BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan Berdasarkan total skoring dari hasil analisis sektor unggulan dengan
metode LQ, keunggulan kompetitif dan spesialisasi sektor dengan metode ShiftShare modifikasi Esteban Marquillas, dan tipologi sektor dengan metode Tipologi Klassen, prioritas pembangunan wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri dari 8 (delapan) besar prioritas subsektor, yang merupukan subsektor dengan total skor tertinggi dari total 27 subsektor analisis, yaitu (1) subsektor tanaman bahan makanan, (2) subsektor tanaman perkebunan, (3) subsektor jasa hiburan dan rekreasi (swasta), (4) subsektor jasa perorangan dan rumah tangga (swasta), (5) subsektor kehutanan, (6) subsektor perikanan, (7) subsektor konstruksi dan (8) subsektor angkutan sungai, danau dan penyebrangan. Prioritas pembangunan wilayah menurut hasil analisis penulis kemudian dapat dinilai kesesuaian analisis dan relevansinya dengan kebijakan – kebijakan pembangunan yang sudah ada. Dalam penelitian ini dokumen yang digunakan untuk mengukur relevansi analisis dengan kebijakan - kebijakan terkait adalah (1) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2013 – 2018 dan (2) Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011 – 2025, Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara. Berdasarkan kajian hasil analisis normatif terhadap RPJMD Provinsi NTT Tahun 2013 – 2018 menunjukkan bahwa hasil temuan penulis mengenai prioritas pembangunan wilayah di Provinsi NTT sudah sesuai dan relevan dengan kebijakan tersebut. Dimana, kedelapan subsektor unggulan wilayah yang ditetapkan sebagai prioritas dalam pembangunan wilayah menurut analisis penulis, sudah ditempatkan sebagai prioritas utama dalam pembangunan wilayah berdasarkan kebijakan pembangunan tersebut. 137
Kemudian berdasarkan kajian hasil analisis normatif terhadap Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011 – 2025 Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara, menunjukkan bahwa prioritas pembangunan wilayah Provinsi NTT menurut MP3EI belum menempatkan sektor pertanian tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan sebagai kegiatan ekonomi utama unggulan wilayah Provinsi NTT dalam kerangka kebijakan tersebut, sebagaimana menurut hasil analisis penulis kedua subsektor tersebut merupakan subsektor utama yang menjadi prioritas dalam pembangunan wilayah di Provinsi NTT. Walaupun dari kedelapan subsektor yang ditetapkan sebagai prioritas pembangunan wilayah menurut hasil analisis normatif penulis, terdapat 4 (empat) subsektor yang memiliki kesesuaian dengan prioritas pembangunan menurut MP3EI Koridor Bali – Nusa Tenggara yang relevan dengan pembangunan di Provinsi NTT. Yaitu subsektor jasa hiburan dan rekreasi (swasta), jasa perorangan dan rumah tangga (swasta), subsektor perikanan dan subsektor konstruksi. Selain itu menurut aglomerasi indikasi investasi menurut MP3EI, untuk lokus pembangunan sektor peternakan dan perikanan di Provinsi NTT, masih terdapat banyak lokasi – lokasi pembangunan yang tidak sesuai dengan sektor unggulan wilayah menurut analisis normatif penulis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan pembangunan nasional MP3EI Koridor Bali - Nusa Tenggara dan kebijakan pembangunan daerah berupa RPJMD Provinsi NTT Tahun 2013 – 2018 terkait pembangunan wilayah di Provinsi NTT belum relevan. Hasil kajian dari kedua kebijakan tersebut menunjukkan skala prioritas pembangunan yang berbeda. Secara umum dalam
penyusunan
kebijakan
tersebut,
baik
MP3EI
maupun
RPJMD
menggunakan sudut pandang yang sama dengan penelitian ini yaitu terkait pemanfaatan potensi lokal. Adanya ketidaksesuaian penentuan prioritas pembangunan wilayah berdasarkan kebijakan pembangunan RPJMD Provinsi NTT Tahun 2013 – 2018 dan MP3EI Koridor Bali – Nusa Tenggara terutama dalam kaitannya dengan sektor prioritas untuk sektor pertanian disebabkan oleh adanya perbedaan orientasi dan kepentingan pembangunan. RPJMD Provinsi NTT Tahun 2013 – 138
2018 dalam perumusan kebijakannya lebih mengarah pada pembangunan dengan memberdayakan masyarakat lokal untuk memanfaatkan potensi lokal sehingga dapat mencapai kesejahteraan yang dicita – citakan mengacu pada RPJPD Provinsi NTT dan RPJM Nasional. Sedangkan perumusan kebijakan dalam MP3EI Koridor Bali – Nusa Tenggara lebih berorientasi pada kegiatan – kegiatan investasi dalam skala besar dengan memihak pada sektor besar, BUMN,BUMD, swasta dan asing sebagai roda penggerak pembangunan wilayah sementara masyarakat kurang diberdayakan. Dalam hal ini pembangunan wilayah di Bali – Nusa Tenggara lebih difokuskan pada industri - industri pariwisata, peternakan dan perikanan skala besar. Sedangkan kegiatan pertanian tanaman pangan dan perkebunan sebagai sektor yang paling berpotensi dalam pembangunan wilayah di Provinsi NTT malah diabaikan. Sesuai dengan diskusi teoritik terkait teori pembangunan wilayah (regional developement), proses pembangunan nasional dalam hal ini MP3EI seharusnya tidak bersifat sentralistik (top-down). Adanya penerapan konsep top-down ini perlu dikombinasi dengan model perencanaan (buttom-up) sehingga baik perencanaan nasional maupun perencanaan di daerah dapat saling bersinergi untuk menciptakan satu konsep pembangunan yang terpadu. Kombinasi kedua model pembangunan tersebut dilaksanakan untuk menyelaraskan program – program pembangunan untuk menjamin adanya sinergi/konvergensi dari semua kegiatan pemerintah dan masyarakat baik di tingkat nasional dan daerah. Penyelarasan rencana-rencana
lembaga
pemerintah
dilaksanakan
melalui
musyawarah
perencanaan yang dilaksanakan baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Sehingga dapat
memberikan cerminan perencanaan yang
demokratis sebagai bagian dari good governance. Model pembangunan ini kemudian sudah diaplikasikan pada sistem perencanaan pembangunan nasional melalui dokumen – dokumen perencanaan pembangunan seperti RPJPN, RPJMN, RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD, RKP.
139
6.2
Saran dan Rekomendasi Mengacu pada hasil penelitian ini dalam kaitanya dengan prioritas
pembangunan wilayah maka dirumuskan saran dan rekomendasi sebagai berikut: 1)
Strategi Pembangunan Wilayah Dalam penyusunan kebijakan pembangunan wilayah perlu diarahkan pada
pengembangan sektor - sektor yang menjadi unggulan wilayah dengan tanpa mengesampingkan sektor lainnya sebagai pendukung (sektor jasa). Adanya penentuan prioritas pembangunan sektor yang ada pada masing – masing wilayah pembangunan diharapkan dapat menjadi stimulus dan dasar pembangunan wilayah yang kemudian akan berdampak pada sektor - sektor lainnya sehingga dapat membantu meningkatkan produksi dan pertumbuhan ekonomi wilayah sebagai bentuk keberhasilan pembangunan. Dalam perumusan strategi – strategi pembangunan wilayah yang kemudian dituangkan dalam berbagai jenis peraturan dan dokumen perencanaan, perlu adanya kesinambungan rencana dan tidak tumpang tindih antar satu dan lainnya. Baik itu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat di tingkat nasional, maupun kebijakan pembangunan daerah. Sehingga pembangunan wilayah terutama di tingkat daerah diharapkan memiliki satu arah pembangunan yang jelas dan terpadu yang kemudian digunakan sebagai acuan dalam pembangunan wilayah. Kemudian, hasil temuan dalam penelitian ini, mengenai prioritas pembangunan wilayah dan lokasi – lokasi pengembangan masing – masing subsektor analisis di Provinsi NTT, diharapkan dapat menjadi masukan sebagai rekomendasi kepada pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten dan kota setempat dalam perumusan kebijakan – kebijakan pembangunan terkait. 2)
Saran Penelitian Lebih Lanjut Penelitian lebih lanjut mengenai prioritas pembangunan wilayah berbasis
sektor unggulan masih dapat dikembangkan lebih lanjut mengingat masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. 140
Untuk penelitian – penelitian selanjutnya diharapkan untuk dapat mengkaji literatur yang lebih mendalam sehingga dapat memperoleh variabel dan metode analisis penentuan prioritas pembangunan wilayah yang lebih luas terutama dalam kaitannya dengan prioritas pembangunan sektor – sektor perekonomian wilayah. Karena dalam menentukan prioritas pembangunan wilayah pada dasarnya tidak hanya bergantung pada aspek produksi PDRB saja tetapi berkaitan dengan hal – hal yang lebih kompleks. Pada penelitian lebih lanjut dapat dilakukan analisis penentuan prioritas pembangunan wilayah berdasarkan permintaan (demand) dan penawaran (supply) produksi sektor dan tenaga kerja atau melalui pendekatan yang berbeda, misalnya pendekatan pendapatan dan pengeluaran. Sehingga dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah dalam menentukan skala prioritas pembangunan wilayah dan pengalokasian anggaran pembangunan wilayah. Selain itu dalam kaitannya dengan relevansi hasil analisis dengan kebijakan – kebiajkan terkait. Perlu dikaji kebijakan – kebijakan pembangunan wilayah yang lebih rinci/sektoral. Sehingga dapat memperoleh kesesuian analisis yang lebih rinci dan mendalam.
141