perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini terdiri atas dua subbab yaitu simpulan dan saran. Bagian simpulan memaparkan tentang keseluruhan hasil penelitian secara garis besar yang meliputi strategi penolakan, jenis tuturan yang berilokusi penolakan, teknik penerjemahan untuk menerjemahkan kalimat yang merepresentasikan tuturan penolakan, dan kualitas terjemahan novel „The Deception Point’. Bagian saran memaparkan masukan Peneliti bagi Penerjemah dan penelitian-penelitian berikutnya yang sejenis. A. Simpulan 1.
Strategi Penolakan dalam Novel ‘The Deception Point’ Analisis strategi penolakan pada novel „The Deception Point‟ menunjukkan bahwa percakapan pada novel mengandung penolakan tunggal dan rangkaian penolakan (refusal set). Tuturan penolakan pada novel tersebut terdiri atas tiga kategori: strategi penolakan langsung, strategi penolakan tidak langsung, kombinasi strategi penolakan langsung dan tidak langsung. Strategi
penolakan
langsung
diungkapkan
penutur
dengan
menggunakan sebuah tuturan penolakan tunggal yang berfungsi sebagai inti penolakan (main refusal). Dalam penelitian ini ditemukan sebagian kecil data yang tergolong strategi penolakan langsung. Data tersebut berupa pernyataan non performatif, yang terdiri atas pernyataan dengan kata „tidak‟ dan pernyataan ketidakmampuan penutur. Strategi penolakan tidak langsung yang terdapat dalam novel paling dominan digunakan oleh penutur saat melakukan penolakan, dibandingkan dua strategi penolakan lainnya. Strategi penolakan tidak langsung diungkapkan dengan dua cara, yaitu dengan sebuah strategi penolakan tidak langsung saja (1 tuturan sebagai main refusal) dan dengan kombinasi dua atau lebih strategi penolakan tidak langsung (dua sampai enam tuturan yang bisa berfungsi sebagai pre refusal, main commit to user refusal, post refusal). Sebuah strategi penolakan langsung yang berisi 246
perpustakaan.uns.ac.id
247 digilib.uns.ac.id
tuturan tertentu digunakan penutur karena penolakan yang dilakukan sudah dirasa cukup mewakili tanpa mengaplikasikan strategi lainnya (pre refusal maupun post refusal). Sementara itu, dua atau sampai enam strategi penolakan tidak langsung atau tuturan berilokusi penolakan sering digunakan penutur karena penutur ingin memberikan penolakan yang tidak menyinggung perasaan mitra tuturnya dan berterima. Selain itu, penutur yang menerapkan kombinasi berbagai strategi penolakan tidak langsung (rangkaian tuturan) dalam novel „The Deception Point’ bermaksud untuk menunjukkan bahwa dirinya benar-benar tidak bisa melakukan (mengabulkan) keinginan mitra tutur yang dianggap bertentangan dengan keinginan penuturnya dan tetap mempertahankan pendiriannya untuk tidak melakukannya sekaligus tidak mengancam muka MT-nya. Hal ini berkaitan dengan tema novel yang berbau politik sehingga banyak ditemukan perintah atau permintaan atau tawaran yang disertai paksaan atau ancaman (sebagai tuturan pemicu atau initiating speech act) dari mitra tutur yang akhirnya menimbulkan adanya tuturan penolakan (refusal act) dari penutur. Maka, penutur mencoba menolaknya dengan kombinasi berbagai strategi penolakan tersebut supaya mitra tutur (pihak yang berkuasa) memahami posisi penutur (pihak yang lemah atau dipaksa melakukan sesuatu). Strategi penolakan tidak langsung yang ditemukan dalam novel antara lain berupa: strategi menyatakan penyesalan, menyatakan filosofi, menyatakan prinsip, menyatakan pengandaian, memberikan alternatif lain, meyakinkan MT, mengabulkan sebenarnya menolak, melakukan penghindaran verbal, dan memberikan penjelasan. Masing-masing strategi penolakan tersebut masih terpecah menjadi sub-sub strategi lagi. Sementara itu, penggunaan kombinasi strategi penolakan langsung dan tidak langsung yang ditemukan dalam penelitian ini berfrekuensi kecil. Strategi ini diawali dengan strategi penolakan langsung kemudian disusul strategi tidak langsung. Tokoh-tokoh novel sebagai penutur menggunakan strategi ini disebabkan karena penutur merasa penolakan langsung yang dilakukan telahto menyinggung perasaan MTnya dan commit user
248 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemudian menyertakan strategi penolakan tidak langsung supaya MT mau memahami hal yang melatarbelakangi penolakan langsung tersebut sehingga kedua belah pihak bisa saling bekerjasama untuk saling memahami situasi yang terjadi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa “Semakin banyak rangkaian strategi penolakan (refusal set), semakin menunjukkan keengganan atau ketidakmauan penutur terhadap keinginan mitra tuturnya” Dalam kaitannya dengan fungsinya, strategi penolakan mempunyai tiga fungsi yaitu sebagai pre refusal, main refusal, dan post refusal. strategi yang berfungsi sebagai pre refusal adalah strategi penolakan tidak langsung, yang terdiri atas strategi menyatakan penyesalan (meminta maaf), menerima sebenarnya menolak (seolah mengabulkan), dan
melakukan
penghindaran
(mengulang
pernyataan
MT
dan
memanggil). Strategi yang berfungsi sebagai main refusal adalah strategi penolakan langsung dan tidak langsung. Strategi penolakan langsung terdiri atas strategi pernyataan non performatif. Sementara itu, strategi penolakan tidak langsung terdiri atas strategi memberikan penjelasan, memberikan
alasan,
memberikan
prinsip,
memberikan
filosofi,
memberikan alternatif lain, menerima sebenarnya menolak, meyakinkan mitra tutur, dan melakukan penghindaran verbal. Selanjutnya, strategi yang berfungsi sebagai post refusal adalah strategi tidak langsung, yang terdiri atas strategi memberikan penjelasan, memberikan alasan, memberikan filosofi, memberikan alternatif lain, memberikan janji, memberikan pengandaian, meyakinkan mitra tutur, dan melakukan penghindaran verbal. 2.
Jenis Tuturan yang Berilokusi Penolakan dalam Novel ‘The Deception Point’ Dalam penelitian ini, ada lima jenis tindak tutur yang di dalamnya mengandung tuturan berilokusi penolakan. Pertama, tindak tutur asertif yang terdiri atas tuturan menjelaskan, beralasan, dan berfilosofi. Kedua, tindak tutur direktif yang terdiri atas tuturan menantang, mengajak, menyarankan, menenangkan, meminta syarat, memohon, commitmemerintah, to user
249 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan memanggil. Ketiga, tindak tutur komisif yang terdiri atas tuturan menolak (langsung), mengabulkan, berprinsip, berjanji, dan menawari. Keempat, tindak tutur ekspresif yang terdiri atas tuturan mengkritik, mengulang
pernyataan,
mengelak,
membela
diri,
menyatakan
kekecewaan, mengandaikan, mengubah topik, menyatakan dampak negatif, mengeluh, meminta maaf, menyindir, dan bergurau. Kelima, tindak tutur deklaratif yang terdiri atas tuturan meunda dan memutuskan. Dari berbagai jenis tuturan tersebut, tuturan yang berfungsi sebagai pre refusal adakah tuturan memanggil (summoning), mengulang pernyataan, meminta maaf, dan mengabulkan (sebenarnya menolak). Hal ini dikarenakan tuturan-tuturan tersebut belum menghadirkan inti penolakan (main refusal) yang ingin diujarkan penutur. Namun, tuturantuturan tersebut juga bisa berfungsi sebagi main refusal asalkan hanya berupa penolakan tunggal saja. Sementara itu, tuturan yang lainnya bisa berfungsi sebagai main refusal atau post refusal, yakni tuturan pertama adalah tuturan main refusal dan tuturan selanjutnya adalah post refusal. Tuturan „menjelaskan‟ dominan digunakan penutur sebagai post refusal karena sebagian besar tuturannya berfungsi sebagai penjelas dari penolakan inti (main refusal) agar penolakannya bisa dipahami dan berterima
bagi
MT.
Lain
halnya,
tuturan
„mengkritik‟
paling
mendominasi dalam penolakan sebagai main refusal karena di dalamnya tersirat unsur keengganan penutur untuk tidak melakukan keinginan MTnya dengan meyakinkan MT-nya akan keinginan yang diharapkannya kepada penutur melalui sebuah kritikan. 3.
Teknik
Penerjemahan
untuk
Menerjemahkan
Kalimat
yang
Merepresentasikan Tuturan Penolakan dalam Novel ‘The Deception Point’ Dalam penelitian ini ditemukan empat jenis teknik penerjemahan yang diaplikasikan oleh Penerjemah dalam menerjemahkan kalimat yang merepresentasikan tuturan penolakan. Keempat teknik tersebut adalah teknik penerjemahan tunggal, teknik penerjemahan kuplet (gabungan dua teknik), teknik penerjemahan triplet (gabungan tiga teknik), dan teknik commit to user
250 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penerjemahan kuartet (gabungan empat teknik). Dari keempat teknik tersebut, teknik penerjemahan tunggal dan kuplet paling sering digunakan Penerjemah karena sebagian besar data penolakan berupa kalimat yang berkonstruksi sederhana dan mudah dipahami. Jika dilihat dari frekuensi penggunaan masing-masing teknik penerjemahan
dalam
menerjemahkan
tuturan
penolakan,
teknik
kesepadanan lazim paling mendominasi dibandingkan dengan teknik lainnya. Hal ini dikarenakan kebanyakan konstruksi kalimat penolakan pada TBSu yang sederhana dan menggunakan istilah atau ekspresi yang padanannya dapat ditemukan dalam budaya sasaran. Kemudian, teknik variasi juga sering diaplikasikan oleh penerjemah. Teknik ini digunakan untuk menerjemahkan dialek sapaan yang terdapat pada kalimat tuturan penolakan sehingga menyesuaikan konteks situasi saat terjadinya tuturan penolakan (formal atau non formal) dan juga kedekatan antara penutur dan mitra tuturnya, misalnya terjemahan kata sapaan „you‟ menjadi „kamu, kau, anda,...‟. Selanjutnya, teknik amplifikasi digunakan penerjemah untuk menambahkan informasi yang tidak tersurat dalam BSu atau dengan cara memparafrase informasi yang implisit menjadi eksplisit dalam BSa. Maka, pembaca sasaran novel bisa dengan mudah menangkap maksud yang terkandung dalam BSu yang sengaja tidak dituliskan langsung oleh Pengarang. Kemudian, teknik reduksi digunakan Penerjemah untuk menghilangkan informasi yang dirasa kurang penting atau tidak diperlukan di BSa. Dalam penelitian ini, Peneliti menemukan adanya penghilangan sebagian atau keseluruhan tuturan. Penghilangan sebagian yang dilakukan Penerjemah misalnya penghilangan informasi yang demi menyesuaikan sistem atau kaidah BSa dan demi keefektifan kalimat pada tuturan menolak. Sementara itu, penghilangan keseluruhan tuturan hanya ditemukan sekali, yaitu penghilangan tuturan memanggil (summoning) sebagai pre-refusal dan sebagai upaya penghindaran untuk menolak keinginan mitra tuturnya. Teknik reduksi juga digunakan Penerjemah untuk mencapai keefektifan kalimat tuturan penolakan supaya tidak panjang lebar atau berbelit-belit. commit to user
251 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sementara menerjemahkan
itu, tuturan
teknik
lainnya
penolakan
yang
berupa
ditemukan teknik
dalam
peminjaman,
partikularisasi, generalisasi, transposisi, dan modulasi. Sebagian besar, teknik-teknik ini dianggap tidak terlalu berdampak signifikan terhadap hasil terjemahan dan terjemahannya berkualitas baik. Namun, ada beberapa teknik yang mengkibatkan adanya pergeseran, yaitu teknik kreasi diskursif, modulasi, dan reduksi (total). Teknik kreasi diskursif mengakibatkan adanya pergeseran jenis tuturan saja dan pergeseran jenis tuturan
sekaligus
strategi
penolakan.
teknik
modulasi
hanya
mengakibatkan pergeseran jenis tuturan saja tetapi masih menggunakan strategi penolakan yang sama karena pesan atau makna terjemahan masih tersampaikan. Teknik Reduksi (total) yang membuat pergeseran ditemukan pada penghilangan terjemahan pre refusal saja. Namun, teknik ini tentunya boleh dilakukan asalkan tidak menghilangkan fungsi main refusal dalam kalimat penolakan. Penerjemah juga menerapkan lebih dari satu teknik penerjemahan, yang berupa teknik kuplet, triplet, dan kuartet; dengan tujuan agar pesan terjemahan bisa tersampaikan dengan baik dalam BSa dan tidak terjadi penyelewengan pesan karena distorsi makna terjemahan. Dengan kata lain, semakin banyak varian teknik penerjemahan semakin tersampaikan pesan terjemahannya dan semakin berterima dan terbaca di BSa. 4.
Kualitas Terjemahan Novel ‘The Deception Point’ ditinjau dari tiga aspek (keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan) Berdasarkan hasil perhitungan pembobotan kualitas terjemahan, dapat dikatakan bahwa hasil terjemahan kalimat yang merepresentasikan tuturan penolakan (refusal set) pada novel „The Deception Point’ sudah sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan hasil akhir penghitungan pembobotan ketiga kualitas terjemahan (keakuratan, keberterimaan, keterbacaan), yaitu sebesar 2,92. Angka tersebut menunjukkan bobot kualitas terjemahan yang tinggi karena batas maksimal pembobotan hasil terjemahan bernilai 3,0. Dengan kata lain, Penerjemah mampu mentransfer pesan terjemahan commitkalimat to user yang merepresentasikan tuturan
perpustakaan.uns.ac.id
252 digilib.uns.ac.id
penolakan (refusal set) dengan baik, meskipun ditemukan adanya 5 buah pergeseran jenis tuturan penolakan atau strategi penolakannya (akibat teknik kreasi diskursif, modulasi, dan reduksi). Teknik kreasi diskursif mengakibatkan terjemahan menjadi akurat dan atau tidak akurat (tergantung ada tidaknya pergeseran strategi penolakan). teknik modulasi mengakibatkan terjemahan mengalami pergeseran jenis tuturan saja tanpa disertai pergeseran jenis strategi penolakan sehingga terjemahan masih akurat. Teknik reduksi (total) pada bagian pre refusal menghasilkan terjemahan menjadi kurang akurat dalam terjemahannya. Namun demikian, semua pergeseran tersebut masih berterima dan terbaca di BSa walaupun kurang akurat. Selain itu, temuan pergeseran yang relatif kecil tersebut tidak sebanding dengan tingginya derajat kualitas terjemahan yang dihasilkan oleh Penerjemah sehingga terjemahan bisa dikatakan berkualitas sangat baik.
B. Saran 1.
Bagi Penerjemah a) Tuturan penolakan merupakan tuturan yang memerlukan pemahaman ekstra bagi seorang penerjemah sehingga seorang Penerjemah harus memiliki kepekaan terhadap jenis-jenis tuturan yang berilokusi penolakan maupun jenis-jenis strategi penolakan saat menerjemahkan dari BSu ke BSa. Oleh karena itu, Penerjemah harus memahami polapola strategi penolakan yang bervariasi kombinasinya sehingga dapat diketahui jenis-jenis tuturan berilokusi penolakan yang digunakan untuk merepresentasikan strategi tersebut. Selain itu, Penerjemah sebaiknya lebih teliti lagi dalam mengidentifikasi fungsi sebuah strategi penolakan (pre refusal, main refusal, dan post refusal) dalam sebuah tuturan rangkaian penolakan sehingga pergeseran dalam terjemahan yang berdampak pada daya pragmatis penolakan akibat bergesernya atau hilangnya main refusal bisa dihindari. b) Penerjemah hendaknya menggunakan pilihan kata (diction) yang tepat dalam menyampaikan pesan terjemahan sesuai BSu. Hal ini commit to user
253 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dikarenakan, ada beberapa data terjemahan yang menjadi tidak atau kurang akurat, kurang terbaca, atau kurang berterima akibat kesalahan penerjemah dalam memilih diksi yang sesuai dengan kaidah budaya sasaran. c) Dalam
menerjemahkan
tuturan
penolakan,
penerjemah
boleh
melakukan pergeseran tetapi tetap mempertahankan daya ilokusi atau daya pragmatis penolakan sesuai BSu sehingga terjemahan tetap akurat, berterima, dan terbaca di BSa. Dalam hal ini, pergeseran tuturan penolakan boleh dilakukan asalkan tidak mengubah jenis strategi penolakan yang digunakan dan tidak menghilangkan main refusal dalam terjemahannya. d) Teknik penerjemahan „kreasi diskursif‟ harus dilakukan dengan hatihati oleh penerjemah karena penerjemah harus menemukan padanan sementara yang tepat dalam hal cara pengungkapan (ekspresi) tuturan penolakan dari BSu ke BSa dengan tetap memperhatikan keakuratan pesan terjemahan agar tidak terjadi penyelewengan pesan (pergeseran strategi
penolakan)
atau
distorsi
makna.
Selain
itu,
teknik
penerjemahan „reduksi‟ boleh dilakukan jika informasi yang dihilangkan tidak berdampak signifikan terhadap keakuratan pesan sesuai BSu, misalnya hanya menghilangkan sebagian informasi yang dianggap tidak begitu penting demi keefektifan kalimat tuturan penolakan. Namun, perlu diketahui bahwa Penerjemah harus memahami letak main refusal saat menerjemahkan sebuah rangkaian penolakan (refusal set) karena jika Penerjemah menghilangkan informasi penting dalam main refusal atau menghilangkan tuturan main refusal maka terjemahan akan menjadi tidak akurat, tidak berterima, dan tidak terbaca. Berbeda halnya, jika informasi yang dihilangkan adalah pre refusal atau post refusal, maka terjemahan akan tetap berterima dan terbaca meskipun kurang akurat di BSa. 2.
Bagi Peneliti lainnya a) Penulis sekaligus peneliti menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna karena adanya waktu, sehingga Penulis commitketerbatasan to user
254 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berharap agar peneliti lainnya melakukan penelitian sejenis dengan melakukan kajian strategi kesantunan pada tuturan penolakan. untuk meneliti
strategi
kesantunan,
Peneliti
lainnya
sebaiknya
mempertimbangkan tema atau latar cerita yang akan dikaji, misalnya kehidupan di sebuah lingkungan formal (seperti di sebuah kerajaan). Selain itu, Peneliti lain juga bisa mengkaji faktor-faktor yang melatarbelakangi penggunaan tuturan penolakan (tunggal maupun rangkaian) lebih dalam lagi ditinjau dari karakter tokoh-tokoh dalam cerita; apakah termasuk tipe pembangkang atau memang terpaksa harus menolak. Maka, akan dapat diperoleh temuan yang lebih jauh lagi mengapa Pengarang menggunakan sebuah penolakan tunggal dan rangkaian penolakan yang terdiri atas berbagai kombinasi strategi penolakan, mengingat Penulis hanya mendeskripsikannya secara garis besar berdasarkan konteks situasi peristiwa tutur dan tema cerita novel. b) Peneliti lain bisa melakukan penelitian sejenis dengan cara membandingkan dua produk terjemahan atau lebih dalam kaitannya dengan
tuturan
penolakan.
Hal
ini
bisa
dilakukan
dengan
menggunakan sumber data berupa film atau novel dengan judul yang sama tetapi penerjemah berbeda. Dengan demikian, akan diketahui ragam pengungkapan tuturan penolakan, apakah masih tetap menggunakan strategi dan jenis tuturan yang sama dengan BSu atau tidak. c) Peneliti lain bisa melakukan kajian terjemahan mengenai tindak tutur komisif lainnya selain tuturan penolakan, berjanji, dan predicting dengan
menggunakan
pendekatan
pragmatik
sehingga
didapatkan temuan baru yang lebih bervariasi dan mendetail.
commit to user
akan