BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan peneliti pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa Manajemenen Program Pendidikan Inklusi di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta secara umum atau garis besar sudah terlaksana. Walaupun memang di dalam pelaksanaannya masih terkendala dengan adanya berbagai keterbatasan-keterbatasan yang ada. Hal ini dapat dilihat dari telah diterapkannya fungsi-fungsi manajemen, fungsi-fungsi manajemen tersebut meliputi : 1. Perencanaan (Planning) Perencanaan Program pendidikan inklusi di Kota Surakarta sendiri dikelola oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta. Rencana tersebut dijabarkan melalui berbagai bentuk kegiatan seperti penyusunan TIM POKJA pendidikan inklusi yang nantinya akan mengelola dan menjalankan program pendidikan inklusi di Kota Surakarta, penyusunan Grand Design Program Pendidikan Inklusi yang akan dijalankan oleh Tim Pokja Pendidikan inklusi untuk menjadi arahan bagi pengembangan pendidikan inklusi di Kota Surakarta, dan kegiatan sosialisasi terkait program pendidikan inklusi yang dilakukan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dibantu oleh instansi pemerintah lain untuk memperkenalkan
93
94
program kepada masyarakat luas. Namun dalam praktek dilapangan ditemukan bahwa pendidikan inklusi sendiri hanya mencakup pendidikan di tingkat sekolah dasar. Selain itu karena perencanaan dalam program ini bersifat top down, hal ini menjadi salah satu kendala bagi program pendidikan inklusi di Kota Surakarta karena bentuk perencanaan yang sudah ada saat ini, tidak semuanya mencakup kebutuhan didalam menjalankan program pendidikan inklusi di Kota Surakarta. 2. Pengorganisasian (Organizing) Pengorganisasian dilakukan dengan cara membentuk Tim POKJA Inklusi dengan pembagian tugas dan fungsi yang telah ditetapkan melalui Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta. Selain itu dalam melaksanakan tugasnya TIM POKJA pendidikan inklusi Kota Surakarta didampingi oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta dibantu Asosiasi Pendidikan Inklusi dan Kelompok Kerja Guru Sekolah Inklusi. Bentuk pendampingan program berupa pengembangan jejaring dengan satuan pendidikan khusus (SLB), klinik terapapi diwilayah Surakarta dan penguatan kompetensi guru pendamping khusus serta pengembangan potensi anak berkebutuhan khusus melalui berbagai event, apresiasi, beasiswa. Akan tetapi jika dilihat dari pembagian tugas untuk masing-masing pihak didalam TIM POKJA pendidikan inklusi tidak ditemukan adanya tugas pokok dan fungsi yang jelas sesuai bidangnya masing-masing, sehingga dimungkinkan adanya tumpang tindih pekerjaan dan tanggung jawab.
95
Koordinasi dilakukan antar anggota dalam suatu tim Program Pendidikan Inklusi Kota Surakarta, yaitu antar anggota Tim POKJA Pendidikan Inklusi dengan beberapa stakeholders, dan pihak terkait. Koordinasi antar pihak yang terkait dengan manajemen Program Pendidikan Inklusi dilakukan melalui komunikasi. 3. Pengarahan (Actuating) Pengarahan
dilakukan
dengan
cara
pemberian
motivasi
dan
pembinaan oleh pemimpin kepada anggota pelaku program Pendidikan Inklusi. Dalam pengarahan dilakukan berbagai kegiatan seperti pemberian motivasi kerja baik kepada anggota Tim POKJA Pendidikan Inklusi maupun kepada lembaga-lembaga pendidikan selaku pemberi pelayanan pendidikan. Pemberian motivasi kerja dilakukan secara informal setiap pertemuan atau rapat koordinasi dari ketua TIM POKJA pendidikan inklusi kepada anggota timnya. Selain Pemberian motivasi kerja hal lain yang dilakukan adalah kegiatan pembinaan, kegiatan pembinaan diberikan kepada Tim POKJA Inklusi, maupun pihak yang tekait dalam program Pendidikan Inklusi, dan guru pendamping khusus. Pemberian
motivasi
dan
pembinaan
diharapkan
mampu
meningkatkan rasa tanggung jawab para anggota pelaku Program Pendidikan inklusi, sehingga mereka dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi dari proses pengarahan ditemukan beberapa kendala karena dari sekian lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Kota
96
Surakarta hanya SD Al Firdaus yang berjalan dengan baik dan mendapat penghargaan. 4. Pengawasan (Controlling) Pengawasan program Pendidikan Inklusi dilakukan dengan dua cara, Pengawasan yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, Pengawasan yang dilakukan adalah melakukan pengawasan langsung atau survei lapangan yang dilakukan satu tahun sekali terkait pelaksanaan program Pendidikan Inklusi. Pengawasan dilakukan oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga terkait dengan pelaksanaan program apakah sudah sesuai dengan apa yang telah ditetapkan. Pengawasan dilakukan dengan cara mewajibkan lembaga-lembaga pendidikan melakukan laporan kepada pihak Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga untuk melaporkan hasil terkait jumlah anak berkebutuhan khusus yang ada didalam lembaga tersebut dan fasilitas apa saja yang telah pihak terkait berikan kepada anak berkebutuhan khusus tersebut serta fasilitas yang dirasa perlu diadakan terkait pendidikan inklusi. Dengan adanya pengawasan secara rutin mampu mendapat gambaran tentang kesesuaian rencana dengan pelaksanaan program Pendidikan Inklusi, Namun sayangnya dalam praktek dilapangan ditemukan kendala berupa kurangnya guru pendamping khusus atau GPK. Dalam hal ini pihak pengelola program Pendidikan Inklusi tidak mampu berbuat banyak. .
97
B. Saran Berdasarkan penelitian yang telah diapaparkan diatas, saran yang dapat disampaikan penulis terhadap Program Pendidikan Inklusi Kota Surakarta adalah sebagai berikut : 1. Perlu adanya sosialisasi yang lebih intens dan berlanjut kepada masyarakat mengenai program pendidikan inklusi, yaitu dengan sosialisasi rutin ke forum-forum kemasyarakatan seperti PKK, LSM dan lain-lain, agar fungsi dan manfaat program pendidikan inklusi dapat dimengerti dan dipahami betul oleh masyarakat. 2. Untuk kedepanya perlu adanya tugas dan fungsi yang jelas didalam pengorganisasian TIM POKJA Inklusi, untuk dapat mengatur secara jelas siapa saja pelaku program dan tugas masing-masing pelaku agar tujuan program dapat berjalan dengan baik dan tidak ada tumpang tindih dalam melakukan pekerjaan. 3. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta seharusnya diberi kewenangan untuk melakukan perekrutan GPK karena banyak sekolah inklusi yang kekurangan GPK.