BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan Penelitian Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah di analisa maka
disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Faktor sangat yang kuat mempengaruhi sebaran factory outlet di Kota Bandung adalah faktor Infrastruktur yaitu variabel Jalan Tol Cipularang, Jalan Layang Paspati, dan Fisik Bangunan dengan nilai korelasi sebesar 0,883. 2. Sebaran factory outlet setelah diresmikan Tol Cipularang terpusat pada satu wilayah yaitu Wilayah Cibeunying sebanyak 45 buah atau 72,58%, yaitu sebanyak 11 factory outlet periode tahun 1990 – 2004 dan sebanyak 34 factory outlet periode tahun 2005 – 2010. 3. Dari hasil perhitungan Continum Nearest Neighbour Analysis diperoleh nilai T/indeks sebesar 0,093, yang berarti bahwa sebaran factory outlet tersebut mengelompok atau clustered. Pengelompokkan tersebut pada pinggiran pusat kota, yaitu sebanyak 39 factory outlet atau 62%. 4. Bahwa
diprediksi
ada
kecenderungan
factory
outlet
meningkat
perkembangannya untuk tahun 2011 – 2015 yang menunjukkan peningkatan sebesar 52 factory outlet atau rata-rata 10 factory outlet per tahun. Hal tersebut terjadi karena diresmikan Jalan Tol Cipularang dan Jalan Layang Paspati dengan nilai korelasi sebesar 0,652 dan 0,490.
116
Dari 4 temuan studi diatas, dapat ditarik kesimpulannya sebagai berikut: 1. Pola jaringan jalan Kota Bandung memberikan tingkat aksesibilitas yang tinggi untuk Wilayah Cibeunying. Ini menjelaskan kenapa factory outlet terkonsentrasi di Jalan Ir. H. Djuanda, Jalan RE. Martadinata, Jalan Cihampelas, dan Jalan Setiabudi. Indikasi ini terlihat dari gabungan analisis reduksi 12 faktor menjadi 3 faktor yang mempengaruhi sebaran factory outlet dengan analisis eksploratori. Dari hasil reduksi faktor ini dapat membantu dalam menginteprestasi pola sebaran factory outlet yang mengelompok di Wilayah Cibeunying dan juga dari struktur kota terlihat sebaran factory outlet mengikuti pola struktur jaringan jalan (disepanjang jalan arteri dan kolektor). Dari aspek lingkungan, factory outlet cenderung mengikuti elemen arah dan zona yang mensyaratkan derajat aksesibilitas yang tinggi, dimana sebaran factory outlet mengikuti struktur jaringan jalan, sedangkan struktur jaringan jalan di Kota Bandung sendiri menunjukkan pola yang menjari ke arah Utara Kota Bandung. 2. Bahwa perkembangan factory outlet sangat tergantung dari variabel aksesibilitas, aksesibilitas yang rendah akan mempersempit area factory outlet, sebaliknya aksesibilitas yang tinggi memungkinkan adanya interaksi (interaction) dan pergerakan (movement) yang tinggi dari pengunjung yang khususnya dari Kota Jakarta untuk datang ke lokasi factory outlet dalam waktu yang sangat singkat.
117
3. Tingkat
kedatangan
pengunjung
yang
tinggi,
berdampak
pada
pertumbuhan factory outlet yang tidak zonasi. Penentuan zonasi ini merupakan ketentuan yang mengatur persyaratan pemanfaatan ruang dan pengendaliannya. Penentuan zonasi disusun untuk setiap blok atau zona peruntukannya. 4. Meskipun factory outlet memiliki sebaran secara mengelompok atau clustered, namun arah konsentrasi sebaran menunjukkan arah yang cenderung mendekati atau dengan akses terdekat dari Tol Cipularang-Tol Padalarang menuju jalan layang Paspati, sedangkan guna lahan campuran (mixed-use) dijumpai di mana-mana, tidak hanya di pusat-pusat komersial dengan nilai lahan tinggi, tetapi juga di kawasan pinggiran yang relatif masih belum intensif tingkat perkembangannya. Pola keruangan yang demikian tidak hanya terjadi pada kawasan permukiman formal skala besar, tetapi juga terjadi pada kawasan yang berkembang secara tradisional (kampung).
6.2.
Saran Penelitian 1. Mengingat sebaran factory outlet berpotensi mendorong tumbuhnya pusatpusat kegiatan baru, maka mengakibatkan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, sehingga perlu adanya pemerataan aksesbilitas infrastruktur yang merata di berbagai wilayah. Dengan demikian perlu adanya kebijakan-kebijakan terhadap pelayanan
118
baru yang dalam hal ini di kelola bersama antara dinas perhubungan dan dinas pariwisata. 2. Memperhatikan jumlah factory outlet yang semakin meningkat pada satu Wilayah Cibeunying yang didukung dengan rute pelayanan baru dan masih terbatas di daerah pelayanan pinggiran pusat kota, maka dinas perhubungan perlu mengadakan perencanaan ulang terkait penyediaan transportasi umum khusus wisatawan untuk menghubungkan antar factory outlet di Wilayah Cibeunying ke wilayah lainnya yang berada di Kota Bandung. 3. Apabila pusat kota semakin padat, pembangunan factory outlet cenderung untuk tumbuh makin ke arah pinggiran pusat kota dan mengelompok. Ini perlu adanya kebijakan penggunaan lahan yang berorientasi pada penataan ruang dengan baik dan peraturan zonasi agar pertumbuhan tersebut tidak membentuk pola pemusatan atau clustered. Oleh karena itu perlu dikaji ulang pengendalian pemanfaatan ruang yang diatur dalam Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Dengan demikian perlu adanya penetapan zona komersial dengan tujuan: a. Menyediakan lahan untuk menampung tenaga kerja, pertokoan, jasa, rekreasi, dan pelayanan masyarakat; b. Menyediakan
peraturan-peraturan
yang
jelas
pada
kawasan
perdagangan dan jasa meliputi: dimensi, intensitas, disain dalam
119
merefleksikan berbagai macam pola pengembangan yang diingikan masyarakat. 4. Factory outlet yang tumbuh pesat dalam 5 (lima) tahun terakhir yang menjadi daya tarik popular pariwisata Kota Bandung akan mengakibatkan pertumbuhan factory outlet tidak terkendali, sehingga perlu adanya kebijakan melalui Peraturan Daerah yang mengatur tentang hal-hal dalam pendirian factory outlet. Hal ini disebabkan karena terdapat beberapa rmasalah besar yang selalu dihadapi oleh kawasan perkotaan yaitu : a. Adanya kecenderungan pemusatan kegiatan (over-concentration) pada kawasan-kawasan tertentu; b. Perkembangan penggunaan lahan yang bercampur (mixed-use); dan c. Terjadinya alih fungsi lahan (land conversion) dari ruang terbuka, lahan konservasi, atau ruang terbuka hijau menjadi kawasan terbangun intensif (permukiman, industri, perkantoran, prasarana). Oleh karena itu peran perencanaan kota di dalam proses pembangunan factory outlet perlu ditindaklanjuti atau direncanakan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota. Rencana kota terlihat tidak efektif, tetapi justru cenderung tidak berperan apa-apa di dalam mengarahkan pembangunan perkotaan yang sangat pesat.
120