BAB V PEMBAHASAN
A.
Karakteristik Responden 1. Umur Responden Umur merupakan salah satu faktor yang juga memiliki kontribusi yang cukup kuat untuk menyebabkan peningkatan resiko keluhan low back pain pada tenaga kerja administrasi PT TELKOM Solo. Menurut Vita (2006), umur termasuk faktor intrinsik, yaitu faktor yang berasal dari dalam tubuh manusia. Semakin bertambahnya usia, itu berarti manusia atau dalam hal ini tenaga kerja menjadi rentan untuk dapat mengalami peningkatan resiko gangguan muskuloskletal. Hal tersebut karena semakin bertambahnya usia maka semakin menurun kemampuan fisik dan terjadi perubahan hormonal yang dapat meningkatkan resiko terjadinya low back pain (Saerang dkk, 2015; Pratiwi dkk, 2014). Umumnya keluhan musculoskeletal dirasakan pada umur antara 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambah umur. Berdasarkan data penelitian maka dapat diketahui bahwa umur rata-rata tenaga kerja adalah 50 tahun. Pada umur 50 tahun telah terjadi akumulasi beban kerja secara bersamaan semakin pula meningkatkan resiko terjadinya keluhan low back pain pada tubuh. Berdasarkan uji statistik
45
46
didapatkan hasil bahwa kejadian keluhan low back pain berhubungan dengan umur responden (nilai p-value = 0,001 < p = 0,05). Dari hasil tersebut dapat diartikan bahwa faktor umur dapat menjadi salah satu faktor pendukung terjadinya keluhan low back pain. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Herry Koesyanto (2013) menunjukan bahwa ada hubungan antara umur dengan keluhan nyeri punggung dengan nilai p = 0,04 . 2. Kebiasaan Merokok Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya, tingkat
kesegaran tubuh
juga
menurun. Apabila
yang
bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri. Hal tersebut yang memicu semakin tinggi resiko terjadinya keluhan low back pain. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa seluruh responden laki-laki adalah memiliki kebiasaan merokok sedangkan responden perempuan adalah tidak memiliki kebiasaan merokok. Sehingga didapatkan jumlah tertinggi sebesar 24 orang dengan kebiasaan merokok sedangkan tidak merokok didapatkan jumlah 16 orang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Taufik Zulfiqor (2010) yang menunjukan ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan musculoskeletal dengan nilai p = 0,044.
47
B.
Hubungan sikap kerja duduk dengan keluhan low back pain bagian administrasi PT TELKOM Solo Konstruksi punggung yang unik memungkinkan terjadinya fleksibelitas dan memberikan perlindungan terhadap sumsum tulang belakang. Otot-otot abdominal berperan pada aktivitas mengangkat beban dan sarana pendukung tulang belakang. Adanya obesitas, masalah struktur, dan peregangan berlebihan pada sarana pendukung ini akan berakibat pada nyeri punggung. Adanya perubahan degenerasi diskus interverterbralis akibat usia menjadi fibrokartilago yang padat dan tidak teratur merupakan penyebab nyeri punggung biasa, sedangkan perubahan diskus interlumbalis L4-L5 dan L5-S1 menderita stress mekanis dan menekan sepanjang akar saraf merupakan penyebab nyeri punggung bawah (Helmi, 2012). Otot-otot skeletal adalah risiko kerja mengenai gangguan otot yang disebabkan oleh kesalahan sikap kerja dalam melakukan suatu aktivitas kerja. Keluhan otot-otot skeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem musculoskeletal (Bakri S. H. A., Sudiajeng L, 2004).
48
Sikap kerja duduk yang statis dengan masa kerja yang lama (>= 5 tahun bekerja) dapat berpengaruh terhadap nyeri punggung. Hal ini disebabkan karena akumulasi pembebanan pada tulang rangka (Harrianto, 2009). Dari hasil penelitian mengenai sikap kerja duduk pada saat melakukan pekerjaan dibagian administrasi dengan menggunakan alat pengukuran berupa lembar pengukuran REBA ditemukan bahwa banyak sikap
kerja
duduk
yang
menimbulkan
resiko
gangguan
sistem
musculoskeletal (keluhan low back pain) rata-rata sikap kerja duduk dengan nilai sebesar 14 (kategori sikap kerja duduk tinggi). Sikap duduk yang beresiko tersebut disebabkan karena hampir semua kursi kerja tenaga kerja administrasi PT TELKOM Solo tidak memiliki sandaran kaki dengan posisi kaki adalah sejajar dengan lantai. Posisi kaki yang seperti itu memaksa kaki menerima beban tubuh secara berlebih dan penyebaran beban yang tidak merata. Sedangkan apabila dilihat dari desain stasiun kerja tenaga kerja administrasi adalah semua sama, baik desain meja maupun desain kursi kerja. Hal tersebut dapat meningkatkan resiko timbulnya keluhan low back pain yang disebabkan bahwa kebutuhan pada tiap tenaga kerja akan desain kerja adalah berbeda. Keadaan tersebut memaksa tenaga kerja untuk menyesuaikan dengan kondisi peralatan kerja dan objek yang akan dikerjakan. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji statistik Spearman nilai signifikan hubungan sikap kerja duduk dengan keluhan low back pain pada tenaga kerja administrasi PT TELKOM Solo adalah
49
signifikan dengan nilai p-value = 0,002 < p = 0,05. Serta memiliki arah korelasi positif yang kuat dengan nilai r = 0,484. Hal ini berarti jika nilai sikap kerja duduk meningkat maka nilai keluhan low back pain juga meningkat. Penelitian mengenai hubungan sikap kerja duduk dengan keluhan low back pain sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Sri Muryani (2014) yang menunjukan signifikan dengan nilai p = 0,01. Dengan nilai Odd rasio sebesar 2,125 yang menunjukan bahwa tenaga kerja mengalami keluhan low back pain. Penelitian selanjutnya yang menunjukan sejalan dengan hubungan sikap kerja duduk dengan keluhan low back pain adalah penelitian menurut Umami dkk (2013) yang menunjukan signifikan dengan nilai p = 0,001. Mengerjakan pekerjaan dengan sikap duduk yang terlalu lama dan sikap kerja yang salah dapat mengakibatkan otot rangka (skeletal) termasuk tulang belakang sering mengalami keluhan nyeri dan cepat lelah (Wignosoebroto,2003).
C.
Hubungan masa kerja dengan keluhan low back pain bagian administrasi PT TELKOM Solo Masa kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung munculnya gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh pekerjaan. Tenaga kerja yang mengalami peningkatan masa kerja akan melakukan sikap kerja duduk secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. Masa kerja > 4 tahun dapat menyebabkan stres disekitar area punggung bawah dan dapat meningkatkan resiko terjadinya keluhan low back pain (Dellemen, dkk. 2004).
50
Hasil penelitian terhadap 40 responden didapatkan masa kerja responden dengan rata-rata 26. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji statistic Pearson nilai signifikan hubungan masa kerja dengan keluhan low back pain pada tenaga kerja administrasi PT TELKOM Solo adalah signifikan dengan nilai p-value = 0,001 < p = 0,05. Serta memiliki arah korelasi positif yang kuat dengan nilai r = 0,902. Hal ini berarti jika nilai masa kerja meningkat maka nilai keluhan low back pain juga meningkat. Hal ini karena mayoritas tenaga kerja memiliki masa kerja > 10 tahun sehingga responden bekerja dengan postur kerja duduk yang tidak ergonomis dalam waktu yang lama dan dengan ditambah adanya tekanan biomekanis berulang pada punggung yang dapat menyebabkan rasa nyeri pada otot. Selain itu tenaga kerja bekerja dengan posisi kerja statis yaitu duduk secara terus menerus selama bekerja yang dapat meningkatkan gangguan pada otot. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Agustin (2012) pada pekerja batik di Rembang menunjukkan adanya hubungan antara masa kerja dengan kejadian low back pain dengan p-value sebesar 0.031 dengan masa kerja > 4 tahun. Hal ini karena adanya tekanan terjadi pada jaringan otot yang lunak dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap. Menurut Pratiwi (2014), diketahui bahwa 35 pekerja dengan masa kerja > 8 tahun yang mengalami kelainan pada otot serta saraf sebanyak 14 pekerja (35,9%) dengan masa kerja < 8 tahun yang mengalami kelainan otot dan saraf. Pekerja yang mempunyai masa kerja > 8 tahun memiliki risiko
51
8.928 kali untuk mengalami low back pain dibandingkan dengan tenaga kerja yang masa kerjanya < 8 tahun. Hal ini sejalan dengan Harrianto (2009), yang menyatakan bahwa sikap kerja dan masa kerja yang lama (5 tahun bekerja) dapat menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya nyeri punggung. Hal ini disebabkan karena akumulasi pembebanan pada tulang rangka belakang. Sedangkan penelitian menurut Fathoni (2009) menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kejadian low back pain dengan masa kerja pada perawat rumah sakit.
D.
Hubungan sikap kerja duduk dan masa kerja dengan keluhan low back pain bagian administrasi PT TELKOM Solo. Dari hasil akhir uji Regresi Linier dengan metode enter, ternyata dapat disimpulkan bahwa variabel yang paling besar peranannya atau dominan hubungannya terhadap keluhan low back pain adalah variabel masa kerja dengan koefisian korelasi 0.902 ke arah positif (+) yang artinya adalah jika masa kerja meningkat atau tinggi maka keluhan low back pain juga akan meningkat.. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebesar 90,2 % masa kerja memiliki dominasi hubungan dengan keluhan low back pain dengan sisanya sebesar 9,8 % merupakan faktor lain yang tidak diteliti.
E.
Keterbatasan Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini, ada beberapa keterbatasan penelitian antara lain adalah sebagai berikut :
52
1. Saat survey awal, perusahaan telah menjelaskan banyak keterbatasan apabila melakukan penelitian di PT TELKOM Solo seperti pelaksanaan penelitian hanya dapat dilakukan saat pertengahan bulan dan dilakukan tidak lebih dari 3 hari serta tidak diperbolehkannya melakukan pengambilan dokumentasi tanpa disetujui oleh pengawas lapangan. 2. Pengukuran penelitian hanya dilakukan sebanyak satu kali walaupun telah dilakukan beberapa kali pengamatan yang dilakukan secara bersamaan. Serta tidak diijinkannya terlalu banyak personil penelitian berada pada lingkungan kerja di PT TELKOM Solo. 3. Penelitian tersebut tidak melihat secara keseluruhan riwayat penyakit pada tenaga kerja administrasi walaupun pada kenyataannya ada beberapa tenaga kerja yang sudah mengeluhkan adanya penyakit degeneratif. 4. Penelitian ini tidak menggunakan tes klinis (pemeriksaan berlanjut) pada responden untuk mendiagnosis keluhan low back pain, sehingga terbatas pada keluhan yang dirasakan responden saja pada saat pengambilan data.