Bab VI RUMUSAN REKOMENDASI KEBIJAKAN DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA
6.1 6.1.1
Sintesa Hasil Simulasi Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Hasil analisis terhadap keberadaan prasarana dan sarana kota menunjukkan
bahwa secara totalitas, kota Majalaya lebih baik daripada kota kecamatan lainnya. Keadaan kehidupan dan penghidupan penduduk juga menunjukkan kehidupan penduduk kota Majalaya yang lebih baik bila dibandingkan penduduk kota kecamatan lainnya di kabupaten Bandung. Dengan demikian, nilai pelestarian fungsi lingkungan kota Majalaya, juga lebih baik bila dibandingkan dengan kota kecamatan lainnya di kabupaten Bandung. Namun, di bidang pelayanan sanitasi (pengelolaan air limbah rumah tangga maupun pengelolaan lumpur tinja), kota Majalaya lebih buruk bila dibandingkan dengan kota kecamatan lainnya di kabupaten Bandung. Atas dasar hal tersebut, dilakukan skenario peningkatan pelayanan fasilitas air limbah yang dapat meningkatkan pelestarian fungsi lingkungan perkotaan. Hasil rumusan kebijakan peningkatan cakupan pelayanan fasilitas sistem pengolahan air limbah setempat (on-site) yang dikombinasikan dengan peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan menunjukkan bahwa: a.
Pada skenario kebijakan pesimis (35% cakupan pelayanan), indeks pelestarian fungsi lingkungan (IPFLH) dapat ditingkatkan dari 64.65 skala indeks (kondisi eksisting) menjadi 68.64 skala indeks. Hal itu berarti bahwa terjadi peningkatan 0.27 skala indeks untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan.
b.
Pada skenario kebijakan moderat (cakupan pelayanan 50%), IPFLH dapat ditingkatkan menjadi 82.02 skala indeks atau peningkatan 0.89 skala indeks untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan.
156 c.
Pada skenario kebijakan optimis (60% cakupan pelayanan), IPFLH dapat ditingkatkan lagi menjadi 88.66 skala indeks atau peningkatan 0.66 skala indeks untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan.
d.
Pada skenario kebijakan ideal (80% cakupan pelayanan), IPFLH dapat mencapai 95.75 skala indeks atau peningkatan 0.35 skala indeks untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan.
Dari hasil rumusan tersebut terdapat indikasi bahwa skenario kebijakan moderat menghasilkan peningkatan pelestarian fungsi lingkungan yang optimum. 6.1.2
Peningkatan Pelayanan Pengelolaan Air Limbah Simulasi model EkoSanita-IPLT dilakukan melalui intervensi terhadap
cakupan pelayanan yang dikombinasikan dengan efisiensi pengangkutan lumpur tinja, kapasitas IPLT, efisiensi sistem setempat, perluasan daerah pelayanan dan konsumsi air minum rumah tangga. Hasil simulasi menunjukkan bahwa volume air limbah yang memasuki badan air cenderung menurun sejalan dengan peningkatan cakupan pelayanan. Penurunan volume limbah tersebut diikuti dengan peningkatan daya tampung lingkungan kota. Retribusi per pelanggan untuk menutup biaya operasional cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan efisiensi pengangkutan lumpur tinja. Daya tampung lingkungan juga meningkat ketika kapasitas IPLT ditambah, demikian pula apabila efisiensi sistem setempat ditingkatkan. Peningkatan daerah pelayanan akan meningkatkan jumlah pelanggan dan menurunkan nilai retribusi per pelanggan. Akhirnya, penurunan konsumsi air minum rumah tangga dapat mengurangi volume limbah yang memasuki badan air maupun volume limbah yang memasuki Tangki Septik. Hal itu berarti bahwa daya tampung lingkungan dapat ditingkatkan. Hasil simulasi tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan daya tampung lingkungan kota dapat dilakukan melalui upaya peningkatan cakupan pelayanan, peningkatan kapasitas IPLT, peningkatan efisiensi sistem setempat dan pengendalian konsumsi air minum rumah tangga. Peningkatan retribusi per pelanggan yang diakibatkan oleh peningkatan efisiensi pengangkutan lumpur tinja dan peningkatan kapasitas IPLT dapat diatasi dengan perluasan daerah pelayanan IPLT.
157 Hasil rumusan kebijakan peningkatan pengelolaan air limbah rumah tangga (Tabel 45) menunjukkan bahwa: a.
Skenario pesimis dapat meningkatkan daya tampung lingkungan dari 0.58 sampai dengan 1.43 pada skala indeks atau peningkatan 0.06 skala indeks untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan. Tabel 46 Rumusan Skenario Kebijakan Pengelolaan Air Limbah
No
Unsur yang dinilai
Satuan
(1)
(2)
(3)
1 2 3 4 5 6
b.
Penduduk Kota Daerah Layanan Limbah di Badan Air Daya Tampung Lingkungan Kota Indeks Daya Tampung Lingkungan Kota Retribusi per pelanggan
Eksisting
Skenario Kebijakan Pesimis Moderat Optimis (5)
(6)
(7)
179 499
558 446
558 446
855 384
855 384
(4)
Ideal (8)
Jiwa Kota kecamatan m3 m3/kapita
1
4
4
6
6
2 414 409 13.45
4 932 862 8.83
3 141 665 5.63
2 975 541 3.48
51 890 0.06
Kg/hari
-1 518 449
- 615 926
55 447
225 557
60 715
Tanpa Satuan
0.58
1.43
15.89
64.67
17.41
Rupiah
10 035
3 576
3 099
2 259
1 713
Skenario moderat dapat meningkatkan daya tampung lingkungan dari 1.43 pada skala indeks sampai dengan 15.89 skala indeks atau peningkatan 0.96 skala indeks untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan.
c.
Skenario optimis dapat meningkatkan daya tampung lingkungan dari 15.89 sampai dengan 64.67 pada skala indeks atau peningkatan 4.88 skala indeks untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan.
d.
Skenario ideal mengurangi daya tampung lingkungan dari 64.67 menjadi dengan 17.41 pada skala indeks atau penurunan 2.36 skala indeks untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan.
Dari hasil rumusan tersebut terdapat indikasi bahwa skenario kebijakan optimis (60% cakupan pelayanan) menghasilkan peningkatan pelayanan pengelolaan air limbah yang optimum. 6.2
Rumusan Kebijakan Peningkatan Cakupan Pelayanan Hasil simulasi peningkatan cakupan pelayanan mengindikasikan bahwa
daya tampung lingkungan hidup perkotaan dapat ditingkatkan. Hal itu berarti
158 bahwa peningkatan jumlah fasilitas pengolahan air limbah setempat dapat meningkatkan daya tampung lingkungan. Cakupan pelayanan 20%, 35%, 50% dan 60% tersebut masing masing menghasilkan peningkatan indeks daya tampung lingkungan sebesar 6.1 skala indeks (20%-35%), 9.1 skala indeks (35%-50%) dan 9.1 skala indeks (50%60%). Hal itu berarti bahwa peningkatan cakupan pelayanan dari 50% menjadi 60% menghasilkan peningkatan daya tampung lingkungan yang optimum yaitu 0.91 skala indeks untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan. Suatu telaahan empiris menyatakan bahwa peningkatan 10% akses penduduk ke fasilitas sanitasi yang diperbaiki dapat mengurangi 6.37 kasus diare dan mengurangi kasus kematian bayi sebesar 17.9 kasus per 1000 penduduk. Atas dasar hal tersebut, maka peningkatan pelayanan dari 20% menjadi 35%, diperhitungkan dapat menurunkan kasus penyakit diare sebesar 9.56 kasus per 1000 penduduk dan menurunkan kasus kematian bayi sebesar 26.9 kasus per 1000 penduduk. Sementara itu, sampai dengan akhir tahun 2004, jumlah kasus penyakit diare di kota Majalaya adalah 8 kasus per 1000 penduduk. Oleh karena itu, peningkatan cakupan pelayanan diperkirakan mampu mengendalikan terjadinya kasus penyakit diare dimasa datang. Fasilitas sanitasi setempat yang perlu ditingkatkan adalah jumlah tangki septik dengan jumlah bidang resapan atau unit pengolah lanjutan setelah tangki septik harus sama banyaknya. Selain itu, jumlah tangki septik yang ditambah kemampuan teknologinya juga ditingkatkan. Secara teknis hal tersebut relatif mudah dilakukan apabila ada subsidi atau insentif dari pemerintah daerah atau lembaga pengelola sistem IPLT. Insentif atau subsidi tersebut berasal dari penyisihan sebagian laba operasional yang diterima pengelola. Kepada masyarakat dapat ditawarkan pilihan untuk melaksanakan sendiri perbaikan fasilitas sanitasi yang diperlukan atau dibantu perbaikannya oleh pemerintah yang akan menunjuk kontraktor pelaksananya. Pilihan masyarakat mungkin berbeda dari lokasi yang satu dengan lokasi lainnya. Masyarakat yang tinggal di kompleks perumahan mungkin akan memilih menyerahkan perbaikan sarana sanitasi kepada kontraktor, tetapi masyarakat yang tinggal di daerah pinggiran kota mungkin memilih melaksanakan sendiri perbaikan yang diperlukan. Oleh karena
159 itu, diperlukan survey dan penyuluhan penyuluhan untuk acuan pelaksanaan kebijakan di lapangan. 6.3
Rumusan Kebijakan Pengangkutan Lumpur Tinja Secara Terjadwal Salah satu masalah belum optimalnya pengoperasian IPLT Cibeet adalah
pasokan lumpur tinja yang tidak teratur atau menunggu pesanan pemilik tangki septik yang mendapat masalah. Tangki septik bermasalah, apabila konstruksinya tidak sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku. Muka air di dalam tangki septik lebih rendah atau sama dengan muka air tanah setempat. Akibatnya pengaliran air limbah tidak lancar, bahkan dapat berbalik apabila air tanah di musim hujan lebih tinggi dari muka air di dalam tangki septik. Masalah diperparah lagi apabila lumpur tinja tidak pernah dikuras dan ketika aliran berhenti, dan menimbulkan bau busuk akibat bercampurnya lumpur tinja yang keluar dari tangki septik bercampur dengan air di halaman. Pengurasan secara teratur atau terjadwal dapat meningkatkan pasokan lumpur tinja ke IPLT, menurunkan kontak lumpur tinja dengan lingkungan, akibat pembuangan langsung ke lingkungan. Sementara itu, keberlanjutan operasional IPLT sangat tergantung dari pasokan lumpur tinja. Oleh karena itu, tindakan strategis yang dapat dilakukan adalah melalui penjadwalan pengurasan dan pengangkutan lumpur tinja secara teratur. Konsekuensinya, penerapan tarif retribusi jasa sanitasi harus dilakukan secara terjadwal pula misalnya secara bulanan. Apabila pasokan lumpur tinja dilakukan teratur, operasonalisasi IPLT dapat berlangsung secara berkelanjutan. Namun, peningkatan efisiensi pengangkutan lumpur tinja berdampak pada peningkatan retribusi per pelanggan dari Rp 5 746 (efisiensi 40%) menjadi Rp 12 324 (efisiensi 100%) atau peningkatan Rp 109.63 untuk setiap persen peningkatan efisiensi pengangkutan lumpur tinja. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi peningkatan tarif retribusi yang melebihi kemampuan
membayar
masyarakat
perlu
dilakukan
pengurangan
biaya
operasional. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan insentif kepada pengusaha truk pengangkut tinja misalnya membebaskan biaya-biaya yang berhubungan dengan pembuangan lumpur tinja ke IPLT. Selain membebaskan biaya tersebut, insentif yang berupa pemberian subsidi BBM
160 kepada kepada pengemudi atau pengelola diharapkan dapat lebih meningkatkan keteraturan pasokan lumpur tinja tersebut. Namun, demikian pengendalian masuknya volume lumpur tinja yang melebihi kapasitas IPLT juga harus dilakukan. 6.4
Rumusan Kebijakan Peningkatan Kapasitas IPLT dan Efisiensi Sistem Setempat. Peningkatan kapasitas IPLT, diperlukan untuk meningkatkan pelayanan
pengolahan lumpur tinja yang dibangkitkan dari fasilitas sistem setempat. Selain itu, peningkatan kapasitas IPLT perlu dikombinasikan pula dengan upaya untuk memperluas daerah pelayanan IPLT. Penambahan kapasitas IPLT diperlukan apabila harus melayani penduduk yang lebih banyak. Namun, IPLT Cibeet Majalaya diperhitngkan hanya mampu melayani penduduk kota Majalaya sampai dengan tahun 2006. Oleh karena itu, kapasitas IPLT Cibeet Majalaya perlu diperluas sampai mampu melayani penduduk di 6 (enam) kecamatan yang secara teknis, khusunya dari aspek transportasi memungkinkan untuk dijangkau. Investasi IPLT tersebut, harus disertai pula dengan investasi armada truk pengangkut lumpur tinja, pelatihan pengoperasian dan pemeliharaan sistem termasuk penyuluhan kepada masyarakat serta memberi peluang kepada mereka untuk ikut dalam proses pengelolaan sistem tersebut. Masyarakat dapat dilebatkan dalam pengemasan dan pemasaran pupuk kompos, masyarakat juga dapat dilibatkan untuk menanam tanaman air di unit kolam maturasi yang dapat menghasilkan pakan ikan dan memasarkanya. Koperasi karyawan pengelola IPLT, mungkin dapat ditawarkan menjadi unit usaha yang dapat bekerjasama dengan masyarakat sekitar IPLT. Pelatihan dan perkuatan kelembagaan daerah dan kelembagaan yang ada di masyarakat, termasuk evaluasi kinerjanya merupakan kegiatan yang harus masuk ke dalam sistem pengelolaan sanitasi berbasis IPLT. Hasil simulasi kombinasi kebijakan peningkatan kapasitas IPLT dan perluasan daerah pelayanan berpengaruh pada peningkatan volume air limbah dan lumpur tinja yang memasuki perairan sehingga menurunkan daya tampungnya. Namun, peningkatan efisiensi sistem setempat berdampak positip
161 menurunkan beban cemaran sebesar 3 031.81 kg atau meningkatkan daya tampung lingkungan kota sebesar 1.88 skala indeks, untuk setiap persem peningkatan efisiensi sistem setempat (on-site). 6.5
Rumusan Kebijakan Pe ngendalian Konsumsi Air Rumah Tangga Simulasi penurunan konsumsi air rumah tangga sampai 25% dari konsumsi
yang ada juga berpengaruh pada penurunan volume air limbah di badan air. Walaupun pengaruh yang ditimbulkan terhadap penurunan volume air limbah disertai peningkatan daya tampung lingkungan relatif kecil, pengendalian peningkatan konsumsi air rumah tangga yang terkait dengan peningkatan kemudahan memperoleh sumber air baku dari air tanah perlu mulai dikendalikan. Pengendalian tersebut dapat dilakukan melalui penerapan kebijakan tarif penyedotan air tanah bagi masyarakat yang mengkonsumsi air melebihi yang ditetapkan. Penerapan kebijakan ini tidak mudah karena teknis pemantauan atau pengukuran pemakaian air, selain memerlukan investasi baru untuk pengadaan peralatan pencatat debit air, juga memerlukan biaya tambahan untuk memelihara alat-alat baru tersebut. Peningkatan kesadaran masyarakat untuk membatasi konsumsi air tersebut, mungkin cara yang lebih realistis untuk dilaksanakan. Masyarakat juga diberi pengetahuan tentang cara memantau dampak peningkatan konsumsi air tersebut terhadap perairan misalnya penurunan kuantitas air sumur (frekuensi kekeringan semakin sering) dan juga penurunan kualitas air akibat menurunnya kuantitas yang disertai meningkatnya beban cemaran. 6.6
Rumusan Kebijakan Tarif Jasa Sanitasi dan Investasi Penerapan tarif pelayana n sampai Rp 1 750.- per KK per bulan, secara
teoritis dapat menutupi kebutuhan biaya untuk keperluan pengoperasian dan pemeliharaan saat ini. Tetapi, peluang investasi untuk menambah jumlah penduduk yang mendapat akses ke fasilitas sanitasi yang diperbaiki lebih kecil bila dibandingkan dengan mengunakan tarip Rp 3 500.- per KK per bulan. Simulasi peningkatan cakupan pelayanan yang dikombinasikan dengan penerapan tarip Rp 3 500.- diperhitungkan dapat mempercepat pencapaian target pelayanan sanitasi nasional maupun global (MDG 2015). Selain itu, upaya
162 peningkatan daya tampung lingkungan keairan juga dapat lebih tinggi. Walaupun demikian, penerapan tarif Rp 3 500 per KK per bulan dan peningkatan pelayanan sampai dengan 35%, meskipun ada kecenderungan perbaikan, belum mampu memperbaiki kualitas lingkungan keairan yang ada sampai standar air baku. Hal tersebut diindikasikan dari tanda negatif pada angka daya tampung lingkungan. Apabila kebijakan ini dikombinasikan dengan kebijakan pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) misalnya dengan memanfaatkan keberadaan lahan basah (rawa, kolam retensi alami, dll), sebagai instalasi pengolahan air limbah alami atau di bangun instalasi buatan, maka daya tampung lingkungan berubah dari negatif menjadi positif. Alternatif lainnya adalah dengan meningkatkan
efisiensi
pengolahan
sistem
setempat
(on-site)
misalnya
melengkapi sistem tangki septik dengan saringan dengan aliran keatas (up flow filter) atau konstruksi lahan basah buatan (constructed wetland). Penerapan kebijakan tersebut memerlukan kemauan dan kesadaran bersama baik jajaran pemerintah daerah dan pemerintah pusat, dan juga masyarakat yang nantinya akan menerima manfaat lingkungan bersih dan sehat. Oleh karena itu, setiap upaya investasi harus dirancang secara baik dan dilakukan dengan dan bersama sama masyarakat sesuai tingkatan kewenangan maupun peran yang dapat dilakukan. 6.7
Rekomendasi Kebijakan Simulasi pelestarian fungsi lingkungan hidup daerah perkotaan (PFLH)
mencapai hasil optimum pada skenario moderat yaitu kombinasi peningkatan fasilitas tangki septik (TS) dan prasarana pengolahan lanjutannya (SPAL) menjadi 50% disertasi dengan peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan. Simulasi model EkoSanita-IPLT mencapai hasil optimum pada skenario optimis yaitu kombinasi dari cakupan pelayanan 60% di 6 (enam) kota kecamatan dan kapasitas IPLT sebesar 150 m3/hari serta efisiensi pengolahan sistem setempat (on-site). Berdasarkan hasil simulasi tersebut, kebijakan yang direkomendasikan dalam rangka meningkatkan kinerja pengelolaan air limbah dan lumpur tinja adalah sebagai berikut:
163 a.
Kebijakan-1: Menambah jumlah fasilitas sanitasi setempat (on-site) yang telah diperbaiki (improved)
dari 20% menjadi 50% selama 5 tahun
(2005-2010). Strategi implementasi kebijakan ini adalah: -
Melakukan pemetaan lokasi dan penyebaran fasilitas sanitasi yang yang memerlukan memerlukan perbaikan
-
Memperbaiki sistem cubluk tunggal menjadi cubluk kembar (twin leaching pit)
-
Memodifikasi cubluk agar dapat berfungsi menjadi tangki septik dengan cara memperkeras dasar cubluk dengan semen.
b.
Kebijakan-2: Penambahan daerah pelayanan IPLT dari 4 (empat) kota kecamatan menjadi 6 (enam) kota kecamatan dengan cakupan pelayanan sebesar 35% penduduk (2005-2010) kemudian ditingkatkan menjadi 50% penduduk (2010-2015). Strategi implementasi kebijakan ini adalah: -
Melakukan pemetaan lokasi dan penyebaran fasilitas sanitasi setempat yang akan dilayani secara terjadwal.
-
Menambah jumlah truk pengangkut lumpur tinja yang dikelola sendiri oleh dinas kebersihan, atau
-
Menambah rekanan (mitra) pengusaha angkutan lumpur tinja
-
Menambah jumlah ritasi pengangkutan lumpur tinja berdasarkan pembagian zonasi pelayanan
c.
Kebijakan-3: IPLT berkapasitas 150 m3/hari mulai beroperasi pada awal tahun 2010 Strategi imple mentasi kebijakan ini adalah: -
Menambah dan atau memperbesar unit unit pengolahan lumpur tinja di lokasi Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja yang ada (Cibeet)
-
Memperbaiki atau membangun kembali serta memfungsikan IPLT yang terletak di Babakan di Ciparay.
164 d.
Kebijakan-4: Peningkatan efisiensi sistem pengolahan setempat (on-site) dari 30% menjadi 60% atau 65% (2005-2010) dan dari 60% menjadi 70% atau 75% (2010-2015) Strategi implementasi kebijakan ini adalah: -
Memperbaiki konstruksi tangki septik yang ada misalnya dengan menambah sistem sekat (baffle) atau menambah saringan dengan aliran keatas
-
Menambah sistem pengolahan pasca tangki septik (constructed wetland, IPAL komunal dll)
e.
Kebijakan-5: Peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah dan kelembagaan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran operator dan pelanggannya terhadap pentingnya penyedotan lumpur tinja dilakukan secara terjadwal. Strategi implementasi kebijakan ini adalah: -
Mengembangkan sistem tarif retribusi terjadwal
-
Menyusun pedoman dan prosedur operasiona l yang mencakup pembagian zona (blok) pelayanan, penyedotan dan pengangkutan terjadwal
-
Melakukan pendidikan dan pelatihan (diklat) ketrampilan operator
-
Melakukan penyuluhan kepada masyarakat
-
Membentuk organisasi
kemasyarakatan untuk
pemanfaatan
produksi IPLT f.
Kebijakan-6: Melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja pelestarian fungsi lingkungan perkotaan termasuk kinerja pengelolaan air limbah dan pengelolaan lumpur tinja, perlu diselenggarakan secara berkala mulai tahun 2007. Strategi implementasi kebijakan ini adalah: -
Mengembangkan format format standar pengumpulan data sekunder dan data primer
-
Melakukan pelatihan tentang penerapan format format standar yang dibuat
165 -
Mengumpulkan data secara berkala (minimum setiap tahun sekali).
-
Melakukan analisa data dan sintesa hasil hasil analisis
-
Simulasi model untuk penilaian kinerja dan perumusan tindakan perbaikan kinerja yang diperlukan
6.8
Urutan Langkah Implementasi Kebijakan Berdasarkan rumusan rekomendasi kebijakan dan strategi implementasinya,
dan berdasarkan tingkat permasalahan yang dihadapi, maka dapat dirumuskan urutan prioritas implementasi kebijakan perbaikan pengelolaan air limbah kota Majalaya. Rancangan urutan prioritas implementasi kebijakan peningkatan kinerja pengelolaan air limbah kota Majalaya dan sekitarnya adalah sebagai berikut: Langkah ke-1: Melaksanakan pengurasan dan pengangkutan lumpur tinja secara terjadwal. Kegiatan
ini
dikategorikan
kegiatan
mendesak
dengan
sasaran
memfungsikan kembali IPLT. Kegiatan ini diawali dengan menginventarisasi jumlah dan penyebaran tangki septik, termasuk menilai kualitasnya. Selanjutnya, ditetapkan jadwal pengurasan per wilayah maupun per unit rumah berdasarkan usia tangki septik atau jadwal terakhir tangki septik dikuras. Penyuluhan kepada masyarakat dan pengusaha angkutan lumpur tinja tentang maksud, tujuan dan sasaran serta rencana penjadwalan pengurasan tangki septik termasuk mekanisme penarikan tarif retribusi secara bulanan. Pelatihan kepada operator, pengelola angkutan truk tinja dan juga kepada masyarakat perlu dilakukan, khususnya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengelola sanitasi secara komprehensif. Langkah ke-2: Melaksanakan perencanaan program dan kegiatan investasi jangka menengah secara terintegrasi. Kegiatan ini ditujukan untuk menghasilkan memorandum program yang berisi daftar kebutuhan kegiatan dan kebutuhan investasi serta jadwal
166 implementasinya. Daftar kegiatan dan kebutuhan investasi tersebut termasuk kegiatan penelitian, survey, disain, konstruksi fisik dan pengawasan konstruksi, monitoring manfaat program. Termasuk ke dalam program tersebut adalah kegiatan pelatihan, penyuluhan, penetapan standar prosedur operasi, penilaian kembali besarnya tarif, dll. Selain memorandum program, kegiatan ini diharapkan dapat menghasilkan memorandum pendanaan program yang berisi pembagian peran dalam pendanaan investasi. Pendanaan tersebut dapat berasal dari anggaran pemerintah, swasta maupun masyarakat. Kedua memorandum program tersebut merupakan bahan untuk penyuluhan, sosialisasi dan bahan untuk memperoleh kesepakatan tentang pembagian peran dalam mewujudkan investasi dari tahap persiapan sampai dengan konstruksi fisik dan operasi serta pemeliharaan sistem yang dibangun. Apabila semua pihak yang berkepentingan dapat dilibatkan dalam proses tersebut, diharapkan dapat menghasilkan sistem yang beroperasi secara berkelanjutan. Hal itu dimungkinkan karena ketika rasa memiliki sistem dapat tercipta oleh semua pihak yang berkepentingan,
maka
semua
pihak
juga
berkepentingan
kelangsungan operasional dari sistem yang dibangun.
memelihara