BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan Peranan evaluasi pengendalian internal di RSUD Panembahan Senopati Bantul memang sangat dibutuhkan dalam memastikan kecukupan efekivitas sistem yang telah berjalan. Berdasarkan analisis yang dilakukan peneliti mengenai risiko operasional berdasarkan unit aktivitas dan kecukupan sistem pengendalian internal yang ada di RSUD Panembahan Senopati Bantul, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Berdasarkan penilaian risiko operasional yang telah dilakukan terhadap unit aktivitas di rumah sakit, peringkat risiko dari bidang yang paling berisiko adalah Bidang Keuangan, Instalasi Prasarana dan Sarana Rumah Sakit (IPSRS), Instalasi Rekam Medis dan SIM-RS, Instalasi Farmasi, Bidang Pelayanan dan Penunjang Medis, Seksi Mutu dan Audit Klinik, dan yang terakhir adalah Bagian Kepegawaian. Dari ketujuh bidang ini bidang yang berada pada peringkat 3 teratas berada pada kuadran I dan kuadran III yang memerlukan respon sharing risiko dan reduction risiko dari manajemen rumah sakit. Sedangkan untuk bidang lain berada pada kuadran II dan hanya memerlukan respon acceptance dan memperkuat sistem yang sudah ada.
2.
Secara umum RSUD Panembahan Senopati Bantul telah memiliki sistem pengendalian internal yang cukup baik, namun memerlukan peningkatan lagi.
88
Hal ini terlihat dari kepatuhan manajemen secara umum terhadap 5 komponen pengendalian internal yang sudah baik. a.
Pada komponen lingkungan pengendalian, secara umum sudah patuh terhadap COSO Internal Control Framework. Rumah sakit mempunyai komitmen integritas dengan menetapkan Maklumat Pelayanan, selain ada code of conduct berupa peraturan dan kode etik. Penempatan karyawan sesuai latar belakang pendidikan dan pelatihan secara berkala juga menjadi wujud komitmen terhadap kompetensi karyawan. Visi dan misi rumah sakit selama ini juga sudah di publikasikan melalui media website, papan di dinding rumah sakit, dan selebaran kepada semua karyawan. Kekurangannya, struktur rumah sakit yang ada saat ini masih memerlukan penjelasan mengenai kejelasan alur tanggung jawab dan informasi dari atas ke bawah.
b.
Penilaian risiko telah dilakukan mulai tahun 2011 sebagai komitmen rumah sakit dalam mencapai Akreditasi Rumah Sakit 2011 yang berlaku selama 3 tahun. Penilaian risiko dilakukan atas beberapa indikator, yaitu 11 indikator area klinis dan 9 indikator area upaya manajemen. Dari masing-masing area dipilih 5 indikator yang memiliki risiko besar. Kekurangannya, pelaksanaan penilaian risiko yang belum lama dilakukan menyebabkan pelaksanaan prosedur ini belum maksimal dan masih memerlukan sosialisasi pemahaman kepada seluruh unit aktivitas rumah sakit.
89
c.
Pada komponen aktivitas pengendalian, secara umum masing-masing bidang atau instalasi telah mendesain sistem yang mampu memberikan pengendalian terhadap risiko-risiko yang ada. Kekurangannya ada pada permasalahan cash in flow yang menyebabkan aktivitas pengendalian pada masing-masing bidang terganggu.
d.
Pada komponen informasi dan komunikasi, secara eksternal rumah sakit melaporkan kegiatannya selama satu tahun sekali kepada Bupati Bantul dan Dewan Pengawas. Secara internal, tiap-tiap bagian melaporkan hasil kegiatan satu bulan sekali untuk dilakukan evaluasi bersama. Komunikasi visi dan misi telah dipublikasikan secara menyeluruh melalui berbagai media. Informasi prosedur pelayanan untuk pasien juga dipublikasikan melalui banner-banner yang banyak tersebar di seluruh bagian rumah sakit.
e.
Komponen terakhir adalah pengawasan. Pengawasan terhadap rumah sakit dilakukan oleh pihak eksternal dan internal. Dari pihak eksternal, rumah sakit diawasi oleh Dewan Pengawas, Inspektorat, BPKP, dan BPK. Kemudian, pengawas dari internal adalah Satuan Pengawas Intern (SPI), walaupun sampai sekarang belum berjalan secara maksimal.
5.2. Keterbatasan Penelitian Peneliti memiliki keterbatasan-keterbatasan dalam melakukan penelitian ini, di antaranya : 1.
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini salah satunya adalah dengan wawancara. Wawancara dilakukan kepada direksi, kepala bidang,
90
maupun kepala seksi atau instalasi yang terkait. Beberapa pihak yang diwawancarai merupakan seorang dokter yang memiliki tingkat kesibukan yang tinggi sehingga sangat sulit untuk mencari waktu luang untuk diwawancarai ketika di rumah sakit. Hal ini menyebabkan ketika melakukan wawancara, waktu yang tersedia tidaklah lama dan membuat proses wawancara menjadi kurang menyeluruh. Selain itu rumah sakit juga sedang menyiapkan laporan untuk Akreditasi Rumah Sakit 2014, sehingga beberapa pihak batal untuk diwawancarai karena tidak ada kesepakatan waktu wawancara yang tercapai, salah satunya adalah jajaran direksi. Akhirnya, peneliti melakukan wawancara kepada mantan wakil direktur rumah sakit yang baru saja pensiun bulan Agustus tahun lalu, yang diharapkan masih mampu memberikan informasi yang relevan. Meskipun demikian, bisa saja informasi yang disampaikan sudah tidak sesuai dengan kebijakan direksi yang baru. 2.
Jumlah bidang dan instalasi di RSUD Panembahan Senopati Bantul yang berhubungan dengan operasional rumah sakit cukup banyak sehingga tidak mungkin untuk melakukan observasi ke semua bidang dan instalasi tersebut. Alternatifnya, peneliti melakukan sampling pada bagian-bagian yang dianggap memiliki risiko terbesar dan atas pertimbangan dengan direksi dan kesediaan narasumber tersebut.
3.
Laporan Rumah Sakit yang terbaru yaitu tahun 2013 belum disahkan sehingga peneliti tidak memiliki akses untuk mendapatkan informasi terkait kegiatan rumah sakit selama tahun 2013. Laporan terbaru yang bisa digunakan oleh
91
peneliti adalah Laporan Rumah Sakit Tahun 2012. Hal ini bisa membuat data menjadi tidak relevan untuk digunakan analisis saat ini. 5.3. Saran Berdasarkan temuan-temuan pada saat wawancara, observasi, dan telaah dokumentasi serta sesuai dengan pembahasan di bab sebelumnya, peneliti memberikan saran sebagai berikut : 1.
Bekerja sama dengan akuntan publik untuk menyusun desain Internal Audit Charter yang mengatur mengenai Satuan Pengawas Intern (SPI) dan berkonsultasi mengenai pelaksanaan SPI di RSUD Panembahan Senopati Bantul.
2.
Melakukan penilaian risiko melalui teknik brainstorming. Teknik ini merupakan teknik yang efektif dan cepat dalam mengidentifikasi risiko-risiko tanpa melalui penelitian yang panjang (Moeller, 2007). Brainstorming dapat dilakukan dengan mengumpulkan semua kepala-kepala bidang maupun instalasi dan membahas potensi risiko yang dapat muncul dalam beberapa tipe respon.
3.
Penekanan visi, misi, tujuan, dan motto rumah sakit kepada seluruh karyawan hendaknya selalu dilakukan terus dan tidak terpaku pada agenda akreditasi rumah sakit.
4.
Meskipun operasional rumah sakit lebih dominan pada pelayanan kesehatan, tidak bisa mengesampingkan penguatan sistem pengendalian internal yang akan mendukung dalam meningkatkan kualitas pelaporan keuangan. Selama ini, SPI yang ada belum berjalan sebagaimana mestinya, dan lebih fokus pada
92
audit internal yang bersifat medis seperti audit kematian bayi, audit kematian ibu, dan lain-lain. 5.
SPI saat ini dijabat oleh pejabat fungsional yang masih aktif menjalankan tugas fungsionalnya dan aktif juga dalam komite medik. Dalam aturan SPI harus dipegang oleh pejabat fungsional yang sudah tidak menjalankan aktivitas fungsionalnya dan tidak merangkap jabatan.
6.
Memperjelas alur tanggung jawab dan alur informasi pada struktur organisasi rumah sakit agar terjadi efektivitas tanggung jawab dan informasi.
7.
Untuk saran mengenai temuan-temuan secara lengkap terlampir dalam finding sheet. Kemudian saran untuk penelitian selanjutnya, evaluasi atas sistem
pengendalian internal ini bisa dilakukan secara menyeluruh pada semua bagian. Selain itu setelah Satuan Pengawas Intern (SPI) rumah sakit telah berjalan, bisa dilakukan evaluasi kinerja Satuan Pengawas Intern untuk melihat apakah SPI telah melalukan fungsi internal audit di RSUD Panembahan Senopati Bantul.
93