hanya sekedar memenuhi poin yang ditetapkan, dengan demikian model pendekatan EBSC mampu mengukur kinerja secara lebih komprehensif 8. Pembobotan terhadap intensitas kepentingan masing-masing perspektif pengukuran bisa digunakan untuk melihat bagaimana perusahaan melihat program kegiatan perbaikan berkelanjutan ini, dimana data pembobotan menunjukkan bahwa perspektif keuangan dan pemeliharaan cukup dominan. Dari sisi keuangan perusahaan mengharapkan program kegiatan ini lebih mengarah kepada perbaikan biaya langsung perusahaan (direct cost) dan perbaikan melalui cost reduction. Dan pada perspektif pemeliharaan perusahaan melihat kegiatan perbaikan diharapkan ini lebih berkontribusi kepada aspek keselamatan kerja meskipun kinerja dari aspek ini sangat jelek. 9. Secara keseluruhan kinerja program perbaikan berkelanjutan ini menunjukkan angka 5.1 yang artinya masih cukup baik.
124
7.2 Saran-Saran Dari hasil rancangan sistem pengukuran dengan extended balance scorcard terhadap kinerja proses perbaikan berkelanjutan, disarankan hal hal sebagai berikut: 1. Penilaian kinerja menggunakan pendekatan extended balance scorecard sangat membantu memudahkan managemen dalam melakukan evaluasi kinerja dan mengendalikan perusahaan. Namun pemilihan KPI harus disesuiakan dengan wilayah kerja dan tidak saling tumpang tindih. Seperti contoh KPI penggunaan tenaga listrik, pada penelitian ini ditemukan bahwa KPI ini milik departemen pemeliharaan dan beberapa departemen lain. Seharusnya ini adalah milik departemen proses yang berkaitan dengan efisiensi produksi. 2. Pengukuran kinerja masing masing KPI seharusnya dilakukan periodik dan satuan KPI sebisa mungkin dikonversi ke ukuran bulanan. Dengan demikian kemajuan dari sistem pengukuran kinerja ini menjadi lebih mudah dievaluasi. 3. KPI yang sama untuk beberapa sub pabrik harus dibuat dalam skala yang sama. Misalnya KPI ”lama waktu stop yang tidak terjadwal”. KPI ini milik departemen pemeliharaan. Namun terdapat beberapa sub pabrik yang mempunyai target berbeda beda tergantung dari kapasitas dan tingkat kegawatan. Target pabrik kesatu= 12 jam, pabrik kedua 3.6 jam dan pabrik ketiga = 34 jam. Maka untuk mengukur KPI yang seperti ini harus dilakukan penyamaan ukuran dengan menggunakan Objective matriks (OMAX) agar kinerja KPI bisa dihitung. 4. Untuk mengaplikasikan sistem pengukuran kinerja dengan pendekatan EBSC diperlukan kajian lebih mendalam terhadap sasaran strategis perusahaan.
125