BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1
Simpulan Pada bagian simpulan ini penulis mengambil kesimpulan yang terkait
dengan pertanyaan penelitian dan tujuan penelitian pada Bab I. 1. Pertamina memiliki kekuatan jaringan outlet penjualan yang tersebar di seluruh Indonesia. Kekuatan jaringan outlet penjualan ini juga disertai oleh kekuatan sarana dan fasilitas distribusi BBM yang mendukung kontinuitas ketersediaan produk. 2. Kualitas layanan yang diberikan Pertamina masih belum dapat mengimbangi layanan yang diberikan pesaing. Waktu antrian pengisian BBM yang lebih lama, tidak fokusnya Pertamina menangani konsumen BBM non subsidi karena menyatunya outlet penjualan BBM subsidi dan non subsidi, membuat Pertamina tidak menjadi pilihan utama konsumen BBM non subsidi. 3. Pertamina belum melakukan promosi dengan efektif untuk produk BBM ritel non subsidi karena keterbatasan anggaran. Diferensiasi untuk masing-masing jenis produk juga belum jelas dikomunikasikan kepada target pasar. 4. Produk BBM non subsidi Pertamina merupakan produk yang berkualitas. Pertamina juga terus melakukan penelitian dan pengembangan produk untuk memenuhi spesifikasi yang lebih tinggi seiring dengan perkembangan teknologi permesinan. 5. Merek produk Pertamina untuk BBM ritel non subsidi untuk Pertamax lebih unggul dibandingkan pesaing di kelasnya, namun untuk Pertamax Plus masih kalah. Sedangkan untuk Pertamina Dex, secara spesifikasi lebih unggul
102
dibandingkan pesaingnya, namun belum digarap dengan maksimal. Pertamax Racing dan Pertalite merupakan produk yang tidak memiliki pesaing di Indonesia. Di sisi lain, rendahnya efektivitas promosi untuk Pertamax Series mengakibatkan persepsi konsumen terhadap Pertamax Series secara keseluruhan belum terbentuk secara positif. 6. Merek perusahaan Pertamina walaupun di Indonesia sudah dikenal sejak lama, belum mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri, hal ini antara lain disebabkan karakteristik konsumen Indonesia yang masih mengagungkan produk luar negeri. Selain itu citra Pertamina sebagai perusahaan yang kental dengan nuansa korupsi, kolusi, dan nepotisme masih melekat pada Pertamina. 7. Untuk memenangkan persaingan di bisnis BBM ritel non subsidi, Pertamina dapat
menggunakan
strategi
best
cost
provider,
yaitu
dengan
mengkombinasikan strategi biaya rendah dan diferensiasi. 5.2
Saran Pada bagian akhir penelitian, penulis memberikan saran terkait penelitian yang
telah dilakukan. Saran untuk Pertamina berdasarkan analisa yang telah dilakukan antara lain: 1. Untuk menurunkan harga pokok produksi, Pertamina disarankan membangun kilang pengolahan baru dengan kompleksitas tinggi. Pembangunan kilang tersebut juga dapat dilakukan dengan upgrading kilang yang telah ada. Selain untuk menurunkan harga pokok produksi terkait dengan strategi best cost provider,
upgrading
kilang
juga
dilakukan
untuk
mengantisipasi
meningkatnya kebutuhan BBM non subsidi dengan requirement lebih tinggi di 103
masa yang akan datang dan meningkatkan daya tawar Pertamina kepada pemasok. 2. Strategi low cost dapat juga dapat dilakukan dengan jalan melakukan impor langsung produk BBM non subsidi. Dengan melakukan impor produk secara langsung maka Pertamina tidak perlu melakukan produksi BBM di kilang sehingga biaya produksi kilang yang tinggi dapat lebih ditekan. 3. Terkait strategi diferensiasi, Pertamina perlu melakukan tahapan segmenting, targeting, dan positioning (STP) atas produk-produk yang telah ada. Repositioning dan rebranding atas produk-produk Pertamina dapat dilakukan untuk penataan ulang produk BBM non subsidi Pertamina. Setelah tahapan STP dilakukan, maka diferensiasi atas tiap produk BBM non subsidi akan dapat ditentukan lebih baik. 4. Diferensiasi yang dilakukan Pertamina harus dikomunikasikan kepada seluruh segmen pelanggan dengan baik. Kegiatan promosi yang efektif dan efisien harus dilakukan, sehingga keterbatasan anggaran tidak akan lagi menjadi kendala. Hal ini penting agar strategi diferensiasi produk Pertamina dapat berhasil dan menjadi sumber keunggulan. Marketing communication yang jitu diperlukan untuk membangun persepsi pelanggan bahwa produk Pertamina lebih berkualitas dibandingkan produk pesaing. Pertamina dapat menggandeng konsultan pemasaran yang berkualitas untuk
menangani komunikasi
pemasaran produk-produk Pertamina. 5. Pertamina memiliki competency gap pada service excellence untuk layanan pelanggan BBM non subsidi, untuk itu perbaikan dan pengembangan service
104
excellence Pertamina harus dilakukan agar dapat lebih baik daripada layanan pesaing. Beberapa hal yang sudah dilakukan Pertamina, seperti red carpet, harus dijalankan dengan konsisten. Waktu antrian yang lebih cepat dapat dilakukan dengan cara menambah titik nozzle pengisian BBM non subsidi, namun dengan catatan antrian pengisian BBM subsidi tidak boleh menutupi ruang masuk antrian BBM non subsidi. 6. Menyediakan fasilitas penunjang yang berbeda dengan SPBU pesaing, sehingga dapat menjadi pendukung diferensiasi SPBU Pertamina. Misalnya dengan menyediakan sarana terlengkap, mulai dari convenience store, ATM, cuci mobil, rumah makan, café, bengkel reparasi ringan, meeting point, dan sarana lain yang tidak dijumpai di SPBU pesaing. 7. Memaksimalkan kekuatan di sebaran jaringan outlet dengan menutup celahcelah lokasi strategis yang kemungkinan akan diambil pesaing di masa depan (Netz & Taylor, 2002). Pertamina dapat menggunakan anak perusahaannya, Pertamina Retail, untuk membangun SPBU-SPBU dengan spesifikasi yang khusus. 8. Strategi peluncuran Pertalite dapat ditiru untuk produk bahan bakar diesel.
Pertamina dapat meluncurkan bahan bakar diesel non subsidi dengan harga di antara Solar dan Pertamina Dex. Tindakan ini berguna untuk menambah keuntungan penjualan BBM non subsidi, serta mengurangi kerugian Pertamina yang mungkin muncul dalam penjualan Solar subsidi. Kerugian dari penjualan Solar akan muncul apabila Solar dijual lebih rendah dibandingkan harga keekonomian dan selisihnya lebih besar dari Rp1.000,00,
105
karena subsidi yang dibayarkan Pemerintah untuk produk Solar hanya Rp1.000,00 per liter. 9. Pertamina harus meyakinkan pemerintah untuk tidak lagi melakukan intervensi atas kebijakan korporasi yang tidak menyangkut BBM bersubsidi. Seperti intervensi harga Premium dan Pertamax Series, serta peluncuran produk baru Pertamina (Pertalite), karena hal tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan Badan Usaha penyalur BBM. 10. Meminta dukungan Pemerintah untuk mendorong majunya Pertamina dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang pro Pertamina, seperti memperkecil disparitas antara harga BBM bersubsidi dan non subsidi agar kerugian Pertamina pada sektor BBM subsidi (produk Premium dan Solar) dapat diminimalkan dan sekaligus memperbesar volume penjualan BBM non subsidi. 11. Pertamina dapat meminta perlakuan khusus kepada Pemerintah Republik Indonesia, yang juga menjadi pemegang saham Pertamina, untuk mendukung secara penuh kiprah Pertamina di dalam dan luar negeri. Pemain ritel asing hanya boleh membuka SPBU di Indonesia dengan kewajiban membangun storage dan kilang pengolahan di Indonesia. Hal ini juga akan sangat bermanfaat untuk ketahanan energi di Indonesia.
106