BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan Dari studi yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Setelah melakukan pengujian dilaboratorium, pengaruh proses pengeringan terhadap benda uji yang diambil dari tanah permukaan diketahui bahwa bahwa parameter kadar air (Wc), angka pori (e), dan derajat kejenuhan (Sr) nilainya cenderung menurun. Untuk kadar air pada siklus 1 memiliki nilai rata – rata 28,324%, pada siklus 3 memiliki nilai rata – rata 30,880%, dan pada siklus 5 memiliki nilai rata – rata 30,333%. Untuk angka pori pada siklus 1 memiliki nilai rata – rata 1,267, pada siklus 3 memiliki nilai rata – rata 1,394, dan pada siklus 5 memiliki nilai rata – rata 1,371. Untuk derajat kejenuhan pada siklus 1 memiliki nilai rata – rata 50,197%, pada siklus 3 memiliki nilai rata – rata 54,616%, dan pada siklus 5 memiliki nilai rata – rata 53,539%. Sedangkan untuk parameter tegangan air pori negatif (suction) cenderung meningkat. Untuk tegangan kuat geser tanah (c), dan sudut geser dalam (φ) nilainya cenderung meningkat, tetapi terjadi peningkatan grafik yang tidak stabil (peningkatan dan penurunan grafik), kemungkinan hal ini dipengaruhi oleh kandungan organik (akar tumbuhan) yang berada di lapisan tanah permukaan. Untuk tegangan air pori negatif pada siklus 1 memiliki nilai rata – rata 39719,145 kPa, pada siklus 3 memiliki nilai rata – rata 26414,553 kPa, dan pada siklus 5 memiliki nilai rata – rata 25428,776 kPa. Untuk tegangan kuat geser tanah pada siklus 1 memiliki nilai rata- rata 0,104 kg/cm2, pada siklus 3 memiliki nilai rata – rata 0,105 kg/cm2, dan pada siklus 5 memiliki nilai rata – rata 0,083 kg/cm2. Untuk sudut geser dalam pada siklus 1 memiliki nilai rata- rata 35,816°, pada
155
156
2.
3.
siklus 3 memiliki nilai rata – rata 33,164°, dan pada siklus 5 memiliki nilai rata – rata 39,493°. Proses pembasahan mengakibatkan meningkatnya kadar air, pada siklus 1 dengan rata – rata peningkatan 6,515%,siklus 3 sebesar 6,404%, dan siklus 5 sebesar 6,390%. Begitupula derajat kejenuhan mengalami peningkatan dengan rata – rata siklus 1 sebesar 10,681%, siklus 3 sebesar 10,528%, dan siklus 5 sebesar 10,383%. Namun terjadi penurunan tegangan air pori negatif (suction) dengan rata – rata penurunan pada siklus 1 sebesar 22.110,572 kPa, pada siklus 3 sebesar 22.011,720 kPa, dan pada siklus 5 sebesar 22.230,526 kPa. Begitupula parameter kuat geser tanah pada siklus 1, 3, dan 5 mengalami rata – rata penurunan yang sama yaitu sebesar 0,019 kg/cm². Mekanisme keruntuhan lereng menunjukan bahwa peningkatan derajat kejenuhan menyebabkan penurunan tegangan air pori negatif tanah yang hampir mendekati nol, sehingga tegangan efektif dan parameter kuat geser menjadi turun sampai pada suatu titik dimana terjadi keruntuhan. Pengaruh energi hujan dapat dilihat dari hasil permodelan Plaxis dengan input beban energi hujan. Berikut kondisi lereng beserta nilai keamanan yang paling kritis dari setiap kondisi : a. Siklus 1 setelah menerima energi hujan o Kemiringan lereng 30° Lereng dengan nilai SF terendah terdapat pada kondisi basah 100% dari inisial dengan SF = 0,522. Sedangkan lereng dengan nilai SF tertinggi terdapat pada kondisi kering 100% dengan SF = 2,324 o Kemiringan lereng 45° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini . o Kemiringan lereng 60°
157 Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini. o Kemiringan lereng 90° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini. b. Siklus 3 setelah menerima energi hujan o Kemiringan lereng 30° Lereng dengan nilai SF terendah terdapat pada kondisi basah 100% dari inisial dengan SF = 0,395. Sedangkan lereng dengan nilai SF tertinggi terdapat pada kondisi kering 100% dengan SF = 1,769 o Kemiringan lereng 45° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini . o Kemiringan lereng 60° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini . o Kemiringan lereng 90° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini . c. Siklus 5 setelah menerima energi hujan o Kemiringan lereng 30° Lereng dengan nilai SF terendah terdapat pada kondisi basah 100% dari inisial dengan SF = 0,146. Sedangkan lereng dengan nilai SF tertinggi terdapat pada kondisi kering 100% dari inisial dengan SF = 1,861. o Kemiringan lereng 45° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini . o Kemiringan lereng 60° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini .
158 o
4.
Kemiringan lereng 90° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini.
Dari simulasi permodelan lereng dengan menggunakan program Plaxis yang disertai proses pembasahan didapat angka keamanan (SF) yang berbeda. Berikut kondisi lereng beserta nilai keamanan yang paling kritis dari setiap kondisi : a. Siklus 1 o Kemiringan lereng 30° Lereng dengan nilai SF terendah terdapat pada kondisi inisial awal dengan SF = 0,621. Sedangkan lereng nilai dengan SF tertinggi terdapat pada kondisi kering 100% dari inisial dengan SF = 2,162 o Kemiringan lereng 45° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini. o Kemiringan lereng 60° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini. o Kemiringan lereng 90° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini . b. Siklus 3 o Kemiringan lereng 30° Lereng dengan nilai SF terendah terdapat pada kondisi basah 100% dengan SF = 0,345. Sedangkan lereng dengan nilai SF tertinggi terdapat pada kondisi kering 100% dengan SF = 2,025 o Kemiringan lereng 45° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini. o Kemiringan lereng 60°
159 Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini . o Kemiringan lereng 90° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini . c. Siklus 5 o Kemiringan lereng 25° Lereng dengan nilai SF terendah terdapat pada kondisi basah 100% dari inisial dengan SF = 0,155. Sedangkan lereng dengan nilai SF tertinggi terdapat pada kondisi kering 100% dengan SF = 1,727 o Kemiringan lereng 45° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini. o Kemiringan lereng 60° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini. o Kemiringan lereng 90° Lereng mengalami kelongsoran tanah permukaan dalam semua kondisi pada siklus ini. 6.2
Saran Berikut ini saran-saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya: Pada saat pengambilan benda uji di lapangan sebaiknya dilakukan dengan hati-hati agar benda uji tetap dalam keadaan undisturb, selain itu ring yang digunakan dibuat dalam bentuk dan ukuran yang seragam dan ditutup menggunakan lilin. Setelah pengambilan bahan uji dari lapangan sesegera mungkin dilakukan pengujian parameter-parameter tanah di laboratorium agar kondisi tanah tidak berubah akibat faktor suhu yang berbeda.
160 Sampel ataupun benda uji diharapkan disimpan pada tempat yang tidak terpengaruh oleh suhu luar agar pada saat proses pemeraman pada proses pembasahan kadar air tidak berkurang. Pada saat pengujian tegangan air pori negatif diharapkan agar proses dapat dilakukan secepatnya agar hasil yang terserap pada kertas whaltman dapat secara spesifik mewakili kondisi benda uji. Ketika proses pembasahan dan pengeringan diusahakan agar benda uji tidak mengalami gangguan untuk menghindari kehilangan material tanah. Mempelajari terlebih dahulu pemograman Plaxis sebelum mengoperasikan software ini. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk meninjau kandungan organik seperti akar tanaman didalam tanah, serta melihat pengaruh dan perilaku kandungan organik terhadap sifat fisik dan mekanis tanah.