BAB V PENGOLAHAN DATA DAN PERBAIKAN
Pembahasan pada bab ini menanalisa hasil pendefinisian permasalahan pada define dan hasil pengukuran (measure) pada permasalahan yang telah ditetapkan. 5.1 Analyze Dengan perhitungan menggunakan data defect untuk bulan Januari sampai April 2008, maka dihasilkan gambaran nilai sigma untuk setiap proses yaitu : Tabel 5.1 Nilai Sigma PROSES
DPMO
SIGMA
CASTING
2708
4.3
MACHINNING
608
4.7
BUFFING
5307
4.1
PAINTING
47219
3.2
Nilai sigma diatas menunjukan kinerja proses produksi outer tube. Setelah diketahui nilai sigma untuk masing-masing proses, kemudian dilakukan brainstroming untuk melakukan perencanaan menyusun tindakan perbaikan dalam usaha mengurangi produk yang cacat (zero defect). Metode analisa menggunakan fishbone diagram dan FMEA untuk mengidentifikasi efek yang ditimbulkan oleh jenis cacat (CTQ), potential cause dari CTQ dan proses control yang telah dilakukan. Hasil dari brainstroming tersebut dapat dilihat pada lampiran C2.
49
50
Selain data nilai sigma tersebut, dengan menggunakan perhitungan data defect tersebut dapat dihasilkan prosentase cacat seperti terlihat pada pareto diagram beriku :
REJECT OUTER TUBE PERIODE JANUARI - APRIL 2008
100.00%
98.44%
100.00%
89.40% 400000 80.00%
78.72%
300000
60.00%
200000
40.00%
100000
20.00%
0
0.00% P A I NT I NG
CA ST I NG
REJECT
B UFFI NG
M A CHI NNI NG
KOMULATIF
Grafik 5.1 Pareto diagram reject outer tube Pareto diagram diatas menunjukan perbandingan jumlah cacat pada masing-masing proses terhadap total cacat pada proses produksi outer tube. Metode
analisa
menggunakan
fishbone
diagram
dan
FMEA
untuk
mengidentifikasi efek yang ditimbulkan oleh jenis cacat (CTQ), potential cause dari CTQ dan proses control yang telah dilakukan. Berdasarkan tabel nilai sigma yang terlihat pada tabel 5.1 dan pareto diagram reject outer tube seperti terlihat pada grafik 5.1 serta hail brain storming
51
dengan pihak manajemen (tim) maka tahap analisa hanya difokuskan pada proses painting.
Proses Painting Proses painting merupakan proses akhir dari rangkaian proses produksi outer tube. Pada proses ini terdapat Critical to Quality (CTQ) sebanyak 4 buah dengan frekwensi cacat seperti terlihat pada grafik pareto berikut: REJECT PAINTING OUTER TUBE
100.00%
100.00%
87.52% 300000
80.00% 69.13% 60.00%
200000 48.25% 40.00%
100000 20.00%
0.00%
0 K OT OR
B I NT I K
REJECT
LE LE H
T IPIS
% REJECT
Grafik 5.2 Pareto diagram reject painting outer tube Dari grafik diatas terlihat bahwa jumlah cacat terbesar adalah kotor yaitu sejumlah 181194, kemudian bintik sejumlah 78380, leleh sebanyak 69074 dan cacat tipis sebanyak 46852. Hal tersebut membuktikan bahwa proses painting
52
sangat berpotensi menimbulkan cacat pada outer tube. Berikut ini adalah hasil identifikasi penyebab dari masing-masing CTQ pada proses painting.
5.1.1 Cacat Kotor Penyebab terjadinya caacat kotor dapat dirangkum dengan fishbone diagram berikut :
METODE
ENVIRONMENT
Reagen Gun Kotor Kontaminasi udara luar KOTOR PAINTING Air blow tidak maksimal Over spray MESIN
Cat Kotor Kain lap Kotor
MATERIAL Gambar 5.1 Fishbone diagram cacat kotor
Potensial cause yang didapatkan dari fishbone diagram, belum dapat menggambarkan tingkat keseriusan masing-masing cacat. Hasil brainstorming dengan tim menyatakan bahwa faktor manusi tidak mempengaruhi proses. Untuk dapat menggambarkan tingkatkeseriusan (effect yang ditimbulkan), maka selanjutnya digunakan metode FMEA sebagai berikut :
53
Tabel 5.2 FMEA Cacat Kotor painting
Failure Mode Kotor
Effect
Potential Cause
Menyebabkan permukaan outer tube terlihat tidak bersih (NG Appereance)
- Material cat kotor - Airblow tidak maksimal - Over spray - Reagen gun kotor - Kontaminasi udara luar
5.1.2 Cacat Bintik Penyebab terjadinya caacat bintik dapat dirangkum dengan fishbone diagram berikut :
MESIN Kop tidak berputar
Lubang shaping air mampet
Cat tidak rata (nyiprat) CACAT BINTIK
Gambar 5.2 Fishbone diagram cacat bintik Dari fishbone diagram diatas dapat dilihat bahwa penyebab failure mode (kegagalan/cacat) disebabkan oleh mesin. Dari brainstorming yang telah dilakukan disamping dihasilkan diagram fishbone diatas juga disertai dengan hasil identifikasi pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh potential failure mode (cacat) baik terhadap output proses maupun terhadap proses yang sedang berlangsung , yaitu seperti pada penjelasan berikut :
54
Tabel 5.3 FMEA Cacat Bintik Failure Mode
Effect
Bintik
Potential Cause
Menyebabkan permukaan outer tube terdapat bintik (NG Appereance)
- Kop tidak berputar - Cat tidak rata (nyiprat) - Lubang shaping air mampat
5.1.3 Cacat leleh dan tipis Analisa mengenai cacat leleh dan tipis dilakukan secara bersamaan dikarenakan cacat tersebut memiliki kesamaan faktor penyebab. Penyebab terjadinya caacat leleh dan tipis dapat dirangkum dengan fishbone diagram beriku
ENVIRONMENT
MESIN Hanger tidak berputar
Pengaturan debit Beruba-ubah
Pengkabutan tidak sempurna CACAT TIPIS & LELEH Posisi outertube tidak beraturan
METODE
Gambar 5.3 Fishbone diagram cacat tipis dan leleh Penyebab yang telah dirangkum pada fishbone diagram diatas disertai juga dengan hasil identifikasi pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh potential failure
55
mode(cacat). Pengruh tersebut secara langsung dapat terjadi pada produk atau proses yang sedang berjalan. Seperti yang ditunjukan pada tabel berikut : Tabel 5.4 FMEA Cacat Tipis dan Leleh
Failure Mode Tipis & Leleh
Effect Menyebabkan permukaan outer tube terdapat hasil panting leleh dan tipis (NG Appereance)
Potential Cause - Posisi outer tube tidak beraturan - Pengturan debit berudah ubah - Pengkabutan tidak sempurna - Hanger tidak berputar
5.2 Improve Pada tahap improve dibangun rencana tindakan perbaikan dan peningkatan kualitas untuk menghilangkan akar-akar penyebab dan mencegah penyebabpenyebab itu berulang kembali sehingga menjadi sebuah prosedur operasi baru. Pada tahap analisa, dapat dilihat permasalahan masing-masing Critical to Quality (CTQ) yang dijadikan prioritas dalam melakukan perbaikan. 5.2.1 Prioritas perbaikan jenis cacat pada proses painting Proses painting memiliki Critical to Quality (CTQ) sebanyan 4 buah. Proses improve tidak dilakukan pada semua CTQ, akan tetapi improve dilakukan berdasarkan pada jumlah jenis cacat yang terbesar. Berdasarkan hal tersebut maka jumlah CTQ dapat digambarkan dalam pareto diagram sebagai berikut :
56
JENIS CACAT PROSES PAINTING 100.00%
100.00%
87.52% 80.00%
300000 69.13%
60.00% 200000 48.25% 40.00%
100000 20.00%
0
0.00% K OT OR
B I NT I K
REJECT
LE LE H
T IPIS
% REJECT
Grafik 5.3 Pareto diagram jenis cacat proses painting Pada diagram pareto diatas dapat dilihat bahwa nilai frekwensi/jumlah terbesar untuk jenis cacat outer tube kotor yaitu sebesar 181194 yaitu 48.25% dari total cacat proses painting, untuk jenis cacat bintik dan leleh memiliki perbedaan yang tidak begitu besar yaitu 78380 dan 69074 serta jenis cacat tipis sebesar 46852. brainstorming dengan tim menghasilkan kesepakatan bahwa improve dilakukan pada jenis cacat kotor.
5.2.2 Perhitungan nilai Risk Potensial Number (RPN) Secara teknis, penetapan nilai-nilai keseriusan akibat kesalahan terhadap proses local, lanjutan dan terhadap konsumen (severity), frekwensi terjadinya
57
kesalahan (occurence), alat kontrol akibat potential cause (detection) adalah dengan jalan brainstorming. Pada proses painting yang telah dilakukan analisa dengan menggunakan metode FMEA dihasilkan beberapa nilai RPN. Proses improve dilakukan pada jenis cacat kotor berdasarkan pertimbangan hasil analisa dan pareto diagram. Hasil analisa pada proses painting dengan FMEA yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 5.5. Penentuan nilai severity didasarkan pada pertimbangan terhadap proses lokal yaitu efek yang ditimbulkan dapat mengakibatkan produk memerlukan perbaikan kurang dari 100% tetapi tidak mengakibatkan barang harus di scrap. Berdasarkan pertimbangan terhadap efek tersebut maka nilai severity pada efek yang terjadi oleh cacat outer tube kotor sebesar 4. Efek yang ditimbulkan akibat cacat kotor pada outer tube dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu Kotor debu, over spray, tetesan Air dan kotor bekas amplas. Masing-masing penyebab tersebut memiliki nilai occurence yang berbeda. Untuk penyebab karena kotor debu memiliki nilai occurence 9 ynag berarti very high, dengan jumlah kejadian sekitar 50 kejadian per 1000 item, Over spay memiliki nilai occurence 6 (moderate) dengan frekuensi kejadian 5 per 1000 item, tetesan air mimiliki nilai occurence 8 (high) dengan frekuensi kejadian 20 per 1000 item dan kotor bekas amplas memiliki nilai occurence 8 (high) dengan frekuensi kejadian 20 per 1000 item. Komponen lain sebagai pembentuk nilai RPN adalah nilai detection yang terdapat pada aktifitas kontrol. Detection dilakukan untuk mengidentifikasi mode
58
kegagalan atau penyebab dari kegagalan. Kontrol yang dilakukan hanya pada detection saja tanpa ada tahap prevention. Hal tersebut dikarenakan mode kegagalan atau penyebab kegagalan dapat diketahui setelah proses berlangsung. Untuk cacat kotor painting detection dilakukan dengan check sheet dan di kontrol secara manual oleh petugas inspeksi (inspektor), dengan nilai detection 3 yang berarti kemungkinan kontrol tinggi untuk mendeteksi mode kegagalan. Dari hasil penetapan nilai didapatkan nilai RPN (Risk Potential Number) dengan jalan mengalikan nilai SOD (Severity, Occurence, Detection). Dengan menyusun RPN dari nilai yang terbesar dampai nilai ynag terkecil, maka kita akan mampu menentukan mode kegagalan yang paling kritis sehingga perlu diambil tindakan korektif dan preventif terhadap mode kegagalan tersebut.
Outer tube kotor
Proses Painting
RPN4 = 4 x 8 x 3 = 96
RPN3 = 4 x 8 x 3 = 96
RPN2 = 4 x 6 x 3 = 72
RPN1 = 4 x 9 x 3 = 108
Effect
Menyebabkan permukaan outer tube terlihat tidak bersih (NG Appereance)
RPN = Severity x Occurrence x Detection
Perhitungan nilai RPN :
Failure Mode
Requirement
Potential Cause
- Over spray - Tetesan Air - Kotor bekas amplas
4 - Kotor debu
Sev
Tabel 5.5 FMEA Jenis Cacat Kotor
3 3
8 Check Visual, check sheet 8 Check Visual, check sheet
96
96
108 72
Det RPN 3 3
Control
9 Check Visual, check sheet 6 Check Visual, check sheet
Occ
59
60
5.3 Usulan perbaikan Pada sub bab ini menerangkan mengenai beberapa usulan perbaiakan untuk mengurangi terjadinya jenis cacat kotor pada proses painting outer tube. 1. Perbaikan terhadap penyebab cacat kotor debu. Aktifitas yang dilakukan pada alternatif solusi ini adalah melakukan pembersihan secara rutin terhadap area painting dan alat-alat yang ada, serta perubahan bahan pakain dan kain majun ynag digunakan oleh operator. 2. Perbaikan terhadap penyebab cacat kotor over spray. Aktifitas yang dilakukan pada alternatif solusi ini adalah dengan melakukan pengaturan damper air suply serta membuat rubay-rumbay untuk mengecek keseimbangan angin di tiap-tiap spray booth. 3. Perbaikan terhadap penyebab cacat kotor tetesan air. Aktifitas yang dilakukan pada alternatif solusi ini adalah melakukan desain ulang cover rotation hanger supaya cat tidak banyak menempel dan menetes, serta melakukan pembersihan serta pengecekan secara rutin setiap ganti model terhadap nozel penyemprotnya. 4. Perbaikan terhadap penyebab cacat kotor bekas amplas. Aktifitas yang dilakukan pada alternatif solusi ini adalah dengan membuatkan cheek sheet penggantian air di bak repaire painting.
61
5.4 Urutan perbaikan Pada dasarnya beberapa alternatif solusi untuk mengurangi terjadinya cacat painting outer tube dapat diimplementasikan seluruhnya. Akan tetapi berdasarkan pertimbangan waktu dan kebutuhan maka perlu dilakukan pemilihan prioritas terhadap solusi tersebut. Pemilihan alternatif solusi yang akan diambil dilakukan secara brainstorming bersama dengan pihak perusahaan serta berdasarkan hasil perhitungan RPN pada tabel 5.4 FMEA jenis cacat kotor, maka prioritas improvement yang dihasilkan adalah usulan 1, usulan 3, usulan 4 dan usulan 2, aktifitas perbaikan dapat terlihat pada lampiran C3.
5.5 Hasil Perbaikan Sampai dengan penyusulan laporan ini proses perbaikan sudah berjalan sampai pada usulan 4, dan proses perbaikan masih terus berlanjut. Dengan menjalankan proses perbaiakan tersebut, guna melihat bagaimana pengaruhnya terhadap prporsi cacat pada proses painting maka dari data yang diambil selama 7 hari yaitu tangal 7, 8, 9, 10, 11, 12 dan 13 Juli 2008 maka didapatkan hasil perhitungan nilai sigma sebelum maupun sesudah improvement. Tabel 5.6 perbandingan proporsi Cacat No. 1 2 3 4
Jenis Cacat Kotor Bintik Leleh Tipis
Proporsi Cacat Before After 9.23 6.36 3.99 3.13 3.52 2.73 2.39 2.20
62
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa proporsi cacat untuk jenis cacat kotor adalah sebesar 9.23 % sebelum improvement dan 6.36 % sesudah improvement. Dari data diatas dapat terlihat adanya sedikit penurunan proporsi cacat pada jenis cacat yang lainnya, hal tersebut dikarenakan proses improvement untuk jenis cacat ini sedang dan akan terus dilakukan, dan hasilnya tidak dilaporkan pada penelitian ini. Berdasarkan proses improvement ynag telah dilakukan pada proses painting, seperti yang telah dijelaskan diatas maka nilai DPMO mengalami penurunan dari 47219 menjadi 36056 atau mengalami penurunan sebesar 23.64 % dan mengalami kenaikan nilai sigma dari 3.2 manjadi 3.3.
Hal tersebut
menyatakan bahwa hasil perbaikan melampaui target yang telah ditetapkan pada tahap define yaitu penurunan DPMO sebesar 10% .