48
BAB VII KARAKTERISTIK INTERNAL, KARAKTERISTIK EKSTERNAL, DAN KARAKTERSTIK INOVASI PRIMA TANI
7.1
Karakteristik Internal Petani Karakteristik internal petani adalah faktor yang datang dari dalam diri
petani sendiri dan mempengaruhi peran dan kinerja petani tersebut. Karakteristik internal petani dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan formal, dan luas lahan garapan. Sebaran karakteristik internal petani disajikan pada Tabel 8. Secara keseluruhan, sebagian besar petani di Desa Jatiwangi berumur sedang (antara 31-45 tahun) dengan tingkat pendidikan formal rendah (SD) dan luas lahan garapan sempit (≤ 0,5 hektar).
Tabel 8. Sebaran Karakteristik Petani Berdasarkan Kelompok Umur, Tingkat Pendidikan Formal, dan Luas Lahan Garapan di Desa Jatiwangi, 2008 Karakteristik
PNKT
PKT
Total
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Umur
Muda
8
40,00
4
16,67
12
27,27
Sedang
9
45,00
8
33,33
17
38,64
Tua
7
35,00
8
33,33
15
34,09
Pendidikan Formal
Rendah
14
70,00
18
75,00
32
72,73
Sedang
5
25,00
6
25,00
11
25,00
Tinggi
1
5,00
0
0,00
1
2,27
Luas Lahan Garapan
Sempit
14
70,00
20
83,33
34
77,27
Sedang
3
15,00
3
12,50
6
13,64
Luas
3
15,00
1
4,17
4
9,09
20
100,00
24
100,00
44
100,00
Jumlah
49
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani berumur sedang (antara 31-45 tahun), yaitu sebesar 38,64 persen. Pada petani non kelompok tani (PNKT), persentase terbesar petani adalah berumur sedang, yaitu sebesar 45,00 persen sedangkan pada petani kelompok tani (PKT) berimbang antara umur sedang dan tua, masing-masing sebesar 33,33 persen. Tingkat pendidikan formal sebagian besar petani di Desa Jatiwangi tergolong rendah (SD), yaitu sebesar 72,73 persen. Baik pada PNKT maupun PKT, tingkat pendidikan formal sebagian besar petani tergolong rendah, masingmasing sebesar 70,00 persen pada PNKT dan 72,73 persen pada PKT. Berdasarkan luas lahan garapan, sebagian besar petani memiliki luas lahan garapan sempit (≤ 0,5 hektar), yaitu sebesar 72,27 persen. Pada PNKT persentase terbesar petani tergolong sempit, yaitu sebesar 70,00 persen begitu pula pada PKT, yaitu sebesar 83,33 persen.
7.2
Karakteristik Eksternal Petani Karakteristik eksternal petani yang diteliti dalam penelitian ini adalah
intensitas petani menghadiri penyuluhan, persepsi petani terhadap kemampuan dan peran penyuluh, tingkat aktifitas petani dalam kelompok tani, tingkat kemudahan petani mendapatkan benih/bibit, pupuk, dan obat-obatan. Sebaran karakteristik eksternal petani disajikan pada Tabel 9 dan Tabel 10. Tabel 9 memperlihatkan sebaran karakteristik eksternal petani berdasarkan intensitas petani menghadiri penyuluhan, persepsi petani terhadap kemampuan penyuluh, persepsi petani terhadap peran penyuluh, dan tingkat aktifitas petani dalam kelompok tani sementara Tabel 10 memperlihatkan sebaran karakteristik eksternal
50
petani berdasarkan tingkat kemudahan mendapatkan benih/bibit, pupuk, dan obatobatan.
Tabel 9. Sebaran Karakteristik Eksternal Petani di Desa Jatiwangi Karakteristik
PNKT Jumlah
PKT
Persentase
Total
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Intensitas petani menghadiri penyuluhan
Rendah
14
70,00
23
95,83
37
84,09
Sedang
4
20,00
0
0,00
4
9,09
Tinggi
2
10,00
1
4,17
3
6,82
Persepsi petani terhadap kemampuan penyuluh
Rendah
0
0,00
5
20,83
5
11,36
Sedang
4
20,00
9
37,50
13
29,55
Tinggi
16
80,00
10
41,67
26
59,09
Persepsi petani terhadap peran penyuluh
Rendah
2
10,00
11
45,83
13
29,55
Sedang
5
25,00
5
20,83
10
22,73
Tinggi
13
65,00
8
33,33
21
47,73
Tingkat aktifitas petani dalam kelompok tani
Tidak pernah
2
10,00
16
66,67
18
40,91
Jarang
1
5,00
3
12,50
4
9,09
Sering
17
85,00
5
20,83
22
50,00
20
100,00
24
100,00
44
100,00
Jumlah
Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani (84,09 persen) tergolong rendah dalam menghadiri penyuluhan. Baik pada PNKT maupun PKT sebagian besar petani tergolong rendah dalam menghadiri penyuluhan, masingmasing sebesar 70,00 persen pada PNKT dan sebesar 95,83 persen pada PKT. Ini menunjukkan bahwa status petani tidak mempengaruhi petani untuk menghadiri penyuluhan atau dengan kata lain kelompok tani tidak mempengaruhi petani untuk menghadiri penyuluhan. Hal ini dikarenakan penyuluhan hanya dihadiri
51
oleh ketua kelompok tani dan petani yang memiliki hubungan kekeluargaan dan kekerabatan dengan ketua kelompok tani. Berdasarkan persepsi terhadap kemampuan penyuluh, sebagian besar petani (59,09 persen) berpersepsi bahwa penyuluh memiliki kemampuan tinggi dalam menyelenggarakan penyuluhan. Pada PNKT tidak ada petani yang berpersepsi bahwa penyuluh mempunyai kemampuan rendah sedangkan pada PKT sebesar 20,83 persen. Baik pada PNKT maupun PKT, petani berpersepsi bahwa penyuluh memiliki kemampuan tinggi, berturut-turut sebesar 80,00 persen pada PNKT dan 41,67 persen pada PKT. Penyuluh menurut petani hanya mengadakan penyuluhan pada kelompok tertentu saja sehingga sebagian besar petani tidak pernah bertemu dengan penyuluh. Walaupun begitu, menurut petani, penyuluh
pasti
memiliki
kemampuan
tinggi
dalam
menyelenggarakan
penyuluhan. Pada sebagian petani (PNKT), tidak mungkin penyuluh memiliki kemampuan rendah dalam menyelenggarakan penyuluhan. Berdasarkan persepsi terhadap peran penyuluh, sebagian besar petani (47,73 persen) berpersepsi bahwa penyuluh mempunyai peran tinggi dalam menyelenggarankan penyuluhan. Pada PNKT sebagian besar petani (65,00 persen) berpersepsi bahwa penyuluh mempunyai peran tinggi sedangkan pada PKT sebagian besar petani (45,83 persen) berpersepsi bahwa penyuluh mempunyai peran rendah. Pada PNKT sebagian besar petani jarang bertemu dengan penyuluh sehingga tidak terlalu tahu peran penyuluh. Menurut mereka penyuluh pasti memiliki peran tinggi dalam kelompok yang didatangi penyuluh. Berbeda dengan PNKT, pada PKT sebagian besar petani lebih sering bertemu
52
dengan penyuluh sehingga tahu peran penyuluh. Menurut mereka peran penyuluh rendah. Berdasarkan tingkat aktifitas dalam kelompok tani, sebagian besar petani (40,91 persen) tergolong sering. Pada PNKT sebagian besar petani (85,00 persen) tergolong sering aktif sedangkan pada PKT sebagian besar petani (66,67 persen) tergolong tidak pernah aktif. Hal ini terjadi karena selama tahun 2008, PNKT aktif bertanya kepada ketua kelompok tani di dusun tempat tinggalnya mengenai cara membasmi hama ”ku-uk” sedangkan PKT tidak. PKT telah aktif mencari tahu informasi tersebut ke penyuluh pada tahun awal serangan ”ku-uk”8, yaitu tahun 2007. Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa benih/bibit padi relatif mudah didapatkan petani di Desa Jatiwangi. Sebesar 50,00 persen petani mengatakan mudah dan 34,09 persen petani mengatakan sangat mudah dalam mendapatkan benih/bibit padi. Benih/bibit padi tidak dibeli tetapi didapatkan dari bulir padi yang telah dipanen. Walau harus dibeli, benih/bibit padi dapat dibeli di dalam desa yang dijual oleh beberapa ketua kelompok tani. Benih/bibit padi ini tidak hanya dijual bagi petani anggota kelompok tani melainkan dijual bebas bagi petani lain. Di sisi lain, ada petani yang mengatakan relatif sulit mendapatkan benih/bibit padi. Sebesar 13,64 persen petani mengatakan sulit dan 2,27 persen petani mengatakan sangat sulit mendapatkan benih/bibit padi. Petani ini biasa membeli benih/bibit di luar desa yang jaraknya lumayan jauh dengan alasan harga relatif murah dibanding benih/bibit di dalam desa.
8
Hama penyakit tanaman yang berkembangbiak di lahan kering, bentuknya seperti cacing dan seluruh permukaan tubuhnya berwarna putih.
53
Tabel 10. Sebaran Karakteristik Eksternal Petani di Desa Jatiwangi Karakteristik
PNKT Jumlah
PKT
Persentase
Jumlah
Total
Persentase
Jumlah
Persentase
Tingkat kemudahan petani mendapatkan benih/bibit
Sangat sulit
0
0,00
1
4,17
1
2,27
Sulit
2
10,00
4
16,67
6
13,64
Mudah
11
55,00
11
45,83
22
50,00
Sangat mudah
7
35,00
8
33,33
15
34,09
Tingkat kemudahan petani mendapatkan pupuk
Sangat sulit
0
0,00
1
4,17
1
2,27
Sulit
1
5,00
0
0,00
1
2,27
Mudah
10
50,00
12
50,00
22
50,00
Sangat mudah
9
45,00
11
45,83
20
45,45
Tingkat kemudahan petani mendapatkan obat-obatan
Sangat sulit
0
0,00
1
4,17
1
2,27
Sulit
1
5,00
0
0,00
1
2,27
Mudah
10
50,00
13
54,17
23
52,27
Sangat mudah
9
45,00
10
41,67
19
43,18
20
100,00
24
100,00
44
100,00
Jumlah
Dari Tabel 10 dapat dilihat juga bahwa pupuk relatif mudah didapatkan petani di Desa Jatiwangi. Sebesar 50,00 persen petani mengatakan mudah dan 45,45 persen petani mengatakan sangat mudah dalam mendapatkan pupuk. Pupuk dapat dibeli di dalam desa yang dijual oleh beberapa ketua kelompok tani. Pupuk ini tidak hanya dijual bagi petani anggota kelompok tani melainkan dijual bebas bagi petani lain. Di sisi lain, ada petani yang mengatakan relatif sulit mendapatkan pupuk. Sebesar 2,27 persen petani mengatakan sulit dan sangat sulit mendapatkan pupuk. Pupuk biasa dibeli di luar desa yang jaraknya lumayan jauh dengan alasan harga relatif murah dan mutu lebih terjamin dibandingkan dengan pupuk yang tersedia di dalam desa.
54
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa obat-obatan relatif mudah didapatkan petani di Desa Jatiwangi. Sebesar 52,27 persen petani mengatakan mudah dan 43,18 persen petani mengatakan sangat mudah dalam mendapatkan obat-obatan. Obat-obatan dapat dibeli di dalam desa yang dijual oleh beberapa ketua kelompok tani. Obat-obatan ini tidak hanya dijual bagi petani anggota kelompok tani melainkan dijual bebas bagi petani lain. Di sisi lain, ada petani yang mengatakan relatif sulit mendapatkan obat-obatan. Sebesar 2,27 persen petani mengatakan sulit dan sangat sulit mendapatkan obat-obatan. Obat-obatan biasa dibeli di luar desa yang jaraknya lumayan jauh dengan alasan harga relatif murah dan mutu lebih terjamin dibandingkan dengan obat-obatan yang tersedia di dalam desa. Secara keseluruhan, intensitas sebagian besar petani dalam menghadiri penyuluhan tergolong rendah dengan persepsi terhadap kemampuan dan peran penyuluh tergolong tinggi sementara tingkat aktifitas dalam kelompok tani tergolong tidak pernah aktif. Dalam mendapatkan benih/bibit, pupuk, dan obatobatan sebagian besar petani mengatakan relatif mudah.
7.3
Karakteristik Inovasi Prima Tani Karakteristik inovasi adalah sifat-sifat inovasi Prima Tani yang
diperkenalkan Badan Litbang Pertanian menurut pendapat petani. Sifat-sifat inovasi tersebut adalah tingkat keuntungan relatif, tingkat kesesuaian, tingkat kerumitan, tingkat kemudahan dicoba, dan tingkat kemudahan diamati. Sebaran petani berdasarkan pendapatnya terhadap karakteristik inovasi Prima Tani disajikan pada Tabel 11.
55
Tabel 11. Sebaran Petani Berdasarkan Pendapatnya Terhadap Karakteristik Inovasi Prima Tani di Desa Jatiwangi PNKT
Karakteristik
PKT
Total
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
1
5,00
0
0,00
1
2,27
12
60,00
13
54,17
25
56,82
7
35,00
11
45,83
18
40,91
Tingkat keuntungan relative
Lebih merugikan
Sama saja
Lebih menguntungkan
Tingkat kesesuaian
Tidak sesuai
3
15,00
4
16,67
7
15,91
Sama saja
8
40,00
12
50,00
20
45,45
Sesuai
9
45,00
8
33,33
17
38,64
Tingkat kerumitan
Lebih rumit
1
5,00
0
0,00
1
2,27
Sama saja
5
25,00
8
33,33
13
29,55
Lebih sederhana
14
70,00
16
66,67
30
68,18
Tingkat kemudahan dicoba
Lebih sulit
1
5,00
1
4,17
2
4,55
Sama saja
2
10,00
1
4,17
3
6,82
Lebih mudah
17
85,00
22
91,67
39
88,64
Tingkat kemudahan diamati
Lebih sulit
1
5,00
0
0,00
1
2,27
Sama saja
1
5,00
2
8,33
3
6,82
Lebih mudah
18
90,00
22
91,67
40
90,91
20
100,00
24
100,00
44
100,00
Jumlah
Tabel 11 menunujukkan bahwa sebagian besar petani (56,82 persen) mengatakan Prima Tani tidak lebih menguntungkan daripada teknologi lokal atau dengan kata lain sama saja. Baik PNKT maupun PKT, mengatakan bahwa Prima Tani tidak lebih menguntungkan daripada teknologi lokal, masing-masing sebesar 60,00 persen pada PNKT dan 54,17 persen pada PKT. Pada tahun-tahun awal penyelenggaraan Prima Tani, yaitu pada tahun 2005 dan 2006, Prima Tani lebih menguntungkan
dibandingkan
teknologi
lokal
terbukti
dengan
dapat
56
meningkatkan produktivitas padi gogo dari 1,44 ton GKP/ha menjadi 4,98 ton GKP/ha. Hal ini membuat petani mendapatkan keuntungan yang relatif besar namun pada tahun 2007 terjadi serangan hama “ku-uk” yang menyebabkan petani mengalami kerugian besar. Setelah itu, keuntungan dari Prima Tani maupun teknologi lokal sama saja. Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani (45,45 persen) mengatakan Prima Tani sama saja dengan teknologi lokal. Pada PNKT sebagian besar petani (45,00 persen) mengatakan Prima Tani sesuai dengan teknologi lokal sedangkan pada PKT sebagian besar petani (50,00 persen) mengatakan sama saja. Petani PNKT tidak terlalu tahu mengenai komponen teknologi Prima Tani namun melihat dari petani yang telah menerapkan Prima Tani, sebagian besar mengatakan lebih sesuai diterapkan di Desa Jatiwangi. Berbeda dengan petani PNKT, petani PKT lebih banyak tahu mengenai komponen teknologi Prima Tani diantaranya penggunaan varietas unggul (Situ Patenggang, Situ Bagendit, Batu Tegi, dan Limboto) dan efisiensi pemupukan dengan cara tanam legowo atau dalam istilah setempat disebut cara tanam “caplak”. Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani (68,18 persen) mengatakan komponen teknologi Prima Tani lebih sederhana daripada teknologi lokal. Baik PNKT maupun PKT mengatakan komponen teknologi Prima Tani lebih sederhana daripada teknologi lokal, masing-masing sebesar 70,00 persen pada PNKT dan 66,67 persen pada PKT. Sebelum diterapkan, sepintas komponen teknologi Prima Tani lebih rumit dibandingkan teknologi lokal karena membutuhkan benih/bibit tertentu dan cara tanam berbeda tetapi setelah
57
diterapkan petani merasa lebih teratur dan rapi dalam melakukan usahatani yang pada akhirnya menjadi lebih sederhana daripada teknologi lokal. Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar petani (88,64 persen) mengatakan Prima Tani lebih mudah dicoba daripada teknologi lokal. Baik PNKT maupun PKT, mengatakan bahwa Prima Tani lebih mudah dicoba daripada teknologi lokal, masing-masing sebesar 85,00 persen pada PNKT dan 91,67 persen pada PKT. Komponen teknologi Prima Tani lebih mudah dicoba dibandingkan teknologi lokal karena komponen teknologinya sederhana. Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani (90,91 persen) mengatakan Prima Tani lebih mudah diamati daripada teknologi lokal. Baik PNKT maupun PKT, mengatakan bahwa Prima Tani lebih mudah diamati daripada teknologi lokal, masing-masing sebesar 90,00 persen pada PNKT dan 91,67 persen pada PKT. Petani dapat dengan mudah mengamati keberhasilan Prima Tani dalam meningkatkan produktivitas padi gogo di demplot. Dari demplot juga petani dapat dengan mudah mengamati varietas unggul yang ditanam dan cara tanamnya. Varietas unggul yang ditanam lebih cepat tumbuh dan lebat dibandingkan dengan varietas teknologi lokal. Cara tanamnya adalah dengan sistem tanam legowo. Sistem ini memungkinkan padi gogo cepat tumbuh dan lebat karena jarak tanam antara satu tanaman dengan tanaman lainnya cukup luas sehingga masing-masing tanaman memiliki cukup nutrusi untuk tumbuh tanpa harus “berebutan” nutrisi untuk tumbuh seperti dengan menggunakan sistem tanam teknologi lokal yang jarak tanamnya dekat antara satu tanaman dengan tanaman lainnya dan tidak beraturan.
58
Secara keseluruhan, petani mengatakan bahwa keuntungan melakukan usahatani dengan menggunakan Prima Tani maupun teknologi lokal sama saja. Petani juga mengatakan bahwa kesesuaian melakukan usahatani dengan menggunakan Prima Tani maupun teknologi lokal sama saja. Selain itu, petani mengatakan Prima Tani lebih sederhana diterapkan, lebih mudah dicoba dan diamati dibandingkan dengan teknologi lokal.