BAB VI KESIMPULAN
Berdasarkan metode analisis triangulasi maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Pertamina Rewulu melakukan CSR karena kebijakan mandatori Pertamina Pusat melalui melalui Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Pasal 74 Ayat 2 tentang Perseroan Terbatas dan Keputusan Kementerian BUMN Nomor KEP04/MBU/2007. Usaha Pertamina Rewulu dalam penerapan CSR menggunakan metode LFA. LFA merupakan alat ukur klasik dalam manajemen bantuan. LFA melewati lima fase. Fase pertama adalah fase dimana pemetaan sosial dilakukan oleh Pertamina Rewulu dan UGM untuk mengetahui potensi-potensi yang ada di lingkungan masyarakat khususnya ring satu. Potensi-potensi yang muncul akan mempermudah mengetahui masalah dan desain proyek selanjutnya. Fase kedua adalah persiapan dan analisis. Dalam fase persiapan dan analisis maka organisasi telah merancang sistem pelaksanaan CSR seperti memilah proyek atau menetapkan tujuan program. Fase ketiga adalah persetujuan. Dalam fase persetujuan, Pertamina Rewulu memaparkan hasil identifikasi dan analisis mengenai pemetaan sosial. Pertamina Rewulu juga telah menetapkan keputusan mengenai program apa saja yang akan dijalankan. Fase keempat adalah pelaksanaan atau implementasi. Fase ini dimulai dengan FGD (Forum Group Discussion) bagi program yang terpilih. Program dibuka dan berjalan dengan adanya monitoring per kegiatan. Fase kelima adalah fase evaluasi. Fase evaluasi
162
adalah tahap akhir untuk menilai kualitas program yang dijalankan secara berkala. Ada dua syarat program dapat dilanjutkan yakni program dapat dikembangkan dan masyarakat antusias. Hasil dari fase tersebut menghasilkan program utama yakni CSR Jamu, CSR Pertanian, dan CSR Bank Sampah. Setiap program utama memiliki input, hasil yang didapat, tujuan hasil, dan tujuan utama program. Karena ketiga program telah memenuhi target maka ketiga program utama tersebut dilanjutkan setiap tahun sampai sekarang. Ketiga program utama tersebut didukung oleh program CSR tambahan yang bersifat amal. Selain itu, ada program CSR lainnya yang dilaksanakan sesuai dengan kluster bidang terpilih. Program CSR tambahan dan kluster bidang juga memiliki manfaat yang besar untuk masyarakat khususnya sekitar wilayah operasional. Stratejik CSR Pertamina Rewulu tergolong strategi kewarganegaraan. Hal tersebut karena Pertamina Rewulu memiliki tujuan strategis, strategi besar, dan inisiatif strategis Pertamina mengarah pada rasa tanggung jawab yang besar perusahaan kepada masyarakat. Untuk itu, CSR dilaksanakan secara holistik dan jangka panjang. Stratejik tersebut juga didukung oleh usaha pelaksanaan CSR yang menyentuh pada lima elemen. Lima elemen yakni visi, hubungan komunitas, tempat kerja, akuntabilitas, dan pasar. Selain itu, bentuk CSR Pertamina Rewulu dirancang secara internal dan eksternal dengan melakukan adopsi, kebijakan prilaku praktek bisnis, dan investasi yang mendukung sosial untuk meningkatkan kebahagiaan komunitas serta melindungi lingkungan. Usaha-usaha tersebut didukung oleh alasan dari Pertamina Rewulu dalam pelaksanaan CSR. Alasan pelaksanaan CSR bersifat pragmatis atau rasional. Dimana Pertamina Rewulu
163
mengharapkan keberlanjutan usaha, reputasi, memiliki lisensi untuk beroperasi, dan kesadaran dalam memiliki kewajiban moral yang lebih baik melalui CSR. Keunggulan kompetitif didapat Pertamina Rewulu pasca pelaksanaan CSR. Hal tersebut dapat diidentifikasi melalui Value Chain dan Diamond Framework. Melalui dua analisis tersebut dapat diketahui bahwa CSR memberikan penambahaan nilai seperti peningkatan kualitas pada kinerja karyawan, transparansi bisnis, bisnis lebih beretika, infrastuktur lebih baik, perusahaan yang lebih ramah terhadap lingkungan, keamanan operasional lebih baik, penindaklanjutan yang baik terhadap keluhan konsumen, bisnis menjadi lebih efektif, dan efisien. Selain itu, usaha Pertamina Rewulu memahami kondisi perusahaan dalam kemampuannya untuk bersaing tanpa melupakan kehidupan sosial juga baik. Seperti, peningkatan terhadap kualitas faktor kondisi (input), peningkatan daya saing, memperhatikan kondisi permintaan lokal lebih baik, dan dukungan perusahaan terhadap industri yang mendukung. Penambahaan nilai tersebut memberikan peluang bagi Pertamina Rewulu untuk dapat semakin baik dalam menjalin hubungan dengan pemangku kepentingan. Hal itu kemudian yang akan membuka jalan bagi terciptanya keberlanjutan usaha, reputasi, memiliki lisensi untuk beroperasi, dan kesadaran semakin tinggi untuk melaksanakan CSR sebagai suatu kewajiban moral. Puncaknya, setelah Pertamina Rewulu selama tiga tahun berturut-turut sebelumnya mendapatkan PROPER Hijau. Pada 9 Desember 2013, Pertamina Rewulu berhasil meraih PROPER Emas. Pertamina Rewulu dapat melaksanakan komitmen CSR Pertamina didasarkan pada ISO 26000 dengan baik. Hal tersebut
164
memberikan keunggulan kompetitif Pertamina Rewulu dibandingkan TBBM di wilayah Jawa Bagian Tengah (JBT). Pertamina Rewulu merupakan TBBM pertama yang mendapatkan PROPER Emas di wilayah JBT. Hal itu, berarti Pertamina Rewulu memenuhi syarat sebagai TBBM kelas dunia. Pertamina Rewulu juga menjadi TBBM percontohan bagi TBBM lain khususnya dalam pelaksanaan CSR di wilayah JBT. Selain itu, Pertamina Rewulu dinilai lebih baik dibandingkan TBBM dan anak perusahaan lainnya seperti PT Pertamina Refinery Unit (RU) II Dumai, PT. Pertamina Geothermal Tompaso, PT. Pertamina TBBM Tuban, dan PT Pertamina EP Riau. Keempat anak perusahaan dan TBBM tersebut memiliki hubungan yang tidak baik yang berkaitan dengan masyarakat. Padahal Pertamina secara keseluruhan berusaha menjalin hubungan dengan pemangku kepentingan secara baik pasca CSR. Saran yang mampu diberikan oleh penulis untuk kemajuan CSR khususnya dari segi bisnis terdiri dari tiga. Pertama, perlu peningkatan pada dukungan dan hubungan industri dengan masyarakat lokal. Hal tersebut karena masyarakat sekitar yang ingin membuka bisnis seperti penjualan elpiji masih harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh Pertamina secara ketat. Sehingga Pertamina Rewulu perlu dukungan terhadap warga sekitar yang ingin ikut dalam bisnis strategis seperti pengelolaan SPBU dan elpiji. Jika dikelola dengan baik maka dinilai penulis akan memberikan keuntungan seperti semakin mudahnya ketersediaan elpiji di lapangan sampai wilayah pedesaan, keuntungan perusahaan dapat meningkat, dan menurunkan angka pengangguran di masyarakat. Kedua, Pertamina Rewulu disarankan semakin meningkatkan
165
program CSR yg tepat, fokus, proaktif, dan integrasi inisiatif sosial yang selaras dengan bisnis inti. Hal tersebut diharapkan nantinya CSR mampu memberikan dampak sosial yang lebih berarti dan meningkatkan daya saing perusahaan jangka panjang. Sehingga pada akhirnya terjadi keselarasan antara bisnis dengan strategi CSR. Contohnya seperti PT. Pertamina Geothermal Energy Kamojang yang melaksanakan program CSR selaras dengan bisnis inti dengan pemanfaatan uap geothermal untuk budidaya jamur. Program tersebut dinilai tepat sebagai wujud komitmen Pertamina dalam menggunakan energi ramah lingkungan dan sesuai dengan tema CSR Pertamina yakni Pertamina Sobat Bumi. Ketiga, pentingnya Sumber Daya Manusia (SDM) dalam melaksanakan CSR disarankan melibatkan para lulusan dari manajemen bisnis. Lulusan manajemen bisnis dinilai mampu mengarahkan setiap program sesuai dengan tujuan strategis perusahaan. Sehingga dana dan pelaksanaan nantinya dapat diperhitungkan secara matang serta hati-hati agar tercipta peningkatan daya saing perusahaan jangka panjang. Terakhir, peneliti menilai bahwa proses penelitian tidak mengalami keterbatasan yang berarti. Walaupun penulisan memakan waktu yang lama tetapi masih dalam batas masa studi. Hal tersebut karena kerjasama dengan perusahaan dan bimbingan dari dosen pembimbing.
166