SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 390/Kpts/TP.600/5/1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PENGENDALIAN HAMA TERPADU MENTERI PERTANIAN, Menimbang
:
a. bahwa pengembangan pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan program nasional untuk menciptakan landasan bagi pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; b. bahwa kegiatan PHT yang bercirikan pengembangan sumber daya manusia di tingkat lapangan merupakan bagian penting dari pembangunan pertanian yang memerlukan upaya-upaya khusus dan dukungan yang kuat dari berbagai pihak agar kegiatan PHT dapat dimasyarakatkan, disebarluaskan dan dilaksanakan oleh Petani; c. bahwa untuk menjamin kelancaran usaha memasyarakatkan dan menyebarluaskan PHT tersebut, perlu menetapkan pedoman dan membentuk tim kerja penyelenggaraan program nasional PHT dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian.
Mengingat
:
1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; 2. Keputusan Presiden R.I Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen; 3. Keputusan Presiden R.I Nomor 15 Tahun 1984 jo Nomor 83 Tahun 1993 tentang Susunan Organisasi Departemen; 4. Keputusan Presiden R.I Nomor 96/RI Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI; 5. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 96/Kpts/OT.210/2/1994 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian; 6. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 815/Kpts/KP.150/12/93 tentang Pembentukan Tim Pengalihan Program Nasional PHT.
Memperhatikan:
1. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986, tentang Peningkatan Pengendalian Hama Wereng Coklat pada Tanaman Padi. 2. Surat Menteri Negara Perencanan Pembangunan Nasional/Ketua BAPPENAS Nomor 6502/MK/12/1993 tertanggal 14 Desember 1993 tentang Pelaksanaan Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu (PHT). M E M U T U S K A N:
Menetapkan PERTAMA
: :
KEDUA
:
KETIGA
:
KEEMPAT
:
KELIMA
:
KEENAM
:
Penyelenggaraan program nasional PHT, yang untuk selanjutnya dalam Surat Keputusan ini disebut PHT dengan ketentuan sebagaimana tersebut dalam Lampiran I Surat Keputusan ini. Membentuk Tim Pembina, Tim Penyelenggara Program Nasional PHT, dengan susunan sebagaimana tersebut dalam lampiran II Surat Keputusan ini. Untuk memperlancar penyebarluasan dan pelaksanaan program nasional PHT di tingkat Daerah maka Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan bupati Kepala Daerah Tingkat II membentuk Tim Pembina Program PHT Kabupaten Daerah Tingkat II. Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas Tim Pembina, Tim Teknis dan Tim Penyelenggara Program Nasional PHT dan biaya operasional lapangan dibebankan kepada proyek Pengendalian Hama Terpadu Departemen Pertanian (IPM Training Project Loan 3586IND). Ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan Surat Keputusan ini dinyatakan tidak berlaku. Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surat sejak 1 April 1994. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 9 Mei 1994 MENTERI PERTANIAN, ttd. DR.IR.SJARIFUDIN BAHARSJAH
Salinan Surat Keputusan ini disampaikan Kepada Yth.: 1. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; 2. Menteri Negara Sekretaris Negara; 3. Menteri Dalam Negeri; 4. Menteri Keuangan; 5. Menteri Penerangan; 6. Menteri Kesehatan; 7. Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup; 8. Menteri Negara Urusan Peranan Wanita; 9. Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan; 10. Pimpinan Unit Kerja Eselon I Lingkup Departemen Pertanian; 11. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I di Lokasi Proyek PHT Departemen Pertanian; 12. Kepala Kantor Wilayah Departemen Pertanian Propinsi Daerah Tingkat I Lokasi Proyek PHT Departemen Pertanian; 13. Bupati Kepala Daerah Tingkat II di Lokasi Proyek PHT Departemen Pertanian; 14. Pemimpin Proyek PHT Departemen Pertanian.
Lampiran I SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 390/Kpts/TP.600/5/1994 TANGGAL : 9 Mei 1994 PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PHT BAB I PENGERTIAN-PENGERTIAN Pasal 1 Dalam surat keputusan ini yang dimaksud dengan: 1. Pengendalian Hama Terpadu adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan di satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu kesatuan untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup. 2. Program Nasional PHT adalah upaya yang berencana dan terkoordinasi untuk melembagakan penerapan prinsip-prinsip oleh petani dalam usaha taninya serta memasyarakatkan pengertian-pengertian PHT di kalangan masyarakat umum dalam rangka pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. 3. Daerah adalah Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II. BAB II TUJUAN PROGRAM NASIONAL PHT Pasal 2 Tujuan Program Nasional PHT adalah: a. menjamin kemandirian swasembada pangan; b. menumbuhkan kreativitas, dinamika dan kepemimpinan petani; c. terselenggaranya dukungan yang kuat atas upaya-upaya petani dalam menyebarluaskan penerapan PHT sehingga dapat diciptakan pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. BAB III USAHA POKOK PROGRAM NASIONAL PHT Pasal 3
Usaha pokok dalam mencapai tujuan program nasional PHT adalah: 1. Mengembangkan sumberdaya manusia yang meliputi: a. penyelenggaraan pendidikan formal dan non formal bagi Petani, Pengamat Hama dan Penyakit Tanaman, Penyuluh Pertanian dan petugas lain yang terkait, dan khusus bagi Petani diselenggarakan melalui Sekolah Lapangan PHT (SLPHT); b. memperkuat system informasi manajemen dan memperkuat penyebarluasan informasi tentang PHT. 2. Mengadakan studi-studi lapangan dan penelitian yang memberikan dukungan atas startegi, pengembangan metode, dan penerapan PHT untuk tanaman padi, palawija dan tanaman penting lainnya. 3. Memperkuat kebijaksanaaan, pengaturan dan penyelenggaraan pengawasan terhadap pengadaan, pembuatan, peredaran serta pemakaian pestisida yang berwawasan lingkungan. 4. Memasyarakatkan pengembangan konsep PHT di Indonesia. BAB IV PRINSIP-PRINSIP PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PHT Pasal 4 Prinsip-prinsip yang dipakai dalam penyelenggaraan Program Nasional PHT adalah: 1. PHT merupakan suatu pendekatan keseimbangan ekologis, yang memandang sistem pertanian sebagai suatu sistem yang kompleks dan hidup, tempat manusia berinteraksi dengan tanah,air, tanaman, dan organisme hidup lainnya dalam rangka memanfaatkan sumberdaya yang ada secara optimal. 2. Petani belajar bekerjasama dengan alam dan belajar untuk membuat dirinya mampu mengambangkan cara-cara berusaha yang produktif dan berkelanjutan. 3. Petani sebagai ahli dan merupakan pusat system usaha tani sehingga menjadi subyek pembangunan yang mandiri, efisien dan tangguh. 4. PHT merupakan program penegmbangan sumberdaya manusia, yang membantu petani menguasai konsep berpikir yang baru dan menerapkan cara-acar baru untuk memecahkan masalah yang dihadapinya secara mandiri sehingga dapat diwujudkan jaringan kerja yang kokoh antara petani, penyuluh dan peneliti. 5. Prinsip berkelanjutan yaitu suatu prinsip yang menekankan pada kelangsungan peningkatan hubungan yang serasi antara petani dengan sumberdaya alam berdasarkan cara-cra bertindak yang lebih baik. 6. Petani adalah pusat pengembangan PHT sehingga petani mampu menentukan kebutuhannya sendiri dan menerapkan cara-cara berusaha yang sesuai dengan kondisi local dan tempat tinggalnya.
BAB V ORGANISASI Pasal 5 1. Dalam rangka mempercepat pencapaian sasaran dan tujuan pelaksanaan program nasional PHT dipandang perlu dibentuk kelembagaan yang bersifat koordinatif lintas sub-sektor maupun sector di tingkat Pusat dan Daerah. 2. Kelembagaan tersebut pada angka 1 merupakan unit yang bersifat memperkuat, mendukung dan menunjang tugas-tugas kelembagaan formal yang telah ada. Pasal 6 1. Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 yang perlu dibentuk di tingkat Pusat adalah: a. Tim Pembina Program Nasional PHT; b. Tim Teknis Program Nasional PHT; c. Tim Penyelenggara Program Nasional PHT. 2. Tugas masing-masing Tim sebagaimana dimaksud pada nagka 1 adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. 3. Dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugasnya, Ketua Tim Penyelenggara Program Nasional PHT, sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c, membentuk Kelompok Kerja Pendidikan, Kelompok Kerja Penelitian, Kelompok Kerja Pemasyarakatan, Kelompok Kerja Pengaturan Pestisida, dan kelompok lain yang diperlukan. 4. Kelompok Kerja Pendidikan dipimpin oleh Kepala Pusat Pembinaan Pendidikan Pertanian, Kelompok Kerja Penelitian dipimpin oleh Kepala Pusat Penyiapan Program Penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kelompok Kerja Pemasyarakatan dipimpin oleh Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian, dan Kelompok Kerja Pengaturan Pestisidadipimpin oleh Direktur Bina Perlindungan Tanaman Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. 5. Tim Penyelenggara Program Nasional PHT dalam rangka menyelenggarakan tugasnya di lapangan maka di Propinsi Daerah Tingkat I mempunyai perangkat atau membawahkan Unit-unit Koordinator Wilayah (UKW), dan di Kabupaten Daerah Tingkat II mempunyai perangkat atau membawahkan Unit-unit Pelaksana Kabupaten (UPK), yang jumlahnya disesuaikan dengan keperluan.
6. Di masing-masing Unit Koordinator Wilayah terdapat Pemandu Lapangan (PL) I PHT dan Pemandu Lapangan (PL) II PHT sedangkan dimasing-masing Unit Pelaksana Kabupaten terdapat Pemandu Lapangan (PL) II PHT, yang jumlahnya disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan setempat. 7. Yang dapat ditetapkan sebagai petugas Pemandu Lapangan PHT sebagaimana dimaksud pada angka 6 adalah petugas Pengamat Hama dan Penyakit atau petugas lain yang telah lulus mengikuti pelatihan Pemandu Lpaangan PHT dan pernah menyelenggarakan Pelatihan PHT bagi PHP selama paling sedikit 3 musim tahun. 8. Unit Koordinator Wilayah (UKW) dan Unit Pelaksana Kabupaten (UPK) dalam melaksanakan tugasnya di lapangan, dibina dan dikoordinasikan oleh Tim Pembina Program PHT Daerah. Pasal 7 1. Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 yang perlu dibentuk di Propinsi Daerah Tingkat danb Kabupaten Daerah Tingkat II adalah: a. Tim Pembina Program PHT Propinsi Daerah Tingkat I; b. Tim Pembina Program PHT Kabupaten Daerah Tingkat II. 2. Susunan Tim sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah sebagai berikut: a. Tim Pembina Program PHT Propinsi Daerah Tingkat I: Ketua : Kepala Kantor Wilayah Departemen Pertanian; Wakil Ketua : Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Daerah Tingkat I; Sekretaris : Kepala Balai Proteksi Tanaman Pangan, apabila tidak ada Balai Proteksi, dapat dijabat oleh Sekretaris Pembina Harian BIMAS Propinsi. Anggota : Dari unsure-unsur yang terkait misalnya: 1. Pemimpin Bagian Proyek PHT; 2. Dinas Pertanian Tanaman Pangan; 3. Unsur Pemerintah Daerah selain Dinas Pertanian Tanaman Pangan; 4. Unit-unit Pelaksana Teknis terkait; 5. Perguruan Tinggi. b. Tim Pembina Program PHT Kabupaten Daerah Tingkat II: Ketua : Kepala Dinas Pertanian Daerah Tingkat II, atau Kepala Cabang Dinas Pertanian Tanaman Pangan Daerah Tingkat II di Daerah Tingkat II; Sekretaris : Sekretaris Pelaksana Harian BIMAS Kabupaten; Anggota : Dari unsure-unsur yang terkait, misalnya:
1. Dinas/Cabang Dinas Pertanian Tanaman Pangan; 2. Unsur Pemerintah Daerah selain Dinas/Cabang Dinas Pertanian Tanaman Pangan; 3. Unsur Balai Proteksi Tanaman Pangan; 4. UPT lain yang terkait. 3. Tim Pembina Program PHT Propinsi Daerah Tingkat I dan Tim Pembina Program PHT Kabupaten Daerah Tingkat II mempunyai tugas adalah sebagai berikut: a. memperlancar pelaksanaan Program Nasional PHT di daerah masing-masing. b. memberikan bimbingan umum dalam pelaksanaan kegiatan PHT; c. memperlancar hubungan kerja antar instansi/unsure yang terkait dalam menunjang pelaksanaan kegiatan PHT; d. melaksanakan monitoring kegiatan PHT di daerah masing-masing. e. menyusun laporan pelaksanaan dan hasil kegiatan PHT. BAB VI PEDOMAN DAN TATA KERJA Pasal 8 Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Pembina, Tim Teknis, Tim Penyelenggara Program Nasional PHT dan Tim Pembina Program PHT Daerah perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Tanggap pada prakarsa petani, yang menempatkan petani sebagai pelaku utama perencanaan, pengorganisasian, dan penerapan kegiatankegiatan lapangan PHT; 2. Tanggap kepada kebutuhan petani sehingga kebutuhan informasi dan latihan bagi petani dapat dilayani sebaik-baiknya dengan menggunakan mekanisme perencanaan yang diorganisasikan oleh petani sendiri; 3. Memperhatikan kedudukan dan peranan Indonesia dalam kerjasama internasional di bidang PHT.