BAB VI ANALISIS PERMASALAHAN DALAM PENERAPAN GOOD GOVERNANCE Berdasarkan pembahasan yang dilakukan pada bab terdahulu, ditemukan permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari untuk menerapkan good governance. Ada lima prinsip yang pencapaiannya berada di bawah ratarata, yaitu: 1. Transparansi 2. Kesetaraan 3. Efektivitas dan Efisiensi 4. Akuntabilitas 5. Visi Strategis Penyelenggaraan program dan kegiatan juga masih kurang baik, di mana kegiatan yang dilakukan tidak sesuai dengan rencana awal dan kekurangsiapan perangkat nagari melaksanakan kegiatan. Hal ini nampak pada: 1. Belum sebandingnya antara partisipasi yang diberikan masyarakat dengan partisipasi pemerintahan nagari. Partisipasi masyarakat tinggi, sementara partisipasi penyelenggara (pemerintah nagari) rendah. 2. Pemadatan kegiatan berarti menyalahi aturan dan tidak taat azas dan sudah keluar dari rencana 3. Kurang adanya transparansi terhadap penyelenggaraan kegiatan, terutama menyangkut penggunaan anggaran, dengan mengurangi kegiatan berarti berpengaruh pada anggaran. 4. Tidak responsif terhadap aspirasi masyarakat yang telah memberikan dukungan dalam program dan kegiatan. 5. Pelaksanaan program dan kegiatan terlalu memikirkan efisiensi dan kurang memikirkan efektivitasnya. 6. Kurang akuntabel dalam pelaksanaan kegiatan. Jadi secara keseluruhan penerapan good governance yang bermasalah ada tujuh yaitu; 1) Penegakan aturan atau hukum, 2) Partisipasi, 3) Transparansi, 4) Kesetaraan, 5) Responsif, 6) Efektivitas dan Efisiensi, dan 7) Visi Strategi. Masalah yang hadapi tersebut disebabkan oleh: 1. Kualitas sumberdaya manusia pemerintahan nagari yang rendah dalam memahami dan menerapkan good governance.
108
2. Penguasaan konsep, materi dan kecakapan perangkat nagari yang masih kurang terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. 3. Belum ada sistem pelatihan yang memadai untuk peningkatan
kapasitas
pemerintahan nagari dalam melaksanakan goog governance. 4. Belum adanya pedoman kerja yang permanen dan pendampingan terhadap penerapan sistem tidak ada. 5. Belum adanya pola standar pelayanan minimum yang diterapkan secara konsisten 6. Hubungan kelembagaan yang belum harmonis 7. Ego sektoral kelembagaan yang tinggi. Ketujuh penyebab
tersebut peneliti
mengelompokannya
menjadi 4
kelompok, yaitu: 1. Kualitas sumberdaya manusia pemerintahan nagari. 2. Pedoman kerja pemerintahan nagari 3. Pendampingan 4. Hubungan kelembagaan. Setiap permasalahan di atas akan dilakukan analisis masing-masing. Hasil yang diharapkan dari pembahasan atau analisis ini adalah ditemukannya alternatif-alternatif pemecahan masalah, yang sangat berguna dalam penentuan strategi dan rencana program tindak lanjut.
6.1 Kualitas Sumberdaya Manusia Pemerintahan Nagari Permasalahan dengan sumberdaya manusia pemerintahan nagari adalah rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang ditandai dengan penguasaan konsep, materi dan kecakapan perangkat nagari dan belum adanya sistem pelatihan yang memadai untuk peningkatan kapasitas perangkat nagari. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah dalam memahami dan melaksanakan good governance sangat berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan nagari. Sehingga kemampuan dalam menjabarkan tugas dan fungsi, untuk menjadi penyelenggara pemerintahan yang baik belum bisa dicapai, akibatnya sumbangsih mereka terhadap pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan kurang. Juga pelatihan yang diterima perangkat nagari selama ini belum mempunyai pengaruh yang signifikan dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan.
109
6.1.1
Latar Belakang Pendidikan Tingkat pendidikan yang dimiliki perangkat nagari Andaleh cukup
beragam, mulai dari tamatan sekolah dasar sampai tamatan perguruan tinggi ada. Namun kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan tidak hanya ditentukan oleh pendidikan formal semata. Kapasitas Aparatur Pemerintah Nagari Andaleh berdasarkan pendidikan formal yang mereka tamatkan, adalah sebagaimana disajikan dalam Tabel 38. Tabel 38 Kapasitas Pendidikan Perangkat Nagari Pendidikan formal
Skor
Frekuensi
Total Skor
Keterangan
SD
1
5
5
1 = kurang
SLTP
2
0
0
2 = cukup
SLTA
3
6
18
3 = baik
PT
4
1
4
4 = sangat baik
2,25
Lebih dari cukup
Rata-rata Sumber : Data Olahan
Dengan skor rata-rata 2,25 berarti kondisi yang semacam ini akan bisa menjadi potensi ataupun bisa menjadi kendala dalam memacu kreativitas dan inovasi kerja perangkat nagari. Bila mereke mempunyai semangat untuk belajar tinggi, justru akan menjadi potensi bagi pemerintah nagari, tapi bila sebaliknya akan mendatangkan beban yang makin berat. Dilihat dari keberagaman pendidikan yang dimiliki aparatur pemerintahan nagari, dengan mayoritas mereka berpendidikan SLTA ke atas, sebenarnya mereka
mempunyai
potensi
yang
potensial
untuk
dikembangkan
dan
diberdayakan. Secara satu per satu latar belakang pendidikan terakhir dari perangkat nagari Andaleh adalah: 1.
1 (satu) orang tamatan DIII ekonomi.
2.
6 (enam) orang tamatan SLTA, yang terdiri dari: 1 orang tamatan SPK Kemantrian, 1 orang tamatan SMPS, 2 orang tamatan SMA dan 2 orang tamatan SMEA.
3.
5 (lima) orang tamatan sekolah dasar. Dengan
potensi
yang
dimiliki
sekarang,
sebenarnya
sudah
bisa
mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan nagari. Namun karena
110
di antara mereka belum terbentuk suatu tim kerja yang solid, hasil kerjanya juga belum maksimal. Kemampuan dalam mengolah, menganalisa, menilai dan mengungkapkan pemecahan suatu masalah, terutama bagi mereka yang berpendidikan menengah ke atas memiliki kapasitas yang berbeda. Kapasitasnya antara yang tamatan SPK dengan SMPS tidak sama, baik dari segi cara berpikir maupun dari cara dia bersikap dan cara kerjanya. Antara yang tamatan SMA dengan SMEA, juga tidak sama. Jadi masing-masing mereka kapasitasnya beda, walaupun tamatan sekolah yang setingkat. Bagi mereka yang hanya tamatan SD sebanyak 5 orang (41,67%) masih bisa dikembangkan karena pada dasarnya mereka ini mempunyai semangat kerja yang tinggi, sekalipun kemampuannya lebih rendah dari mereka tamatan sekolah lanjutan. Kemauan untuk bekerja dari mereka yang tamatan SD ini cukup tinggi, ini terbukti dalam melaksanakan suatu pekerjaan jarang sekali tugas-tugas yang diberikan wali nagari yang tidak selesai dalam waktu yang telah ditentukan. Di sini memberi gambaran bahwa kemauan juga sangat berpengaruh, tidak bisa didasarkan pada tingkat pendidikan formal semata, bisa saja seseorang yang memiliki pendidikan formal lebih rendah, mempunyai kemampuan melebihi dari kemampuan orang yang memiliki pendidikan formal lebih tinggi darinya. Jadi sumberdaya manusia yang dimiliki pemerintahan nagari Andaleh, ditinjau dari segi pendidikan formal cukup potensial. Permasalahannya sekarang adalah bagaimana mensinergikan kemampauan dan kapasitas yang mereka miliki. Hal ini menjadi penting untuk dilakukan, agar sikap dan kepribadian mereka bisa berubah menjadi suatu perilaku yang positif dalam memberdayakan masyarakat, untuk itu perlu upaya: 1. Mendorong adanya sharing diantara yang berpendidikan lebih tinggi dengan yang lebih rendah. 2. Menumbuhkan semangat untuk belajar untuk meningkatkan kemampuan dan kecakapan diri. 3. Menjadikan proses penyelenggaraan pemerintahan sebagai proses belajar terus menerus. 4. Tidak hanya menonjolkan imbalan uang, tapi lebih pada penyerapan pengetahuan.
111
6.1.2
Latar Belakang Pelatihan Pelatihan yang diberikan diharapkan mampu membangkitkan peran aktif
perangkat nagari dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari. Agar tugas dan fungsi pemerintahan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Latihan juga ditujukan agar pemerintah nagari memiliki kinerja dan kapasitas sumberdaya manusia yang memadai. Berbagai pelatihan telah banyak diselenggarakan,
selama lima tahun
terakhir oleh pemerintah daerah. Pelatihan dimaksud diberikan kepada: 1. Wali
Nagari,
telah
diberikan
pelatihan:
Administrasi
umum
nagari,
administrasi keuangan, administrasi kependudukan, administrasi pelayanan umum,
Penyusunan
anggaran
belanja,
penyusunan
program
kerja,
kesehatan dan keluarga berencana, penyusunan laporan keuangan, administrasi pelaporan kegiatan, perencanaan pembangunan nagari, tupoksi perangkat nagari, kamtibmas dan administrasi kearsipan. 2. Sekretaris nagari, telah diberikan pelatihan: Administrasi umum nagari, administrasi
keuangan,
administrasi
kependudukan,
pengolaan
harta
kekayaan nagari, penyusunan produk hokum nagari, administrasi pelayanan umum, Penyusunan anggaran belanja, penyusunan program kerja, bintek penyelenggaraan
pemerintahan,
kesehatan
dan
keluarga
berencana,
penyusunan laporan keuangan, pengelolaan invetaris kantor, administrasi pelaporan kegiatan, perencanaan pembangunan nagari, tupoksi perangkat nagari, kamtibmas, administrasi pertanahan, administrasi IMB dan kearsipan. 3. Kepala Urusan, telah diberikan pelatihan: Administrasi umum nagari, administrasi keuangan, administrasi kependudukan, penyusunan produk hukum nagari, administrasi pelayanan umum, Penyusunan anggaran belanja, penyusunan program kerja, penyusunan laporan keuangan, pengelolaan invetaris
kantor,
administrasi
pelaporan
kegiatan,
perencanaan
pembangunan nagari, tupoksi perangkat nagari, administrasi IMB dan kearsipan. 4. Wali
Jorong,
telah
diberikan
pelatihan:
Administrasi
umum
nagari,
administrasi kependudukan, penyusunan produk hukum nagari, administrasi pelayanan
umum,
Penyusunan
anggaran
belanja,
perencanaan
pembangunan nagari dan tupoksi perangkat nagari. Bila diamati secara seksama dari sekian banyak pelatihan yang diberikan pemerintah daerah, belum ada pelatihan yang fokus tentang pengelolaan tata
112
pemerintahan yang baik (good governance). Pelatihan yang diberikan masih bersifat sekedar memenuhi program yang ada dalam daftar anggaran satuan kerja (DASK), Belum memenuhi tuntutan kebutuhan operasional pemerintahan nagari. Hal ini sesuai yang dikatakan salah seorang perangkat nagari: “..... memang telah banyak bentuk-bentuk pelatihan yang telah diberikan oleh pemerintah daerah, melalui dinas-dinas dan kantor kepada aparatur pemerintahan nagari. Tapi kami merasakan pelatihan itu tidak memberi banyak masukan terhadap kami dalam menyelenggarakan pemerintahan nagari. Waktu yang disediakan untuk latihan sangat sempit sekali, berkisar antara 1 sampai 3 hari. Sementara materi yang disampaikan, berkisar dari itu ke itu saja tiap tahun, kalaupun ada yang baru, itu hanya sangat sedikit sekali. Hampir tidak ada hasil dari pelatihan tersebut yang dapat dioperasionalkan dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari. Dan juga tidak ada pemantauan lebih lanjut dari hasil pelatihan yang telah diberikan itu. Biasanya selesai pelatihan, terima amplop (Honor peserta) kami pulang, habis perkara”.
Dari tanggapan yang diberikan oleh perangkat nagari tersebut jelas bahwa hasil dari pelatihan yang mereka terima selama ini masih belum memberi manfaat yang signifikan terhadap keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan nagari. Untuk itu ke depan diharapkan adanya: 1. Pemberian kesempatan yang seluas-luasnya bagi perangkat nagari untuk mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan bidang tugasnya, dalam menyelenggarakan tata pemerintahan yang baik. 2. Sistem pelatihan dan materi pelatihan haruslah yang dapat menjawab persoalan yang dihadapi pemerintahan nagari. 3. Waktu yang disediakan untuk pelatihan haruslah memadai dan kegiatan tidak lagi bersifat sekedar memenuhi program yang dalam DASK, harus ada target untuk menjadikan perangkat nagari mampu mengerjakan apa yang diharapkan dari hasil pelatihan tersebut. 4. Anggaran yang memadai untuk pelatihan, baik yang tersedia di APB Nagari maupun yang dimiliki pemerintah, melalui dinas-dinas terkait. 5. Terkoodinasi dan tidak bersifat proyek yang harus selesai. 6. Adanya Badan atau Lembaga yang menangani secara khusus 6.1.3
Pengalaman Kerja dan Organisasi Pengalaman hidup seorang dapat menjadi suatu proses belajar yang
menentukan kapasitas diri seseorang. Salah satu contoh adalah seseorang yang dalam hidupnya menempuh banyak masalah dan kendala, lalu menjadi manusia yang berhasil, akan beda kapasitasnya dengan seseorang yang
113
mencapai suatu kesuksesan dengan memperoleh fasilitas hidup yang serba mudah. Pengalaman hidup biasanya terbentuk akibat dari proses menjalani suatu
peristiwa
kehidupan,
baik peristiwa
itu
menyenangkan
ataupun
menyusahkan, hal ini akan membentuk suatu pengalaman yang selalu tersimpan dalam memori kehidupan. Proses belajar yang paling efektif di luar sarana pendidikan formal adalah organisasi. Seseorang yang berkecimpung cukup lama dalam suatu oraganisasi akan mempengaruhi kapasitas diri mereka. Dalam organisasi orang akan belajar bagaimana menghargai pendapat orang lain, bagaimana menghormati orang, Bagaimana menyerap aspirasi dari orang lain dan bagaimana harus bersikap terhadap orang lain. Semua itu akan menempa diri seseorang dalam beraksi dan berinteraksi dengan orang-orang dalam dan luar organisasi. Jadi di sini organisasi merupakan media pembelajaran bagi orang yang mau bersosialisasi. Pengalaman organisasi perangkat nagari yang ada saat ini, hanya baru sebatas organisasi pemerintahan, baik itu pemerintahan desa maupun pemerintahan nagari. Untuk organisasi lain banyak diantara mereka yang tidak pernah ikut atau menjadi anggotanya. Dari 12 orang perangkat nagari hanya satu yang menjadi ketua kelompok arisan di pasukuannya. Ketiga hal yang menyangkut kualitas sumberdaya manusia pemerintahan nagari
dapat
ditarik
kesimpulan
bahwa
kualitas
sumberdaya
manusia
pemerintahan nagari masih rendah dan belum memadai, hal ini dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan yang belum sepenuhnya mampu menopang penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Pelatihan yang diberikan pemerintah masih bersifat serimonial dan kurang menjawab persoalan yang dihadapi pemerintahan nagari. Pengalaman berorganisasi perangkat nagari yang masih minim. Untuk itu ke depan perlu adanya: 1. Sharing antara perangkat nagari yang memiliki pendidikan dan kemapuan yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah. 2. Menumbuhkan semangat untuk belajar untuk meningkatkan kemampuan dan kecakapan diri. 3. Menjadikan proses penyelenggaraan pemerintahan sebagai proses belajar terus menerus. 4. Tidak menonjolkan imbalan uang, tapi lebih pada penyerapan pengetahuan
114
5. Pemberian kesempatan yang seluas-luasnya bagi perangkat nagari untuk mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan bidang tugasnya, dalam menyelenggarakan tata pemerintahan yang baik. 6. Sistem pelatihan dan materi pelatihan haruslah yang dapat menjawab persoalan yang dihadapi pemerintahan . 7. Waktu yang disediakan untuk pelatihan haruslah memadai dan kegiatan tidak lagi bersifat sekedar memenuhi program yang dalam DASK, harus ada target untuk menjadikan perangkat nagari mampu mengerjakan apa yang diharapkan dari hasil pelatihan tersebut. 8. Anggaran yang memadai untuk pelatihan, baik yang tersedia di APB Nagari maupun yang dimiliki pemerintah, melalui dinas-dinas terkait. 9. Terkoodinasi dan tidak bersifat proyek yang harus selesai. 10. Adanya Badan atau Lembaga yang menangani secara khusus.
6.2 Pedoman Kerja Pemerintahan Nagari Penyelenggaraan pemerintahan sampai pada level terendah, semenjak Proklamasi 17 Agustus 1945 telah mewarnai jalannya pemerintahan pada setiap level. Setiap ada peristiwa politik di Pemerintah Pusat, selalu memberi pengaruh terhadap eksistensi pemerintahan nagari sebagai pemerintahan terendah. Sistem pemerintahan yang diterapkan pada masa awal kemerdekaan (priode 1945 sampai dengan 1955) berbeda dengan orde lama. Sistem yang diterapkan pada masa orde baru berbeda dengan masa orde lama. Dan sistem yang diterapkan sekarang ini berbeda dengan sistem pada orde baru dan orde sebelumnya. Pemerintahan nagari dalam setiap perubahan tersebut selalu mendapat bagian dari konsekuensi perubahan tersebut. Putusan politik pemerint merupakan sumber yang menjadi pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan dari pusat sampai ke daerah terendah. Namun dalam perjalanannya putusan tersebut sering mengalami perubahan, sehingga pemerintahan terendah tidak mendapat pedoman kerja yang pasti dan permanent, hal ini terkait dengan : 6.2.1
Iklim Pemerintahan Negara Perlakuan terhadap pemerintahan nagari oleh Negara, pada setiap
momentum, telah menimbulkan beragam akibat terhadap perubahan perilaku masyarakat. Pada masa sistem demokrasi terpimpin, pemerintah nagari lebih didominasi oleh para tokoh politik lokal, tidak jarang terjadi satu nagari dijadikan
115
sebagai basis suatu partai politik, tergantung pada siapa yang berkuasa dan dari partai apa dia. Pada masa orde baru nagari atau desa adalah sasaran dan objek pembangunan, sehingga menimbulkan keterkekangan aspirasi, perencana pembangunan hanya milik beberapa orang elit yang menyebut dirinya sebagai tokoh. Apa yang terbaik menurut tokoh tersebut itulah yang terbaik buat masyarakat, walaupun dalam kenyataan tidak demikian. Pola
sentralistik
pemerintahan
yang
diterapkan,
akhirnya
menuai
ketidakberdayaan, karena tidak semua kebutuhan dasar masyarakat dapat dipenuhi oleh pemerintah. Menyadari hal tersebut, maka pola desentralisasi yang berbentuk pembagian tugas dan tanggungjawab antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan masyarakat, dianggap sebagai suatu kebutuhan yang mendesak. Di era sekarang ini paradigma pemerintahan telah mulai berubah, di mana masyarakat yang selama ini tidak didengar suaranya, sekarang diajak berpartisipasi dalam perumusan kebijakan yang menyangkut kebutuhan dasar mereka. Kondisi sekarang ini lebih memberi ruang gerak bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Pola perencanaan dari bawah sudah menjadi populer sekarang ini, walaupun dalam batas-batas tertentu. Semangat otonomi daerah telah membangkitkan semangat masyarakat untuk itu berpartisipasi dalam kegiatan atau program pemerintahan dan pembangunan kemasyarakatan. Otonomi juga telah mendorong masyarakat merasa memiliki dan merasakan bagian dari yang lain, keterasingan berakses dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat telah mulai berkurang. Persoalan sekarang yang ditemui adalah ketidaksiapan perangkat nagari menjalankan
perubahan
dan
otonomi
tersebut.
Pola
pikir
dan
pola
menyelesaikan pekerjaan, seperti mengancam, membujuk, mengintimidasi, menyalahkan, menyerang kepribadian dan sikap orang lain. Akan membuat pemerintahan menjadi lemah dan semakin jauh dari good governance. Untuk itu ke depan yang dalam penyelenggaraan pemerintahan perlu pimpinan dan aparatur pemerintahan nagari yang memiliki pola pikir maju dengan tujuan mengoptimalkan keberhasilan staf dan kelompok kerja dengan memberikan panutan dalam hal waktu dan usaha, membagi tanggungjawab dengan komunikasi dua arah dan menemukan kebijakan yang dapat memaksimalkan manfaat pengetahuan, keahlian, keterampilan dan pengalamannya.
116
6.2.2
Perubahan Undang Undang Tuntutan akan otonomi daerah yang belakang ini santer didengungkan
baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Belakangan ini masalah otonomi daerah telah menimbulkan permasalahan baru diantaranya semakin banyak praktek korupsi yang dilakukan oleh pejabat di daerah. Ini dikhawatirkan oleh sebagian kalangan akan merusak semangat otonomi itu sendiri dan yang paling dikawatirkan bila praktek-praktek demikian makin marak, pemerintah pusat menarik kembali wewenang yang telah diberikan. Dalam arti kata kembali sistem pemerintahan pada pola sentralisasi. Kekhawatiran ini cukup mendasar, sebagai bukti Undang Undang (UU) Nomor 22 tahun 1999, saat ini sudah yang ke tiga kali direvisi. Inti direvisinya UU tersebut pada hakekatnya mengurangi kewenangan pada pemerintah daerah. Praktek-praktek korupsi yang melibatkan aparat pemerintah daerah dan ditambah lagi penyalahgunaan wewenang, kerusuhan di saat pemilihan kepala daerah, telah menambah panjangnya agenda permasalahan di daerah. Akumulasi dari seluruh persoalan di daerah, akan mempengaruhi kebijakan dan putusan politik yang diambil oleh pemerintah pusat terhadap daerah. Perubahan putusan
politik
pemerintah
akan
berdampak
pada
penyelenggaraan
pemerintahan di tingkat terendah. Hal ini juga dirasakan oleh pemerintah nagari sebagai ujung tombak penyelenggaraan pemerintahan. Bukti yang dapat dikemukakan di sini adalah dengan perubahan UU No 22 tahun 1999 menjadi UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, telah memaksa pemerintah propinsi dan kabupaten merubah peraturan daerah (Perda) yang mereka keluarkan untuk pedoman sistem pemerintahan nagari. Saat ini jabatan wali nagari di Sumatera Barat didimisionerkan dengan mengangkat Pejabat Sementara Wali Nagari dengan masa jabatan sampai terpilihnya wali nagari difinitif. Pemilihan wali nagari belum bisa dilaksanakan, karena terhalangan Perda yang baru tentang Pemerintahan Nagari belum diUndang-kan oleh pemerintah Daerah. Langkah yang ditempuh sekarang ini baru pada tingkat Perda Propinsi. Perda tersebut harus dijabarkan lagi dalam bentuk Perda Kabupaten. Untuk Kabupaten Tanah Datar baru pada tingkat penyampaian draf rancangan dan akan dibahas pada persidangan tahun 2008 oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tanah Datar. Perubahan yang terjadi mengenai penyelenggaraan pemerintahan di tingkat terendah cukup substansial, terutama tentang fungsi, wewenang,
117
anggaran, hubungan ke pemerintahan tingkat atas dan pertanggungjawaban pemerintahan nagari berada dalam keadaan transisi. Jadi jelas di sini bahwa perubahan Undang-Undang mempunyai implikasi terhadap pemerintahan nagari. Karena penyelenggaraan pemerintahan di tingkat terendah tidak bisa dipisahkan dengan sistem penyelenggaraan pemerintahan di tingkat yang lebih tinggi. Stabilitas pemerintahan di tingkat pusat akan memberikan kenyamanan juga pada pemerintahan nagari yang berada pada level terendah. 6.2.3
Orientasi Pembangunan Paradigma
pembangunan
di
masa
orde
baru
dengan
sistem
sentralisasinya lebih mengedepankan pada pertumbuhan ekonomi dalam skala makro, namum dalam era sekarang paradigma berubah pada pemberdayaan atau lebih menekankan pada personal. Program pemberdayaan masyarakat yang ada sekarang ini adalah : 1). Program yang tumbuh dan berkembang dari dan oleh masyarakat sendiri : Program yang tumbuh dan berkembang dari dan oleh masyarakat sendiri disini muncul disebabkan adanya inisiatif dan itu dibutuhkan masyarkat untuk memenuhi kebutuhannya. Contoh yang dapat diberi disini adalah arisan adat pasukuan (dulu namanya julo-julo) dan majelis taqlim. Pemberdayaan
yang
dilakukan
dalam
kegiatan/program
ini
adalah
pemberdayaan sumberdaya manusia dan pemberdayaan ekonomi. Melalui kegiatan arisan adat pasukuan terjadi peningkatan pengetahuan tentang adat dan budaya minangkabau dan menjadi sarana alternatif untuk mengembangkan ekonomi melalui kegiatan simpan pinjam. Sedangkan untuk kegiatan majelis taqlim dapat mencerahkan kehidupan masyarakat yang memiliki tuntunan kehidupan yang pasti. Dalam Program ini pengelolaan perencanaan dan sumberdaya di tingkat komunitas nagari dapat dilakukan melalui pendekatan: (1) masyarakat menjadi partisipan aktif dalam proses pembangunan. Komunitas lokal (local resident) anak nagari memegang tanggungjawab utama dalam hal: (i) memutuskan apa yang menjadi kebutuhan komunitas, (ii) bagaimana memenuhi kebutuhan itu, dan (iii) menggerakannya, (2) Pendekatan konflik, perubahan struktur komunitas lebih diarahkan pada penciptaan pemerataan dan keadilan, dan (3) Pendampingan teknik (technical assistance), diarahkan pada
pengembangan
masyarakat
untuk
pengembangan
ekonomi,
118
pengembangan sistem pelayanan sosial dan koordinasi atas pelayanan yang ada. Ketiga pendekatan di atas dalam pengembangan masyarakat nagari, diharapkan
mampu
membangkitkan
kesadarannya
untuk
mampu
merencanakan dan mengelola sumberdaya yang mereka miliki seperti sumberdaya alam, sumberdaya ekonomi dan sumberdaya manusia sehingga menjadi suatu kapasitas lokal (local capacity). Kapasitas lokal yang dimaksud adalah kapasitas pemerintahan nagari, kapasitas kelembagaan-kelembagaan lain di nagari dan kapasitas masyarakat nagari. Dalam era otonomi daerah sekarang ini masyarakat didorong untuk mampu merumuskan dan menentukan kebutuhan organisasi dan
kebutuhan
masyarakatnya. Masyarakat nagari diharapkan dapat bebas menentukan akan kebutuhan operasional pemerintahan nagari, kebutuhan lembaga lokal seperti keluarga, kaum dan suku, juga lembaga formal lainnya seperti Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN), Kerapatan Adat Nagari (KAN), Lembaga Pembangunan Masyarakat (LPM) dan sebagainya. 2). Program yang datang dari Pemerintah: Program pemerintah untuk pengembangan masyarakat dilakukan melalui penerapan sistem pemerintahan nagari yang bertujuan menggali potensi masyarakat adat dan anak nagari untuk ikut serta menyukseskan penyelenggaraan pemerintahan, untuk tumbuhnya partisipasi, kepercayaan, prakarsa dan kreativitas masyarakat. Program yang disuguhkan kepada pemerintah
nagari adalah bersifat
kegiatan proyek program,
yang
didokumentasikan dalam daftar anggaran satu kerja (DASK), yang terdapat pada kantor-kantor kecamatan dan dinas tekhnis. Pemerintah menyediakan dana dan menfasilitasi dengan tenaga teknis, pelaksana adalah masyarakat dan
pengadministrasian
tetap
pada
instansi
bersangkutan.
Jadi
pemerintahan nagari dan masyarakat hanya sebagai penerima pasif. 3) Program sharing antara pemerintan dan masyarakat: Program yang telah berkembang di masyarakat nagari Andaleh yang merupakan
sharing
antara
pemerintah
dan
masyarakat
adalah
penyelenggaraan KWT terpadu yang telah berlangsung semenjak tahun 2005. pemerintah bertindak sebagai fasilisator dan penyedia tenaga tenaga teknis ahli dan masyarakat atau anggota kelompok tani sebagai pelaksana.
119
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keputusan politik pemerintah, baik yang dipengaruhi iklim pemerintahan, perubahan perundangundangan maupun perubahan orientasi pembangunan selalu mempengaruhi penyelenggaraan pemerintahan nagari. Putusan yang diambil dalam setiap momentum
tersebut
akan
menjadi
pedoman
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan di tingkat terendah. Agar pemerintahan terendah mempunyai pedoman kerja yang jelas, maka diperlukan adanya: a. Jaminan eksistensi pemerintahan terendah yang betul-betul otonom untuk menerapkan good governance. b. Pedoman kerja yang jelas dan baku dari Pemerintahan Terendah yang lebih memberdayakan. c. Pengakuan keberagaman dari sistem lokal yang dihormati dan diakui eksistensinya oleh pemerintah.
6.3 Pendampingan Sistem pemerintahan nagari yang diterapkan sekarang ini merupakan baru untuk banyak orang, sistem ini sebelumnya memang sudah ada, tapi karena sudah terlalu lama ditinggalkan, maka penerapannya masih banyak samar-samar dengan sistem ini. Untuk itu perlu ada pendampingan oleh tenaga ahli sosial kemasyarakatan atau ahli manajemen pemerintahan,
agar pelaksanaan
pemerintahan bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan menjadikan pemerintahan nagari yang mampu menerapkan good governance. Tujuan pendampingan adalah supaya pemerintahan nagari bisa lebih terarah sesuai dengan tujuan dari sistem itu sendiri. Dan yang lebih penting adalah agar kelompok-kelompok masyarakat yang termarjinalkan selama ini, bisa kembali eksis dalam pemerintahan nagari. Pendampingan disini tidak bersifat menggurui atau mendominasi kebijakan, tetapi lebih diarahkan pada membentuk kesetaraan dan kesejajaran antara pemarintah dengan masyarakat dan pemerintahan nagari dengan pemerintahan yang lebih tinggi. Sehingga pendekatan yang bersifat bottom-to-top (dari bawah ke atas) bisa dikonkritkan dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari. Kelompok-kelompok
rentan,
seperti
keluarga
miskin,
penganggur,
penyandang cacad dan penyandang masalah sosial lainnya bisa mendapat perhatian yang lebih. Pendamping disini tidak hanya terfokus pada sistem pemerintahan semata, tapi bagaimana membuat sistem pemerintahan tersebut
120
bisa mengakomodir permasalahan dari kelompok rentan, termasuk mereka yang selama ini tidak bisa akses pada pemerintah. Untuk lebih terincinya fungsi pendamping adalah untuk: a. Pemungkin (enabling) atau fasilitasi. Merupakan
fungsi
yang
berkaitan
dengan
pemberian
motivasi
dan
kesempatan bagi perangkat nagari dan masyarakat. Peran pendampingan di sini dapat berupa antara lain menjadi: •
Inspirator penyelenggara pemerintahan nagari, supaya mereka lebih bergairah menjadikan kelompok-kelompok masyarakat yang sebelumnya dimarjinalkan, untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari.
•
Mediasi dan negosiasi, membangun kesepakatan bersama antara masyarakat, pemerintahan nagari dan pemerintah tingkat atas yang menyangkut kebutuhan masyarakat.
•
Menularkan pengetahuan dan pengalaman hidup yang dimiliki petugas atau pendamping, untuk memberdayakan aparatur pemerintahan nagari dan masyarakat.
•
Motivator pemerintah nagari
dalam menerapkan good governance,
sehingga tercipta pemerintahan nagari yang: partisipatif, taat aturan, transparan, responsif, konsens, egaliter, efektif dan efesien, akuntabel dan visioner. •
Penghubung antar lembaga di Nagari
b. Penguatan (empowering). Fungsi ini berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan guna memperkuat kapasitas masyarakat (capacity building). Pendamping berperan aktif sebagai: •
Agen yang memberikan masukan positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya, agar bargaining position pemerintahan nagari makin kuat dalam pemberdayaan masyarakat.
•
Penggagas dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat, untuk menciptakan pembaharuan, melalui ide dan gagasan yang produktif.
•
Pembangkit kesadaran masyarakat, untuk menjadikan dan sekaligus pengawas dalam good governance.
121
•
Impormen
yang
selalu
komunikatif
membutuhkan informasi tentang
terhadap
siapa
saja
yang
kepemerintahan yang baik untuk
memberdayakan masyarakat. •
Konfrontator
dalam
mengangkat
keterkekangan
masyarakat
oleh
penguasa (dibidang ekonomi, politik dan akses lain). •
Penyelenggara pelatihan bagi masyarakat adalah beberapa tugas yang berkaitan dengan fungsi penguatan. Sehingga posisi pemerintahan nagari diharapkan akan semakin kuat dan bisa bekerja secara maksimal untuk mencapai good governance.
c. Perlindungan (protecting). Fungsi ini berkaitan dengan interaksi antara pendamping dengan lembagalembaga atas nama dan demi kepentingan masyarakat dampingannya. Tugasnya: •
Mencari sumber-sumber yang dapat memberikan protektif, terhadap masyarakat.
•
Melakukan pembelaan terhadap hak-hak privat dan publik masyarakat.
•
Menggunakan media dalam meyuarakan kepentingan masyarakat.
•
Meningkatkan hubungan antar dan inter masyarakat dengan pemerintah dan pelaku usaha.
•
Membangun jaringan kerja, seluruh stakeholder untuk menunjang pencapaian kesejahteraan dalam hubungan yang setara dan saling menghormati.
•
Konsultan, yang tidak hanya memberi dan menerima saran-saran, melainkan
juga
pemahaman
memproses
yang
mengidentifikasi
lebih
yang baik
ditujukan mengenai
prosedur-prosedur
bagi
untuk
memperoleh
pilihan-pilihan
tindakan-tindakan
dan yang
diperlukan. Dengan demikian keberfungsian pemerintahan akan lebih nyata. d. Pendukung (supporting). Merupakan
aplikasi
keterampilan
yang
bersifat
praktis
yang
dapat
mendukung terjadinya perubahan positif pada masyarakat dan perangkat nagari. Pendamping tidak hanya dituntut mampu menjadi manager perubahan melakukan:
yang
mengorganisir
kelompok,
melainkan
mampu
pula
122
•
Tugas-tugas teknis sesuai keterampilan dasar, seperti melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi, bernegosiasi, berkomunikasi dan mencari serta mengatur sumber dana.
•
Menjadikan pemerintahan nagari bisa memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat melalui penerapan prinsip goog governance.
e. Pemelihara Memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Sehingga ada jaminan yang mengatur hubungan antara masyarakat dengan pemerintah. Interaksi positif akan terjadi melalui pelatihan yang dilaksanakan, diharapkan akan memunculkan motivasi diri dari perangkat nagari, sehingga kapasitas pemerintahan nagari menjadi kuat. Interaksi pendamping dengan pemerintah nagari akan menguatkan posisi pemerintahan nagari, sehingga memiliki posisi daya tawar yang tinggi (bargaining power) terhadap kelembagaan lain dan pemerintahan tingkat atas. Pendampingan sebagaimana yang diharapkan sebagaimana di atas, belum berjalan. Pendamping baru sebatas pengawasan oleh camat secara struktural, sementara secara fungsional belum ada lembaga atau personil yang ditunjuk khusus menangani masalah ini. Untuk itu ke depan perlu ada pendampingan agar penyelenggaraan pemerintahan nagari bisa berhasil dengan baik. 6.4 Hubungan Kelembagaan Hubungan yang dimaksud di sini adalah hubungan antara Pemerintah Nagari dengan lembaga-lembaga lokal atau lembaga mitra pemerintah di tingkat nagari. Permasalahan yang ada sekarang adalah adanya keretakan hubungan antara BPRN dengan pemerintah nagari. Permasalahan ini saling mengganggu penyelenggaraan pemerintahan, banyak pekerjaan yang menjadi terbengkalai, hal ini disebabkan oleh: 1. Ego sektoral yang terlalu ditonjolkan 2. Pengaruh paradigma lama 3. Belum adanya sharing yang saling menguntungkan 4. Pengaruh elit nagari (lokal) yang terlalu dominan 5. Sistem kerja yang belum jelas batasannya Perilaku yang demikian telah menyebabkan hubungan kelembagaan di nagari menjadi tidak normal, akibatnya pencapaian tujuan yang dicitakan
123
menjadi buyar. Di antara kelima penyebab di atas yang paling besar pengaruhnya adalah elit lokal dan pengaruh paradigma lama tentang pemerintahan desa yang masih tertanam dalam diri beberapa orang perangkat nagari. Dengan situasi yang telah berubah seharusnya baik elit lokal maupun mantan pejabat desa, harus pandai membaca tanda-tanda perubahan dan menjadikannya sebagai kekuatan untuk pemberdayaan masyarakat. Kekurangharmonisan antara pemerintah nagari dengan badan perwakilan rakyat nagari (BPRN), berawal dari 3 orang anggota BPRN terlibat sebagai calon wali nagari. Anggota yang kalah kemudian memposisikan diri sebagai oposisi dari wali nagari terpilih. Situasi demikian berlangsung cukup lama, hubungan kedua lembaga ini menjadi renggang. Kondisi semacam ini juga dipicu oleh proses dukung mendukung antar kandidat yang tidak mengenal puas, diantara sesama anggota BPRN. Calon yang kalah tidak mengakui pemenang dan yang menang kurang menghargai yang kalah, akhir terjadi persiteruan yang tiada akhir. Ini sesuai yang dikemukakan oleh salah seorang tokoh agama LM: “Hubungan BPRN dengan pemerintah nagari selama ini selalu tidak akur, masing-masing memperhatahan gengsi yang tak seharusnya, terutama antara wali nagari dan anggota BPRN. Sementara sumberdaya manusia BPRN sangat baik untuk ukuran nagari ini, namun karena dari awal sudah terjadi gesekan pribadi antara wali nagari dan pendukung yang kemudian menjadi perangkat nagari dengan beberapa orang anggota BPRN, akibatnya terjadi hubungan yang kurang harmonis. BPRN kurang berkonstribusi terhadap pemerintah nagari dan pemerintah nagari kurang merespon aspirasi yang ada di BPRN. Sehingga kinerja kedua lembaga menjadi rendah.”
Pola
hubungan
yang
tidak
baik,
telah
berakibat
burut
terhadap
penyelenggaraan pemerintahan nagari. Pertanggungjawaban wali nagari tidak diterima oleh BPRN. BPRN juga tidak dapat menetapkan peraturan nagari karena ditolak oleh wali nagari. Kedua lembaga ini saling mencari kelemahan masing-masing untuk dijadikan senjata untuk menyerang. APB Nagari lebih banyak hanya mengacu pada anggaran tahun sebelumnya. Perselisihan ini telah dimediasi oleh camat, tapi suasana tetap tidak kondusif. Akhirnya BPRN mengajukan pemberhentian wali nagari, untuk yang kesekiankalinya pada bupati dan akhirnya bupati juga mengabulkan serta mengangkat pejabat sementara wali nagari sesuai yang diusulkan BPRN, namun permasalahan tidak berakhir sampai di situ, pihak yang bersimpati dengan wali nagari lama, melakukan perlawanan dengan cara tidak ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan.
124
Kelembagaan pemerintah akan menjadi kuat bila ditopang oleh lembagalembaga yang ada. Kekuatan pemerintah sebenarnya terletak pada bagaimana pemerintah itu memposisikan diri terhadap lembaga yang ada, bila posisi pemerintah itu bersifat memberdayakan dan mengayomi serta melindungi, maka posisi pemerintah akan semakin kuat. Sebaliknya bila pemerintah memposisikan diri sebagai penguasa, memperdayai dan mengeksploitasi, maka posisi yang diambil pemerintah sebenarnya pada posisi yang lemah.
6.5 Ikhtisar Permasalahan yang dihadapi pemerintahan nagari Andaleh saat ini adalah: 1. Kualitas sumberdaya manusia pemerintahan nagari Pemahaman dan pelaksanaan good governance oleh penyelenggara pemerintahan nagari yang belum baik. Di mana kemampuan mereka menjabarkan
tugas
dan
fungsinya
yang
masih
rendah,
akibatnya
sumbangsihnya terhadap pelaksanaan tugas jadi kurang. Pendidikan formal yang dimiliki perangkat nagari cukup potensial untuk dikembangkan menjadi kapasitas yang lebih besar. Pelatihan yang mereka terima sebelumnya juga telah banyak, namun yang
signifikan
dalam
pelaksanaan
belum memberi pengaruh
penyelenggaraan
pemerintahan.
Permasalahannya terletak pada bagaimana mensinergikan kemampuan yang merek dimiliki dan merubah sikap dan kepribadian mereka menjadi prilaku positif untuk kesuksesan penyelenggaraan pemerintahan nagari yang baik. Untuk itu ke depan perlu adanya: a. Sharing antara perangkat nagari yang memiliki pendidikan dan kemapuan yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah. b. Menumbuhkan semangat untuk belajar untuk meningkatkan kemampuan dan kecakapan diri. c. Menjadikan proses penyelenggaraan pemerintahan sebagai proses belajar terus menerus. d. Tidak
menonjolkan
imbalan
uang,
tapi
lebih
pada
penyerapan
pengetahuan. e. Pemberian kesempatan yang seluas-luasnya bagi perangkat nagari untuk mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan bidang tugasnya, dalam menyelenggarakan tata pemerintahan yang baik.
125
f.
Sistem pelatihan dan materi pelatihan haruslah yang dapat menjawab persoalan yang dihadapi pemerintahan .
g. Waktu yang disediakan untuk pelatihan haruslah memadai dan kegiatan tidak lagi bersifat sekedar memenuhi program yang dalam DASK, harus ada target untuk menjadikan perangkat nagari mampu mengerjakan apa yang diharapkan dari hasil pelatihan tersebut. h. Anggaran yang memadai untuk pelatihan, baik yang tersedia di APB Nagari maupun yang dimiliki pemerintah, melalui dinas-dinas terkait. i.
Terkoodinasi dan tidak bersifat proyek yang harus selesai.
j.
Adanya Badan atau Lembaga yang menangani secara khusus.
2. Pedoman Kerja Pemerintahan Nagari Perubahan
keputusan
politik
pemerintah,
selalu
mempengaruhi
penyelenggaraan pemerintahan terendah, karena setiap keputusan tersebut akan menjadi pedoman penyelenggaraan pemerintahan. Iklim pemerintahan, perubahan perundang-undangan dan perubahan orientasi pembangunan yang terlalu sering, membawa kebingungan pada pemerintahan terendah dalam mengambil pedoman untuk penyelenggaraan pemerintahan. Agar pemerintahan terendah mempunyai pedoman kerja yang jelas, maka diperlukan adanya: a. Jaminan eksistensi pemerintahan terendah yang betul-betul otonom untuk menerapkan good governance. b. Pedoman kerja yang jelas dan baku untuk Pemerintahan Terendah agar lebih memberdayakan. c. Pengakuan keberagaman dari sistem lokal yang dihormati dan diakui eksistensinya oleh pemerintah. 3. Pendampingan Pendampingan dilakukan supaya penyelenggaraan
pemerintahan
nagari bisa lebih terarah sesuai dengan tujuan. Dan yang lebih penting adalah agar kelompok-kelompok masyarakat yang termarjinalkan selama ini, bisa kembali eksis dalam pemerintahan nagari. Pendampingan di sini tidak menggurui atau mendominasi kebijakan, tetapi lebih diarahkan pada membentuk
kesetaraan
dan
kesejajaran
antara
pemarintah
dengan
masyarakat dan pemerintahan nagari dengan pemerintahan yang lebih tinggi. Sehingga pendekatan yang bersifat bottom-to-top bisa dikonkritkan dalam penyelenggaraan
pemerintahan
nagari.
Pendampingan
diperlukan
126
pemerintahan nagari untuk memfasilitasi, memberi kekuatan, memberi perlindungan dan memberi dorongan serta menjaga kondisi agar tetap kondusif, untuk menjamin keselarasan dan keseimbangan dalam masyarakat dan pemerintahan nagari, Agar pemerintahan nagari mampu menerapkan prinsip good governance. 4. Hubungan kelembagaan Hubungan antar kelembagaan akan memberikan pengaruh tehadap penyelenggaraan pemerintahan nagari. Bila hubungan berjalan baik, maka akan mendorong pelaksanaan good governance. Tetapi hal ini belum bisa dicapai, masih ada lembaga di nagari yang hubungannya belum harmonis. Untuk itu ke depan perlu adanya: a. Meminimalisir ego sektoral kelembagaan yang ada. b. Mengurangi pengaruh paradigma lama yang negatif. c. Sharing yang saling menguntungkan d. Mengurangi pengaruh elit lokal yang terlalu dominan mengatasnamakan masyarakat. e. Sistem kerja yang jelas dari masing-masing lembaga yang ada.