BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak perubahan struktur ekonomi terhadap shuktur penyerapan tenaga keja di lndonesia pada periode tahun 1980 sampai 1993, dan proyeksinya sampai tahun 2019. Seperti diketahui, bonanza minyak pada tahun 1970an telah berakhir dan telah berhasil mendukung pembangunan ekonomi di negara-negara industri. Sebagai akibat dari 'oil-ctisid semua negara industri dan negara-negara penghasil minyak seperti lndonesia mulai melakukan adjustment dan mencari sumber-sumber baru sebagai altematif untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi. lndonesia merupakan negara sedang berkembang yang berhasil melakukan proses penyesuaian untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang stabil setelah era bonanza minyak. Penelitian ini menganalisis sebagian dimensi utama dari adjustment yang telah berhasil merubah struktur ekonomi dan menganalisis dampaknya terhadap struktur penyerapan tenaga. keja. Permasalahan utama yang dianalisis adalah sampai berapa jauh pencapaian titik balik ekonomi akan dibarengi dengan pencapaian titik balik tenaga keja. Titik balik ekonomi diukur dengan keseimbangan peran sektor pertanian dan manufaktur dalam pembentukan Produk Domestik Bruto, sedangkan titik balik tenaga keja diukur dengan keseimbangan peran sektor pertanian dan manufaktur dalam menyerap tenaga keja. Penelitian ini dilaksanakan dengan membangun model inter-industti dan dekomposisinya yang dapat menjelaskan struktur ekonomi; membangun model tenaga keja untuk analisis struktur tenaga kerja dan membangun model proyeksi
untuk analisis keadaan ekonomi dan tenaga keja di masa yang akan datang; menganalisis dampak perubahan struktur ekonomi dan dekomposisinya terhadap struktur penyerapan tenaga keja; dan menganalisis dampak atternatif kebijakan terhadap perubahan struktur ekonomi dan struktur penyerapan tenaga keja sampai tahun 2019. Penelitian ini
berhasil:
(1)
membangun
model
inter-industri
dan
dekomposisinya untuk analisis struktur ekonomi yang didasari oleh pemikiran Chenery; (2) membangun model tenaga keja untuk analisis struktur tenaga keja yang didasari pemikiran WOWdan Howell; (3) membangun model proyeksi ekonomi dan tenaga keja untuk simulasi altematif kebijakan; (4) menyatukan model ekonomi dan tenaga keja untuk analisis pergeseran struktur periode 1980-1993 dan mengidentifikasi faktor-faktor penghambat pencapaian titik balik tenaga keja; (5) menggunakan pengelompokkan okupasi untuk analisis tenaga
keja;
(6)
memproyeksikan keadaan ekonomi dan tenaga keja. Pelaksanaan penelitian ini menggunakan dua sumber data. Pertama data ekonomi Indonesia tahun 1980, 1985, 1990 dan 1993, dari Tabel lnput-output: Kedua, data tenaga keja bersumber dari Sensus Penduduk 1980 dan 1990; dan Suwei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1985 dan 1995.
7.1
Kesirnpulan Penelitian
Kesimpulan disajikan berdasarkan pengelompokkan mode!, ekonomi dan tenaga keja sebagai berikut :
Model 1.
Model ekonomi inter-industri dibangun untuk menangkap pergerakan
perubahan struktur ekonomi. Model dekomposisi digunakan untuk mengidentifikasi dampak langsung dan tidak langsung dari perubahan struktur makro ekonomi terhadap perrnintaan akhir, output dan tenaga keja. Analisis dekomposisi LnputOutput memungkinkan untuk menjelaskan adanya signal perubahan sistem produksi selarna periode analisis, terutarna yang berkaitan dengan perubahan-pembahan koefisien teknis, organisasi produksi dan perdagangan antar sektor. 2.
Model tenaga keja dibangun dari inter-industrial employment matrix.
digunakan untuk mengkaitkan analisis perubahan struktur ekonorni dengan struktur penyerapan tenaga keja. Dari hasil analisis diketahui penyebaran penyerapan tenaga keja sektoral. Untuk analisis lebih lanjut digunakan matriks okupasi sektoral dan matriks pendidikan sektoral. 3.
Model proyeksi ekonomi dan tenaga keja dibangun dengan menggunakan
metode RAS dengan implementasi menggunakan program Visual Basic Q pada Microsoft Excel untuk analisis ekonomi dan tenaga keja sampai tahun 2019.
Ekonomi 1.
Perubahan struktur ekonomi Indonesia tejadi dari ekonomi yang
bertumpu pada sektor pertanian kepada ekonomi yang bertumpu pada sektor manufaktur dan jasa. Sektor tekstil, pakaian jadi dan barang dari kulit, dan sektor kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan plastik menjadi dominan pada tahun 1993, dan sebagai leading growth sector yang menggantikan eksistensi sektor pertambangan yang mempunyai peranan kuat pada periode sebelumnya. Pergeseran struktur ekonomi ini dianalisis berdasarkanr rincian: total output, permintaan akhir, input antara, dan nilai tambah. Pertumbuhan sektor industti kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan piastik sangat kuat pada dekade ini dan mempunyai dampak yang luas pada profil industly-mix dari ekonomi. Sementara itu. peranan sektor manufaktur meningkat pada pembentukan Produk Domestik Bruto sebagai akibat meningkatnya peranan ekspor untuk memenuhi perrnintaan akhir. 2.
Perubahan struktur ekonomi juga berarti perubahan struktur Input-
Output yang diindai dengan perubahan struktur biaya produksi, dan perubahan output multiplier. Biaya produksi terdiri dari biaya tenaga keja, biaya kapital, biaya input antara, surplus usaha dan biaya lain-lain. Hampir semua sektor mengalami peningkatan biaya tenaga kerja per unit output meskipun dibeberapa sub sektor industri dan jasa rnenunjukkan penurunan. Biaya tenaga kerja apabila dibagi dengan jumlah tenaga keja merupakan upah rata-rata tenaga keja yang relatif lebih kecil di sektor industri dibandingkan dengan di sektor pertanian.
3.
Dan sudut pandang demand-dnwn, komponen ekspor merupakan
mesin pertumbuhan dalam ekonomi pada periode analisis. Kondisi ini ditunjukkan bukan saja dari peningkatan kontribusi ekspor pada pembentukan PDB (dampak
langsung), tetapi juga dari perilaku total output yang dipengaruhi oleh ekspor (dampak tidak langsung). 4.
Konsumsi dalam negeri mempunyai output multipliertertinggi diantara
semua komponen permintaan akhir, yaitu mencapai 31 persen pada tahun 1993. Output multiplier investasi dan ekspor masing-masing sebesar 19 persen dan 14 persen. Jadi, konsumsi domestik mempunyai kekuatan yang besar dalam menstimulasikan pertumbuhan ekonomi keseluruhan dibandingkan dengan investasi dan ekspor.
5.
Dengan mengamati komposisi ekspor dan impor lndonesia secara
keselu~handari tahun 1980 hingga tahun 1993, maka dapat dikatakan bahwa ekonomi lndonesia belum menunjukkan posisi kuat sebagai negara industri baru. Ekspor barang-barang hasil sektor industri masih relatif kecil. Selain itu komposisi impor lndonesia terbesar adalah untuk industri logam mesin dan industri kimia. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada awal era industtialisasi lndonesia belum dapat menghasilkan komoditi yang diperlukan untuk menunjang proses produksi bejalan.
6.
Perubahan struktur permintaan akhir (C, G, K, E dan M) telah
mendorong perubahan struktur ekonomi dari ekonomi yang didominasi oleh sektor pertanian ke ekonomi yang mengandalkan sektor manufaktur dan jasa yang mampu menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi. Meskipun tingkat efisiensi dalam penggunaan material untuk proses produksi tidak memperlihatkan nilai yang positif, tetapi kenyataannya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetap didukung oleh sektor industri kimia dan industri pengolahan minyak bumi yang material intensif.
7.
Perturnbuhan sektoral akan menstimulasi labih banyak penintaan
akhir dan permintaan produksi sebagai input antara. Analisis dekomposisi memperlihatkan bahwa perturnbuhan output semua sektor yang mengalami darnpak
negatif dari adanya perubahan koefisien teknis mempunyai dampak pertumbuhan proporsional yang lebih kecil; sementara pertumbuhan output yang mengalami dampak positif dari adanya perubahan koefisien teknis, mempunyai tingkat pertumbuhan sektor melebihi pertumbuhan proponional-nya. 8.
Output multiplier sektor manufaktur (kecuali pertambangan) relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian dan sektor jasa-jasa. Artinya, dampak peningkatan 1 unit permintaan akhir sektor manufaktur terhadap output sektor yang benangkutan lebih besar dibandingkan dampak di sektor pertanian dan jasa. Sektor perdagangan dan jasa mempunyai output multiplier yang meningkat terus menerus selama periode 1980 dan 1993. Kondisi ini menunjukkan peningkatan biaya input antara dari jasa produksi dan good intensjtyjasa-jasa. Dilain pihak, output multiplier sektor komunikasi menurun karena penurunan input antara perunit output. Keadaan ini memberi indikasi bahwa sektor komunikasi mengalami perubahan koefisien teknis yang cukup berarti dan telah berhasil meningkatkan efisiensi penggunaan input materi. 9.
Dengan menggunakan alternatif kebijakan dapat disusun analisis
proyeksi ekonomi berdasarkan tiga skenario (rendah, menengah dan tinggi). Diperoleh kesimpulan bahwa konsumsi domestik tetap mendominasi pertumbuhan ekonomi sampai tahun 2019, peranan pengeluaran pemerintah menurun, dan perdagangan intemasional tetap memegang peranan penting dalam ekonomi. Meskipun peranan nilai produksi dan nilai tambah sektor pertanian lebih kecil dibandingkan dengan peranan sektor manufaktur dan jasa, tetapi eksistensi sektor pertanian tetap dominan dalam penyerapan tenaga keja selama periode proyeksi.
Tenaga Kerja 1.
Sejalan dengan pergeseran struktur produksi, terjadi pula pewbahan
struktur penyerapan tenaga keja rneskipun tidak terialu besar'dan masih tetap di dominasi oleh sektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian dalarn penyerapan tenaga keja rnenurun dari 57.7 persen pada tahun 1980 rnenjadi 44.8 persen pada tahun 1993. Meskipun penyerapan tenaga keja di seMor rnanufaktur pada periode 1980 sampai 1993 rata-rata rneningkat, tetapi peningkatan peranannya belum dapat mengirnbangi peranan sektor pertanian. Sehingga titik balik penyerapan tenaga keja baru tercapai setelah tahun 2010. Beberapa kondisi penyebab terlambatnya pencapaian titik balik tenaga keja selarna periode 1980-1993 diuraikan berikut ini.
2.
Kondisi awal (tahun 1980) kemampuan daya serap tenaga keja di
sektor manufaktur adalah kecil (13.7 penen) dibandingkan dengan kemampuan daya serap sektor pertanian (57.7 persen). Jadi kalau diasurnsikan titik balik tenaga keja akan tercapai pada saat kontribusi kedua sektor ini dalarn penyerapan tenaga keja adalah seimbang. maka akan sangat sulit tercapai dalarn waktu singkat. Sektor pertanian tidak dapat secara drastis rnenutunkan daya serap tenaga kejanya karena
nature masyarakat Indonesia adalah rnasyarakat agraris yang mengandalkan rnatapencaharian dari sektor pertanian. Disisi lain, sektor rnanufaktur tidak dapat didorong dengan cepat peranan penyerapan tenaga kejanya karena memerlukan investasi besar untuk mengembangkan sektor ini dan mernerlukan teknologi relatif lebih padat modal dibandingkan sektor pertanian. 3.
Apabila konsurnsi dornestik banyak mendorong terciptanya output,
maka kornponen ini juga banyak rnenciptakan kesempatan kerja meskipun pada jurnlah yang relatif rnenurun dari 75 penen pada tahun 1980 rnenjadi 55 persen pada tahun 1993. Meskipun kornponen ekspor dan investasi juga rnemberi kontribusi pada
penciptaan kesernpatan keja yang relatif besar, tetapi sektor-sektor padat karya relatif berkurang eksistensinya selarna periode 1980-1990. Hal ini juga rnenjadi penyebab larnbatnya pencapaian titik balik tenaga keja. 4.
Dan analisis ekonorni diketahui bahwa kondisi tingkat upah rata-rata
yang ditunjukkan dengan biaya per tenaga keja di sektor manufaktur tidak cukup mendorong pergeseran tenaga keja dari sektor pertanian. Biaya tenaga keja di sektor pertanian mencapai 14-15 penen antara tahun 1980-1993 tetapi biaya tenaga keja sektor rnanufaktur hanya rnencapai 9-12 persen untuk tahun 1980-1993. Rendahnya biaya tenaga keja dan rendahnya tingkat upah rata-rata di sektor manufaktur tidak rnarnpu menjadi insentif bagi pergeseran tenaga keja dari sektor pertanian ke sektor rnanufaktur. Kondisi ini juga rnenjadi pengharnbat percepatan pergeseran tenaga keja. 5.
Perubahan koefisien input tenaga keja rnenyebabkan tejadinya
perubahan keterkaitan tenaga keja. Sektor pertanian rnempunyai indeks keterkaitan kedepan tertinggi yaitu sebesar 4.6 pada tahun 1980 menjadi 4.5 pada tahun 1993, sedangkan sektor industri pengolahan hanya rnernpunyai indeks keterkaitan kedepan' sebesar 2.1 pada tahun 1980 rnenjadi 0.6 pada tahun 1993. Sektor yang mempunyai keterkaitan kebelakangterbesar adalah sektor industri logarn rnesin yaitu sebesar 1.4 pada tahun 1980 rnenjadi 1.3 pada tahun 1993. Analisis indeks keterkaitan tenaga keja ini rnernberi indikasi lernahnya daya dorong penciptaan kesernpatan keja dari sektor rnanufaktur dibandingkan sektor pertanian. lndeks keterkaitan kedepan menunjukkan besaran daya penciptaan kesernpatan keja karena naiknya output sektor bersangkutan, sedangkan indeks keterkaitan kebelakang menunjukkan besaran ketergantungan sektor ini pada ketersediaan tenaga keja disektor lain. Sifat
dari sektor ini rnemberikan alasan kenapa daya serap tenaga keja di sektor manufaktur hanya keul sedangkan disektor pertanian relatif besar. 6.
Apabila diamati darnpak penciptaan kesernpatan keja langsung
rnenunjukkan banyaknya kesernpatan keja yang diciptakan karena kenaikan satu unit permintaan akhir, dan darnpak kesernpatan keja tidak langsung sebagai dampak kesernpatan kerja putaran kedua, rnaka secara urnum peranan komponen permintaan akhir pada penyerapan tenaga keja langsung relatif lebih besar dibandingkan dengan penyerapan tenaga keja tidak langsungnya. Kemudian, pengeluaran konsurnsi rnasyarakat rnengakibatkan penciptaan kesernpatan kerja langsung di sektor pertanian relatif besar rnencapai diatas 60 persen selama periode 1980 sarnpai 1993, sedangkan penciptaan kesernpatan keja tidak langsungnya antara 60-80 persen.
Untuk kornponen pengeluaran pernerintah, darnpak
kesempatan kerja langsung terbanyak adalah disektor pertanian, sedangkan darnpak tidak langsung terbesar juga ada di sektor pertanian. Pola yang sarna berlaku untuk kornponen perubahan stock dan ekspor. Hanya komponen pembentukan modal tetap saja yang mempunyai pengaruh besar pada sektor manufaktur. Sehingga,' disimpulkan bahwa sektor pertanian rnernang rnernpunyai kekuatan sebagai penyerap tenaga kej a terbesar baik langsung rnaupun tidak langsung.
7.
Perkernbangan sektor manufaktur telah berhasil menarik tenaga kerja
untuk pindah dari sektor pertanian. Tetapi perpindahan yang mencenninkan pergeseran tenaga kerja ini relatif bejalan larnbat karena tenaga keja sektor pertanian yang pindah kesektor rnanufaktur dituntut untuk rnerniliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Urnurnnya, tenaga keja disektor pertanian hanya berpendidikan SD yang ditunjukkan dengan dorninasi tenaga keja lulusan SD kebawah di sektor pertanian. Meskipun di sektor industri masih diperlukan tenaga keja dengan tingkat
pendidikan SD tetapi persyaratan pekejaan di sektor rnanufaktur relatif lebih tinggi yang ditunjukkan dengan banyaknya tenaga kerja lulusan lebih tinggi dad SD di sektor rnanufaktur. Penyesuaian tingkat pendidikan tenaga kerja ini rnemdukan waktu relatif lama.
8.
Tenaga keja sektor pertanian yang pindah ke sektor rnanufaktur
dituntut rnernpunyai tingkat ketrampilan yang lebih tinggi. Umumnya, tenaga kerja di sektor pertanian hanya memiliki ketrampilan sebagai klerk (Wasifikasi okupasi 4) yang ditunjukkan dengan dominasi jenis okupasi ini di sektor pertanian. Sektor manufaktur rnensyaratkan tingkat ketrampilan lebih tinggi yaitu sebagai tenaga keja trarnpil (Wasifikasi okupasi 2) yang ditunjukkan dengan dorninasi tenaga kerja jenis ini. Pergeseran tenaga keja dari sektor pertanian ke sektor industri harus disertai dengan pernbekalan ketrarnpilan baru. Pembekalan ketrarnpilan baru ini tidak dapat berlangsung dengan cepat, membutuhkan waktu untuk mengikuti pelatihan, untuk adaptasi dan rnernerlukan perubahan sikap dan mental kerja. Larnbatnya pmduk pelatihan untuk alih profesi ini rnenyebabkan larnbatnya pencapaian titik balik tenaga keja. 9.
Meskipun tejadi keterlarnbatan pencapaian titik balik tenaga keja
pada periode 1980-1993, tetapi dengan menggunakan alternatif kebijakan untuk simulasi perhitungan pmyeksi dengan tiga skenario (rendah, rnenengah dan tinggi) terlihat bahwa pola penyerapan tenaga kerja akan berubah dari penyerapan yang didominasi sektor pertanian dengan okupasi rnanajernen dan klerk dorninan; menjadi pola penyerapan tenaga keja yang didominasi oleh sektor rnanufaktur dengan okupasi tenaga keja sebagai teknisi dan tenaga trarnpil dorninan pada tahun 2019 (skenario rendah) pada saat pendapatan per kapita sebesar US$ 2 513 atau pada tahun 2014 (skenario menengah) dengan tingkat pendapatan per kapita sebesar
US$2 161 atau sekitar tahun 2011 (skenario tinggi) dengan tingkat pendapatan per kapita sekitar US$2 500. 10.
Diperkirakan tejadi undersupply tenaga teknisi pada tahun 2019
karena kapasitas politehnik untuk menghasilkan lulusan sebagai teknisi relatif kecil. Selain itu akan tejadi oversupply tenaga profesional teknis lulusan perguruan tinggi sebagai akibat rendahnya permintaan terhadap tenaga keja ini. Meskipun demikian. akan tejadi keseimbangan permintaan dan penawaran untuk tenaga keja trampil.
7.2 Saran dan lmplikasi Kebijakan
Berdasarkan temuan-temuan penelitian, dan meskipun titik balik tenaga keja sudah akan tercapai paling lambat pada tahun 2019 (skenario rendah) maka pada penelitian ini disusun saran untuk mendorong percepatan tejadinya titik balik tenaga kerja sebagai berikut :
1.
Diperlukan kebijakan yang sifatnya komprehensif dan yang dapat
mempengaruhi setiap komponen permintaan akhir secara langsung maupun tidak langsung. Kebijakan tenebut dapat berupa kebijakan fiskal melalui peningkatan pengeluaran pemerintah yang akan menggeser aggregate demand. Meningkatnya a g g ~ g a t edemand akan meningkatkan perrnintaan barang dan jasa, dan dengan sendirinya meningkatkan produksi nasional yang kemudian akan memperluas kesempatan keja. Peningkatan perluasan kesempatan keja ini diharapkan akan terkonsentrasi di sektor manufaktur sehingga pencapaian titik balik dapat dipercepat. Haws diperhitungkan secara hati-hati karena peningkatan aggregate demand selalu
diikuti dengan kenaikan harga-harga yang kalau berlangsung secara terus-rnenerus akan rnenyebabkaninflasi. 2.
Kebijakan atternatif adalah kebijakan yang dapat rnenggeser
aggregate supply. Peningkatan produktivitas akan rneningkatkan fungsi produksi secara aggregasi yang rnencerrninkan peningkatan kebutuhan tenaga keja. Apabila penawaran tenaga keja tidak berubah, maka akan terjadi kenaikan upah nil. Kondisi ini secara keseluruhan akan rneningkatkan aggregate supply yang selanjutnya akan menurunkan tingkat harga.
3.
Mernberi perhatian lebih kepada aktivitas agro-industri sebagai batu
Ioncatan (mediator atau perantara) diantara aktivitas sektor pertanian dan sektor nonpertanian. Untuk itu diperlukan kebijakan yang rnendorong kegiatan aktivitas agroindustri untuk dapat rnernpercepat perturnbuhan ekonorni dan penyerapan tenaga keja, sehingga pergeseran struktur tenaga kerja dapat segera tercapai. Apabila aktivitas di sektor agro-industri ini ternyata dapat menyerap tenaga kerja yang tinggi, maka akan rnernberi kontribusi besar pada sektor rnanufaktur dalam penyerapan tenaga kerja rnengingat pola kegiatan sektor agro-industri lebih cenderung dikelornpokkan pada sektor manufaktur, sehingga akan rnernpercepat pencapaian titik balik tenaga keja. 4.
Untuk rnendorong percepatan perpindahan tenaga keja dari sektor
pertanian ke sektor industri
seharusnya pindah lokasi pemukiman dari desa ke
kota, tetapi lebih dikonsentrasikan pindah pekejaan saja. Jadi, apabila sektor manufaktur yang lebih terkonsentrasi berada di daerah perkotaan, secara bertahap (dan selektif) dapat dipindahan ke lokasi "dekat desa" sehingga terjadi proses "pengkotaan daerah desa". Konsekuensinya, sarana dan prasarana dilokasi baru
haws ditingkatkan. Kebijakan ini diharapkan dapat mempercepat tejadinya titik balik tenaga keja dan secara otomatis mengurangi arus migrasi kedaerah kota. 5.
Menyiapkan pelatihan intensif bagi tenaga kerja yang akan pindah ke
sektor manufaktur. Dengan pelatihan ini okupasi di sektor manufaktur dapat diisi secara cepat oleh tenaga keja pindahan. Sifat pelatihan yang diberikan hams dapat mengantisipasi perubahan teknologi yang berlangsung dengan cepat.
6.
Mengantisipasi era keterbukaan (globalisasi), diperlukan perturnbuhan
ekonomi dan penyerapan tenaga keja yang tinggi. Untuk itu, diperlukan kebijakan penggunaan teknologi yang dapat meningkatkan produksi untuk mendorong ekspor dan menyerap tenaga keja tinggi. Semua itu ditujukan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang memadai dan rnempercepat pencapaian titik balik tenaga keja.
7.
Meningkatkan upah tenaga di sektor non-pertanian agar kompetitif
dan dapat memacu percepatan arus pergeseran tenaga kerja ke sektor manufaktur. Konsekuensinya, produktivitas tenaga keja hams ditingkatkan melalui peningkatan ketrampilan dan
efisiensi keja.
Dengan peningkatan produktivitas sektor
(manufaktur) selain akan mempercepat laju pertumbuhan sektor, juga diharapkan dapat mempercepat tejadinya titik balik tenaga keja.
8.
Melakukan penataan kembali mekanisme pasar kej a terutama untuk
mempertemukan kebutuhan dan persediaan tenaga keja. Aktivitas pasar keja berkaitan dengan penyebarluasan informasi lowongan keja, inforrnasi jabatan temasuk persyaratannya, informasi fasilitas dan lingkungan pekejaan; termasuk informasi tersedianya (stock) tenaga keja dengan tingkat pendidikan dan ketrampilan tertentu. Dengan penyernpumaan mekanisme pasar kerja ini diharapkan pencapaian titik balik tenaga keja dapat dipercepat.
9.
Meningkatkan produksi tenaga teknisi terutama dari
lnstitusi
Pendidikan Politeknik untuk mengantisipasi kekurangan tenaga teknisi sampai akhir PJP II dan untuk rnemperkecil kesenjangan tenaga keja pada periode itu. Ketersediaan tenaga teknisi akan mendorong percepatan pergeseran tenaga keja, karena biasanya tenaga keja teknisi ini lebih banyak digunakan di sektor manufaktur.
7.3 Keterbatasan Penelitian
7.3.1 Keterbatasan Ruana Linakup Penelitian Studi analisis "Dampak Perubahan Struktur Ekonomi Terhadap Struktur Penyerapan Tenaga Keja" mencakup : 1. Analisis perubahan struktur ekonomi (masa lalu) periode 1980-1993, karena pada periode ini pertumbuhan ekonomi mulai berubah dari ekonomi yang bertumpu pada hasil produksi pertanian dan minyak bumi kepada ekonomi yang bertumpu pada produksi bukan pertanian dan bukan minyak.
2. Analisis perubahan struktur tenaga keja periode waktu, yaitu 1980-1990-1995. 3. Analisis proyeksi stmktur ekonomi dan struktur penyerapan tenaga keja periode PembangunanJangka Panjang Tahap kedua (PJPII) sampai tahun 2019, dengan mengingat
proses
pembangunan ekonomi pada
PJPll
mengutamakan
penggunaan sumberdaya manusia. 4. Analisis ekonomi maupun tenaga kerja dilaksanakan untuk tingkat nasional, karena ketersediaan data (teiutama data Input-Output) tidak memungkinan untuk melakukan analisis secara regional (propinsi, pulau atau desa-kota), dan juga memungkinkan untuk analisis gender.
7.3.2 Keterbatasan Metodoloqj Untuk mencapai tujuan penelitian, digunakan metodologi yang dibangun untuk penelitian ini dengan keterbatasan berikut : 1. Menggunakan model Input-Output statis untuk analisis ekonomi. Model yang
dibangun tidak mernperhitungkan "time-lag, dan merupakan model untuk ekonomi terbuka dengan memperhitungkan ekspor dan impor.
2. Menggunakan interjndustly employment matrix untuk membangun model analisis tenaga keja. Analisis tenaga kej a ini mencerminkan adanya penyerapan tenaga keja (demand side) untuk proses produksi. 3. Penelitian ini tidak rnenggunakan model penediaan tenaga keja (supply side)
untuk menghitung penediaan tenaga keja, tetapi hanya menggunakan hasit perhitungan penediaan tenaga keja yang sudah tenedia. 4. Model proyeksi ekonomi dan tenaga keja dibangun secara simultan dengan
menggunakan model RAS dan Visual Basic @. Proyeksi tenaga kej a didasarkan pada kondisi produktivitas. 5. Analisis kondisi ekonomi didasarkan pada data Tabel Input-Output tahun 1980, 1985, 1990 dan 1993. Sedangkan analisis tenaga keja rnenggunakan data Sensus Penduduk 1980 dan 1990; dan S u ~ ePenduduk i Antar Sensus (SUPAS) 1985 dan 1995.
7.3.3 Keterbatasan Analisis Analisis dilaksanakan untuk data ekonomi dari Tabel Input-Output dan data tenaga keja dari SP dan SUPAS sesuai dengan tujuan penelitian dan dengan keterbatasan sebagai berikut :
1. Analisis perubahan struktur ekonomi dilakukan pada sernua komponen yang tenasuk dalam model Input-Output, yaitu berkaitan dengan susunan input yang terdiri dari input antara dan input primer; dan berkaitan dengan alokasi output pada permintaan antara dan permintaan akhir. 2. Analisis perubahan struktur penyerapan tenaga keja dikonsentrasikan pada
banyaknya tenaga keja yang dapat diserap pada sektor-sektor ekonorni yang dikelornpokkan rnenurut okupasi dan pendidikan. 3. Digunakan klasifikasi sektor ekonomi digit pertarna berdasarkan Klasifikasi
Lapangan Usaha lndonesia (KLUI), kecuali untuk sektor industri digunakan pengelornpokkan yang lebih rinci yaitu rnenggunakan digit kedua. Dengan demikian jumlah pengelompokkan sektor ekonorni menjadi 17. Demikian juga berlaku untuk tenaga keja. 4. Pengelornpokkan okupasi rnenggunakan Klasifikasi Jabatan lndonesia (KJI) yang
diagregasi rnenjadi ernpat kelompok besar yaitu (1) tenaga profesional teknis, (2) tenaga teknisi, (3) tenaga keja trarnpil, dan (4) tenaga keja manajernen dan klerk.
7.4
Saran Penelitian Lanlutan
Model analisis perubahan struktur ekonorni telah dibangun untuk mendeteksi pola pergeseran aktivitas sektor-sektor ekonomi. Temyata pergeseran ekonorni yang ditunjukkan dengan telah tercapainya titik balik ekonorni, dan telah berhasil mendorong pergeseran penyerapantenaga keja rneskipun dengan percepatan yang berbeda, dan yang akan diikuti dengan pencapaian titik balik tenaga keja dirnasa mendatang. Meskipun dernikian, ada okupasi yang sangat kecil terwakili dalam suatu
sektor. Tejadi pergeseran okupasi dari sektor pertanian ke okupasi lain di luar sektor pertanian yang menghasilkan nilai tambah relatif lebih besar tetapi menuntut penyaratankeja yang lebih tinggi pula. Berdasarkan analisis yang telah dikemukakan pada Bab-bab sebelumnya dan dihubungkan dengan temuan-temuan studi, maka saran untuk peneyian selanjutnya adalah : 1.
Diperlukan studi analisis ekonomi lanjutan dengan menggunakan data
Input-Output dinamis. Artinya, perubahan struktur ekonomi hams dianalisis berdasarkan variabel waktu (time-lag). Misalnya, suatu investasi yang dilaksanakan saat ini akan mempunyai dampak ekonomi maupun penyerapan tenaga keja pada tahun yang akan datang karena investasi tersebut pada saat ini hanya merupakan periode konstruksi dan belum sepenuhnya beroperasi untuk produksi. Jadi, apabila investasi tersebut dipehitungkan dengan menggunakan time-lag, maka nilai output yang diproduksi dan jumlah kesempatan keja tercipta sudah memperhitungkan kapasitas produksi penuh. 2.
Analisis ekonomi dan tenaga keja dengan Tabel Input-Output
sebaiknya dilaksanakan juga melalui studi perbandingan dengan Tabel Input-Output negara lain pada tahap pembangunan yang sama. Misalnya, berdasarkan laporan Bank Dunia 1993, dari statistik
GNP per kapita lndonesia pada tahun 1992 yang
mencapai US $ 700 adalah sama dengan kondisi GNP per kapita Malaysia tahun 1973174 dan Korea tahun 1975ff6 dan lain sebagainya. Selain itu dilihat dari proses
industrialisasi-nya, kondisi lndonesia tahun 1992 adalah sama dengan kondisi industrialisasi di Korea pada tahun 1970. Analisis keterbandingan ini dilakukan dengan meminjam koefisien teknologi dari tabel Input-Output negara-negara yang bersangkutan.
3.
Hasil ternuan penelitian, dirnana sektor industri kirnia, minyak burni,
karet dan plastik yang rnenunjukkan perkernbangan pesat adalah sarna dengan kebijakan industrialisasi Korea yang diterapkan pada tahun 1970an dimana ditekankan pengernbangan industri-industri berat dan kirnia, yang selanjutnya akan rneningkatkan nilai tarnbah dari industri rnesin dan alat-alat angkutan. Sernentara itu nilai tambah industri tekstil dan pakaian jadi rnenunjukkan kecenderungan yang rnenurun pada periode 20 tahun terakhir ini di Jepang. Kondisi tersebut akan rnernpengaruhi analisis kebqakan. Untuk itu, studi perbandinganjuga dilakukan untuk konsentrasi kebijakan ekonorni dan tenaga keja. 4.
Berdasarkan ternuan penelitian, tingkat upah rata-rata adalah tidak
sebanding dengan produktivitas tenaga keja disektor rnanufaktur terutarna di industri kirnia dan industri berat lainnya. Ini rnernberikan indikasi bahwa insentif yang diberikan tidak cukup kuat untuk rneningkatkan produktivitas dan tidak wkup kuat untuk menarik surnber daya rnanusia dengan kualitas baik untuk bekeja di sektor rnanufaktur. Hubungan yang tidak kuat antara upah tenaga keja dengan produktivitas ini akan rnempengaruhi tingkat kesulitan pengaturan produksi selanjutnya. Untuk itu diperlukan suwei perusahaan yang kornprehensif dalarn bidang pengupahan untuk adjustment data statistik dari Tabel Input-Output. 5.
Analisis okupasi tenaga keja akan lebih baik apabila digunakan digit
yang lebih tinggi (digit kelima dari Klasifikasi Jabatan Indonesia) sehingga pengelornpokkan okupasi dapat dikendalikan sesuai asurnsi yang digunakan. 6.
Perlu dilakukan crosscheck data okupasi dengan tingkat pendidikan
sehingga bias pengelornpokkan okupasi dapat diperkecil dan penyebaran sektoral dapat lebih terwakili. Mernang berdasarkan data tersedia saat ini tidak dirnungkinkan untuk rnelakukan cross-check okupasi dengan pendidikan karena banyak teQadirnis-
match. Untuk itu dipedukan perbaikan pengadaan data, khususnya data tenaga keja, okupasi dan pendidikan.
7.
Tidak meratanya distribusi tenaga teknisi profesional rnerupakan
phenomena pengembangan sumberdaya rnanusia dirnasa mendatang. Kondisi ini rnencerminkan banyaknya penduduk yang rnencari pendidikan akademis relatif tinggi, untuk memberi penghasilan yang relatif tinggi pula. Jadi pellu diteliti korelasi antara tingkat pendidikan tenaga keja dengan tingkat pendapatannya berdasarkan teori investasi sumberdaya manusia sehingga dapat diidentifikasi jenis-jenis pendidikan mana yang rnenghasilkan tenaga keja dengan kualitas baik dan mendatangkan penghasilan relatif tinggi. Dengan dernikian analisis dari sisi supply yang dikaitkan dengan kondisi permintaan tenaga keja akan mernbawa rnanfaat bagi pengembangan surnberdaya manusia dimasa depan. 8.
Analisis pasar keja, perrnintaan dan penawaran tenaga keja dari
institusi pendidikan dan pelatihan perlu didukung oleh studi lapangan yang rnencakup (1) survei perusahaan untuk melihat kapasitas produksi dan pengecekan koefisien input dan juga untuk rnenditeksi penggunaan tenaga kej a sesungguhnya rnenurut tingkat teknologi produksi, okupasi dan pendidikan. Survei perusahaan ini dilaksanakan pula untuk rnendeteksi opini pengusaha sebagai pengguna tenaga keja yang selanjutnya digunakan sebagai urnpan-balik bagi perbaikan kualitas lutusan; (2) survei institusi pendidikanlpelatihan sebagai sumber tenaga keja, untuk rnelihat kapasitas produksi institusi, kualitas sarana dan prasarana untuk rnendukung kualitas lulusan yang dirninta masyarakat termasuk kualitas instruktur yang dirniliki; dan (3) tracer study untuk menelusuri aktivitas para siswa selama disekolah, setelah lulus, selama rnencari pekerjaan dan selarna bekeja. Tracer study ini juga digunakan untuk menelusuri opini para lulusan mengenai kondisi pasar keja."'