158
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dibahas, maka dapat ditarik kesimpulan yakni sebagai berikut : 1.
Berdasarkan hukum positif di Indonesia, penyelesaian sengketa kepegawaian mengenal 2 (dua) sistem penyelesaian yaitu melalui Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) dan melalui Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Khusus untuk sengketa-sengketa tata usaha negara yang harus diselesaikan terlebih dahulu melalui upaya administrasi maka Pengadilan Tinggi TUN dapat memeriksa, memutus dan menyelesaikannya sebagai badan peradilan tingkat pertama dan terhadap putusan PT.TUN tersebut tidak tersedia upaya hukum banding melainkan langsung mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Sistem peradian Tata Usaha Negara di Indonesia dapat dikatakan telah memberikan perlindungan hukum kepada PNS namun belum optimal dikarenakan adanya kendala yuridis dalam pelaksanaan putusan yang dikeluarkan oleh PTUN.
2.
Kendala Yuridis yang dihadapai oleh PTUN dalam penyelesaian sengketa kepegawaian berkaitan dengan : a. Kendala yang diakibatkan oleh Sistem Perundang-Undangan yang mengatur tentang penyelesaian sengketa kepegawaian, antara lain :
159
1. Tidak diaturnya kewajiban pelaporan pelaksanaan putusan inkrah oleh tergugat. 2. Adanya peluang yang dibuka oleh Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 dengan memberikan kewenangan kepada badan lain melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2011 tentang BAPEK dalam menyelesaikan sengketa kepegawaian melalui upaya administratif. 3. Tenggang Waktu pengajuan Gugatan yang singkat. 4. Dalam hal ganti rugi, adanya dasar hukum yang membuka peluang memperbolehkan tergugat untuk mengulur-ngulur waktu dalam pembayaran ganti rugi. 5. Terbukanya peluang terjadinya sengketa baru akibat tidak adanya peraturan yang mengatur tata cara pengembalian posisi kepegawaian penggugat. b. Kendala yang diakibatkan oleh
Sinkronisasi dan Harmonisasi
peraturan perundangan 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN tidak menyebutkan eksistensi PTUN dalam menyelesaiakan sengketa kepegawaian hanya mengatur sampai pada tahap banding administratif saja. 2. Lahirnya Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang mengatur secara materil penyelenggaraan administrasi pemerintahan tidak diikuti
160
dengan revitalisasi undang-undang PTUN serta pembentukan peraturan pelaksananya sehingga beracara dalam peradilan tata usaha negara tidak berjalan optimal. a. Kendala dalam proses eksekusi putusan. 1. Dalam peradilan tata usaha negara tidak dikenal adanya lembaga lain yang membantu dalam pengawasan pelaksanaan keputusan inkrah bagi tergugat. 2. Eksekusi ganti rugi yang rumit . 3. Tidak sempurnanya pelaksanaan putusan peradilan akibat penyelesaian sengketa memakan waktu yang cukup lama.
1.
Langkah yang dapat ditempuh pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum yang optimal kepada PNS berupa: a. Upaya Untuk mengatasi Kendala yang diakibatkan oleh Sistem Perundang-Undangan yang mengatur tentang penyelesaian sengketa kepegawaian dengan cara : 1. Dikehendakinya keaktifan hakim TUN dalam menggali AAUPB yang selaras dengan pancasila. 2. Adanya perbaikan dalam hal menghadapi kendala dari aspek perundang-undangan. Hal tersebut yang berkaitan dengan mekanisme pengaturan upaya paksa, sanksi uang paksa dan sanksi administrasi lainnya yang di tujukan bagi pejabat tata usaha negara. Diperluasnya kewenangan PTUN dirasa perlu untuk menampung system penyelesaian ganti rugi dengan
161
pemberian ganti rugi yang memenuhi rasa keadilan masyarakat tidak sekedar mempertimbangkan ganti rugi secara legal formil dalam peraturan perundangan yg masih mengacu pada PP 43 Tahun 1991.
b. Upaya
Untuk
Mengatasi
Kendala
yang
diakibatkan
oleh
Sinkronisasi dan Harmonisasi peraturan perundangan dengan dilaksanakanya revitalisasi undang-undang PTUN terkait dengan lahirnya UU ASN dan UU Administrasi Pemerintahan.
c. Upaya untuk mengatasi Kendala dalam proses eksekusi putusan yaitu dengan: 1. Upaya pengoptimalam perlindungan hukum Penggugat sebagai pencari
keadilan
dapat
dilakukan
dengan
pengoptimalan
penerapan sanksi administratif sebagai upaya paksa terhadap Pejabat TUN dalam pelaksanaan Putusan PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap. 2. Sanksi tegas merupakan jalan satu-satunya sarana efektif memaksa orang-orang yang berada dibalik jabatan untuk patuh terhadap hukum. Bila memungkinkan, dibentuknya suatu lembaga yang bertanggung jawab kepada Presiden khusus menangani masalah pelaksanaan putusan PTUN. Lembaga ini akan efektif dan berfungsi karena akan mengurus tingkah laku pejabat seIndonesia yang berpotensi membangkang terhadap
162
putusan PTUN, namun kewenangan tersebut tidak menjadi prioritas Presiden.
2. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka saran yang dapat diberikan antara lain : 1. Lebih diperhatikannya penerpan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik bagi pejabat TUN yeng membuat KTUN, agar KTUN yang dibuat tidak merugikan hak-hak dan kepentingan orang lain, dengan demikian sengketa yang ditimbulkan dari adanya pelanggaran hak-hak orang lain khususnya di bidang kepegawaian dapat diminimalisir. 2. Dibuatnya revisi mekanisme pelaksanaan penyelesaian sengketa kepegawaian oleh pemerintah, mengingat penyelesaian sengketa kepegawaian seperti yang tercantum pada Pasal 129 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN hanya mencantumkan tentang penyelesaian melalui upaya administratif (keberatan administratif dan banding administratif) saja. Seharusnya penyelesaian sengketa kepegawaian akan lebih efektif dan dapat memberikan perlindungan hukum bagi para pencari keadilan apabila diberlakukannya upaya administratif juga melalui PTUN, seperti yang tercantum dalam pasal 35 UU Nomor 43 Tahun 1999. Adanya penegasan kembali pada UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang keterlibatan PTUN secara langsung dalam penyelesaian sengketa kepegawaian. Adanya pembagaian mekanisme penyelesaian sengketa kepegawaian
163
yang berkaitan dengan sistem merit dapat diselesaikan melalui upaya administrasi saja mengingat UU ASN ini adalah Undang-Undang profesi, namun sengketa lain yang tidak berkaitan dengan sistem merit upaya penyelesaiannya diberlakukan dua mekanisme yaitu upaya administrasi (keberatan administrasi) dan apabila belum puas, maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan ke PTUN sebagai tingkat pertama. 3.
Revitalisasi Undang-Undang PTUN terkait dengan lahirnya UndangUndang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebagai Undang-Undang yang mengatur PTUN secara materiil.
4.
Adanya suatu regulasi yang jelas yang mengatur tentang eksekusi putusan PTUN yang sudah mempunyai kekuatan hukum, dengan tujuan agar meningkatkan kepatuhan yuridis bagi badan/pejabat TUN yang dikenai putusan PTUN mengingat pada PTUN tidak mengenal adanya pihak eksekutor putusan.
5.
Adanya pengawasan yang optimal dari PTUN terhadap badan/pejabat TUN yang dikenai putusan PTUN dengan mewajibkan pihak yang dikenai putusan PTUN tersebut melaporkan jalannya pelaksanaan putusan. Diharapkan dengan adanya mekanisme pelaporan pelaksanaan putusan tersebut dapat menjadi suatu sarana kontrol bagi badan/pejabat TUN yang dikenai putusan PTUN.