BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini berjudul Proses Pendampingan Wanita Pekerja Seks Sebagai Upaya Pencegahan HIV/AIDS di Lokalisasi Tanjung Elmo Sentani Oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Papua Kabupaten Jayapura, pada intinya didasari atas keprihatinan pada kasus-kasus HIV/AIDS yang terus meningkat di propinsi Papua. Penelitian ini juga bertujuan mendeskripsikan proses pendampingan wanita pekerja seks sebagai upaya pencegahan HIV/AIDS di lokalisasi Tanjung Elmo oleh PKBI Papua, kabupaten Jayapura. Proses pendampingan terhadap kelompok dan individu, terdiri atas beberapa tahapan. Namun dalam penelitian ini, peneliti menyesuaikan proses pendampingan yang dilakukan oleh PKBI Papua di Lokalisasi Tanjung Elmo, dan mengintegrasikannya pada tahapan-tahapan pendampingan yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Proses pendampingan tersebut terdiri atas proses persiapan, proses perkenalan, proses penjangkauan, asessment, dan perencanaan program, proses pelaksanaan dan pelaporan, serta proses evaluasi. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan, sebagai berikut: 1. Proses Persiapan Proses persiapan ini menyangkut penyiapan dan perekrutan serta pemberian kesempatan mengikuti pelatihan dasar outreach kepada pendamping sebelum ditugaskan di lapangan. Setiap pendamping sebelum menjadi staf karyawan lembaga PKBI Papua, terlebih dahulu mengikuti proses perekrutan berdasarkan kebutuhan. Setelah pendamping tersebut di terima, selanjutnya diberikan kesempatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan dasar outreach, hal ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dan pengetahuan tentang HIV/AIDS, VCT, IMS, peran dan tugas pendamping, dan materi-materi lainnya, diantara pendamping yang umumnya memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja yang berbeda-beda.
Albertina Nasri Lobo. Proses pendampingan ..., 211 FISIP UI., 2008.
Universitas Indonesia
2. Proses Perkenalan Proses perkenalan merupakan proses yang penting dan utama menurut pendamping PKBI Papua di lokalisasi Tanjung Elmo Sentani. Setiap pendamping yang bertugas di lokalisasi Tanjung Elmo terlebih dahulu memperkenalkan diri kepada mucikari, pekerja seks, dan tokoh-tokoh masyarakat di lokalisasi Tanjung Elmo tersebut. Proses perkenalan dimulai dengan mendatangi dan bertemu langsung dengan tokoh masyarakat disekitar lokalisasi, kemudian dilanjutkan kepada pekerja seks dan mucikari secara bersamaan, yang dipusatkan pada satu ruangan, yang ditentukan. Dalam proses perkenalan tersebut pendampingan juga mengundang mitra kerja dari tokoh masyarakat, tokoh adat, KPA dan pemerintah dalam hal ini pihak dinas sosial dan dinas kesehatan. Selain memperkenalkan petugas lapangan yang akan bertugas, diperkenalkan pula program kerja secara keseluruhan yang akan dilakukan oleh PKBI Papua, dan program pendampingan yang akan dilaksanakan oleh pendamping di lokalisasi Tanjung Elmo Sentani. 3. Proses Penjangkauan, Asessment, Perencanaan Program Proses penjangkauan, asessment, dan perencanaan program oleh PKBI Papua, dimulai setelah terciptanya hubungan yang harmonis diantara pendamping dengan dampingan serta unsur-unsur pendukung lainnya di lapangan. Ke tiga proses ini dalam pelaksanaanya di lapangan tidak dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi dilakukan secara bersamaan oleh pendamping, dan manager kasus. Dalam pelaksanaan ke tiga proses tersebut, manager kasus dan pendamping (outreach) memiliki sasaran pendampingan yang berbeda-beda, yaitu seorang manager kasus bertugas menjangkau dan mendampingi dampingan yang sedang memiliki kasus IMS, HIV/AIDS, sedangkan seorang pendamping bertugas menjangkau dan mendampingi dampingan yang tidak memiliki kasus. Pembagian ini dimaksudkan untuk mensinergikan program pendampingan dengan masalah dan kebutuhan yang dihadapi oleh dampingan di lapangan. Perbedaan yang dilakukan oleh manager kasus dan pendamping dalam kegiatan penjangkauan, asessment, perencanaan program/kegiatan berbeda, tetapi tetap mengutamakan kerjasama terutama dalam pemberian dukungan dan informasi data base dampingan.
Albertina Nasri Lobo. Proses pendampingan ..., 212 FISIP UI., 2008.
Universitas Indonesia
Proses penjangkauan, asessment, dan perencanaan program dilakukan oleh manager kasus dan pendamping lainnya, dengan mendatangi kamar-kamar dampingan, dan bertemu langsung dengan dampingan. Penyesuaian terhadap situasi dan kondisi yang sedang dialami oleh dampingan, dan tidak memaksakan kehendak kepada dampingan, merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pendamping di lokalisasi Tanjung Elmo, agar mendapatkan penerimaan, dan dapat melakukan penjangkauan, asessment, perencanaan program, serta pelaksanaan pendampingan. 4. Proses Pelaksanaan Pendampingan Proses pelaksanaan pendampingan dan pelaporan yang dilakukan oleh pendamping dan manager kasus di lapangan, merupakan inti dari proses pendampingan yang dilakukan oleh PKBI Papua, di lokalisasi Tanjung Elmo Sentani. Proses pendampingan dimulai setiap hari kerja kecuali hari libur, yaitu dimulai dari hari senin hingga jumat dri jam 13.30 – 17.30 WIT. Dalam pelaksanaan pendampingan, setiap pendamping dan manager melakukan pendampingan dengan menyampaikan informasi-informasi seputar HIV/AIDS, IMS, VCT dan sumber-sumber pelayanan kesehatan, sosial. Setiap manager kasus dan pendamping memiliki kewajiban memberikan dukungan sosial kepada dampingan tanpa membedakan tingkatan kasus. Selain itu bentuk-bentuk pendampingan dilakukan oleh manager kasus dan pendamping lainnya, dilakukan secara tertutup, santai, serius bersama dampingan. Prinsip mengutamakan kerahasiaan, dan individualis, keutamaan bagi keberhasilan pendampingan di lokalisasi Tanjung Elmo Sentani. Selain
itu
pendampingan
dilakukan
dengan
memberikan
pelatihan
keterampilan-keterampilan kepada dampingan. Jenis pelatihan dan keterampilan tersebut adalah keterampilan menjahit, memasak, membuat kue, dan sebagainya, yang pemberiannya didominasi oleh peran petugas dari dinas kesejateraan sosial kabupaten Jayapura. Pemberian dukungan-dukungan sosial sangat penting dari pendampingan dan mananger kasus. Jenis dukungan sosial yang sering diberikan adalah pemberian semangat hidup, dan kesempatan kepada dampingan untuk
Albertina Nasri Lobo. Proses pendampingan ..., 213 FISIP UI., 2008.
Universitas Indonesia
dapat melakukan penanganan masalah secara pribadi, dan pemberian dukungan pelayanan kesehatan yang lebih murah. 5. Pelaporan Proses pelaporan merupakan kewajiban bagi pendamping dan manager kasus. Proses pelaporan dimulai dengan pengisian lembar khusus untuk laporan, setiap hari setelah melakukan kegiatan pendampingan di lapangan. Hasil laporan secara triwulan diberikan kepada koordinator lapangan masing-masing, dan dilanjutkan kepada program manager, dan diteruskan kepada lembaga donor melalui direktur lembaga. Hasil pelaporan yang rutin tersebut, merupakan salah satu faktor pendukung untuk menjadikan program pendampingan lebih sempurna. Melalui hasil pelaporan tersebut, hambatan-hambatan di lapangan dapat diatasi sebelum terjadi proses evaluasi. Jenis laporan mencakup kondisi psikologi dampingan, kesehatan, dan kepatuhan penggunaan kondom dan obat ARV, kasus-kasus IMS yang berkurang
dan
bertambah,
serta
kendala-kendala
selama
melakukan
pendampingan. 6. Proses Evaluasi Proses evaluasi bagian dari rangkaian proses pelaksanaan pendampingan, dilakukan dengan menghadirkan mitra kerja, tokoh masyarakat, mucikari dan dampingan, serta hasil-hasil pendampingan yang telah dilaporkan. Proses Evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauhmana hasil yang dicapai dalam pelaksanaan pendampingan di lokalisasi Tanjung Elmo. Proses Evaluasi dilakukan pada tingkat pendamping, lembaga, dan lembaga donor. 7. Kendala-Kendala Beberapa kendala yang dihadapi oleh pendamping PKBI di lapangan terkait dengan proses pendampingan di Lokalisasi Tanjung Elmo Sentani, adalah kesiapan mental dan motivasi pekerja seks, mobilitas pekerja seks yang tinggi, kontrol mucikari, sikap pelanggan yang berkunjung dan keterbatasan akses.
Albertina Nasri Lobo. Proses pendampingan ..., 214 FISIP UI., 2008.
Universitas Indonesia
Pemberian beberapa pelatihan dan keterampilan kepada dampingan di lokalisasi Tanjung Elmo oleh instansi terkait masih didasari atas pemenuhan program kerja instansi, sehingga tidak semua dampingan dapat mengikuti kegiatan dan tidak mampu memfasilitasi hingga mencapai kemandirian dampingan karena keterbatasan dana. Hal ini berpotensi mengembalikan dampingan kepada pekerjaan semula. Ketegasan pemerintah untuk memberlakukan peraturan tentang penggunaan kondom masih bertahap sosialisasi, hingga penelitian ini selasai, belum ada peraturan yang disahkan terhadap efektifitas kebijakan penggunaan kondom 100% di lokalisasi Tanjung Elmo. B. Saran Berdasarkan hasil temuan lapangan, dan untuk lebih meningkatkan kegiatan pendampingan terhadap pekerja seks di lokalisasi Tanjung Elmo, sebagai upaya pencegahan HIV/AIDS, dan menemukan berbagai alternatif penangan masalah yang dihadapi, maka perlu dilakukan peningkatan-peningkatan, dan perubahan-perubahan dalam proses pendampingan di lokalisasi Tanjung Elmo. Oleh karena itu ada beberapa saran yang dapat memberikan acuan bagi proses pendampingan terhadap pekerja seks di lokalisas Tanjung Elmo Sentani, sebagai berikut: 1. Meningkatkan kerjasama dengan pemerintah daerah, dimana pemerintah harus dapat memberikan perhatian yang serius dalam hal kebijakan-kebijakan, dan peraturan-peraturan untuk melindungi SDM dari bahaya HIV/AIDS, terutama di lokalisasi Tanjung Elmo Sentani. 2. Memperketat pengawasan terhadap pelaksanaan kesepakatan lokal antara PKBI dan Mucikari, serta mengedepankan penerapan sanksi seperti pencabutan ijin usaha dan kerja, serta pelaksanaan pengadaan tes HIV/AIDS bagi pekerja seks yang baru mengunjungi lokalisasi Tanjung Elmo. 3. Perlu adanya perekrutan pendamping yang berasal dari komunitas penyandang masalah seperti mantan (eks) pekerja seks dan pencandu, dengan terlebih dahulu mempertimbangkan pengetahuan, skill, dan nilai-nilai yang dimiliki mantan penyandang,
sehingga dari pengalaman dan pengetahuan mereka
Albertina Nasri Lobo. Proses pendampingan ..., 215 FISIP UI., 2008.
Universitas Indonesia
dapat menjadi motivasi kepada dampingan yang lain untuk berusaha menciptakan perubahan dalam hal pengetahuan sikap, dan perilaku. 4. Menempatkan pekerja sosial sebagai supervisior bagi pendamping yang direkrut dan memiliki latar belakang sebagai mantan penyandang masalah. 5. Mengefektifkan metode social marketing dan metode peer educater (PE) melalui wanita pekerja seks di lokalisasi Tanjung Elmo, dan memberikan penghargaan kepada peer educater yang serius melaksanakan peran dan tugas sebagai PE, seperti sertifikat, uang saku, pelayanan kesehatan gratis. 6. Menyediakan sarana dan prasarana yang menjamin kehidupan dari pekerja seks yang terinfeksi HIV/AIDS, sehingga mereka tidak lagi menggantungkan kehidupan pada pekerjaan sebagai pekerja seks. Dengan demikian melalui sarana dan prasarana tersebut para penyandang masalah dapat dikontrol oleh pendamping. 7. PKBI Papua perlu meningkatkan kerjasama menciptakan situasi dan kondisi kemanan dan kenyamanan di lokalisasi Tanjung Elmo, serta peningkatan kegiatan pengembangan dan pemberdayaan
ekonomi produktif bagi
dampingan. 8. PKBI Papua perlu meningkatkan peran serta kaum antropologis untuk menjangkau dan mensosialisasikan kepada pelanggan dari segi pemahaman budaya berkaitan dengan penyebaran HIV/AIDS. 9. PKBI Papua perlu meningkatkan pemberian penghargaan seperti piagam dan kenaikan gaji serta kesempatan training kepada pendamping, agar lebih mengeksplorasikan pengetahuan dan keterampilan yang di miliki selama melakukan kegiatan pendampingan di lokalisasi Tanjung Elmo. 10. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang perubahan perilaku wanita pekerja seks di lokalisasi Tanjung Elmo setelah mendapatkan pendampingan, serta penelitian yang mendalam tentang Dampak kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pencegahan HIV/AIDS di kalangan pekerja seks dan pelanggan.
Albertina Nasri Lobo. Proses pendampingan ..., 216 FISIP UI., 2008.
Universitas Indonesia