253
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan Penelitian ini menjawab dua persoalan yaitu bagaimana intertekstualitas diperlukan
struktur
dalam
lakon
sanggit lakon
dan
mengapa
“Hana
Caraka
dramatisasi Nabi
Elia”.
Pertunjukan berlangsung selama dua jam sepuluh menit dan hanya diringi dengan gamelan laras pelog. Struktur lakonnya adalah sebagai berikut. 1.
Bedhol Kayon
2.
Adegan prolog: Elia diperkenalkan
3.
Jejer Ahab-Isebel
4.
Paseban jawi: Isebel mengutus Isral-budhalan
5.
“Perang gagal”: Perang Nabot dan Isral, Nabot terbunuh disusul adegan Elia membela Nabot: nubuat kekeringan kepada Ahab.
6.
“Gara-gara”/selingan: kisah binatang
7.
Perang Kembang: Elia dan Iblis
8.
Adegan Elia dan Malaikat Pelindung
9.
Adegan Elia dan Janda Sarfat
10. Adegan Ahab mengeluh atas kekeringan
254
11. Adegan Ahab versus Elia, adegan Elia dibantu Malaikat, adegan Perlombaan Elia dan Ahab, adegan Isebel menolong Ahab 12. Perang sampak manyura, adegan Isebel versus Elia, adegan Baal dan Elia 13. Adegan Ahab bertobat 14. Tancep Kayon.
Adanya
intertekstualitas
sangatlah
menentukan
terbentuknya struktur lakon. Teks-teks tersebut adalah Alkitab sebagai sumber cerita, situasi sosio-politik, berita di koran dan media lainnya, lakon Wayang Purwa pada umumnya, lakon Wayang Purwa sajian Ki Nartasabda, audiens, gagasan dan pengalaman hidup penyusun naskah, gagasan dan pengalaman hidup pembina Wayang Wahyu, dalang beserta kru, dan gagasangagasan
para
pendukung
pementasan.
Masing-masing
teks
tersebut mengalami perjumpaan sehingga terbangunlah sebuah struktur lakon yang menarik dan khas. Contoh kekhasan struktur lakon ini adalah adegan kisah binatang sebagai pengisi adegan gara-gara dan adegan pertobatan Ahab pada pathet pelog barang sebagai keunggulan sanggit lakon sajian Ki Blacius Subono. Dramatisasi diperlukan dalam sanggit lakon “Hana Caraka Nabi Elia”. Hal utama yang menjadi alasan adanya dramatisasi
255
adalah karena pergelaran ini harus mempertimbangkan tiga stakeholder. Mereka adalah Gereja, penonton, dan Balai Soedjatmoko (pihak yang mengundang pentas). Masing-masing kemauan stakeholder ditampung menjadi satu dalam sebuah pertunjukan sehingga dramatisasi kisah Elia dalam Alkitab tidak terelakkan lagi. Gereja menghendaki agar kisah Alkitab dan kebenaran ajarannya sampai kepada masyarakat. Penonton menghendaki agar pertunjukannya menarik dan dapat dicerna dengan mudah. Balai Soedjatmoko menghendaki agar Wayang Wahyu mampu menampilkan hal-hal baru. Kisah Elia seperti yang tertulis pada Alkitab dengan demikian tidak ditampilkan persis seperti apa adanya. Kisah Elia mengalami variasi dan dramatisasi.
B. Saran-saran Wayang Wahyu patut dilestarikan dengan cara-cara kreatif sehingga semakin memperkaya khasanah pewayangan Indonesia. Wayang Wahyu diharapkan supaya menjadi lahan garapan atau ajang kreativitas yang khas. Kekhasannya ditampakkan misalnya dengan menciptakan iringan-iringan dan sulukan-sulukan yang baru. Sulukan-sulukan, selain dibuat dengan bahasa kawi demi menampilkan keindahan sastra, hendaknya dibuat juga dengan kata-kata religius.
256
Pelbagai bentuk kreativitas yang dirintis oleh para pegiat Wayang Wahyu diperlukan untuk memberi inspirasi bagi para pegiat wayang lainnya. Semua pegiat wayang, baik itu pegiat Wayang Wahyu maupun pegiat wayang lainnya, mau tidak mau harus menghadapi banyak tantangan. Tantangan yang nyata adalah menurunnya minat terhadap pertunjukan wayang. Jiwa kreatif para senimanlah yang diperlukan untuk menghadapi tantangan tersebut. Wayang
Wahyu
perlu
belajar
dari
dinamika
perkembangannya, terutama tentang pelestarian. Paling tidak ada dua pihak yang diharapkan dapat menjaga kelestarian Wayang Wahyu, yakni pihak seniman dan pihak pemimpin Gereja. Pihak seniman terutama dalang bertugas untuk semakin menguasai keterampilan. Keterampilan bukan hanya soal teknik pedalangan tetapi juga soal kemampuan membaca Alkitab serta membaca tanda-tanda jaman. Pihak pemimpin Gereja bertugas sebagai motivator yang sungguh mau hadir dan terlibat. Pertemuan pembahasan
rutin
teks
para
Alkitab
pegiat dan
Wayang
naskah
Wahyu
sangatlah
untuk penting
mengingat fungsinya sebagai media penyampaian kisah Alkitab. Pertemuan penyimpangan
dimaksudkan ajaran.
untuk Pertemuan
menghindari untuk
bahaya
mengadakan
kesepakatan tentang bentuk boneka wayang, karakter, suara
257
tokoh,
lakon,
dan
teknik
sabet
sangatlah
penting
untuk
dilaksanakan. Pertemuan ini menjadi penting karena masingmasing dalang belum mempunyai kesepahaman bersama. Perihal menghadapi tantangan masa kini kiranya bukan hanya berlaku bagi Wayang Wahyu. Pelaku seni pedalangan pada umumnya juga menghadapi tantangan yang sama. Mereka perlu mengadakan komunikasi yang baik untuk menyiasati tantangan tersebut. Para dalang hendaknya peka untuk membaca situasi jaman. Situasi jaman dengan segala tantangannya hendaknya disikapi sebagai peluang untuk melestarikan kesenian wayang secara kreatif.