BAB V PENGENDALIAN HAMA Dalam bab ini akan dibahas tentang Pengendalian Hama, yang meliputi 3 sub bab yaitu Dasar-dasar Pengendalian Hama, Cara Pengendalian Hama dan Pengendalian Hama dengan Insektisida. Tujuan lnstruksional Khusus (TIK) bab ini adalah setelah mengikuti kuliah ini maka rnahasiswa akan dapat memahami dasar-dasar dan teknik pengendalian hama, serta dapat melakukan pekerjaan pengendalian hama yang benar. A. Dasar-dasar Pengendalian Hama Tingkat/derajad kerusakan/kerugian oleh serangan hama terhadap tegakan hutan tidak dipengaruhi oleh besarnya ukuran fisik tubuh serangga, tetapi berhubungan langsung dengan tingkat/kepadatan populasi hama dan kerentanan tanaman terhadap hama. Oleh karena itu tindakan suatu pengendalian serangga/hama hutan pada dasarnya adalah suatu tindakan untuk mengatur populasi serangga/hama agar tidak menimbulkan kerusakan yang mempunyai arti ekonomis. Caranya ialah dengan mempertahankan atau rnencegah naiknya populasi serangga agar selalu berada dalam kepadatan tertentu sehingga kerusakan yang ditimbulkan tidak mempunyai arti secara ekonornis. Sesuai dengan tujuan pengendalian, maka pelaksanaannya dilakukan tidak untuk memusnahkan cuatu harna tetapi ditujukan hanya untuk menekan populasi serangga hama tersebut. Tindakan pemusnahan suatu hama di samping sangat besar biayanya dan sulit pelaksanaannya juga akan menimbulkan gangguan terhadap keseimbangan alam yang dapat berakibat munculnya bahaya lain yang mungkin Iebih besar. Narnun dernikian untuk harna baru yang masuk dan daerah lain atau negara lain tindakan pernusnahan dapat dilakukan sebab tidak akan mengganggu keseimbangan alam yang telah ada. Seperti telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya bahwa dalam suatu ekosistem akan terjadi interaksi antara serangga (hama) dengan faktor-faktor biotis maupun abiotis, baik secara langsung maupun tidak langsung. Serangga di planet bumi ini memperlihatkan dominasi, baik dalam jumlah speciesnya maupun dalam ukuran atau kepadatan populasinya. Sebagian dari serangga tersebut dapat bertindak sebagai hama tanaman (musuh manusia) dan sebagian justru bertindak sebagai serangga berguna maupun bermanfaat bagi kehidupan manusia, misalnya sebagai
Universitas Gadjah Mada
predator maupun parasit serangga hama tertentu. Oleh karena itu kehadiran serangga dalam suatu ekosistem dan sekecil apapun peranannya akan menjadi penting dalam menjaga kestabilan ekosistern tersebut. Sehubungan dengan uraian tersebut di atas maka filosofi dalam pengendalian serangga hama adalah hidup berdampingan tetapi tidak saling merugikan. Sedangkan konsep dalam pengendalian serangga adalah (1) Melindungi tanaman dan serangan serangga hama dan (2) Mengatur atau mengelola serangga hama sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kerugian secara ekonomis. Melakukan suatu tindakan pengendalian hama haruslah selalu didasarkan pada pertimbangan (evaluasi ) terhadap berbagai aspek, antara lain (1) Ekonomis. Biaya untuk melakukan pemberantasan atau pencegahan haruslah Lebih kecil daripada nilai kerusakan yang akan diselamatkan, ditimbulkan atau yang akan ditimbulkan oleh serangga hama, baik nilai Iangsung dan hutan (misalnya jenis pohon, jauh dekatnya dengan konsumen, luas areal hutan, umur tegakan dan lain-lain) maupun nilai tidak langsung (misalnya akibat di hari depan, estetika, fungsi lindung hutan dan lainnya). (2) Biologis. Bersamaan dengan pertimbangan mengenai biaya haruslah diperhatikan pula pertimbangan biologis, yaitu pada stadium apa dan kapan kepadatan populasi serangga hama dikendalikan sehingga hasilnya sangat memuaskan. (3) Pertimbangan teknis. Bahwa cara pengendalian hama menggunakan teknik yang sederhana. mudah, murah dan efektif. (4) Ekologi lingkungan. Bahwa dalam pelaksanaan pengendalian tidak mengganggu stabilitas Iingkungan dan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. B. Cara Pengendalian Hama Cara pengendalian serangga hama yang dikenal sampai saat ini dapat dikelompokkan menjadi : pengendalian secara alam dan secara buatan. Pengendailan secara alam Pengendalian secara alam terjadi bila penekanan/ pengaturan populasi serangga hama dilakukan oleh salah satu atau beberapa faktor ekologi lingkungan dalam suatu ekosistem tanpa campur tangan manusia. Pengendalian secara buatan Pengendalian secara buatan dapat dirinci lebih lanjut menjadi:
Universitas Gadjah Mada
(1) Secara fisik-mekanik Cara pengendalian fisik-mekanik merupakan cara yang paling lama (klasik) telah digunakan manusia dan biasanya berbentuk suatu cara yang sederhana. Pada dasarnya dapat dilakukan dengan cara : penangkapan dengan tangan, mengubah temperatur, mengubah kadar air, merusak habitat hama, menggunakan perangkap hama dan melindungi dari hama. (2) Secara silvikultur Dasar dari cara pengendalian ini adalah membina keseimbangan hayati yang ada
di
dalam
hutan
dan
menjauhkan
dan
tindakan-tindakan
yang
dapat
menggoncangkan atau merusak keseimbangan tersebut. Dengan kata lain dapat diutarakan sebagai usaha menciptakan tegakan hutan yang tak disukai hama. Usaha tersebut dilakukan dengan cara : mengatur komposisi tegakan, mengatur kesehatan pohon, mengatur umur tegakan dan memilih jenis pohon yang resisten (kebal) terhadap hama. (3) Secara hayati Cara ini didasarkan pada kemampuan musuh-musuh alami yang berada di alam atau pelepasan rnusuh-musuh alaminya, yaitu parasit dan predator. Bila perlu musuh-musuh alami tersebut dipelihara dahulu di laboratorium, setelah berjumlah banyak baru dilepaskan ke lapangan. Cara ini tidak mudah dan memerlukan penelitian yang cukup lama, tetapi bila berhasil akan merupakan cara sangat murah, selektif, tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan dinamis serta berskala panjang. Predator yang sering digunakan tidak terbatas pada serangga saja tetapi juga dapat digunakan reptil. burung dan lainnya. Sedangkan parasit yang digunakan adalah lebah parasit, lalat parasit dan lainnya. Suatu kenyataan bahwa serangga mempunyai musuh alami sudah diketahui/ dikenal sejak beberapa abad yang lalu. Pertama kali dikenal di China, yaitu hama pada tanaman jeruk yang dikendalikan dengan semut merah. Kemudian dikenal juga di California, yaitu Icerya purchasi (penyerang jeruk) yang dikendalikan dengan Rodolia cardinalis. Cara pengendalian ini sangat berhasil (pada tahun 1888), sehingga merangsang para ahli untuk melakukan penelitian pengendalian I. purchasi dengan musuh alaminya yaitu R. cardinalis. Di Indonesia (Aceh) pernah dilakukan percobaan pengendalian hama Millionia basalis rnenggunakan parasit Trichograinina dan famili Trichorammatidae. Setelah dikenal bahan-bahan kimia tahun 1940-an peranan musuh
Universitas Gadjah Mada
alami sebagai pengendali hama menjadi terdesak dan pengendalian beralih ke bahanbahan kimia. Pengendalian hayati adalah usaha pengurangan! penurunan populasi serangga hama dengan menggunakan musuh alaminya. Perbedaan prinsip antara “Biological control” (pengendalian biologik) dan “Natural control” (pengendalian alami) adalah bahwa dalam “Biological control” musuh alami diusahakan oleh manusia untuk digunakan sebagai alat pengendali, sedangkan dalam “Natural control” musuh alami tidak diusahakan oleh manusia tetapi diatur oleh alam. Huffaker dan Messenger (1976) mendefinisikan “Natural control” sebagai pengaturan jumlah populasi serangga (hama) pada tingkat maksimum dan minimum yang tertentu oleh seluruh faktor lingkungannya. Pengertian “Biological control” tidak terbatas pada penggunaan predator, parasit dan patogen tetapi termasuk juga penggunaan tekhnologi yang lain, misalnya serangga (hama) yang telah mengalami sterilisasi dengan sinar x, penggunaan bibit tanaman unggul dan sebagainya. Keuntungan
praktek
pengendalian
hayati
bila
dibandingkan
dengan
pengendalian kimiawi ialah bersifat dinamis, selektif, berskala panjang serta tidak menimbulkan problem pencemaran lingkungan dan resistensi hama. Sedangkan kelemahannya adalah proses pengendalian lambat dan rumit. Dalam teknik pengendalian hayati dikenal 2 (dua) cara, yaitu: (a) Konvensional/ klasik yaitu dengan cara mengumpulkan musuh alam untuk dipelihara, disebarkan ke lapangan dan dievaluasi (augmentasi). Cara ini dibedakan menjadi iniundatif/ yaitu musuh alami dilepas sekaligus dalam jumlah yang banyak dan akritif/ dilepas sedikit-sedikit). (b) Non konvensional yaitu dengan cara mempertahankan/ meningkatkan kegunaan musuh alami dalam lingkungan (konservasi). Serangga hama dapat terinfeksi oleh penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme, seperti jamur, bakteri, virus, riketsia dan sebagainya. Penyebab penyakit tersebut dapat masuk ke dalam tubuh inangnya dengan jalan merusak inlegumen, melalui spiraculum, anus atau lubang masuk yang lain, tetapi umumnya penyebab penyakit masuk ke dalam tubuh melalui mulut atau pencernaan. Contoh-contoh patogen yang penting antara lain: (a) Bacillus popilae (bakteri) penyebab penyakit susu pada larva (Popilia japonica), Leucopolis rorida dan Lepidiota stigma:
Universitas Gadjah Mada
(b) Bacillus thuringiensis (bakteri) penyebab penyakit pada larva Lepidoptera, antara lain Pieris brassicae, Prodenia litura, Ostrinia nubialis, Lamphygma exigua dan Pliutella macullipenis. (c) Metarrhhum unisopliae (jamur) penyebab penyakit muscardin hijau pada Oryctes rhinoceros, Lepidiota stigma. (d) Beauveria brassicue (jamur) penyebab penyakit muscardin putih pada Pieris brassicae, Agrotis segetum, Ostrinia nubialis, Stephanoderes hampei dan Xystrocerafestiva. Beauveria bassiana penyebab/ lisis pada larva Xystrocerafestiva. (4) Secara Undang-undang Cara ini dilakukan dengan tujuan mencegah menjalarnya atau mencegah masuknya hama yang terbawa oleh tanaman maupun bagian-bagiannya dari suatu daerah ke daerah lain. Caranya dengan membuat peraturan-peraturan atau undangundang, tentang karantina-karantina di pelabuhan-pelabuhan laut maupun bandar udara, atau dengan adanya suatu embargo. Karantina dimaksudkan untuk mengatur lalu lintas tumbuhan dan hasilnya (product) dari suatu tempat ke tempat yang lain, sehingga dengan demikian kemungkinan berjangkitnya sesuatu jenis hama ke daerah baru dapat dicegah atau dihambat, sedangkan embargo melarang keluarnya tumbuhan dan produknya dan tempat yang sudah diketahui telah timbul eksplosi hama yang membahayakan ke daerah yang baru. Adanya lalu lintas perdagangan internasional dalam hal ini hasil hutan dengan alat pengangkutan yang makin tinggi kecepatannya, mungkin sekali jenis hama tertentu akan dapat tersebar ke seluruh penjuru dunia dalam waktu relatif pendek selama syarat untuk hidupnya memungkinkan. Akan hal yang demikian itu memaksa negara-negara yang masih bebas dari jenis hama yang membahayakan untuk memperkeras tindakan preventif melalui karantina atau embargo tersebut. Serikat untuk mencegah masuknya lalat buah Ceratotitis capitata yang belum ada di Indonesia. Masuknya buah-buahan tersebut di Indonesia diijinkan apabila memenuhi syarat dan teknis tertentu sehingga telur atau larva-nya mati, misalnya dengan sistem cool storage dengan pendinginan 2,7 C atau lebih rendah selama sekurang-kurangnya 19 hari di perjalanan. Kecuali hal tersebut di atas untuk impor tanaman-tanaman yang terkena karantina dibatasi pemasukannya melalui pelabuhanpelabuhan tertentu saja.
Universitas Gadjah Mada
Domestic Plant Quarantine dimaksudkan untuk menjaga atau membatasi penyebaran hama/penyakit di dalam negeri dan daerah yang satu ke daerah yang lain, misalnya: (a) Larangan untuk memperdagangkan tanaman pisang (termasuk umbi, tanaman dan buahnya) yang berasal dari daerah Sulawesi ke daerah lain untuk mencegah penjalaran penyakit Pseudomonas celebensis. (b) Larangan membawa pot tanaman yang berisi tanah atau humus dari Pulau Sangihe, Talaud dan Morotai untuk mencegah menjalarnya hama belalang Sexava nubila dan S. coriacea yang bertelur di dalam tanah. (c) Larangan masuknya biji kopi yang berasal dari pulau lain di Indonesia ke daerah Sulawesi, Ambon, Bali, Lombok dan Timor untuk mencegah rnenjalarnya hama bubuk kopi Stephanoderes hampei ke daerah-daerah ini. (5) Penggunaan bahan-bahan kimia (insektisida) Pengendalian hama dengan cara menggunakan bahan kimia pembunuh serangga atau insektisida cepat sekali menjadi populer dan banyak sekali digunakan karena hasilnya sangat cepat terlihat. Namun demikian akhirnya penggunaan insektisida mulai sangat hati-hati karena di dalam aplikasinya banyak menimbulkan akibat-akibat buruk dan berbahaya baik bagi tanaman, ternak maupun manusia, bahkan beberapa insektisida telah dilarang beredar. Sekalipun demikian penggunaan insektisida akan tetap merupakan cara yang sangat ampuh dan sangat diperlukan. Telah digunakan pula suatu bahan kimia yang merusak perkembangan tubuh serangga, misalnya tubuh serangga menjadi kerdil menjadi tidak bersayap, mandul dan lain sebagainya. (6) Pengendalian terpadu (integrated control) Cara ini merupakan suatu kombinasi yang tepat atau berbentuk suatu integrasi dari semua komponen pengendali hama yang telah dikenal secara kompatibel, sedangkan penggunaan insektisida merupakan alternatif yang terakhir apabila komponen-komponen pengendali hama yang ada tidak rnenunjukkan hasil. C. Pengendalian secara Kimia (Chemical control) Penggunaan bahan kimia untuk membunuh serangga telah dikenal sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Racun arsen telah dikenal bangsa Yunani dan China sejak abad I Sesudah Masehi. Penggunaan insektisida secara modern dimulai tahun
Universitas Gadjah Mada
1867, ketika Paris Green pertama kali digunakan di USA untuk memberantas kumbang The Coloruclo Potato beetle (Leptinotarsa decemlineata). Sampai tahun 1939, kebanyakan insektisida berupa senyawa-senyawa anorganik dan insektisida organik dan tumbuhan. Tahun 1939, terjadi revolusi dalam perkembangan insektisida dengan diketemukannya DDT sebagai senyawa organik yang diketahui bersifat insektisidal (membunuh serangga) oleh Dr. Paul Muller dari Swiss. Semua bahan kimia yang digunakan untuk memberantas (membunuh) pengganggu tanaman (pest) disebut pestisida, termasuk di dalamnya adalah: (a) lnsektisida : pembunuh hama Insecta (serangga) (b) Fungisida pembunuh fungi/jamur (c) Herbisida pemberantas herba/gulma Penggunaan insektisida tidak saja untuk memberantas hama pada pohonpohon yang masih hidup, tetapi juga digunakan pada hasil-hasil hutan atau untuk mengawetkan hasil-hasil hutan. Penggunaan bahan pengawet sudah banyak dikenal di Indonesia. Fumigasi-fumigasi pada hasil-hasil hutan yang akan dieksporpun sudah lama dikerjakan di indonesia. Pada dasarnya insektisida-insektisida yang banyak beredar di pasar dapat dikelompokkan secara lebih spesifk menjadi (a) Insektisida
: untuk hama Insecta
(b) Aphisida
: untuk Aphis
(c) Acarisida
: untuk Acurinu
(d) Rodentisida
: untuk Rodentia
(e) Termitisida
: untuk rayap
(1) Klasifikasi insektisida Berdasarkan sifat, asal maupun bahan aktif penyusunnya, maka secara garis besar penggolongan insektisida dapat dilihat pada bagan berikut.
Universitas Gadjah Mada
petunjuk pada brosur atau etiket yang tertera pada kemasan, atau dapat juga mengikuti rekomendasi dari da suatu badan atau perorangan yang bekerja pada bidangnya. Untuk membuat larutan insektisida dengan konsentrasi yang dianjurkan adalah sebagai berikut: a. Tepung. Contoh : membuat larutan konsentrasi 0,2 % berarti setiap 2 g insektisida dilarutkan dalam 1000 ml bahan pelarut. b. Cair. Contoh: Konsentrasi insektisida formulasi pabrik = 100 % ... (n1) Konsentrasi insektisida yang yan dibuat = 0,2 % ……………………. (n2) Volume insektisida formulasi pabrik ……………………………… (v1) Volume insektisida yang dibuat = 1000 ml ………………………. (v2) Dengan rumus:
Jadi bahan pengencer yang diperlukan = (1000-2) (1000 ml = 998 ml Atau menggunakan perhitungan sebagai berikut, misalnya v1 = 2 m
Jadi bahan pengencer yang digunakan 998 ml.
(2) Penjagaan Bahaya lnsektisida terhadap Manusia Mengingat bahwa semua insektisida dapat pula membahayakan jiwa manusia apabila terdapat kesalahan di dalam menggunakannya, maka sangatlah penting untuk diketahui bahaya-bahaya yang dapat terjadi pada manusia dan cara pencegahannya. Insektisida dapat masuk ke tubuh manusia melalui kulit, mulut, dan hidung. Gejala keracunan pada manusia ditandai oleh badan tampak pucat, lemas, muntah-rnuntah, tangan dan anggota badan lainnya dapat bergetar-getar (gemetar) dan pingsan. Keracunan yang menghebat tanpa segera mendapat pertolongan/dokter dapat menyebabkan kematian. Pada tahun 1972 Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa dan juga diikuti oleh Indonesia telah melarang penggunaan DDT, karena akibat-akibat samping yang terjadi, terutama bagi manusia. Insektisida senyawa Chlorinated hydrocarbon seperti Endrin, BHC dan lain-lainnya sudah banyak dihindari penggunaanya oleh negara-negara yang telah maju (Amerika dan beberapa Negara-negara di Eropa) dan juga di Indonesia (kecuali untuk pemberantasan malaria). Cara menghindari keracunan insektisida pada manusia dapat dianjurkan sebagai berikut. Penyimpanan (a) Simpan di tempat yang khusus, dan tidak mudah dicapai anak-anak. (b) Etiket pada botol/kaleng insektisida yang jelas. (c) Bekas tempat insektisida ditanam di dalam tanah (jangan digunakan untuk keperluan lain). Pencampuran Sebelum insektisida digunakan biasanya dicampur dahulu, misalnya dengan air atau minyak. (a) Baca dengan seksama etiket yang tertera pada brosur atau kemasan. (b) Insektisida yang masih pekat (kental) jangan sampai terkena tangan (kulit) dan pakaian. Bila tangan terkena insektisida tersebut segera cuci tangan dengan sabun berulang-ulang. (c) Jangan makan dan merokok sewaktu sedang bekerja dengan insektisida.
Universitas Gadjah Mada
Penggunaan di lapangan (a) Gunakan pakaian dan masker untuk menghindarkan jangan sampai badan tersirarn insektisida, sewaktu disemprotkan harus searah dengan arah angin atau melintang arah angin. (b) Jangan makan dan merokok pada waktu bekerja dengan insektisida. (c) Segera mandi dengan sabun dan pakaian yang dipakai segera dicuci. (d) Jangan mencuci alat-alat yang baru selesai digunakan untuk rnenyemprot di sungai atau kolam ikan maupun sumur. Rangkuman Pengendalian hama hutan adalah upaya melindungi tanaman (tegakan hutan) dan kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan serangga hama dengan cara mengatur/mempertahankan populasi serangga hama pada tingkat tertentu sehingga kerusakan/kerugian yang terjadi tidak mempunyai nilai secara ekonomis. Dalam upaya pengendalian tidak dilakukan pemusnahan, karena sulit dilakukan, mahal biayanya dan untuk menghindarkan dan kemungkinan munculnya hama baru yang mungkin lebih berbahaya. Filosofi dalam pengendalian hama adalah: Hidup berdampingan dengan tidak saling merugikan. Sementara itu konsep pengendalian hama adalah : Melindungi tanaman (tegakan hutan) dari serangan hama dan Mengatur populasi serangga hama sehingga kerusakan/kerugian yang terjadi tidak mempunyai arti ekonornis. Dalam tindakan pengendalian hama hutan harus mempertimbangkan 4 aspek, yaitu: (1) Aspek biologi serangga hama untuk memutuskan waktu pengendalian yang tepat. (2) Aspek teknis dengan menggunakan cara yang sederhana tetapi efektif. (3) Aspek ekonomis yaitu bahwa biaya pengendalian harus murah atau maksimal sama dengan nilai kerugian yang akan diselamatkan dan (4) Aspek ekologis yaitu tindakan pengendalian tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Teknik pengendalian serangga hama dapat dilakukan secara alam maupun secara buatan. Pengendalian secara alam mengandalkan kepada kemampuan komponen pengendalian hama yang hidup dalam lingkungan tanpa melibatkan peranan manusia. Sebaliknya dalam teknik pengendalian buatan akan rnelibatkan peranan manusia dan dapat dilakukan secara fisik-mekanik, secara silvikultur, secara hayati, secara per-undang-undangan, secara kimia dan pengendalian hama terpadu
Universitas Gadjah Mada
(PHT). Meskipun pengendalian hama pada tegakan hutan secara kimiawi dan aspek ekologis sangat berbahaya terhadap lingkungan dan secara ekonomis sangat mahal biayanya, namun demikian cara ini dapat dilakukan di persemaian. Pengendalian hama secara hayati, yaitu menggunakan jasa predator dan parasit maupun menggunakan jenis tanaman unggul tahan hama menjadi prioritas alternatif di masa yang akan datang karena cara ini memiliki keunggulan kompetitif dan menjanjikan prospek yang menguntungkan.
Latihan 1. Sebutkan 2 faktor yang berpengaruh terhadap besarnya/tingkat kerusakan tegakan hutan terhadap serangan hama. 2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengendalian hama dan uraikan teknik/cara pengendalian hama hutan. 3. Jelaskan konsep pengendalian hama hutan dan uraian 4 aspek yang harus dipertimbangkan dalam pengendalian hama hutan. 4. Cara pengendalian hama secara kimia tidak dianjurkan untuk tegakan hutan namun demikian cara ini dapat dilakukan di persemaian. Jelaskan pernyataan tersebut dari semua aspek yang terlibat. 5. Jelaskan apa yang disebut predator dan parasit dan sebutkan ciri-cirinya. Sebutkan 6 keunggulan dan 2 kelemahan penggunaan predator dalam pengendalian hama hutan. 6. Uraikan prospek penggunaan predator dalam pengendalian hama hutan.
Daftar Pustaka Huffaker, C.B. and P.S. Messenger, 1976. Theory and Practice of Biological Control. Academic Press. New York - San Fransisco - London. Matsumura, Fumio, 1976. Toxicology of Insecticides. Plenum Press. New York London.
Universitas Gadjah Mada