POPT Dan Pengendalian Hama Terpadu Oleh : Amaliah Najamuddin, SP
A. Pendahuluan Paradigma pembangunan manusia kini menjadi salah satu tema sentral dalam wacana perdebatan pemikiran mengenai isu-isu pembangunan di Indonesia pasca tumbangnya rezim orde baru dengan paradigma pembangunan yang telah menjerumuskan bangsa Indonesia dalam krisis berkepanjangan. Orientasi pembangunan pun mulai bergeser dari sekedar mencapai tujuan makroekonomi –peningkatan pendapatan nasional dan stabilitas fiskal sebagaimana yang diperagakan pada rezim orde baru– ke upaya pemantapan pembangunan sosial (societal development). Paling kurang ada enam alasan mengapa paradigma pembangunan manusia ini bernilai penting, yaitu: (i) pembangunan bertujuan akhir meningkatkan harkat dan martabat manusia; (ii) mengemban misi pemberantasan kemiskinan; (iii) mendorong peningkatan produktivitas secara maksimal dan meningkatkan kontrol atas barang dan jasa; (iv) memelihara konservasi alam (lingkungan) dan menjaga keseimbangan ekosistem; (v) memperkuat basis civil society dan institusi politik guna mengembangkan demokrasi; dan (vi) merawat stabilitas sosial politik yang kondusif bagi implementasi dan akselerasi pembangunan (Kaushik Basu, On the Goals of Development, 2001)1. Dalam konteks pembangunan pertanian, jika kita merujuk pada paradigma pembangunan manusia maka hal mendasar yang perlu menjadi prioritas dalam kegiatan pembangunan pertanian adalah mempersiapkan masyarakat tani yang mempunyai kapasitas dalam memantapkan proses perubahan struktural yang muncul sebagai akibat pergeseran paradigma pembangunan tersebut. Dalam perspektif analisis perubahan struktural dapat disimpulkan bahwa keterbelakangan kehidupan masyarakat tani lebih dikarenakan struktur perekonomian dan sosial politik tidak menguntungkan mereka, sehingga upaya yang mesti dilakukan mestilah mengacu pada pemerataan akses modal, produksi dan pasar. Sedangkan 1
Basu, Kausik. 2001. On The Goals Of Development. Infrintiers of Development Economics, ed. Gerald Maier and Joseph Stiglytz, 61-86. Oxford Univercity Press. Oxford
dalam perspektif analisis perubahan kultural dapat disimpulkan bahwa keterbelakangan yang dialami oleh masyarakat tani lebih dikarenakan rendahnya kapasitas sumber daya petani itu sendiri dalam hal penguasaan teknologi dan kemampuan manajerial yang rendah dalam mengelola usaha pertanian mereka. Dalam kondisi demikian maka upaya yang mesti dilakukan adalah peningkatan kapasitas sumber daya manusia petani dalam hal penguasaan teknologi dan peningkatan kemampuan manajerial agar lebih efisien dan efektif dalam mengelola usaha pertanian mereka. Dalam upaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia petani dalam hal penguasaan teknologi dan peningkatan kemampuan manajerial termasuk mengendalikan hama dan penyakit, pemerintah telah melatih Pengendali Organisme Penganggu Tumbuhan (POPT) untuk berperan khusus dalam : (1) Penguatan kapasitas SDM Petani; (2) Introduksi dan adopsi teknologi pertanian dengan basis ramah lingkungan; dan (3) Pembentukan dan pengembangan kelembagaan petani B. Penguatan kapasitas SDM petani POPT berperan dalam menghasilkan SDM pelaku pembangunan pertanian yang kompeten sehingga mampu mengembangkan usaha pertanian yang tangguh, bertani lebih baik (better farming), berusaha tani lebih menguntungkan (better bussines), hidup lebih sejahtera (better living) dan lingkungan lebih sehat. POPT dituntut agar mampu menggerakkan masyarakat, memberdayakan petani untuk: 1) Membantu petani menganalisis situasi-situasi yang sedang mereka hadapi dan melakukan perkiraan ke depan 2) Membantu mereka menemukan masalah 3) Membantu mereka memperoleh pengetahuan/informasi guna memecahkan masalah 4) Membantu mereka mengambil keputusan, dan 5) Membantu mereka menghitung besarnya risiko atas keputusan yang diambilnya. Keberhasilan POPT dalam penguatan SDM petani dapat dilihat dengan indikator banyaknya petani yang mampu mengelola dan menggerakkan usahanya secara mandiri, ketahanan pangan yang tangguh, tumbuhnya usaha pertanian skala rumah tangga sampai menengah berbasis komoditi unggulan di desa. Selanjutnya usaha tersebut diharapkan dapat
berkembang mencapai skala ekonomis. Semua itu berkorelasi pada keberhasilan perbaikan ekonomi masyarakat, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, lebih dari itu akan bermuara pada peningkatan pendapatan daerah. Ke depan arah pembangunan, menuju pada industrialisasi di bidang pertanian melalui pengembangan agribisnis yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Hal ini akan bisa diwujudkan dengan lebih dahulu menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas, terutama masyarakat pertanian, sehingga kesinambungan dan ketangguhan petani dalam pembangunan pertanian bukan saja diukur dari kemampuan petani dalam memanage usahanya sendiri, tetapi juga ketangguhan dan kemampuan petani dalam mengelola sumberdaya alam secara rasional dan efisien, berpengetahuan, terampil, cakap dalam membaca peluang pasar dan mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan dunia khususnya perubahan dalam pembangunan pertanian. Di sinilah pentingnya POPT untuk membangun dan menghasilkan SDM yang berkualitas. C. Introduksi dan adopsi teknologi pertanian dengan basis ramah lingkungan Sistem pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture system) melalui pendekatan yang partisipatif memiliki tujuan untuk meningkatkan kapasitas petani dalam mengambil keputusan dan merangsang tumbuhnya inovasi-inovasi lokal dengan melakukan ujicoba dan pembaruan teknologi (Tendy Satrio, 2006).2 Selama ini partisipasi petani dalam pengembangan teknologi diperlihatkan oleh mereka melalui berbagai ujicoba dan penggabungan pengetahuan baru dengan teknologi tradisional dalam kegiatan usaha tani. Mereka merasakan sistem pertanian yang sudah ada mengalami perubahan terus seiring dengan bertambahnya pengalaman, informasi baru, meningkatnya jumlah penduduk, munculnya aspirasi baru, produktivitas lahan yang menurun dan sumber daya alam yang terbatas. Dalam pertanian, pengembangan teknologi merupakan suatu proses yang tidak akan pernah berakhir.
Suatu sistem usaha tani yang produktif dan berkesinambungan
memerlukan penggabungan antara teknik dan input yang berubah terus menerus. Kualitas benih menurun, serangga dan hama menyebar dan berkembang menjadi resisten, fluktuasi 2
Satrio, Tendy. 2006 Inovasi Teknologi Pertanian Partisipatif. http://ngomcp7.blogspot.com
harga di pasar, munculnya input baru dan input yang lama menjadi mahal, perubahan hukum pertanian dan ekonomi dan keberhasilan teknologi secara temporer menjadi kurang menguntungkan karena penyebarannya menekan harga-harga di pasar. Untuk itu penting membangun kemampuan yang terus menerus berinovasi daripada menghasilkan teknologi yang statis. Dinamisme teknologi pada sistem pertanian sebagian besar dimulai dari proses pembaruan dan adaptasi, POPT bersama dengan petani mengembangkan bermacam-macam teknologi pertanian yang disesuaikan dengan kondisi tingkat komunitas, ekologis, ekonomis, dan sosiokultural yang semata-mata
bukan merupakan rekayasa dari luar namun justru
menggunakan potensi teknologi yang telah ada dan selama ini berkembang di masyarakat (indigenous technology). Munculnya petani-petani sebagai “inovator” dengan gagasan-gagasan teknologi inovatif yang telah dipraktekan secara integral mengarah kepada pemanfaataan sumber daya setempat/lokal untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Kreasi-kreasi teknologi tradisional inovatif yang cenderung ramah lingkungan dan dikembangkan misalnya: pestisida nabati, pupuk organik, teknik bercocok tanam, teknik pembibitan, alat tanam, pengelolaan iklim mikro, pengelolaan air, pengendalian erosi dan sebagainya, yang diantaranya sebagai jawaban terhadap tantangan yang akan mereka hadapi pada perkembangan era pertanian ramah lingkungan (ecoagribusiness) masa mendatang. Input-input teknologi lokal yang mereka kembangkan merupakan proses interaksi kreatif antara komunitas petani setempat dengan fasilitator dari luar seperti POPT dalam melakukan uji coba lokal dengan berbagai pilihan yang berasal dari pengetahuan khas setempat, yaitu dari pengalaman petani setempat, petani di luar desa maupun yang berasal dari pengetahuan formal. D. Pengendalian Hama Terpadu Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) muncul dan berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional, yang sangat utama dalam
manggunakan pestisida (Nuryanto, 2012)3. Kebijakan ini mengakibatkan penggunaan pestisida oleh petani yang tidak tepat dan berlebihan, dengan cara ini dapat meningkatkan biaya produksi dan dampak samping yang merugikan terhadap lingkungan dan kesehatan petani itu sendiri maupun masyarakat secara luas. Dampak yang terjadi menyebabkan pengendalian dengan cara konvensyonal ini diganti agar nantinya dalam pengendalian hama dan penyakit dapat menguntungkan bagi petani, misalnya dalam penghematan biaya oprasional penggunaan pestisida. Dengan banyaknya hama, penggunaan musuh alami menjadi tidak dapat diandalkan lagi. Selanjutnya konsep pengendalian hama terpadu mulai dikembangkan dengan penekanan bahwa insektisida masih tetap digunakan, tetapi secara efektif, dengan demikian musuh alami masih dapat dipertahankan keberadaannya di ekosistem. Integrasi teknik ini kemudian dikembangkan lebih lanjut, termasuk di sini adalah penggunaan teknik lain seperti tumbuhan resisten dan pelestarian musuh-musuh alami yang sudah merupakan suatu keharusan dalam pengendalian terpadu ini. Dari hal tersebut dibentuklah PHT sebagai solusi mengatasi kondisi yang terjadi dikalangan petani dengan mengabungkan pengendalian fisik, pengendalian mekanik, pengendalian secara bercocok tanam, pengendalian hayati, pengendalian kimiawi dan pengendalian hama lainnya. Sehingga nantinya dengan penerapan PHT ini dapat mengurangi pencemaran, biaya yang dikeluarkan, tentunya dapat mensejahterakan petani dan masyarakat pada umumnya. Pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan sebuah system pengendalian hama dan penyakit yang mengunakan gabungan pengendalian fisik, pengendalian mekanik, pengendalian secara bercocok tanam, pengendalian hayati, pengendalian kimiawi dan pengendalian hama lainnya. Pengendalian secara fisik yaitu pengendalian hama dan penyakit secara langsung. Cara ini tergolong masih tradisional dalam memberantas hama dan penyakit. Conoh pengendalian secara fisik ini seperti pengryopokan untuk memberantas hama tikus.
3
Nuryanto. 2012. Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT). http://wwwasikasik.blogspot.com/
Pengendalian secara mekanik merupakan pengendalian yang digunakan dengan mengunakan perangkap, sehingga hama yang menyerang dapat ditangulangi. Contohnya dengan mengunakan kertas perekat untuk hama pasca panen seperti lalat. Pengendalian secara bercocok tanam merupakan pengendalian yang mengunakan varietas(vegetasi) yang ditanam resisten terhadap hama, atau dalam artian lain mengunakan bibit ungul. Pengendalian dengan bercocok tanam juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan pergantian tanaman. Sehingga siklus hidup dari hama dapat terputus dan terganti dengan yang lainya. Pengendalian dengan kimiawi, pengendalian dengan cara ini merupakan pengendalian yang terakhir dipilih dalam system pengendalian hama terpadu. Karena dengan system ini tentunya akan menyebabkan efek atau pencemaran lingkungan akibat zat- zat kimia yang tidak dapat diurai oleh alam. Sebagai tenaga fasilitator yang berperan dalam pengedalian hama, POPT pada prinsipnya melakukan pengendalian hama dengan mengggunakan kekuatan unsur-unsur alami yang mampu mengendalikan hama agar tetap berada pada jumlah di bawah ambang batas yang merugikan. Pengendalian hama terpadu berpegang pada prinsi-prinsip sebagai berikut : 1) Pemanfaatan pengandalian alami (secara biologis dan mekanis) seoptimal mungkin, dengan mengurangi tindakan-tindakan yang dapat mematikan musuh alami atau organism yang bukan sasaran. 2) Pengolahan ekosistem dengan mengubah microhabitat sehingga tidak menguntungkan bagi kehidupan organism pengganggu (hama dan pathogen), melalui teknik budidaya yang intensif : penanaman bibit dari varietas yang tahan hama dan penyakit, pergiliran tanaman untuk memutus siklus hidup hama dan pathogen, sanitasi (kebersihan) lingkungan pengolahan tanah secara intensif, pemberian air pengairan yang sehat, pemupukan yang berimbang menurut kebutuhan, dan pengaturan jarak tanam. 3) Penggunaan pestisida secara bijaksana, yaitu dengan memperhatikan waktu, dosis, dan efektivitas. Pestisida harus digunakan pada saat yang tepat, yakni pengendalian dengan cara lain sudah tidak memungkinkan lagi. Dosis juga harus tepat, menurut kondisi setetmpat dan luas areal yang terserang. Dengan demikian, efek letal pestisida tidak
mempengruhi areal pertanaman yang lain. Penggunaan pestisida juga harus efektif, yaitu memilih jenis pestisida yang mempunyai daya racun tinggi dan hanya mematikan hama atau pathogen sasaran. E. Penutup PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada dasar pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agro-ekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Sebagai sasaran teknologi PHT adalah : 1) produksi pertanian mantap tinggi, 2) Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, 3) Populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap pada aras secara ekonomi tidak merugikan dan 4) Pengurangan resiko pencemaran Lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Banyak persoalan yang dihadapi oleh petani baik yang berhubungan langsung dengan produksi dan permasalahan hasil pertanian maupun yang dihadapi dalam kehidupan seharihari, selain merupakan usaha bagi petani, pertanian sudah merupakan bagian dari kehidupannya sehingga tidak hanya aspek ekonomi saja tetapi aspek yang lainya juga merupakan peranan penting dalam tindakan-tindakan petani, dengan demikian dari segi ekonomi pertanian berhasil atau tidaknya produksi dan tingkat harga yang diterima oleh petani untuk hasil produksinya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku dan kehidupan petani itu sendiri. Sejalan dengan kemajuan teknologi maupun perkembangan struktur sosial, ekonomi dan budaya teknologi baru di pedesaan dapat membantu warga desa dalam meningkatkan usaha taninya dalam arti memperbesar hasil, meningkatkan pengelolaan untuk mendapatkan atau nafkah dalam usaha taninya tersebut atau dalam usaha tani lainnya, sedangkan teknologi adalah merupakan pengetahuan untuk menggunakan daya cipta manusia dalam menggali sumber daya alam dan memanfatkanya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Dalam upaya tersebut POPT sebagai fasilitator berperan melembagakan penerapan prinsip-prinsip PHT oleh petani dalam usahataninya serta memasyarakatkan PHT dikalangan masyarakat umum dalam rangka pembangunan pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
F. Daftar Pustaka Basu, Kausik. 2001. On The Goals Of Development. Infrintiers of Development Economics, ed. Gerald Maier and Joseph Stiglytz, 61-86. Oxford Univercity Press. Oxford Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Umum Pelaksanaan Penyuluhan. Jakarta. Pusbangluhtan, Departemen Pertanian. Nuryanto. 2012. Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT). http://wwwasikasik.blogspot.com/ Satrio, Tendy. 2006 Inovasi Teknologi Pertanian Partisipatif. http://ngomcp7.blogspot.com