BAB V SIMPULAN DAN SARAN
V.1
Simpulan Sebagai akhir dari pembahasan yang telah dikemukakan pada bab-bab
sebelumnya, maka penulis membuat simpulan dari seluruh pembahasan yaitu sebagai berikut : a. Perhitungan Pajak Penghasilan atas jasa konstruksi berdasarkan bukti potong yang dilakukan oleh PT ATE dari tahun ke tahun mengalami perbaikan. -
Pada tahun 2008 terjadi perubahan peraturan atas jasa konstruksi dari
PP
No.140 tahun 2000 ke PP No.51 tahun 2008 dan penyempurnaaanya pada PP No.41 tahun 2009. Perubahan tersebut menyebabkan perbedaan tarif dan sifat pengenaan pajaknya. Pada tahun 2008 PT ATE belum menerapkan perubahan tersebut sehingga masih terjadi kesalahan penetapan tarif yang berdampak pada perbedaan pajak yang terutang yang dipungut, terutama pada jasa pelaksanaan. Perhitungan PPh terutang pada jasa pelaksanaan atas jasa konstruksi terdapat selisih menyebabkan PPh terutang PT ATE atas jasa konstruksi menjadi kurang bayar. - Mulai tahun 2009 dan 2010 PT ATE telah melakukan pemahaman dalam perhitungan,
pengenaan,
pemotongan,
sehingga
penerapan
kewajiban
perpajakannya telah sesuai Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2008. b. Aktivitas kewajiban perpajakan tercermin dari cara PT ATE menghitung pajak terutangnya pada setiap termin. Tanggal penyelesaian pada setiap jasa konstruksi 122
yang dilakukan menentukan besarnya tarif pajak yang digunakan terkait dengan perubahan peraturan pemerintah yang terjadi di tahun 2008. Penulis mengambil sampel perjanjian kontrak yang terjadi sebelum dan sesudah terjadinya perubahan peraturan. Hasilnya, pada kontrak yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Agustus 2008, pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak sampai tanggal 31 Agustus 2008 yang dilakukan PT ATE dikenakan tarif pajak yang mengacu pada PP No.140 tahun 2000 (PPh Pasal 23 tentang jasa konstruksi), selanjutnya pembayaran kontrak di tahun-tahun berikutnya pengenaan pajaknya telah mengikuti ketentuan PP No.51 tahun 2008. Untuk kontrak-kontrak yang ditandatangani setelah tanggal 1 Agustus 2008 pengenaan PPh dilakukan berdasarkan
ketentuan PP No.51 tahun 2008
tentang PPh dari usaha jasa kontruksi. Dalam hal ini, untuk pembayaran kontrak pada setiap termin yang masih terjadi di tahun 2008 PT ATE masih menggunakan PP No.140 tahun 2000 dimana semestinya perusahaan ini sudah harus menerapkan ketentuan peraturan pemerintah yang baru. Dengan demikian maka terjadi perbedaan perhitungan antara PT ATE dengan penulis yang mneyebabkan PT ATE harus membayar kekurangan atas pembayaran pajak yang terutang. c. Perubahan sifat pengenaan pajak atas usaha jasa konstruksi dari tidak final menjadi final menyebabkan perubahan terhadap perhitungan beban pajak penghasilan PT ATE. - Pada tahun 2008, pengoreksian yang dibuat PT ATE dalam laporan L/R fiskalnya hanya dilakukan terhadap pendapatan dan biaya yang tidak dapat dikurangkan dalam penghasilan bruto sesuai Pasal 9 UU PPh No.36 tahun 2008. Sedangkan karena perubahan peraturan terjadi di pertengahan tahun, maka 123
menurut penulis, harus dilakukan kembali pengoreksian fiskal terhadap penghasilan dan biaya atas usaha jasa konstruksi yang terjadi sejak tanggal 1 agustus 2008 – 31 desember 2008. Pengoreksian ini menyebabkan laba sebelum pajak yang dihitung oleh penulis lebih besar, hal ini berbanding lurus dengan beban pajak dimana hasilnya juga akan menjadi lebih besar oleh perhitungan yang dilakukan oleh perusahaan. - Sedangkan untuk tahun 2009 dan 2010 dengan menggunakan peraturan pemerintah yang sama dengan yang dipakai pada tahun 2008 untuk melakukan pengoreksian fiskal, PT ATE secara keseluruhan sudah tepat dalam mengoreksi pendapatan yang bersifat final terutama untuk pendapatan atas jasa konstruksi. Untuk pengoreksian biaya, atas biaya yang berhubungan dengan jasa konstruksi oleh PT ATE telah dijalankan dengan benar. Selanjutnya untuk biaya yang memang harus dikeluarkan karena tidak bisa dijadikan sebagai beban usaha sebagian besar juga telah dikoreksi dengan baik dan benar, kesalahan hanya terjadi pada pembebanan biaya komunikasi (pulsa hp). Menurut PT ATE biaya komunikasi (pulsa hp) dapat dibebankan selama mempunyai bukti atas transaksi/pembayaran, sedangkan menurut penulis sesuai dengan peraturan yang berlaku, biaya komunikasi dapat dibebankan hanya sebesar 50% dari total biaya yang dibebankan dalam laporan L/R komersil. Hal inilah yang menyebabkan hasil akhir laporan laba rugi fiskal tahun 2009 dan 2010 antara PT ATE dan penulis menjadi berbeda jumlahnya. - Analisa yang dibuat penulis dari PPh terutang yang sudah final sesuai dengan peraturan yang baru jika dihitung kembali menggunakan tarif untuk PPh non 124
final sesuai dengan peraturan yang lama menunjukkan kesimpulan bahwa dari sisi keuangan, peraturan pemerintah yang lama yaitu PP No.140 tahun 2000 lebih mengutungkan perusahaan karena menghasilkan beban pajak terutang lebih kecil dibandingkan dengan peraturan pemerintah yang baru yaitu PP No.51 tahun 2008. Peraturan yang baru membuat perusahaan harus membayar lebih banyak beban pajak penghasilan atas jasa konstruksi. Namun jika dilihat dari sisi administrasi perpajakan, peraturan yang baru yang sifatnya final akan jauh lebih memudahkan wajib pajak dalam melakukan penyetoran dan pelaporan pajaknya dibandingkan peraturan yang lama yang bersifat non final (PPh pasal 23). Sistem administrasi perpajakan ini tidak hanya menguntungkan dari sisi wajib pajak saja tetapi juga dari sisi fiskus. Keuntungan yang didapatkan berupa penghitungan penerimaan negara didapat secara langsung saat transaksi berakhir tidak menunggu penghitungan wajib pajak di akhir tahun pajak (tidak ada pengkreditan pajak), sebab jika masih menggunakan peraturan lama yang bersifat non fnal (PPh pasal 23) fiskus harus melakukan pengkoreksian kembali saat terjadi kesalahan penghitungan pada wajib pajak di akhir tahun pajak.
V.2
Saran Pada sub bab terakhir ini, penulis mencoba untuk memberikan saran dengan
harapan saran-saran tersebut dapat bermanfaat dan bisa menjadi bahan masukan bagi perusahaan. Adapun saran-saran dari penulis adalah sebagai berikut:
125
1. PT ATE harus lebih update ketika terjadi perubahan peraturan perpajakan yang bersifat dinamis, sehingga dapat dengan segera melakukan pembetulan terhadap perhitungan pajak perusahaan. 2. Pada tahun 2008 PT ATE belum menerapkan Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2008 yang menurut analisa penulis jika menggunakan peraturan yang baru pada perhitungan laporan laba-rugi fiskal maka pajak penghasilan terutang PT ATE menjadi kurang bayar. Atas PPh kurang bayar tersebut sebaiknya PT ATE segera mengakui bahwa terjadi kesalahan dan melakukan pembetulan terhadap SPT tahun 2008 sebelum dilakukan pemeriksaan. Sebab jika dalam jangka waktu 2 tahun dirjen pajak melakukan pemeriksaan pajak dan hasil pemeriksaan tersebut diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) maka Wajib Pajak Badan dalam hal ini PT ATE harus melunasi jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa Pajak, bagian Tahun pajak, atau Tahun Pajak sampai diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. 3. PT ATE harus lebih teliti lagi dalam mengkoreksi beban usaha pada penyusunan laporan laba rugi fiskal, sebab terdapat biaya yang dapat dibebankan seluruhnya atau hanya sebagian saja dalam pajak. Untuk biaya yang hanya sebagian saja dapat dibebankan dalam pajak, biasanya terdapat peraturan yang mengatur besarnya jumlah biaya yang boleh dibebankan seperti terdapat daftar nominatif yang menyertainya atau tergantung pada Keputusan Menteri Keuangan. 126