BAB V SIMPULAN DAN SARAN
V.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis terhadap neraca dan laporan laba-rugi PT Astra Otoparts Tbk dari tahun 2002 hingga tahun 2004 dengan menggunakan metode analisis horizontal dan analisis vertikal, penulis berkesimpulan bahwa : 1) Persentase jumlah aktiva lancar perusahaan dari tahun 2002 hingga tahun 2004 terus menurun. Pada tahun 2002 persentase jumlah aktiva lancar adalah 51,46% dari total aktiva, pada tahun 2003 persentase jumlahnya adalah 45,49% dari total aktiva, dan pada tahun 2004 persentase jumlahnya 44,85% dari total aktiva. Penurunan persentase aktiva lancar terhadap total aktiva dari tahun 2002 hingga tahun 2004 disebabkan oleh penurunan persentase beberapa pos dalam aktiva lancar dari tahun 2002 hingga tahun 2004. Penurunan Aktiva Lancar berdasarkan analisis secara vertikal, mengakibatkan penurunan likuiditas perusahaan dan hal ini tidak baik bagi perusahaan. Karena sebelum memberikan pinjaman, para kreditur akan menilai kemampuan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman dengan menghitung rasio likuiditas. Semakin rendah likuiditas perusahaan maka perusahaan akan semakin sulit untuk mendapatkan pinjaman. 2) Persentase jumlah aktiva tidak lancar perusahaan selama 3 tahun terakhir sebesar 48,54% dari total aktiva pada tahun 2002, 54,51% dari total aktiva pada tahun 2003, dan 55,15% dari total aktiva pada tahun 2004. Kenaikan ini disebabkan karena peningkatan persentase dari beberapa pos dalam aktiva tidak lancar, seperti pos investasi pada perusahaan asosiasi, dan pos aktiva tetap bersih , dari tahun 2002
117
hingga tahun 2004. Kenaikan Aktiva Tidak Lancar mengakibatkan, terutama pada kenaikan aktiva tetap adalah meningkatnya beban penyusutan yang harus ditanggung oleh perusahaan. Meningkatnya beban penyusutan akan mengakibatkan penurunan pada laba perusahaan. 3) Pada tahun 2002 jumlah Kewajiban Lancar adalah 26,08% dari total aktiva, pada tahun 2003 jumlahnya adalah 27,64% dari total aktiva, dan pada tahun 2004 jumlahnya adalah 31,44% dari total aktiva. Kenaikan persentase Kewajiban Lancar terhadap total aktiva dari tahun 2002 hingga tahun 2004 disebabkan oleh kenaikan persentase masing-masing pos dalam kewajiban lancar, seperti hutang usaha baik kepada pihak hubungan istimewa maupun pihak ketiga dan biaya masih harus dibayar, dari tahun 2002 hingga tahun 2004. Penyebab utama peningkatan kewajiban lancar adalah peningkatan pinjaman jangka pendek secara signifikan, dan hutang usaha baik yang berasal dari pihak hubungan istimewa maupun yang berasal dari pihak ketiga. Hal ini berpengaruh tidak baik karena peningkatan pinjaman jangka pendek dan hutang usaha berarti peningkatan beban bunga yang harus ditanggung perusahaan pada periode berikutnya. 4) Jumlah Kewajiban Tidak Lancar dari tahun 2002 hingga tahun 2004 terus menurun. Pada tahun 2002 jumlah kewajiban tidak lancar adalah 10,17% dari total aktiva, pada tahun 2003 jumlah kewajiban tidak lancar menurun secara signifikan menjadi 4,24% dari total aktiva, dan pada tahun 2004 menurun menjadi 4,19% dari total aktiva. Penurunan persentase kewajiban tidak lancar ini disebabkan oleh penurunan persentase dari beberapa pos dalam kewajiban tidak lancar dari tahun 2002 hingga tahun 2004, seperti hutang pihak hubungan istimewa, dan hutang jangka panjang yang berupa pinjaman jangka panjang. Penurunan jumlah Kewajiban Tidak Lancar 118
merupakan hal yang baik dimana perusahaan dari tahun 2002 hingga tahun 2003 mengalami penurunan dalam melakukan pembayaran hutang yang jatuh temponya lebih dari satu tahun. Sedangkan kenaikan jumlah Kewajiban Tidak Lancar pada tahun 2004 disebabkan karena hutang jangka panjang pada pinjaman jangka panjangnya bertambah sebesar Rp 12.574.000.000. Ada baiknya bila perusahaan tidak terus menerus menaikkan jumlah kewajiban tidak lancarnya yang dapat mengakibatkan perusahaan terus dibebani dengan pembayaran bunga pada jangka waktu yang lama. 5) Jumlah Ekuitas pada tahun 2002 sebesar 57,17% dari total aktiva, pada tahun 2003 meningkat menjadi 61,04% dari total aktiva, dan pada tahun 2004 menurun menjadi 57,4% dari total aktiva. Kenaikan persentase ekuitas terhadap total aktiva pada tahun 2003 disebabkan oleh kenaikan persentase pada beberapa pos dalam ekuitas pada tahun 2003, terutama pada saldo laba yang tidak ditentukan penggunaannya, juga pada tambahan modal disetor, dan saldo laba yang ditentukan penggunaannya. Sedangkan penurunan persentase ekuitas terhadap total aktiva pada tahun 2004 disebabkan karena banyak penurunan persentase pada beberapa pos ekuitas pada tahun 2004, seperti pada modal saham, selisih transaksi perubahan ekuitas anak perusahaan dan perusahaan asosiasi, selisih nilai transaksi restrukturisasi entitas sepengendali, modal lain-lain dalam opsi pemilikan saham karyawan, dan saldo laba yang tidak ditentukan penggunaannya. Jumlah ekuitas lebih besar daripada jumlah kewajiban adalah hal yang baik karena hal tersebut berarti perusahaan masih mampu bertahan dalam kondisi yang buruk dan masih dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditor. Adapun jumlah ekuitas, yaitu sebesar Rp 1.047.092.000.000 pada tahun 2002, Rp 1.194.707.000.000 pada tahun 2003 dan Rp 1.398.514.000.000 pada 119
tahun 2004. Sedangkan jumlah kewajibannya adalah Rp 784.417.000.000 pada tahun 2002, Rp 762.596.000.000 pada tahun 2003, dan Rp 1.037.967.000.000 pada tahun 2004. 6) Penjualan bersih pada tahun 2003 dan tahun 2004 terjadi kenaikan, yaitu sebesar Rp 88.012.000.000 atau 4,26% dari tahun 2002 dan Rp 773.076.000.000 atau 35,93% dari tahun 2003. Kenaikan ini disebabkan oleh meningkatnya pendapatan dari semua sektor, yaitu sektor manufaktur dan sektor pemasaran, serta ekspor. 7) Pada tahun 2003 dan 2004 jumlah beban pokok penjualan mengalami kenaikan masing-masing sebesar Rp 79.810.000.000 ( 4,80% dari tahun 2002 ) dan Rp 612.444.000.000 ( 35,12% dari tahun 2003 ). Kenaikan ini disebabkan oleh pemakaian bahan baku, kenaikan upah tenaga kerja langsung, kenaikan biaya produksi tidak langsung ; kenaikan barang dalam proses, terutama pembelian barang dalam proses pada tahun 2004 sebesar Rp 29.974.000.000 ; dan kenaikan persediaan barang jadi pada awal tahun 2003 sebesar Rp 140.201.000.000, serta kenaikan pembelian persediaan barang jadi. 8) Jumlah laba kotor pada tahun 2003 dan 2004 mengalami peningkatan, disebabkan karena kenaikan beban pokok penjualan dari 80,64% pada tahun 2002 menjadi 81,05% pada tahun 2003. Selain itu juga karena meningkatnya penjualan bersih. 9) Persentase beban usaha terhadap penjualan pada tahun 2003 meningkat dari 10,92% pada tahun 2002, menjadi 12,04% pada tahun 2003. Namun, pada tahun 2004 persentasenya menurun menjadi 11,27%. Kenaikan persentase beban usaha pada tahun 2003 dikarenakan kenaikan pada beban penjualan dan beban umum dan administrasi. Sedangkan, penurunan persentase beban usaha dikarenakan penurunan beban umum dan administrasi. 120
10) Berdasarkan analisis perbandingan secara horizontal, laba usaha pada tahun 2003 menurun Rp 25.358.000.000 (-14,57% dari tahun 2002). Sedangkan pada tahun 2004 laba usaha meningkat signifikan menjadi Rp 89.967.000.000 (60,51% dari tahun 2003). Jumlah laba sebelum pajak pada tahun 2003 menurun yang dikarenakan penurunan laba usaha, dan penghasilan lain-lain bersih meningkat, serta penurunan bagian laba bersih perusahaan asosiasi. Pada tahun 2004 laba sebelum pajak meningkat yang dikarenakan kenaikan laba usaha yang signifikan. Selain itu, penurunan penghasilan lain-lain bersih dan penurunan bagian laba bersih perusahaan asosiasi. 11) Pada tahun 2003 laba bersih perusahaan mengalami penurunan sebesar Rp 50.981.000.000 (-19,81% dari tahun 2002). Hal ini disebabkan karena penurunan laba sebelum hak minoritas dan kenaikan jumlah hak minoritas. Sedangkan pada tahun 2004, laba bersih perusahaan mengalami kenaikan sebesar Rp 16.760.000.000 (8,12% dari tahun 2003). Kenaikan ini didukung oleh kenaikan laba sebelum hak minoritas dan penurunan hak minoritas. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis rasio pada PT Astra Otoparts Tbk (PT. AOP) periode 2002-2004, penulis berkesimpulan bahwa : 1) Rasio lancar PT. AOP dari tahun 2002 hingga tahun 2004, yaitu 1,97x, 1,65x, dan 1,43x. Sedangkan rasio cepat PT. AOP dari tahun 2002 hingga tahun 2004 masingmasing sebesar 1,42x, 1,17x, dan 0,9x. PT. AOP memiliki rasio lancar yang cukup likuid meskipun menurun dari tahun ke tahun dan memiliki rasio cepat yang berada diatas standar. Hal ini berarti perusahaan memiliki kemampuan yang cukup untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
121
2) Rasio perputaran piutang PT. AOP pada periode 2002-2004, yaitu sebesar 7,56x, 6,68x, dan 6,82x. Jangka waktu penagihan piutang PT. AOP dari tahun 2002 hingga tahun 2003 mengalami kenaikan, yaitu dari 48 hari menjadi 55 hari. Sedangkan pada tahun 2004 mengalami penurunan menjadi 53 hari. Selain itu, rasio perputaran persediaan PT. AOP dari tahun 2002 hingga tahun 2004 yaitu 6,93x, 6,72x, dan 7,12x. Rasio perputaran aktiva tetap PT. AOP dari tahun 2002 hingga tahun 2004 yaitu masing-masing 6,1x, 5,38x, dan 5,21x. Rasio perputaran total aktiva PT. AOP dari tahun 2002 hingga tahun 2004 yaitu 1,15x, 1,14x, dan 1,33x. Perputaran total aktiva dan perputaran persediaan yang meningkat, kecuali perputaran aktiva tetapnya yang terus menurun yang menunjukkan bahwa perusahaan telah mampu mengelola persediaan dan total aktivanya namun perusahaan belum dapat mengelola aktiva tetapnya secara efisien. Selain itu, perputaran piutang pun juga meningkat beserta jangka waktu penagihannya, yang berarti perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam penagihan piutang. 3) Rasio hutang terhadap aktiva PT. AOP untuk tahun 2002 , 2003, dan 2004 sebesar 42,83%, 38,96% dan 42,6%. Sedangkan, time interest earned ratio / TIER PT. AOP untuk tahun 2002, 2003, dan 2004 yang sebesar 25,6x, 34,6x, dan 29,93x. Meski sempat turun di tahun 2003, namun di tahun 2004 angka debt ratio naik lagi menjadi 42,6%. Meningkatnya rasio ini memperlihatkan bahwa kurang separuh aktiva perusahaan dibiayai dengan menggunakan hutang, yang berarti adanya indikasi perbaikan pada struktur modal perusahaan. Sedangkan, time interest earned ratio / TIER PT. AOP untuk tahun 2002, 2003, dan 2004 yang sebesar 13,52x, 17,40x, dan 21,70x. Angka TIER pada PT. AOP yang terus naik tahun 2004 menunjukkan bahwa PT. AOP telah menaikkan kemampuannya untuk membayar bunga. 122
4) Marjin laba usaha PT. AOP pada tahun 2002 dan 2003 mencapai 12,47%, 9,6%, dan 7,63%. Marjin laba usaha PT. AOP yang menurun tetapi laba bersihnya meningkat menunjukkan bahwa perusahaan masih mampu memperoleh laba atas penjualan yang dilakukan. Sementara rasio tingkat pengembalian atas total aktiva PT. AOP pada tahun 2002, 2003, dan 2004 mencapai 14,05%, 10,55%, dan 9,16%. ROA pada PT. AOP yang terus menurun dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih untuk mengembalikan total aktivanya terus berkurang. Rasio tingkat pengembalian atas total ekuitas/ ROE PT. AOP tahun 2002, 2003, dan 2004 sebesar 24,58% dan 17,28%, dan 15,96%. Penurunan ROE pada PT. AOP dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih untuk mengembalikan modal pemegang saham atau investor berkurang. Apabila penurunan ini terus berlanjut di tahun berikutnya maka akan menyebabkan para pemegang saham mulai berpikir untuk menarik modalnya.
V.2. Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan simpulan yang diperoleh, maka disarankan : 1) Dilihat dari kondisi kas dan setara kas perusahaan yang semakin memburuk, perusahaan hendaknya menegosiasikan ulang pembayaran angsuran pinjaman jangka panjang dengan pihak Bank yang memberikan pinjaman agar angsuran pinjaman dan pembayaran bunga dapat dilakukan setelah investasi memberikan hasil. Perusahaan juga harus berusaha menurunkan jumlah pinjaman jangka panjangnya agar pembayaran jumlah angsuran pinjaman jangka panjang dan bunganya dapat menurun.
123
2) PT. AOP cukup likuid meskipun rasio likuiditasnya menurun dari tahun ke tahun. Untuk itu, perusahaan lebih baik memilih pinjaman jangka panjang daripada pinjaman jangka pendek guna mengurangi tekanan likuiditas yang ditimbulkan dari pembayaran hutang yang berasal dari pinjaman tersebut. 3) Untuk meningkatkan perputaran aktiva tetap, maka sebaiknya perusahaan menjaga kelangsungan hidup aktiva tetap tersebut dengan terus melakukan pemeliharaan yang memadai, baik berupa mesin, peralatan maupun bangunan. Selain itu, melakukan perbaikan pada aktiva tetap bila terdapat kerusakan sehingga kelangsungan hidup aktiva tetap terus berjalan, memperhatikan masa manfaat dari aktiva tetap tersebut (kecuali tanah yang secara teoritis masa manfaatnya tidak terbatas), dan mengadakan pelatihan – pelatihan kepada para pekerja yang terlibat langsung dengan aktiva tetap tersebut agar lebih memahami dalam menggunakan aktiva tetap tersebut, serta mempertimbangkan untuk menjual aktiva tetap yang tidak produktif . 4) Perusahaan sebaiknya tetap mempertahankan pada peningkatan struktur modalnya dan tetap mengurangi hutangnya dengan mengurangi jumlah pinjaman baik pinjaman jangka pendek maupun pinjaman jangka panjang guna mencegah sulitnya perusahaan untuk memperoleh pinjaman tambahan sewaktu dibutuhkan. Hal tersebut juga akan berpengaruh pada TIER karena perusahaan harus membayar bunga dari pinjaman yang telah dilakukan. 5) ROA dan ROE pada PT. AOP yang terus menurun dari tahun ke tahun menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih untuk mengembalikan total aktivanya dan pemberian keuntungan kepada para pemegang saham terus berkurang. Oleh karena itu, sebaiknya perusahaan selain meningkatkan pengelolaan aktivanya untuk meningkatkan penjualan, perusahaan juga harus meningkatkan produktivitas 124
dan efektifitas para pekerja perusahaan, mencari pemasok yang dapat memberikan harga bahan baku yang murah namun berkualitas, dan memperhatikan faktor-faktor ekstern, seperti melakukan hedging untuk menghindari kerugian dari selisih kurs, diharapkan perusahaan mampu meningkatkan kembali laba bersihnya di tahun mendatang.
125