BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Ringkasan Temuan Perkembangan penerapan konsep pembanguan menggunakan TIK di Seoul telah dimulai dari tahun 1999 dalam bentuk e-government yang pada awalnya hanya menyediakan informasi administrasi sederhana bagi masyarakat. Perkembangan infrastruktur Kota Seoul selama beberapa dekade terakhir yang didorong juga oleh perannya dalam menjadi tuan rumah berbagai mega event internasional mengalami pertumbuhan yang pesat. Hal ini dibarengi dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi. Melihat peluang ini, pemerintah Kota Seoul mengembangkan sebuah konsep pembangunan perkotaan berbasi TIK yang dinamakan Ubiquitous City. Penerapan u-city di Seoul merupakan bagian dari skema besar Ubiquitous Korea. Penerapan u-city di Seoul dilakukan dengan membangun berbagai infrastruktur TIK (infrastruktur ubiquitous)
pada
menggunakan
infrastruktur
jaringan
perkotaaan
layanan
yang
ubiquitous
ada
kemudian
(u-service)
dengan
pemerintah
mendistribusikan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Program utama dari pembangunan infrastruktur ubiquitous yang dikerjakan pemerintah Seoul adalah u-Hangang, u-Cheonggyecheon, u-TOPIS, Eunpyong New Town U-city, Digital Media City, dan, No Driving Day System. Dalam perkembangannya konsep u-city dirasa tidak memenuhi kebutuhan sehari-hari yang lebih dibutuhkan masyarakat daripada layanan administrasi publik yang telah disediakan pemerintah. Layanan ubiquitous yang ada dirasa kurang merefleksikan bagaimana masyarakat berinteraksi dalam ruang. Melihat kekurangan-kekurangan ini pemerintah Seoul mengembangkan pembangunan berbasis TIK ini ke level yang lebih tinggi yaitu dengan menerapkan konsep smart city. Konsep smart city menjembatani batasan-batasan yang dimiliki oleh u-city. Konsep smart city mengijinkan terjadinya komunkasi dua arah antara pemerintah dan masyarakat dan pembentukan sebuah sistem layanan yang lebih efisien. Konsep ini mengijinkan masyarakat ikut serta menjadi aktor utama bukan lagi
77
hanya pemerintah sehingga dapat menjamin kebutuhan akan pembangunan yang berkelanjutan. Melalui penerapan konsep pembangunan berbasis TIK yang telah berlangsung di Seoul terdapat beberapa aspek penting yang menjadi kunci keberhasilan konsep ini, yaitu: 1. Adanya e-government yang cerdas, inovatif dan kreatif dimana Pemerintah Seoul terus menerus mengembangkan layanan e-governmentnya terutama di era digital seperti saat ini. E-government menjadi gerbang utama masyarakat untuk berkomunikasi dengan pemerintah. Berbagai informasi yang diolah pada infrastruktur TIK didistribusikan melalui e-government baik
secara
langsung
maupun
melalui
berbagai
software
yang
dikembangkan pemerintah. Pada kasus Seoul e-government menjadi bagian dari penerapan konsep pembangunan berbasis TIK di kota ini dari awal hingga bertransformasi menjadi smart city. 2. Penerapan konsep u-city di Seoul menghasilkan beberapa implikasi positif bagi kondisi ruang perkotaan di Seoul. Setelah restorasi Sungai Cheonggyecheon yang mengakibatkan dihilangkannya overpass sepanjang 5,8km pemerintah Seoul mengembangkan sebuah konsep transportasi cerdas dengan fokus pada sistem manajemen bus dengan kualitas yang jauh lebih baik. Dibarengi dengan No Driving Day System mendorong masyarakat menggunakan transportasi umum. Setiap tahunnya sekitar dua juta mobil tidak beroperasi telah mengurangi 3,7% volume kemacetan dan 10% emisi karbondioksida dari kendaran dan adanya pengurangan biaya bahan bakar sebesar US$ 50 juta (Agenda 21 for Urban Mobility-Stuttgart, 2009). Implikasi yang lain ialah penciptaan nilai baru bagi ruang terbuka di Kota Seoul. Restorasi Sungai Cheonggyecheon yang berfokus pada aspek ruang terbuka, infrastruktur TIK dan fasad bangunan yang komunikatif meningkatkan daya tarik pendatang ke area ini. Dengan penerapan infrastruktur TIK di kawasan ini, masyarakat mendapatkan berbagai layanan sekaligus pada saat beraktivitas di area sekitar sungai.
78
3. Di Seoul konsep u-city dan smart city merupakan sebuah pendukung dari skema besar pembangunan kota yang berkelanjutan bersama dengan konsep pembangunan lainnya (regenerasi, revitalisasi, renaissance dan manajemen tranportasi). 6.2 Pelajaran dari Kasus Ini Dari penelitian ini dapat ditarik beberapap pelajaran penting, yaitu: 1. Konsep smart city bisa jadi merupakan pengembangan atau strategi lanjutan dari konsep u-city. Konsep smart city menjembatani batasanbatasan dari konsep u-city. Konsep u-city berfokus pada layanan infrastruktur dari pemerintah untuk masyarakat. Pemeran utama pada konsep u-city adalah pemerintah. Hal ini dapat mengancam keberlanjutan dari perkembangan kota tersebut sehingga muncul konsep smart city dimana infrastruktur ubiquitous yang telah ada ditingkatkan lagi kualitasnya dan lebih diintegrasikan dengan kebutuhan sehari-hari masyarakat. Hal ini akan mendorong masyarakat untuk menjadi pemeran utama sehingga penggunaan infrastruktur TIK lebih optimal dan efektif. 2. Perkembangan teknologi mempengaruhi model pembangunan berbasis TIK. Konsep u-city di Seoul dibangun dengan berbagai TIK berkualitas tinggi namun tidak sampai munculnya trend smartphone kemudian paradigma konsep pembangunan bergerak menjadi smart city. 3. Untuk mencapai keberhasilan smart city, peran pemerintah diperlukan untuk mendampingi masyarakatnya pada masa transisi perubahan paradigma pembangunan ini terutama masyarakat dari golongan ekonomi rendah, manula, dan difabel. 4. Penerapan konsep ubiquitous city pada bidang transportasi dapat mengatasi kemacetan dan mengurangi kadar emisi karbon dioksida pada perkotaan 5. Ruang terbuka publik dengan lanskap yang indah menjadi sebuah target yang tepat bagi penerapan konsep pembangunan berbasis TIK yang
79
bertujuan untuk mengakomodasi kebutuhan sehari-hari masyarakat atau layanan yang lebih citizen-friendly dimana terjadi pertemuan antara ruang interaksi fisik maupun virtual. 6. Penerapan konsep smart city atau ubiquitous city tidak dapat berjalan dengan sendiri. Konsep smart city menjadi bagian dari skema besar pembangunan kota yang berkelanjutan yang melibatkan berbagai konsep perencanaan/pembangunan
lainnya
seperti
regenerasi,
revitalisasi,
renaissance, manajamen tranportasi, dan sebagainya. 6.3 Implikasi Kebijakan Dari berbagai temuan penulis dalam penelitian ini penulis ingin merekomendasikan beberapa kebijakan yang dapat diterapkan dalam perencanaan kota-kota di Indonesia. Untuk kota-kota besar yang kualitas sumber daya manusianya sudah baik dan didominasi oleh masyarakat yang sudah mengecap pendidikan pemerintah dapat menerapkan konsep perencanaan kota berbasis TIK. Misalnya, Kota Yogyakarta yang dipenuhi berbagai universitas tentu memiliki banyak mahasiswa sebagai penduduknya. Dari segi SDA Kota Yogyakarta sudah memiliki modal untuk menerapkan konsep ini. Dengan menyediakan berbagai layanan dengan teknologi mutakhir tentu dibutuhkan juga masyarakat yang cepat beradaptasi dengan layanan tersebut. Contoh kebijakan lainnya adalah penerapan TIK pada ruang terbuka publik yang memiliki lanskap indah. Kebijakan ini dapat diterapkan di berbagai taman kota di kota-kota di Indonesia. Di mana masyarakat melakukan berbagai aktivitas mulai dari rekreasi hingga edukasi. Dengan tersedianya layanan TIK pada area-area tersebut kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Contoh kota: Surabaya.
80
6.4 Saran Penelitian Lebih Lanjut Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam data-data, waktu maupun pengetahuan penulis dalam penyelesain penelitian ini. Oleh karena itu penulis ingin menyarankan beberapa penelitian lebih lanjut untuk para akademisi. 1. Mengukur sejauh apa peran konsep smart city mempengaruhi keberhasilan penyelesaian berbagai permasalahan perkotaan di kota yang menerapkan konsep ini. 2. Feasibility study kota-kota di Indonesia untuk menerapkan konsep smart city bagi berbagai permasalahan di kota-kota tersebut.
81