BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian literatur dapat disimpulkan bahwa, pajak lingkungan pertama kali diterapkan di Kawasan Uni Eropa melalui berbagai konferensi dan protokol yang tidak lepas dari peran negara OECD. Kebijakan pajak lingkungan ini terbukti dapat menjadi salah satu solusi atas permasalahan lingkungan karena dapat menurunkan emisi dan kerusakan lingkungan yang ditunjukkan dalam kurun waktu 19 tahun (1990-2009) emisi gas kaca di Belanda menurun sebesar 31% dan terus mengalami penurunan sampai tahun 2012, dalam lima tahun terakhir ini Amerika dapat mengurangi emisi karbon sebanyak 730 juta MT/ tahun, dan lainnya. Berikut adalah rangkuman perkembangan pajak lingkungan secara umum yang dapat dilihat pada Gambar 6.1.di bawah. Gambar 6.1. Rangkuman Perkembangan Pajak Lingkungan
118
Sampai saat ini banyak negara yang telah menerapkan dan mulai berinisiatif untuk menerapkan pajak lingkungan sebagai alat untuk melindungi dan memperbaiki lingkungan. Berikut adalah rangkuman hasil kajian literatur di Belanda, Amerika, Cina, dan Indonesia. Belanda Perkembangan pajak lingkungan di Belanda semakin berkembang dan mendapatkan predikat sebagai negara dengan sistem pajak lingkungan terbaik di dunia yang diterapkan dengan sistem insentif pajak yang bersifat sentralisasi. Pajak lingkungan yang sampai saat ini diterapkan antara lain, pajak energi, pajak bahan bakar, pajak air tanah, pajak air keran, pajak kendaraan, pajak penumpang, pajak limbah, dan pajak pendaftaran kendaraan penumpang. Berikut perkembangan pajak lingkungan di Belanda yang dirangkum dalam Gambar 6.2. di bawah. Gambar 6.2. Rangkuman Perkembangan Pajak Lingkungan di Belanda
119
Amerika Perkembangan pajak lingkungan di Amerika bersifat desentralisasi yang didominasi oleh sistem kredit pajak dengan menggunakan batas masa berlaku dalam penerapan pajak lingkungannya. Beberapa jenis pajak lingkungan yang diterapkan yaitu pemberian insentif dan kredit pajak untuk mendorong konversi bahan bahan alternatif. Berikut perkembangan pajak lingkungan di Amerika yang dirangkum dalam Gambar 6.3. di bawah. Gambar 6.3. Rangkuman Perkembangan Pajak Lingkungan di Amerika
Cina Perkembangan pajak lingkungan masih bersifat desentralisasi dengan pilot approach yang telah diterapkan di beberapa provinsi percontohan salah satunya di Kota Huangshi Provinsi Hubei yang secara resmi diperkenalkan oleh Menteri Perlindungan Lingkungan Hidup pada 2012. Selain itu, Cina merencanakan pada tahun 2015 untuk menerapkan pajak karbon. Penerapan pajak lingkungan pada saat ini baru berskala provinsi. Berikut perkembangan pajak lingkungan di Cina yang dirangkum dalam Gambar 6.4. di bawah. 120
Gambar 6.4. Rangkuman Perkembangan Pajak Lingkungan di Cina
Indonesia Rencana penerapan pajak lingkungan diusulkan oleh KADIN pada tahun 2006. Usulan rencana pengenaan pajak lingkungan berskala nasional yang didasarkan pada jumlah omset perusahaan manufaktur di atas Rp300 juta/ tahun dengan tarif sebesar 0,5% dari total produksi. Namun, berbagai pihak menolak atas penerapan pajak lingkungan karena beberapa faktor dan pada akhirnya usulan tersebut ditolak di DPR. Berikut perkembangan pajak lingkungan di Indonesia yang dirangkum dalam Gambar 6.5. di bawah. Gambar 6.5. Rangkuman Perkembangan Pajak Lingkungan di Indonesia
121
Secara keseluruhan, pajak lingkungan di Belanda, Amerika, dan Cina terus berkembang dan sampai saat ini Indonesia masih belum menerapkan pajak lingkungan. Selama proses perkembangan pajak lingkungan di keempat negara di atas, memiliki hambatan yang tidak jauh berbeda di antaranya intervensi politik dan pihak yang berkepentingan, desain kerangka pajak lingkungan yang kurang sesuai seperti dasar pengenaan pajak, subjek pengenaan pajak, tarif yang dikenakan dan alokasi yang tidak jelas. Selain itu, permasalahan dalam pendanaan, penuruan daya saing, kondisi perekonomian yang menurun, komitmen industri dan pemerintahan yang rendah, dan pemahaman yang masih terbatas juga menjadi hambatan untuk diterapkannya pajak lingkungan. Faktor terbesar kegagalan dari penerapan pajak lingkungan di Indonesia karena desain kerangka pajak lingkungan yang diusulkan tidak memiliki dasar alasan yang kuat dan bila dilihat dari segi waktu terlalu cepat dalam melakukan perencanaan pajak lingkungan. Namun, hambatan lainnya yang terjadi sebagian besar tidak jauh beda dengan ketiga negara lainnya, tetapi lebih cenderung sama dengan hambatan yang terjadi di Amerika. Berbagai solusi yang dilakukan dan disarankan seperti dengan memberikan kompensasi dengan membebaskan rumah tangga berpenghasilan rendah dari pajak, melakukan reformasi pajak lingkungan/ netralistas pajak, mengkombinasikan pajak lingkungan dengan instrumen lainnya, melakukan penyesuaian tarif pajak sesuai kondisi ekonomi negara tersebut, membuat batasan pelaksanaan pajak dan perencanaan pajak dalam jangka panjang, alokasi pajak lingkungan yang lebih ditujukan untuk tujuan lingkungan,
122
mendesain sistem pajak yang tepat, komitmen pemerintah, dan koordinasi antar pemeintah dan wajib pajak lingkungan yang intens. Saat ini, status negara Belanda dan Amerika telah mencapai tahap penerapan pajak lingkungan, sedangkan Cina , sudah menerapkan pajak lingkungan dalam skala provinsi, tetapi masih dalam tahap menuju proses penerapan pajak lingkungan berskala nasional. Indonesia sampai saat ini belum menerapkan pajak lingkungan dalam skala nasional maupun provinsi. Desain kerangka pajak lingkungan yang terstruktur, tranparan, tidak bias, dan sederhana dalam penentuan subjek pajak, wajib pajak, tarif pajak, dasar pengenaan pajak, dan hal lainnya merupakan kunci utama untuk dapat menerapkan pajak lingkungan di Indonesia. Pajak bahan bakar dan kendaraan merupakan dua jenis pajak lingkungan yang diusulkan di dalam rekomendasi tersebut dengan menetapkan dasar pengenaan tarif dengan komponen yang berbeda-beda dan dikenakan kepada seluruh konsumen/ pengguna objek tersebut dengan menggabungkan kerangka pajak yang telah ada dengan komponen pajak lingkungan agar lebih efisien dan efektif. Melalui desain kerangka sistem pajak yang tepat seperti yang diusulkan sebagai rekomendasi di dalam kajian literatur ini diharapkan dapat menjadi solusi dan arahan untuk penerapan pajak lingkungan di masa depan. 6.2.Saran Skripsi ini masih memiliki banyak keterbatasan baik dari segi kedalaman pembahasan dan sumber literatur yang digunakan lebih banyak mengacu pada artikel berita daripada jurnal karena masih terbatasnya jurnal 123
yang membahas secara sistem penerapan pajak lingkungan di berbagai negara. Akan tetapi, sebagian besar sumber artikel yang digunakan berasal dari website organisasi resmi. Selain itu, rekomendasi yang diberikan oleh penulis belum dilakukan pengujian atau simulasi, sehingga belum dapat diketahui persentase tingkat peluang dapat diterapkan seberapa besar. Saran peneliti untuk penelitian selanjutnya untuk mencari dan menggunakan lebih banyak jurnal yang kredibel dan memberikan informasi yang lebih lengkap sehingga dapat melengkapi setiap kekurangan dari studi literatur pada skripsi ini. Selain itu penelitian selanjutnya dapat melakukan pengujian desain kerangka pajak lingkungan untuk mengetahui kelayakan, kekuatan, dan kelemahannya, sehingga dapat memberikan perbaikan dan pengembangan desain kerangka pajak lingkungan yang lebih sempurna untuk diterapkan nantinya. Saran terakhir yaitu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut kepada masyarakat dan pelaku industri terhadap dukungan dan pandangan mereka terkait penerapan pajak lingkungan di Indonesia.
124