BAB V POLA KOMUNIKASI ORGANISASI MITRA GAHANA
Berbicara
tentang
komunikasi
organisasi
berarti
membahas
komunikasi dan organisasi. Artinya, ada hubungan yang harus kita pahami dari dua unsur ini, dan keberhasilan organisasi juga dipengaruhi oleh komunikasi yang terjadi di dalamnya. Lebih lanjut, perbaikan komunikasi berarti perbaikan organisasi. Memperbaiki organisasi biasanya ditafsirkan sebagai „memperbaiki hal-hal untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan kata lain, orang mempelajari komunikasi organisasi diharapkan juga berkembang untuk bisa menjadi seorang pemimpin yang lebih baik. HMPA Mitra Gahana merupakan sebuah organisasi mahasiswa pecinta alam yang anggotanya berasal dari bermacam suku, mengingat Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, tempat di mana organisasi ini berkembang merupakan universitas yang terkenal dengan sebutan Indonesia Mini. Beragamnya latar belakang anggota di HMPA Mitra Gahana menjadikan organisasi ini rawan dengan konflik. Sejak berdiri pada tanggal 4 Juli 1990, Mitra Gahana mempunyai struktur organisasi yang berubah-rubah, hal ini dikarenakan penyesuaian terhadap struktur organisasi intra kampus yang selalu mengalami perubahan sehingga Mitra Gahana sebagai salah satu organisasi intra kampus juga harus mengalami penyesuaian. Dalam
44
perkembangannya Mitra Gahana menjadi sebuah organisasi yang memiliki banyak anggota serta beragam kegiatan. Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005:78). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Dalam perkembangannya organisasi Mitra Gahana menjalankan pola komunikasi organisasinya secara formal maupun non formal. Dalam waktu tertentu, organisasi ini melakukan pertemuan rutin seperti pertemuan anggota organisasi atau rapat anggota yang idealnya dijalankan secara berkala setiap seminggu sekali, namun prakteknya karena kesibukan tiap anggotanya, pertemuan rutin tersebut hanya dijalankan ketika ada pokok permasalahan atau kegiatan yang direncanakan. Sesuai dengan asas kekeluargaan yang dianut dalam organisasi ini, pola komunikasi yang terjalin antar anggotanya tidak serta merta merupakan pola komunikasi yang terjadi di kebanyakan organisasi yang terstruktur secara hierarkis, namun dengan tidak mengesampingkan struktur kelembagaan dalam organisasinya, HMPA Mitra Gahana memiliki satu pola komunikasi yang juga linear atau sejajar, dalam arti bahwa struktur kelembagaan dari atas ke bawah atau dari ketua kepada anggota bukan dikemas dalam pesan-pesan yang 45
sifatnya perintah, melainkan pembagian tugas secara proporsional. Dalam organisasi ini, komunikasi dimaknai bukan sebagai satu keharusan yang mewajibkan anggotanya untuk taat terhadap pimpinan, lebih dari itu, organisasi ini mengedepankan semangat akan kekeluargaan yang menjadi modal dasar bagi perkembangan keanggotaan organisasi. Figur pimpinan atau ketua dalam organisasi ini merupakan figur yang bertugas untuk menghimpun ide serta tenaga dari anggotanya dan bukan figur yang memberikan perintah. Hal ini dikarenakan organisasi mitra Gahana ini merupakan organisasi yang berdasarkan atas kesukarelaan anggotanya untuk bergabung. Berbeda dengan organisasi bisnis, organisasi Mitra Gahana merupakan organisasi nirlaba atau non profit yang para anggotanya tidak digaji. Perbedaan utama yang mendasar terletak pada cara organisasi memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas operasinya. Organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari HMPA Mitra Gahana. Hal ini sangat berdampak pada bagaimana komunikasi yang terjalin diantara anggota organisasi tersebut. HMPA Mitra Gahana sebagai sebuah organisasi nirlaba menerapkan suatu sistem terbuka yang dinamis yang menciptakan dan saling menukar pesan diantara anggotanya. Karena gejala menciptakan dan menukar
46
informasi ini berjalan terus menerus dan tidak ada henti-hentinya maka dikatakan sebagai suatu proses. Pesan adalah susunan simbol yang penuh arti tentang orang, objek, kejadian yang dihasilkan oleh interaksi dengan orang. Untuk berkomunikasi orang harus sanggup menyusun suatu gambaran mental, memberi gambaran itu nama dan mengembangkan suatu perasaan terhadapnya. Komunikasi tersebut efektif kalau pesan yang dikirimkan itu diartikan sama dengan apa yang dimaksudkan oleh si pengirim dalam prakteknya, komunikasi yang terjalin antar anggota Mitra Gahana tidak selalu berjalan dengan baik, terkadang timbul perbedaan antar anggota sehingga menimbulkan percikanpercikan konflik yang walaupun bisa diredam namun bisa berakibat hadirnya perasaan ketidaknyamanan yang terjalin diantara anggotanya. Dalam satu kesempatan, peneliti mengikuti kegiatan pertemuan rutin yang membahas tentang agenda kegiatan Mitra Gahana. Peneliti mendapati suasana komunikasi yang penuh perdebatan dan perbedaan pendapat diantara anggotanya. Misalnya saja saat menentukan satu kegiatan untuk Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis, nampak jelas bahwa komunikasi yang terjalin dari pimpinan kepada anggota merupakan komunikasi yang bukan bottom-up maupun top-down tetapi, komunikasi yang terjalin lebih kepada komunikasi yang sejajar dari pimpinan atau ketua maupun anggota. Hak berbicara dan mengemukakan ide menjadi perhatian utama dalam organisasi ini, sehingga tidak ada hierarki struktural 47
yang mengekang jalannya proses komunikasi. Ide-ide mengalir sedemikian rupa tanpa ada hambatan, tak jarang figur ketua menjadi semacam sasaran protes maupun luapan emosional dari para anggota apabila memutuskan halhal yang tidak relevan dengan visi-misi organisasi. HMPA Mitra Gahana periode sekarang ini dipimpin oleh Robby Putra, dan di bawah kepemimpinannya, HMPA Mitra Gahana seperti halnya periode sebelumnya juga menerapkan pola komunikasi yang linear dan demokratis pada konsep De Vito tentang pola komunikasi tersebut dapat dikatakan sebagai pola lingkaran, seperti yang tergambar berikut ini, Ketua
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Walaupun dalam beberapa hal ada peran sosok ketua, namun pada prakteknya setiap anggota memiliki peran serta pengaruh yang sama dalam komunikasi organisasinya. Di lain sisi, para anggota merasa bahwa ketua melakukan satu tindakan yang sedikit otoritarian dalam mengambil keputusan-keputusan tertentu namun sering salah sasaran (pola komunikasi model roda). Seperti yang tergambar berikut ini, 48
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Ketua Anggota
Anggota
Selain itu ketua dalam hal ini Robby dianggap kurang begitu tegas dalam menjalankan fungsinya sebagai seorang ketua. Dengan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh HMPA Mitra Gahana, misalnya perbedaan pendapat antar anggota, ketegasan seorang ketua sangat diperlukan . ”Ada perbedaan pendapat (terkadang) karena kita semua mempunyai pola pikir yang memang berbeda-beda. Ketua demokratis akan tetapi terkadang otoritasnya kurang tepat sasaran dan terkadang juga kurang memiliki ketegasan sehingga terkadang membuat anggota menjadi kurang memiliki tujuan yang jelas. (Rani, Div Rock Climbing, 13 April 2012)
Dalam komunikasi organisasi secara formal, beberapa anggota HMPA Mitra Gahana mengakui bahwa sering terjadi perselisihan pendapat diantara anggotanya, hal ini dapat dilihat pada saat rapat-rapat anggota, pola komunikasi
formal dianggap menjadi proses yang “kaku” bagi beberapa
anggota HMPA Mitra Gahana, ketua periode saat ini, walaupun demokratis namun nampaknya kurang memiliki kemampuan komunikasi yang baik sehingga manajemen komunikasi tidak dapat dilakukan secara maksimal oleh 49
ketua, yang terjadi adalah ide-ide maupun pesan yang timbul dari anggota terkadang hilang begitu saja tanpa ada satu respons yang jelas dari ketua seperti yang diungkapkan Budi selaku anggota pada tanggal 13 April 2012 seperi beriku: ”ketua kurang tegas, kemampuan komunikasi kurang sehingga anggota menjadi sulit untuk menerima informasi tertentu dari ketua selain itu ketua kurang mampu menggerakkan anggota untuk berkembang sehingga juga kegiatan-kegiatan menjadi monoton”.
Pesan dalam organisasi Mitra gahana ini dapat dilihat menurut beberapa klasifikasi, yang berhubungan dengan bahasa, penerima yang dimaksud, metode diffusi dan arus tujuan dari pesan. Dalam organisasi Mitra Gahana, pesan merupakan hal yang terpenting dalam berkomunikasi, pesan yang dikirimkan dari komunikator kepada komunikan dalam organisasi yang bersifat sosial ini terkadang tidak mencirikan komunikasi dalam sebuah organisasi yang terstruktur seperti misalnya model top-down atau bottom up, Komunikasi lebih bersifat antar teman bukan antar atasan dan bawahan. Walaupun dalam beberapa kesempatan ketua HMPA Mitra Gahana banyak mengambil keputusan sendiri namun pada akhirnya akan dikembalikan pada keputusan tertinggi yakni rapat anggota. Seperti yang dikatakan oleh Galih yang menjabat sebagai Sekretaris pada tanggal 10 April 2012 berikut ; “Dalam beberapa hal yang bisa dibilang mendesak/segera biasanya ketua bisa langsung menggunakan haknya untuk membuat keputusan strategis. Tapi untuk beberapa hal yang tidak segera biasanya keputusan diambil pada saat rapat anggota. Komunikasi yang terjalin juga bukan di antara ketua dan anggota namun lebih kepada antar teman, jadi situasinya lebih santai, karena ini organisasi sukarela.” 50
Dalam organisasi HMPA Mitra Gahana, komunikasi yang terjalin dalam lingkup internal membicarakan bagaimana organisasi ini sebaiknya berjalan dengan serangkaian program yang telah direncanakan bersama-sama, beberapa kali organisasi ini dihadapkan pada situasi yang kurang mengenakkan di internal organisasinya, ketergantungan organisasi terhadap sosok ketua merupakan salah satu faktor adanya ketidakberesan dalam hal manejemen komunikasi organisasi, beberapakali berganti ketua, HMPA Mitra Gahana
mengalami
permasalahan
yang
nyaris
sama
setiap
tahun
keanggotaannya, komunikasi yang diterapkan oleh sosok ketua tidak merupakan komunikasi yang mencirikan hadirnya manajemen organisasi, namun lebih kepada keinginan pribadi-pribadi dalam organisasi. Masalahmasalah yang timbul adalah adanya kesan pembiaran terhadap percikan konflik serta keengganan ketua menjalin komunikasi rutin antar angota organisasi tersebut. Ketua seakan menjadi sosok yang hanya sebagai figur namun tidak diakui secara kelembagaan internal, “Selama ini ketua tidak begitu terlihat tipe kepemimpinan organisasi, ketua sekarang ini seperti tidak mempunyai visi dan misi dalam menjalankan organisasi, komunikasi seolah dijalankan sekehendak ketua sehingga kesannya ada otoriter di dalamnya, hal ini membuat beberapa kegiatan yang telah diagendakan menjadi batal.” (Lilis, Bendahara, 10 April 2012)
Pola Komunikasi seperti yang tergambar diatas merupakan salah satu gambaran bagaimana organisasi ini sebenarnya masih memiliki potensi konflik yang besar mengingat apa yang dilakukan oleh sosok ketua 51
sebenarnya merupakan inti dari bagaimana organisasi bisa berjalan dengan baik, komunikasi yang cenderung tidak berjalan baik ini menjurus kepada perilaku otoritarian yang berakibat pada ketidaknyamanan berorganisasi. Dalam komunikasinya, HMPA Mitra Gahana melakukan komunikasi pesan eksternal untuk memenuhi kebutuhan organisasi sebagai sistem terbuka yang berkaitan dengan lingkungan dan masyarakat umum. Lingkungan masyarakat terdekat adalah Universitas Kristen Satya Wacana dan sedikit lebih luas lagi adalah masyarakat Salatiga. Hal ini seperti dilakukan oleh organisasi tersebut misalnya menjadi sukarelawan tanggap bencana, kemudian juga ikut aktif dalam kegiatan peduli lingkungan misalnya. Kebersamaan dalam kegiatan dilapangan diakui beberapa anggotanya menjadi salah satu media rekonsiliasi terhadap tidak nyamannya suasana komunikasi pada aras formal. Mitra Gahana sebagai organisasi kepemudaan yang cenderung mengarah kepada kegiatan sukarela, merupakan organisasi yang sangat rentan terhadap perbedaan kepentingan antar anggotanya yang menimbulkan potensipotensi mandeg-nya kegiatan berorganisasi.
“Kerjasama masih minim dikarenakan kurang rapat pengurus dan seringkali lebih fokus pada kegiatan eksternal masing-masing. Adanya kepentingan yang berbeda diluar organisasi membuat beberapa kegiatan terkesan tidak terlaksana atau terlaksana namun kurang maksimal, kita maklum karena ini organisasi sosial yang sukarela, namun harapan saya minimal ada komitmen-lah dari teman-teman” (Agung, Anggota, 13 April 2012)
52
Keadaan yang saling tergantung satu bagian dengan bagian lainnya dalam organisasi ini. Hal ini telah menjadi sifat dari suatu organisasi yang merupakan suatu sistem terbuka. Bila suatu bagian dan organisasi mengalami gangguan maka akan berpengaruh kepada bagian lainnya dan mungkin juga kepada seluruh sistem organisasi. Begitu juga halnya dengan jaringan komunikasi dalam suatu organisasi saling melengkapi. Hal ini nampak jelas terjadi dalam tubuh organisasi Mitra Gahana, seorang ketua dalam hal ini memiliki peran yang sangat penting sekali dalam menggerakkan roda organisasi, HMPA Mitra Gahana sebagai sebuah organisasi mengalami satu ketergantungan manajemen terhadap sosok ketua. Ketidak mampuan dalam mengelola manajemen komunikasi organisasi oleh ketua membuat seolah ketua memiliki beban yang luar biasa dalam rangka berkegiatan.
“Ketua yang sekarang ini kurang tegas, tidak bisa membagi tugas dengan baik, tidak bisa mengkomunikasikan beberapa informasi dengan baik, akhirnya teman-teman hanya bergantung terhadap sikap ketua, apabila diminta oleh ketua, organisasi jalan tapi jika ketua diam organisasi juga diam.”(Leni, Div Hutan Gunung, 10 April 2012)
Karena organisasi Mitra Gahana ini merupakan suatu sistem terbuka, maka untuk berfungsinya bagian-bagian itu terletak pada para anggotanya (seharusnya). Oleh karena itu hubungan anggota dalam organisasi dihubungkan oleh anggota. Oleh karena itu hubungan anggota dalam organisasi yang memfokuskan kepada tingkah laku komunikasi dari orang yang terlibat dalam suatu hubungan perlu dipelajari. Hubungan manusia 53
dalam organisasi berkisar mulai dari yang sederhana yaitu: hubungan diantara dua orang atau dyadic sampai kepada hubungan yang komplek, yaitu hubungan dalam kelompok-kelompok kecil, maupun besar, dalam organisasi Mitra Gahana ini. Lingkungan di organisasi Mitra Gahana adalah semua totalitas secara fisik dan faktor sosial yang diperhitungkan dalam pembuatan keputusan mengenai individu dalam suatu sistem. Lingkungan ini dapat dibedakan atas lingkungan internal dan eksternal. Komunikasi organisasi Mitra Gahana terutama berkenaan dengan transaksi yang terjadi dalam lingkungan internal organisasi yang terdiri dari organisasi dan kulturnya, dan antara organisasi itu dengan lingkungan eksternalnya. Yang dimaksud dengan kultur organisasi adalah pola kepercayaan dan harapan dari anggota organisasi yang menghasilkan norma-norma yang membentuk tingkah-laku individu dan kelompok dalam organisasi. Organisasi Mitra Gahana sebagai suatu sistem terbuka harus berinteraksi dengan lingkungan eksternal. Karena lingkungan berubah-ubah, maka organisasi memerlukan informasi baru. Informasi baru ini harus dapat mengatasi perubahan dalam lingkungan dengan menciptakan dan pertukaran pesan baik secara internal dalam unit-unit yang relevan maupun terhadap kepentingan umum secara eksternal.
54
Ketidakpastian adalah perbedaan informasi yang tersedia dengan informasi yang diharapkan. Untuk mengurangi faktor ketidakpastian ini organisasi menciptakan dan menukar pesan diantara anggota, melakukan suatu penelitian, pengembangan organisasi, dan menghadapi tugas-tugas yang komplek dengan integrasi yang tinggi. Organisasi Mita Gahana dalam hal ini masih kurang untuk mengurangi potensi ketidakpastian organisasi. Kegiatan yang ada dirasa merupakan kegiatan yang hanya sebatas menjalankan roda organisasi belum terlihat bagaimana hadirnya organisasi ini dalam rangka pengembangan kegiatan-kegiatannya. Ketidakpastian seringkali hadir dalam tubuh HMPA Mitra Gahana, di mana hal ini nampaknya menjadi salah satu dampak hadirnya konflik kepentingan dan beda pendapat antar anggota.
“Ada, karena pola pikir satu dengan yang lain sudah berbeda, apalagi komunikasi yang dilakukan nampaknya tidak ada ujungnya karena ketua dalam hal ini kurang ada pengarahan terhadap beberapa informasi, sehingga kami menangkap banyak sekali hal-hal yang tidak pasti dalam organisasi dan hal ini bisa menimbulkan potensi konflik dan beda pendapat”.(Gilang, Divisi Logistik, 13 April 2012)
Ketidakpastian dalam organisasi
HMPA
Mitra
Gahana
juga
disebabkan oleh terlalu banyaknya infomasi yang diterima dari pada sesungguhnya diperlukan untuk menghadapi lingkungan mereka. Salah satu urusan utama dari komunikasi organisasi adalah menentukan dengan tepat beberapa banyaknya informasi yang diperkukan untuk mengurangi ketidak pastian tanpa informasi yang berlebi lebihan. Jadi ketidakpastian dapat 55
disebabkan oleh terlalu sedikit informasi yang diperlukan dan juga karena terlalu banyak yang diterima
“Dalam semua hal terkait organisasi, komunikasi menjadi hal penting bagi kami untuk melakukan pengambilan keputusan, hal ini sudah menjadi budaya dari organisasi kami walau sesekali kurang dipahami oleh pimpinan. Adanya informasi yang sepotong-potong membuat kami sebagai anggota mengalami ketidak pastian untuk melangkah” (Lilis, Bendahara, 10 April 2012). Dalam manajemen pola komunikasi, HMPA Mitra Gahana belum memiliki satu patokan pola yang cukup jelas, ada beberapa kasus dalam penelitian ini yang mencirikan pola komunikasi model lingkaran di mana peran ketua HMPA Mitra Gahana tidak lebih hanya sebagai figur pengumpul ide maupun gagasan. HMPA Mitra Gahana juga memiliki satu ciri pola komunikasi model Roda, dengan beberapa kasus misalnya ketua yang masih sedikit otoriter dalam menyelesaikan masalah ataupun mengambil keputusankeputusan tertentu. Komunikasi model roda ini sebenarnya ada baiknya karena ketika terjadi satu permasalahan dalam pengambilan keputusan, ketua memiliki hak penuh untuk mengambil keputusam demi kelancaran kegiatan.
5.1.
Pola Komunikasi Organisasi Mitra Gahana dalam Menangani Konflik Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan. Bahkan sepanjang kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan konflik. Demikian halnya dengan kehidupan organisasi. Anggota organisasi senantiasa dihadapkan pada konflik. Perubahan atau 56
inovasi baru sangat rentan menimbulkan konflik (destruktif), apalagi jika tidak disertai pemahaman yang memadai terhadap ide-ide yang berkembang. Konflik berasal dari kata kerja Latin “configure” yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu “interaksi”. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap “organisasi” termasuk HMPA Mitra Gahana dan tidak satu organisasi pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok organisasi lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat atau organisasi itu sendiri. Organisasi tidak akan efektif apabila interaksi diantara orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi tidak pernah ada komunikasi. Komunikasi menjadi sangat penting karena merupakan aktivitas tempat pimpinan mencurahkan waktunya untuk menginformasikan sesuatu dengan cara tertentu kepada seseorang atau kelompok orang. Dengan Komunikasi, maka fungsi manajerial yang berawal dari fungsi perencanaan, implementasi
57
dan pengawasan dapat dicapai. Demikian pula yang terjadi pada HMPA Mitra Gahana. Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan berhasil menemukan beberapa fakta terkait dengan adanya persepsi yang berbeda sampai menimbulkan konflik, misalnya saja dalam satu rapat mengenai pembahasan agenda untuk melakukan kegiatan – kegiatan sosial di luar kampus. Dalam rapat tersebut banyak sekali terjadi perbedaan pandangan mengenai bagaimana sumber dana didapatkan untuk mendukung kegiatan. Dalam rapat tersebut salah satu anggota mengusulkan adanya pencairan dana melalui menjual pakaian-pakaian bekas namun menurut pandangan beberapa anggota lain hal itu tidak efektif, karena memakan banyak waktu dan terlalu ribet. Komunikasi tergantung pada persepsi, dan sebaliknya persepsi juga tergantung pada komunikasi. Persepsi meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai lingkungannya. Baik buruknya proses komunikasi tergantung persepsi masing-masing orang yang terlibat di dalamnya. Ketidaksamaan pengertian antara penerima dan pengirim informasi akan menimbulkan kegagalan berkomunikasi. Komunikasi yang berperan dalam menciptakan dan memelihara otoritas yang objektif dalam organisasi sebagai berikut. Konflik organisasi dalam organisasi Mitra Gahana merupakan satu bentuk perjalanan yang dinamis dari sekumpulan anggotanya. Konflik organisasi tidak dapat dihindari karena seriap anggotanya memiliki pola pikir serta kepentingan yang berbeda-beda. 58
Kembali kepada kasus yang terjadi pada saat rapat penentuan kegiatan sosial mengenai pencarian dana. Beberapa anggota senior dan junior memiliki pandangan-pandangan yang berbeda sehingga memunculkan perbedaan pendapat diantara anggota peserta rapat akan tetapi perdebatan tersebut sampai dengan menimbulkan konflik salah satu dari panitia mengundurkan diri dan tidak aktif lagi di organisasi, seperti yang dikatakan oleh Leni pada tanggal 10 April 2012. “Jelas ada, Komunikasi yang terjalin secara tidak langsung meminimalisir adanya perbedaan tersebut. Komunikasi yang berlangsung tidak harus disepakati sebagai perintah contohnya seperti ketua menyuruh anggota, tapi lebih ke komunikasi antar teman. Tapi hal ini bukannya aman dari konflik, adanya perbedaan kemudian juga berpotensi besar terhadap konflik.” Konflik seringkali menjadi masalah dalam organisasi Mitra Gahana, tanpa peduli besar maupun kecil tingkatan organisasi tersebut. Konflik tersebut mungkin tidak membawa kehancuran bagi organisasi, tetapi pasti dapat menurunkan kinerja organisasi itu, jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian seorang pimpinan dalam berorganisasi untuk mengelola konflik sangat diperlukan. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan dapat diselesaikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi masalah dalam peningkatan kinerja di dalam organisasi itu. Suatu konflik dapat bernilai positif, jika dapat dikelola dengan baik dan diarahkan secara positif untuk membangun situasi yang lebih baik. Tetapi jika sebaliknya, konflik dapat menjadi masalah dalam organisasi itu sendiri. 59
Konflik perlu direspon untuk menentukan strategi penyelesaian masalah dan cara mengatasinya. Apabila setiap konflik dapat ditangani maka setiap keputusan maupun pendapat dalam organisasi bukan masalah karena dapat diselesaikan dengan baik. Dalam beberapa pertemuan anggota misalnya, banyak sekali potensi konflik antar anggotanya, selain dengan adanya perbedaan persepsi, hadirnya kepemimpinan ketua juga menjadi salah satu faktor penting dalam menahan atau meminimalkan potensi konflik. Hadirnya figur ketua menjadi penting di dalam organisasi Mitra Gahana ini. Secara umum, konflik yang terjadi di Mitra Gahana ada pada tataran internal, yakni permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam organisasi. Beberapa ahli organisasi berpendapat bahwa konflik internal meliputi konflik yang terjadi di dalam diri individu, konflik antar individu yang dipimpin, konflik antara individu yang dipimpin dan organisasi, konflik antara pemimpin dan yang dipimpin, serta konflik antara pemimpin dengan organisasi (Winardi, 2007:45). Porsi terbesar yang dapat memicu potensi rapuhnya organisasi adalah konflik yang melibatkan pimpinan di dalamnya. Ini adalah sesuatu yang lumrah mengingat pemimpin adalah tonggak ujung organisasi. Pemimpin yang mempunyai tanggung jawab menjaga keluwesan organisasi dalam menghadapi konflik. Dalam organisasi ini, Ketua dipandang oleh anggotanya sebagai sosok yang kurang memiliki visi dan misi yang jelas, tidak mampu berkomunikasi dengan baik dengan anggotanya. Dalam 60
beberapa kasus, ketua HMPA Mitra Gahana saat ini sering mengambil keputusan yang otoritarian. Konflik dalam organisasi Mitra Gahana merupakan dampak dari kepentingan, baik kepentingan individu yang dipimpin maupun pemimpin. Disadari atau tidak, ketika bergabung dalam organisasi Mitra Gahana, setiap individu mempunyai kepentingan tertentu yang ingin dicapai pada saat bergabung dengan organisasi. Disamping bahwa ada kepentingan organisasi, yakni visi, yang harus sejalan dan selaras dengan pemikiran individu yang bergabung dengan organisasi. Kepentingan merupakan salah satu faktor dominan yang menjadi akar pemicu konflik. Dalam organisasi Mitra Gahana, setiap individu yang bergabung mempunyai angan-angan tertentu yang ingin diraihnya. Dan ketika angan-angan dan harapan tersebut perlahan-lahan hilang, maka individu yang bersangkutan akan surut semangatnya di organisasi itu. Konflik juga bersinggungan dengan peran. Peran yang dijalani setiap individu (baik pemimpin maupun yang dipimpin) bisa saja bertentangan dengan keinginan pribadi yang bersangkutan. “Tidak tentu kadang bisa kompak dan terkadang tidak, kadang-kadang teman-teman masih sibuk dengan kepentingan mereka sendiri sehingga hal ini sedikit banyak menghambat kegiatan organisasi” (Rani, Div Rock Climbing, !3 April 2012).
Proses pembicaraan dan penyelesaian konflik di dalam HMPA Mitra Gahana dengan pada konflik diantara dua kelompok. Keterkaitan tujuan mempengaruhi interaksi internal anggota-anggota organisasi dengan cara yang 61
sama dengan yang dilakukan di antara kelompok. Dalam pembicaraan ini, yang disebut sebagai conflict parties adalah orang-orang, golongan, atau kelompok yang terlibat konflik secara langsung. Interested audiences adalah pihak-pihak yang tidak secara langsung terlibat, namun kehadirannya dapat mempengaruhi. Third parties adalah tidak dilibatkan dan kurang atau lebih objektif tentang konflik. Pengembangan dan manajemen konflik dipelajari dengan cara pengamatan proses kelompok. Pola komunikasi organisasi dan pengaruh sosial merefleksikan strategi untuk menangani konflik. Untuk memahami pola-pola ini, Sejarah interaksi organisasi Mitra gahana akan mempengaruhi strategi yang digunakan, seperti mengatasi tekanan waktu pada kelompok. Adanya potensi Konflik dalam tubuh Mitra gahan menjadikan organisasi ini harus memiliki satu strategi dalam menangani konflik. “Konflik dalam organisasi biasanya diselesaikan secepatnya dalam rapat anggota sedangkan internal lebih pendekatan individual dengan pihak bermasalah Ketua biasanya menengahi dalam setiap konflik yang terjadi di internal organisasi baik masalah organisasi maupun non organisasi”(Gilang, Div Logistik, 13 April 2012)
Strategi mengurangi konflik yang sering digunakan dalam menangani konflik adalah pertama dengan mengurangi konflik; kedua dengan menyelesaikan konflik. Untuk metode pengurangan konflik salah satu cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan terlebih dahulu (cooling thing down). Meskipun demikian cara semacam ini sebenarnya belum menyentuh persoalan yang sebenarnya. Cara lain adalah dengan membuat “musuh bersama”, sehingga para anggota di dalam kelompok 62
tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami konflik. Hal ini yang terjadi pada HMPA Mitra Gahana, di mana beberapa kali ada semacam pembiaran konflik yang terjadi oleh ketua, sehingga para anggota tergerak untuk membuat satu cara yakni dengan bersama-sama mengadakan satu pertemuan untuk merekonsiliasi atau mempertemukan antar anggota yang sedang berkonflik. Pembiaran-pembiaran terhadap konflik yang terjadi justru akan menimbulkan masalah baru dikemudian hari, namun dengan komunikasi yang dijalin oleh setiap anggota untuk mempertemukan anggota yang terlibat konflik maka akan terjadi satu penyelesaian yang baik bagi seluruh anggota organisasi. “Dengan mengumpulkan anggota dan membahasanya bersama bagi yang berkonflik, kadang-kadang anggota yang berinisiatif karena ketua banyak sekali atau cenderung membiarkan konflik tersebut hilang sendiri tanpa ditangani.”(Budi, Anggota, 20 April 2012) Penulis menemukan beberapa fakta bahwa dalam pola komunikasi yang dilakukan oleh HMPA Mitra Gahana ada yang dapat menyelesaikan konflik yang terjadi, namun juga ada yang tidak menyelesaikan konflik. Hal ini dikarenakan Mitra Gahana sebagai sebuah organisasi yang tidak mengikat anggotanya dalam aturan-aturan hierarki atau struktural.
63
Ketua
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Pola komunikasi model lingkaran yang diperkenalkan oleh Devito yang juga menjadi salah satu ciri komunikasi dari organisasi Mitra Gahana merupakan model yang mencirikan kesamaan hak komuniasi semua anggotanya, walaupun ada sosok ketua namun ia tidak lebih dari seorang figur pengumpul ide dan gagasan anggotanya, kedudukan ketua dalam konteks komunikasi organisasi model lingkaran adalah sama dengan anggota lainnya. HMPA Mitra Gahana beberapa kali mengalami konflik di antara anggota organisasinya. Pada satu kasus ada anggota yang berselisih tentang pendapat mengenai rencana kegiatan HMPA Mitra Gahana untuk Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis, dalam satu rapat itu ada perselisihan pendapat antara salah satu panitia senior dari seksi acara dengan panitia junior dari seksi acara, kedua belah pihak yang berada dalam satu seksi yang berselisih kemudian menimbulkan friksi atau konflik yang semakin tajam karena panitia yang senior merasa pedapatnya adalah benar tetapi tidak diterima oleh panitia junior. Kemudian konflik ini berlanjut sampai dengan salah satu panitia yang berkonflik tersebut keluar dari kepanitian dan tidak 64
aktif lagi di organisasi. Di sini peran seorang ketua menjadi penting seharusnya sebagai mediator konflik yang terjadi, namun dalam model lingkaran, setiap anggota berperan sama haknya dalam penyelesaian konflik, namun yang terjadi adalah pembiaran terhadap konflik walaupun sudah diatasi namun konflik tidak serta merta selesai begitu saja. Dalam beberapa hal, pola komunikasi model lingkaran tidak begitu saja bisa menyelesaikan masalah atau konflik, hal ini dikarenakan terlalu banyak anggota yang ikut terlibat dalam rekonsiliasi konflik sehingga ketidakfokusan dalam mengatasi konflik cenderung akan menimbulkan konflik baru. Dalam organisasi Mitra Gahana-pun pernah terjadi konflik yang berkepanjangan karena adanya keterlibatan banyak pihak yang ingin menyelesaikan, namun justru memperkeruh masalah. Misal saja pada saat menentukan kegiatan penerimaan anggota baru pada tahun 2011. Dalam kasus tersebut terjadi perselisihan dalam menentukan proses pendidikan dasar (diksar) bagi anggota baru antara anggota yang mengurusi kesekretariatan dengan anggota dari seksi acara, dari seksi kesekretariatan mengusulkan agar kegiatan pendidikan diksar jangan terlalu berat karena data di kesekretariatan ada beberapa yang memiliki penyakit dan takut beresiko sedangkan dalam seksi acara berpendapat bahwa hal tersebut memang sudah ketentuan sejak lama. Dalam konflik itu seluruh pihak dikumpulkan dalam satu rapat yang bertujuan untuk mendengarkan pendapat dari seluruh anggota sehingga bisa mengetahui sumber konflik dan bagaimana menyelesaikannya. Namun yang 65
terjadi dalam rapat tersebut tidak menemukan penyelesaian atas konflik yang sedang berlangsung, karena tidak adanya kesimpulan dari setiap pendapat pihak-pihak yang mengikuti rapat tersebut. “Biasanya konflik yang terjadi secepatnya akan ditindak lanjuti untuk konflik dalam organisasi biasanya segera dilakukan rapat anggota untuk menjaring pendapat dari anggota sebagai pemecahan masalah. Namun terkadang hal ini tidak efektif karena terlalu banyak yang terlibat dalam penyelesaian konflik justru bisa menimbulkan konflik baru”.(Galih, Sekretaris, 10 April 2012)
Pola Komunikasi model lingkaran ini menjadi salah satu faktor yang membuat konflik yang terjadi dalam HMPA Mitra Gahana berlarut-larut dan sulit untuk diselesaikan, dalam manajemen konflik, rekonsiliasi menjadi satu bagian yang memerlukan figur mediasi atas para pihak yang berkonflik, figur ini hendaknya bisa diterima oleh kedua pihak yang berselisih. Dalam HMPA Mitra Gahana yang seharusnya berperan dalam konteks ini adalah orang yang dituakan dalam organisasi dalam hal ini (misalnya) ketua organisasi. Dalam pola komunikasinya, HMPA Mitra Gahana juga menerapkan pola komunikasi model roda, bagaimanapun organisasi merupakan satu kumpulan individu yang diikat dalam satu struktur kelembagaan, di mana sistem komunikasinya juga memiliki poros atau terpusat yakni dengan hadirnya opinion leader dalam organisasi dalam hal ini ketua organisasi. Walaupun dalam prakteknya, ketua organisasi Mitra Gahana dalam pola komunikasi terpusat ini sedikit otoriter, namun dalam konteks mengatasi
66
konflik, hal ini terbukti efektif karena sosok ketua merupakan mediator yang seharusnya dapat diterima oleh pihak-pihak yang berselisih. “Konflik dalam organisasi biasanya diselesaikan secepatnya dalam rapat anggota sedangkan internal lebih pendekatan individual dengan pihak bermasalah. Ketua biasanya menengahi dalam setiap konflik yang terjadi di internal organisasi baik masalah organisasi maupun non organisasi Teknik komunikasi biasanya menengahi setiap konflik yang terjadi lebih mendekatkan diri pada anggota” (Gilang, Div Logistik, 13).
Dalam beberapa kasus Mitra Gahana juga menerapkan komunikasi model roda, sebagai contohnya ketika terjadi konflik pribadi di luar organisasi sampai dengan terlibat perkelahian yang dialami oleh 3 orang anggota Mitra Gahana. Konflik tersebut sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan organisasi, namun hal ini apabila dibiarkan akan menganggu kinerja anggota organisasi karena ketiga orang anggota tersebut masuk ke dalam anggota yang aktif. Mitra Gahana melalui ketua kemudian melakukan pertemuan terbatas dengan beberapa pengurus dan beberapa anggota yang berkonflik. Ketua mempertegas kebijakannya terhadap anggota yang sedang berkonflik, hendaknya tidak dibawa di organisasi. Selain dalam pertemuan resmi pengurus ketua juga melakukan pendekatan khusus terhadap individu – individu yang berkonflik. Dengan demikian komunikasi dalam menyelesaikan konflik tetap memiliki pusat atau poros penyelesaian yakni ketua maupun penasehat organisasi. Konflik yang terjadi tersebut akhirnya dapat diatasi dan anggota yang berkonflik akhirnya dapat berdamai dan berorganisasi seperti biasa. 67
Dalam konsep De Vito terdapat lima model komunikasi yaitu : model lingkaran, model roda, model Y, model rantai dan model semua saluran atau bintang. Namun dalam organisasi Mitra Gahana model komunikasi yang dilakukan adalah model lingkaran dan model roda. Hal ini dikarenakan organisasi Mitra Gahana merupakan organisasi sosial sukarela yang tidak terpaku pada komunikasi hierarkis struktural, namun merupakan komunikasi sejajar yang terkadang berporos pada satu sumber komunikasi (roda) ataupun yang tidak terpusat (lingkaran).
68