VI. VI.1
Bab VI Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan proses pengukuran dan kajian terhadap kinerja supply chain dari empat proyek konstruksi bangunan sebagai studi kasus yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan terhadap hal-hal sebagai berikut : 1.
Pengukuran dan kajian terhadap kinerja supply chain dari 4 (empat) proyek studi kasus dilakukan hanya terbatas untuk lingkup pekerjaan finishing arsitektur dengan lingkup waktu kajian yang terbatas yaitu hanya untuk waktu 7 (tujuh) bulan dari waktu pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Dengan demikian hasil pengkajian yang dilakukan tidak menggambarkan kinerja supply chain dari keseluruhan proyek. Selain itu pengukuran yang dilakukan tidak mencakup keseluruhan dari mata rantai supply chain proyek yang ada, namun
hanya
terbatas
pada
hubungan
antara
kontraktor
dengan
subkontraktor dan supplier yang dilihat dari sisi kontraktor. Jadi tidak dilakukan eksplorasi secara mendalam terhadap keseluruhan pihak yang terlibat dalam supply chain proyek. 2.
Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan terhadap empat proyek studi kasus terlihat terdapat beberapa perbedaan nilai indikator yaitu : •
Indikator 1 - Intensitas perubahan/revisi terhadap rencana kerja, perbedaan yang terjadi pada indikator ini ditenggarai sebagai akibat dari perbedaan pola supply chain, ketidaksetaraan proyek studi kasus, perbedaan kompleksitas proyek, lingkup kajian dan waktu pengambilan data, dan karakteristik pemilik proyek
•
Indikator 2 - Intensitas constraint selama pelaksanaan pekerjaan, perbedaan nilai indikator ini dimungkinkan sebagai akibat dari perbedaan pola supply chain, ketidaksetaraan proyek studi kasus, peran konsultan
129
130
manajemen konstruksi, perbedaan kompleksitas proyek, lingkup kajian dan waktu pengambilan data, dan karakteristik pemilik proyek •
Indikator 3 - Intensitas rapat koordinasi antar pihak yang terlibat, perbedaan
nilai
indikator
ini
kemungkinan
disebabkan
oleh
ketidaksetaraan proyek studi kasus, perbedaan kompleksitas proyek, lingkup kajian dan waktu pengambilan data, dan karakteristik pemilik proyek •
Indikator 8 - Inventory material, pada masing-masing proyek sangat terkait dengan pola manajemen yang dilakukan oleh tim manajemen proyek dan secara tidak langsung juga merupakan suatu kebijakan perusahaan terhadap manajemen inventory yang dilakukan di setiap proyek.
•
Indikator 9 - Intensitas complaints dari owner kepada kontraktor dan dari kontraktor ke owner, perbedaan besaran nilai pada indikator ini ditenggarai
sebagai
akibat
dari
perbedaan
pola
supply
chain,
ketidaksetaraan proyek studi kasus, perbedaan kompleksitas proyek, lingkup kajian dan waktu pengambilan data, dan karakteristik pemilik proyek 3.
Terkait dengan implementasi konsep lean construction, diperoleh temuan bahwa kinerja supply chain dari masing-masing proyek dapat dikatakan baik terhadap pemahaman dan penerapan yang telah dilakukan di lapangan terhadap aspek-aspek dari konsep conversion pada tahap pelaksanaan. Terlihat telah adanya pemahaman dan penerapan konsep produksi sebagai proses conversion oleh kedua kontraktor dalam pengelolaan proses bisnisnya.
4.
Pemahaman arti penting dari konsep ini terlihat dengan telah dilakukannya upaya-upaya pengelolaan conversion agar dapat meningkatkan efektifitas pelaksanaan proses produksi di proyek konstruksi dapat berjalan dengan baik, melalui pembentukan hubungan kerjasama jangka panjang (partnering) dengan pihak subkontraktor dan supplier, pengadaan material-material
131
strategis yang dilakukan secara terpusat untuk mengakomodir kebutuhan seluruh proyek-proyek yang sedang ditangani. Namun disisi lain kedua kontraktor belum memahami arti penting dari konsep collaborative design sehingga belum ada sama sekali penerapan keikutsertaan subkontraktor dan supplier dalam perencanaan pelaksaanaan pekerjaan. Sebagai konsekuensi dari hal tersebut salah satu yang terlihat terjadi di keempat proyek adalah masih sangat banyaknya revisi yang dilakukan terhadap rencana kerja yang umumnya disebabkan oleh tidak sempurnanya hasil desain yang ada sebagai akibat tidak adanya koordinasi yang terpadu antara pihak-pihak yang akan terlibat dalam proses konstruksi bangunan tersebut. 5.
Selain itu juga terlihat telah ada usaha-usaha yang dilakukan oleh kedua kontraktor dalam menerapkan konsep aliran (flow) dalam produksi pada pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Terutama terkait dengan kelancaran pasokan material yang merupakan kebutuhan utama pada pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Kedua kontraktor juga telah melakukan optimalisasi pengelolaan inventory melalui upaya pengelolaan gudang dengan suatu manajemen yang cukup baik dan merupakan suatu arahan kebijakan dari perusahaan. Disisi lain, kedua kontraktor juga telah melakukan upaya pengelolaan terhadap material sisa dari pelaksanaan pekerjaan di lapangan sehingga tidak menimbulkan permasalahan yang baru.
6.
Namun jika dilihat kinerja yang terkait dengan konsep nilai (value) yang harus disampaikan sesuai keinginan konsumen (memberikan kepuasan terhadap konsumen), belum sepenuhnya sesuai dengan konsep value yang sebenarnya harus disampaikan ke owner. Pemahaman kedua kontraktor terhadap nilai yang harus disampaikan masih berupa kesesuaian antara desain dengan hasil pekerjaan yang dilaksanakan dengan kata lain hanya menyangkut mutu dari pekerjaan.
7.
Seiring dengan upaya meningkatkan efisiensi di industri konstruksi, maka dari ke 10 (sepuluh) indikator penilaian kinerja supply chain yang ada terlihat
132
bahwa kedua kontraktor memang telah memahami konsep conversion dan telah merupakan bagian dari kegiatan produksinya secara khusus, secara umum merupakan bagian dari proses bisnis yang dilakukannya. Disisi lain indikator yang menyangkut dengan implementasi konsep flow dan value masih memerlukan perhatian untuk dilakukan perbaikan dan peningkatan di masa yang akan datang agar dapat dicapai efektifitas dan efisiensi supply chain proyek konstruksi bangunan gedung. VI.2
Keterbatasan dalam Penelitian
Upaya eksplorasi yang dilakukan terhadap masing-masing proyek studi kasus untuk mendapatkan gambaran kinerja supply chain proyek dirasakan belum maksimal, terdapat beberapa keterbatasan dalam proses pengumpulan data dan pengkajian pada penelitian, terutama yang menyangkut hal-hal sebagai berikut : 1.
Pengukuran yang dilakukan terhadap masing-masing pola supply chain pada studi kasus menggunakan proyek-proyek yang tidak benar-benar setara. Dari Tabel IV.8 terlihat bahwa kompleksitas proyek berbeda antara satu proyek dengan proyek lainnya, baik itu dari jenis kontrak yang digunakan, pemilik bangunan, besaran nilai pekerjaan, luasan bangunan, lingkup pekerjaan dan jumlah pihak yang terlibat dalam proses pelaksanaan pekerjaan, baik subkontraktor, supplier maupun nominated subcontractor. Ketidaksetaraan ini menyebabkan tidak dapat dilakukan perbandingan antar masing-masing pola yang ada dari keempat proyek studi kasus.
2.
Penggunaan metoda pelaksanaan pekerjaan yang tidak sama pada masingmasing proyek studi kasus. Dimana dari keempat proyek terdapat metoda pelaksanaan pada proyek yang bersifat “fast track” dimana proses perencanaan belum yang matang dan masih banyaknya design yang tidak terakomodir sehingga mengakibatkan penyempurnaan design dilakukan secara bersamaan dengan pelaksanaan konstruksi di lapangan. Hal ini ditenggarai lebih berpotensi menimbulkan banyak kendala-kendala dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan.
133
3.
Indikator-indikator pengukuran yang digunakan dirasakan masih belum dapat menggambarkan secara keseluruhan kinerja supply chain yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena indikator yang ada hanya mengakomodir aliran informasi dan material yang ada dalam pengelolaan supply chain di industri konstruksi, sedangkan untuk aliran dana belum ada indikator terkait dengan pengelolaan aliran dana tersebut. Sehingga gambaran kinerja yang diperoleh belum secara menyeluruh.
4.
Pengkajian secara analisis deskriptif terhadap empat kasus saja, dirasakan belum dapat teridentifikasi secara tajam pola hubungan dalam supply chain proyek konstruksi yang lebih efektif dan efisien. Terlebih lagi pengukuran hanya dilakukan terhadap pihak kontraktor pelaksana, tanpa melakukan eksplorasi secara lebih mendalam terhadap pihak-pihak lain seperti subkontraktor, supplier, nominated subcontractor, bahkan pihak owner.
5.
Asumsi yang digunakan pada saat pengambilan data yang dilakukan dengan membatasi pada kurun waktu tertentu, tidak selama umur proyek, ternyata menyebabkan tidak tergambarnya kinerja dari supply chain proyek konstruksi bangunan gedung secara utuh, yang tergambar pada penelitian ini hanya kinerja supply chain untuk pekerjaan finishing arsitektur saja.
VI.3
Saran
Kekurangan yang ditemukan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan kajian lebih mendalam untuk memperoleh pemahaman terhadap kinerja dari supply chain proyek konstruksi bangunan gedung. Sejalan dengan kesimpulan dan keterbatasan dalam penelitian ini, maka rekomendasi yang dapat disampaikan menyangkut hal-hal sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan suatu pengembangan indikator pengukuran kinerja yang lebih menyeluruh terhadap kinerja dari supply chain di mana indikator tersebut harus bersifat umum dan mudah diukur (universality), menjamin bahwa data-
134
data yang diperlukan memang dapat diukur (measurability) dan menjamin kekonsistenan penilaian (consistency) sebagaimana yang disarankan oleh Pires, Silvio Aravechia dan Santos (2001). Indikator yang dikembangkan harus dapat mengakomodasi ukuran kinerja secara finansial maupun nonfinansial. 2. Agar dapat diperoleh gambaran yang lebih mendalam terhadap kinerja supply chain proyek konstruksi bangunan gedung perlu dilakukan penelusuran secara lebih dalam kepada pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses produksi seperti subkontraktor, supplier, nominated subcontractor, bahkan pihak owner. Sehingga akan dapat memberikan gambaran bagaimana konstribusi dari masing-masing pihak terhadap terciptanya efektifitas dan efisiensi kinerja dari supply chain tersebut. 3. Hasil penelitian ini belum dapat menghasilkan suatu rekomendasi yang benarbenar solid kepada para pihak yang terlibat mengenai pola hubungan serta bentuk kerjasama yang memberikan efektifitas dan efisiensi terhadap supply chain secara keseluruhan. Rekomendasi yang diberikan hanya terbatas pada proses identifikasi terhadap faktor-faktor yang perlu menjadi perhatian para pihak dalam membangun hubungan antar pihak dan mengelola hubungan tersebut sehingga dapat menjadi lebih baik dalam konteks pencapaian konstruksi ramping (lean construction). Untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan gambaran yang lebih mendalam terhadap efektifitas dan efisiensi dari supply chain proyek konstruksi bangunan gedung. 4. Untuk memperoleh gambaran kinerja supply chain dari beberapa pola yang telah teridentifikasi perlu dilakukan penelitian secara mendalam dengan melibatkan praktisi di konstruksi bangunan gedung yang dipadu dengan institusi pendidikan tinggi yang akan menghasilkan suatu benchmarking yaitu kegiatan untuk mendapatkan data kinerja operasional dari perusahaan sejenis. Sehingga akan dapat ditentukan target internal kemudian berdasarkan kinerja best in class yang diperoleh. Penelitian yang dilakukan lebih kepada
135
eksplorasi faktor-faktor
yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk
mendapatkan efektifitas dan efisiensi dari supply chain proyek bangunan gedung. Perbaikan-perbaikan yang berawal dari kekurangan yang terjadi dalam penelitian ini, diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi peneliti lain, khususnya yang tertarik dalam pengembangan konsep supply chain konstruksi, supply chain management dan lean construction. Dari pengembangan ini diharapkan akan dapat diperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap penerapan konsep-konsep yang akan memperbaiki efektifitas dan efisiensi industri konstruksi dalam upaya meningkatkan kompetensinya.