BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 6. Perkembangan Danau Borobudur dipengaruhi oleh adanya aktivitas vulkanik, tektonik, dan manusia. Ekosistem Danau Borobudur meliputi gunungapi muda berumur Kuarter, Kubah Kulonprogo, mataair, dan sungai-sungai yang mengalir menuju Danau Borobudur. Berbagai komponen ekosistem danau tersebut saling berpengaruh terhadap proses pembentukan dan pendangkalan Danau Borobudur. Proses pendangkalan danau dipengaruhi oleh aktivitas tektonik, vulkanik dan sedimentasi. Aktivitas yang terus menerus mengakibatkan pendangkalan danau. 7. Proses pendangkalan danau di sekitar Candi Borobudur menjadi dataran lakustrin ini tidak berlangsung dalam satu waktu, tetapi berlangsung berkali-kali. Untuk menentukan perkembangan danau dapat diketahui melalui kondisi spasiotemporalnya. Kondisi keruangan dapat diketahui dari survei lapangan dan analisis pollen, sedangkan waktunya dapat diketahui dari analisis radiokarbon
14
C. Perubahan bentuklahan danau
menjadi dataran dapat dibagi menjadi tiga waktu yaitu pada kala Pleistosen Akhir, Awal Holosen dan Akhir Holosen (Resen). 8. Sungai-sungai yang mengalir dan bermuara di Danau Purba Borobudur merupakan sungai yang berasal dari daerah tinggian disekitar danau,
254
yakni gunungapi Kuarter dan Pegunungan Menoreh. Besarnya material sedimentasi yang terendapkan di Danau Borobudur, berasal dari endapan lahar hujan dari hasil letusan gunungapi kuarter dan gerakan masa tanah dan batuan dari Pegunungan Menoreh, mengakibatkan Danau Borobudur menjadi semakin dangkal dan sempit, akhirnya menjadi kering. Sungaisungai yang mengalir dan bermuara di Danau Borobudur mencari jalan keluar mengalir menuju samudra Hindia. Proses tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan pola aliran dan stadia sungai menjadi berstadia muda kembali (rejuvenation). 9. Keberadaan jalan lurus di masa lalu, penghubung C. Mendut, C. Pawon dan C. Borobudur, berdasarkan hasil analisis geolistrik, menunjukkan adanya bagian danau yang sudah mengalami pengeringan secara setempat-setempat, letaknya menutup diatas dan berada diantara endapan danau yang bersifat lempungan. Bagian danau yang sudah mengering, batuannya terdiri dari batupasir kerikilan, hasil endapan sungai purba yang mengalami perubahan aliran pada saat lingkungan danau Borobudur mengalami proses pengeringan. Keberadaan sebagian dari lingkungan danau yang telah mengering secara setempat-setempat memungkinkan
masa lalu dijadikan sebagai jembatan penghubung
antara C. Mendut, C. Pawon dan C. Borobudur. 10. Aktivitas manusia pada suatu wilayah itu dipengaruhi kondisi lingkungannya. Aktivitas manusia pada Danau Purba Borobudur dipengaruhi oleh keberadaan danau, hal ini terefleksikan dalam relief
255
Candi
Borobudur.
Keberadaan
toponim
seperti
Sabrangrawa,
Bumisegara, Segaran dan Tanjung merupakan bukti bahwa wilayah tersebut berada di lingkungan perairan “danau”.
6.2. Rekomendasi Penelitian
ini
mengusulkan
beberapa
rekomendasi
terkait
dengan
Pengembangan Dataran Lakustrin, Penanggulangan Bencana, dan Ilmu Pengetahuan yang terkait dengan penelitian selanjutnya.
1. Pengembangan Potensi Dataran Lakustrin Borobudur Keberadaan dataran lakustrin ini merupakan sumberdaya alam yang tidak terdapat di setiap wilayah di Indonesia. Sebagai kawasan Candi Borobudur yang mempunyai sejarah budaya yang tinggi, maka keberadaan jejak danau ini akan membantu dalam kegiatan pengembangan pariwisata dibidang kebumian. Candi Borobudur merupakan kawasan wisata internasional, namun keberadaan danau di lingkungan candi belum banyak diketahui oleh masyarakat. Selain menunjang dalam kegiatan wisata candi, keberadaan jejak danau dapat dikembangkan menjadi parwisata di bidang kebumian (geowisata). Pengembangan
geowisata
merupakan
langkah
yang
dapat
dilakukan untuk meningkatkan potensi pariwisata. Berdasarkan kajian ini, maka banyak lokasi yang dapat dikembangkan untuk kegiatan geowisata, yang meliputi bentangalam bekas rawa yang terletak diantara Dusun Bumisegoro dan Sabrangrawa, struktur sesar dan air asin pada Sungai
256
Sileng di Dusun Kaliduren,
struktur sesar Sungai Progo di bawah
jembatan Bumiharjo Sigug, objek di sekitar Candi Pawon
mataair,
singkapan breksi “OAF”, endapan kipas berupa muara sungai, dan lokasi pertemuan antara Sungai Progo dan Elo dengan obyek endapan kipas delta Sungai Pabelan lama.
2. Antisipasi Bencana Geologi dan Geomorfologi Candi
Borobudur
dibangun
diatas
sebuah
bukit,
arsitek
bangunannya memakai konsep bangunan punden berundak, berbentuk segi empat memusat dengan perbandingan antar tinggi dan lebar berbanding (1: 3,5), menyerupai bentuk kubah melebar ke bawah, Candi Borobudur sangat berbeda dengan bentuk bangunan candi-candi lainnya yang mempunyai bentuk meninggi. Bangunan Candi Borobudur yang dibangun di atas sebuah bukit, bangunannya tidak meninggi menyerupai kubah melebar ke bawah dengan elemen struktur yang saling mengunci, menunjukkan nenek moyang kita saat itu sudah menerapkan budaya dan tehnologi berdasarkan kearifan lokal, menyesuaikan kondisi lingkungan alam yang sangat rawan bencana geologi dan geomorfologi, berupa gempa tektonik, letusan gunungapi, dan gerakan massa tanah dan batuan. Meskipun struktur bangunan Candi Borobudur sudah dirancang sangat matang terhadap berbagai bencana geologi, data lapangan memperlihatkan Candi Borobudur beserta bangunan candi-candi yang berada di wilayah pulau Jawa bagian tengah ditemukan pertama kali dalam keadaan porak-
257
poranda akibat bencana gempa tektonik berskala besar yang kemudian diikuti oleh gerakan massa tanah dan batuan, memicu terjadinya letusan beberapa gunungapi Kuarter. Hancurnya bangunan Candi Borobudur dan candi-candi lain di sekitarnya, didukung data geologi yang tertuang dalam tulisan ini dalam bahasan tektonik. Berdasar data lapangan tentang bencana gempa tektonik di masa lalu dan akan terjadi lagi pada waktu yang akan datang, selama proses tumbukan lempeng tektonik masih terus berlangsung. Maka perlu langkah antisipasi untuk mengurangi korban jiwa dan kerusakan infrastruktur yang ada di dalam lingkungan Candi Borobudur maupun yang ada di kawasan Kedu bagian selatan. Diperlukan strategi dalam menentukan sistim penanganan dan penataan tata ruang yang mengacu pada peta geologi dan pola tektonik yang sudah tersedia.
3. Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Penelitian Selanjutnya Dataran Lakustrin merupakan bentang alam danau di masa lampau yang saat ini telah mengalami perubahan bentuklahan menjadi dataran. Bentuklahan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap karakteristik kehidupan pada wilayah tersebut. Terdapatnya Dataran Lakustrin Borobudur pada masa lampau berpengaruh positif terhadap kondisi masyarakatnya. Maka dalam pengembangan ilmu selanjutnya perlu dikaji lebih lanjut tentang potensi atau pengaruh negatif yang mampu merusak keberadaan candi dan lingkungannya.
258
4. Penataan lingkungan di sekitar Candi Borobudur Candi Borobudur merupakan candi indah dengan panorama alam di sekitarnya yang mempesona, bukan hanya merupakan kumpulan patung Budha yang membisu. Kawasan di sekitar Candi Borobudur mempunyai daya vitalitas yang tinggi sampai sekarang, meskipun telah mengalami perubahan lingkungan danau menjadi rawa-rawa dan sekarang berupa bentuklahan dataran. Jejak-jejak lingkungan alam masa lalu masih nampak jelas bisa dinikmati sampai sekarang. Untuk menjaga dan melestarikan keindahan kawasan tersebut, diperlukan penataan dan pengelolaan secara terpadu berbasis pada peta paleogeomorfologi, agar warisan budaya nenek moyang beserta keindahan alamnya bisa terjaga dan dinikmati sampai masa yang akan datang.
259