BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dijabarkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan : 1. Pembedaan pengaturan pembebasan bersyarat bagi narapidana tindak tertentu dilatarbelakangi oleh alasan filosofis, yuridis, dan sosiologis. Landasan filosofis diberlakukannya pembedaan pengaturan bagi narapidana tindak pidana tertentu yaitu terorisme, narkotika dan prekursor
narkotika,
psikotropika,
korupsi,
kejahatan
terhadap
keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya untuk memperoleh pembebasan bersyarat adalah tuntutan rasa keadilan masyarakat. Ketentuan sebelumnya mengenai syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan yang di dalamnya termasuk pengaturan pembebasan bersyarat, dinilai belum mencerminkan kepentingan keamanan dan rasa keadilan masyarakat secara menyeluruh. Oleh karena itu dibutuhkan pengaturan yang lebih khusus bagi narapidana tindak pidana tertentu untuk mencapai rasa keadilan tersebut. Selanjutnya, landasan yuridis diberlakukannya pembedaan pengaturan bagi narapidana tindak pidana tertentu untuk memperoleh pembebasan bersyarat adalah bahwa tindak pidana tertentu merupakan kejahatan luar biasa yang berdampak luas
139
140
bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Kejahatan luar biasa tersebut dapat menimbulkan kepanikan, kecemasan, atau ketakutan yang luar biasa pula pada masyarakat. Untuk menangani kejahatan luar biasa ini harus digunakan cara-cara khusus bahkan cara-cara yang luar biasa pula. Pemberlakuan pengaturan yang berbeda bagi narapidana tindak pidana tertentu untuk memperoleh pembebasan bersyarat juga dilandasi oleh alasan sosiologis. Landasan sosiologis pengetatan persyaratan untuk memperoleh pembebasan bersyarat bagi narapidana tindak pidana tertentu dilakukan karena tindak pidana tertetu yaitu terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya merupakan kejahatan yang dapat mengakibatkan kerugian yang besar bagi kehidupan masyarakat. Selain itu pengetatan yang dimasukkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 sudah sesuai dengan keyakinan hukum masyarakat bahwa tindak pidana tertentu tersebut merupakan kejahatan luar biasa yang perlu pengendalian khusus. 2. Pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat terhadap narapidana tindak pidana tertentu baik di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Klas IIA Salemba maupun Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Klas I Jakarta Pusat sudah dilakukan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan. Pelaksanaan pemberian pembebasan bagi narapidana tindak pidana tertentu di LAPAS Klas IIA Salemba dilakukan sesuai dengan
141
Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012. Mulai dari bulan Januari 2015 sampai dengan tanggal 19 Januari 2016, usulan pemberian pembebasan bersyarat oleh LAPAS Klas IIA Salemba untuk narapidana tindak pidana tertentu adalah sebanyak 5 (lima) narapidana. Sedangkan, pelaksanaan pembebasan bersyarat bagi narapidana tindak pidana tertentu di BAPAS Klas I Jakarta Pusat, dilakukan dengan pembimbingan bagi klien pemasyarakatan oleh pembimbing BAPAS. Sebanyak 1.859 (seribu delapan ratus lima puluh sembilan) orang klien menjalani pembimbingan dengan baik dengan hasil menjadi baik kembali, diterima di lingkungannya, dan menjalani hidup dengan baik. Namun demikian, ada 30 (tiga puluh) orang klien yang mengalami kegagalan dalam pembimbingan karena melakukan tindak pidana kembali, sehinggak pembebasan bersyarat yang diberikan kepada klien yang bersangkutan harus dicabut.
B. Saran Setelah melakukan penelitian guna menjawab rumusan masalah dalam penelitian hukum ini, penulis mencoba memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Perlu dilakukan sosialisasi yang jelas dan menyeluruh mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 kepada masyarakat khususnya warga binaan pemasyarakatan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, terutama ke unit-unit pelaksana teknis seperti
142
Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS). Sosialisasi yang jelas dan menyeluruh akan menumbuhkan kesepahaman antara pemerintah sebagai pembuat peraturan dengan petugas LAPAS dan narapidana yang menjalankan peraturan, agar tidak terjadi penolakan yang mengarah kepada kericuhaan oleh masyarakat terhadap peraturan perundangan yang diberlakukan oleh pemerintah. Pemerintah dapat menjelaskan alasan pemberlakuan pembedaan syarat-syarat untuk memperoleh pembebasan bersyarat bagi narapidana tindak pidana tertentu, serta menerangkan tata cara memperoleh pembebasan bersyarat. Pemerintah juga dapat menampung tanggapan dan aspirasi masyarakat terhadap kebijakan pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012. 2. Dalam menjalankan fungsimya sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 dalam memberikan pembebasan bersyarat terhadap narapidana tindak pidana tertentu, pemerintah harus berkoordinasi secara tepat dengan instansi lainnya seperti Kepolisian Negara Republik Inonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Narkotika Nasional, dan Kejaksaan. Koordinasi yang baik antara pemerintah dengan
instansi-instansi
terkait
diharapkan
dapat
memberikan
rekomendasi kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sesuai dengan waktu
yang
telah
ditentukanan,
agar
Direktorat
Jenderal
Pemasyarakatan dapat dengan segera memberikan pertimbangan dan
143
keputusan pembebasan bersyarat bagi narapidana tindak pidana tertentu. Koordinasi yang dilakukan dengan tepat akan menghasilkan proses penanganan yang efisien terhadap
pembebasan bersyarat bagi
narapidana tindak pidana tertentu. 3. Pemerintah harus melakukan analisa yang mendalam terhadap suatu peraturan yang akan diberlakukan. Analisa mendalam dilakukan tidak hanya
untuk
jangka
pendek,
tetapi
juga
mempertimbangkan
kemungkinan yang dapat terjadi dalam jangka waktu panjang. Analisa yang dalam diharapkan dapat menanggulangi bahkan mencegah timbulnya dampak-dampak negatif yang tidak diinginkan setelah pemberlakuan suatu peraturan.