BAB V PEMBAHASAN
A. PENGARUH
PEMBERIAN
PISANG
AMBON
TERHADAP
PENURUNAN TEKANAN DARAH Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada 20 responden pada kelompok kontrol pemberian pisang ambon, rata-rata tekanan darah sistolik sebelum pemberian pisang ambon adalah 164,5 mmHg dan rata-rata tekanan darah sistolik sesudah pemberian pisang ambon adalah 153,5 mmHg. Hal ini menunjukkan adanya penurunan rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 11 mmHg. Berdasarkan tabel 4.10 hasil Uji analisis Wilcoxon yang dilakukan menunjukkan nilai p value < 0,005 yaitu sebesar 0,000 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan atau terdapat pengaruh pisang ambon terhadap penurunan tekanan darah sistolik pada penderita hipertensi. Berdasarkan tabel 4.10 rerata tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah pemberian pisang ambon adalah 98 mmHg dan 88 mmHg. Terdapat selisih penurunan tekanan darah sebesar 10 mmHg. Uji analisis Wilcoxon menunjukkan hasil p-value sebesar 0,001 yang berarti juga terdapat pengaruh pisang ambon terhadap penurunan tekanan darah diastolik pada penderita hipertensi. Peranan pisang ambon terhadap penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik dipengaruhi oleh kandungan kalium dalam pisang ambon. Kalium yang terkandung dalam 100 gram pisang ambon adalah sebesar 435 Mg
43
44
(Priyotamtama, 2010). Kalium bekerja mirip obat antihipertensi di dalam tubuh manusia, kalium dapat menyebabkan penghambatan pada ReninAngiotensine System juga menyebabkan terjadinya penurunan sekresi aldosteron, sehingga terjadi penurunan reabsorpsi natrium dan air di tubulus ginjal. Akibat dari mekanisme tersebut, maka terjadi peningkatan diuresis yang menyebabkan berkurangnya volume darah, sehingga tekanan darah pun menjadi turun. Selain itu, kalium juga akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer, akibatnya terjadi penurunan resistensi perifer, dan tekanan darah juga menjadi turun (Palmer dan Willliams, 2007). Peranan kalium sebagai mineral penurun tekanan darah telah terbukti dalam penelitian yang dilakukan oleh Mariani (2014) bahwa pemberian jus buah (pepaya, semangka, melon) dengan kandungan kalium sebanyak 500,2 mg/hari selama 7 hari dapat menurunkan tekanan darah sistolik maupun diastolik dengan nilai p < 0,05 dari masing-masing kelompok perlakuan. Hal ini terjadi karena kadar kalium dan natrium di dalam pisang ambon yang berbanding terbalik. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tangkilisan (2013) tentang Pengaruh Terapi Diet Pisang Ambon (Musa Paradisiaca Var. Sapientum Linn)
terhadap
Penurunan
Tekanan
Darah
pada
Klien
Hipertensi
menunjukkan hasil uji Paired t-test data tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah diberikan terapi menunjukkan p value 0,000. Hasil uji Paired t-test tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah diberikan terapi menunjukkan p value 0,000. Hal ini berarti secara signifikan terapi diet pisang ambon
45
menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik pada pasien hipertensi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis terdapat pada subyek, waktu dan tempat penelitian. Penelitian lain yang dilakukan oleh Pandiangan (2013) tentang Pengaruh Konsumsi Buah Pisang Ambon (Musa Accuminata Colla) terhadap Tekanan Darah pada Mahasiswi Prehipertensi di Universitas Advent Indonesia Bandung menunjukkan hasil penurunan tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan pisang ambon sebesar 132/86 mmHg (pre hipertensi) menjadi 120/74 mmHg (normal). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari pemberian konsumsi buah pisang ambon lumut (Musa acuminata Colla) terhadap tekanan darah mahasiswi prehipertensi berusia 18-22 tahun di UNAI. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis terdapat pada usia responden, waktu dan tempat penelitian. B. PENGARUH
PEMBERIAN
JUS
MENTIMUN
TERHADAP
PENURUNAN TEKANAN DARAH Hasil penelitian yang dilakukan kepada 20 responden pada kelompok eksperimen pemberian jus mentimun menunjukkan rata-rata tekanan darah sistolik sebelum pemberian jus mentimun adalah 162 mmHg dan rata-rata tekanan darah sistolik sesudah pemberian pisang ambon adalah 142 mmHg. Penurunan rata-rata tekanan darah sistolik adalah sebesar 21 mmHg. Berdasarkan tabel 4.11, hasil uji analisis Wilcoxon yang dilakukan
46
menunjukkan terdapat pengaruh jus mentimun terhadap penurunan tekanan darah sistolik pada penderita hipertensi dengan nilai p-value sebesar 0,000. Pemberian jus mentimun juga mempengaruhi penurunan tekanan darah diastolik, hal ini terlihat dari rata-rata tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah pemberian pisang ambon adalah sebesar 96,5 mmHg dan 81 mmHg. Terdapat selisih penurunan tekanan darah sebesar 15,5 mmHg. Uji analisis Wilcoxon menunjukkan hasil p-value < 0,05 yaitu sebesar 0,001. Tidak jauh berbeda dengan pisang, peranan jus mentimun dalam penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi salah satunya juga dipengaruhi oleh kandungan mineral kalium yang tinggi. Kalium dapat mendorong keluarnya natrium yang berlebihan sehingga mengurangi preload (beban awal kontraksi jantung) dan menurunkan tekanan darah (Hartono, 2014). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kuswardhani (2012) tentang Penatalaksanaan Hipertensi pada Usia Lanjut, pembatasan konsumsi natrium dan peningkatan konsumsi kalium terbukti sebagai salah satu alternatif dalam penurunan tekanan darah. Kandungan lain di dalam buah mentimun yang bermanfaat sebagai penurun tekanan darah adalah flavonoid. Flavonoid bekerja sebagai zat yang dapat mendukung kinerja ACE inhibitor. Selain itu, kandungan saponin dalam mentimun dapat meningkatkan absorpsi senyawa-senyawa diuretikum (natrium, klorida, dan air) di tubulus distalis ginjal, juga merangsang ginjal untuk lebih aktif. Hal ini yang mampu menurunkan tekanan darah. Sifat diuretik pada mentimun yang terdiri dari 90% air mampu mengeluarkan
47
kandungan garam dari dalam tubuh. Mineral yang kaya dalam buah mentimun mampu mengikat garam dan dikeluarkan melalui urin (Sonia, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Marbun (2012) menunjukkan bahwa pemberian jus mentimun selama 6 hari dapat menurunkan tekanan sistole rata – rata 17,69 mmHg dan tekanan diastole rata – rata 9,61 mmHg. Setelah dilakukan uji Paired t-test didapatkan nilai p value 0,000, yang menunjukkan adanya perbedaan signifikan tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan jus mentimun. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis terdapat pada subyek, waktu dan tempat penelitian serta lama intervensi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurhidayat (2011) tentang Pengaruh Jus Mentimun terhadap Penurunan Tekanan Darah Tinggi pada Penderita Hipertensi menunjukkan hasil bahwa jus mentimun terbukti dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan nilai p masingmasing < 0,05. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis terdapat pada perbedaan karakteristik responden, waktu dan tempat penelitian. C. PERBEDAAN
EFEKTIVITAS
PISANG
AMBON
DAN
JUS
MENTIMUN TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH Tabel 4.8 menunjukkan rerata tekanan darah sistolik sebelum pemberian pisang ambon dan jus mentimun sebesar 164,5 mmHg dan 162 mmHg menunjukkan selisih yang sedikit yaitu 2,5 mmHg sehingga dapat
48
dikatakan tekanan darah sistolik kelompok kontrol dan eksperimen hampir sama. Uji Mann Whitney yang dilakukan pada tekanan darah sistolik sebelum pemberian pisang ambon dan jus mentimun menunjukkan hasil p > 0,05 yaitu sebesar 0,857 yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan tekanan darah sistolik antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen atau kedua kelompok data memiliki karakteristik yang sama. Uji Mann Whitney yang dilakukan pada tekanan darah diastolik sebelum pemberian pisang ambon dan jus mentimun juga menunjukkan hasil p > 0,05 yaitu sebesar 0,612 yang berarti kelompok kontrol dan kelompok eksperimen memiliki data karakteristik yang sama. Uji Wilcoxon yang dilakukan pada kedua kelompok kontrol pemberian pisang ambon dan jus mentimun juga menunjukkan nilai p < 0,05 yang berarti terdapat pengaruh pisang ambon maupun jus mentimun terhadap penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik. Hasil uji Mann Whitney yang disajikan pada tabel 4.12 menunjukkan rerata tekanan sistolik sesudah pemberian pisang ambon dan jus mentimun adalah sebesar 153,5 mmHg dan 141 mmHg dan standar deviasi masing masing kelompok adalah 18,432 dan 14,105 dan nilai p va;ue 0,036 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan efektivitas antara pisang ambon dan jus mentimun dalam menurunkan tekanan darah sistolik. Jus mentimun dapat disimpulkan memiliki efektivitas lebih tinggi dibandingkan dengan pisang ambon, hal ini dapat diketahui dari rerata selisih penurunan tekanan darah
49
sistolik pada kelompok pemberian jus mentimun lebih besar daripada kelompok pemberian pisang ambon, yaitu sebesar 21 mmHg dan 11 mmHg. Pada tekanan darah diastolik juga terdapat perbedaan efektivitas yang signifikan antara pisang ambon dan jus mentimun dalam menurunkan tekanan darah diastolik. Hal ini dapat dilihat pada hasil uji Mann Whitney pada tabel 4.13 bahwa rerata tekanan diastolik kelompok kontrol dan eksperimen adalah sebesar 88 mmHg dan 81 mmHg dan nilai p value < 0,05 yaitu sebesar 0,024. Rerata selisih penurunan tekanan diastolik pada kelompok jus mentimun lebih besar daripada kelompok pemberian pisang ambon, yaitu sebesar 15,5 mmHg dan 10 mmHg, sehingga dapat disimpulkan bahwa jus mentimun terbukti
lebih
efektif
dalam
menurunkan
tekanan
darah
diastolik
dibandingkan dengan pisang ambon. Perbedaan efektivitas antara pisang ambon dan jus mentimun disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya yaitu perbedaan kadar kalium dan natrium dalam 100 gram buah mentimun dan buah pisang ambon. Mentimun memiliki perbandingan kadar kalium dan natrium yang lebih besar dibandingkan dengan pisang ambon, yaitu sebesar 147 Mg : 2 Mg atau 73,5:1 (Bangun, 2013). Sedangkan perbandingan kadar kalium dan natrium pada pisang ambon adalah 435 Mg : 18 Mg atau 24,16:1 (Priyotamtama, 2010). Kalium disebut sebagai mineral antihipertensi karena kalium bersifat mendorong keluarnya natrium yang berlebihan sehingga mengurangi preload (beban awal kontraksi jantung) dan menurunkan tekanan darah (Hartono,
50
2014). Peranan kalium bersama klorida adalah membantu menjaga tekanan osmotik intraseluler dan keseimbangan asam basa (Bangun, 2013). Menurut Pranadi (2012), sebuah penelitian klinis menunjukkan pemberian suplemen kalium dapat menurunkan tekanan darah. Pemberian diet kalium 60-120 mmol/hari dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik 4,4 dan 2,2 mmHg pada penderita hipertensi serta 1,8 dan 1,0 pada orang normal. Kandungan lain yang terdapat dalam mentimun seperti saponin, flavonoid dan kadar air yang tinggi juga menyebabkan mentimun lebih efektif dibandingkan dengan pisang ambon dalam menurunkan tekanan darah (Bangun, 2013). Saponin dapat meningkatkan absorpsi senyawa-senyawa diuretikum (natrium, klorida, dan air) di tubulus distalis ginjal juga merangsang ginjal untuk lebih aktif (Sonia, 2011). Hal ini terbukti dalam penelitian yang dilakukan oleh Sayekti (2014) bahwa saponin bersama dengan zat lain yang tekandung dalam mahkota dewa dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik sebesar 14 mmHg dan 25 mmHg dengan nilai p masing-masing kelompok 0,000. Kandungan lain di dalam buah mentimun yang bermanfaat sebagai penurun tekanan darah adalah flavonoid. Flavonoid
dapat menghalangi
reaksi oksidasi kolesterol jahat (LDL) yang menyebabkan darah mengental, sehingga mencegah pengendapan lemak pada dinding pembuluh darah, selain itu Flavonoid bekerja sebagai zat yang dapat mendukung kinerja ACE
51
inhibitor (Sonia, 2011). Hal ini terbukti dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Kurniasari (2013) menyebutkan bahwa kalium dan flavonoid yang terkandung dalam buah tomat terbukti dapat menurunkan tekanan darah sistolik maupun diastolik dengan nilai p masing-masing sebesar 0,000. Sifat diuretik pada mentimun yang terdiri dari 90% air mampu mengeluarkan kandungan garam dari dalam tubuh. Mineral yang kaya dalam buah mentimun mampu mengikat garam dan dikeluarkan melalui urin (Sonia, 2011). Perbedaan karakteristik responden diantaranya perbedaan interval umur dan jenis pekerjaan responden juga mempengaruhi perbedaan efektivitas antar pisang ambon dan jus mentimun dalam penurunan tekanan darah. Berdasarkan tabel 4.1 rerata usia paling banyak pada kelompok pemberian pisang ambon adalah usia > 65 tahun dengan jumlah 12 orang atau sebanyak 60% dari 20 responden. Pada kelompok pemberian jus mentimun jumlah penderita hipertensi juga paling banyak terjadi pada usia > 65 tahun dengan jumlah 10 orang atau sebanyak 50% dari 20 responden. Perbedaan persebaran umur inilah yang merupakan salah satu penyebab mentimun lebih efektif dalam penurunan tekanan darah. Menurut Townsend (2010) pada usia lansia akhir ataupun manula, arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang lebih sempit dan menyebabkan naiknya tekanan darah. Selain itu, pada lansia terjadi penurunan fungsi sistem kardiovaskuler dan penurunan kemampuan jantung
52
serta penebalan dan penurunan elastisitas pembuluh darah yang dapat memicu terjadinya hipertensi pada lansia (Potter dan Perry, 2009). Menurut Palmer dan Willliams (2007), prevalensi kejadian hipertensi akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada usia 55-64 tahun prevalensi kejadian hipertensi adalah 46%, kemudian pada usia 65-74 tahun meningkat menjadi 70% dan pada usia > 75 tahun mencapai 80%. Selain dari usia responden, faktor lain yang mempengaruhi tekanan darah adalah jenis pekerjaan responden. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa perekejaan responden paling banyak pada kedua kelompok intervensi yaitu tidak bekerja sebanyak 11 orang pada kelompok pemberian pisang ambon dan 12 orang pada kelompok pemberian jus mentimun. Orang yang sudah tidak bekerja rata-rata aktivitasnya kurang dan hal ini dapat menyebabkan tekanan darah lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang banyak aktivitas, karena pada orang yang kurang aktivitas frekuensi denyut jantung lebih tinggi sehingga otot jantung harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi sehingga arteri mendapat beban tekanan yang lebih besar (Andria, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Sugiharto (2007) tentang Faktor-faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat di Kabupaten Karanganyar menunjukkan hasil bahwa kebiasaan tidak berolahraga atau melakukan aktifitas kurang adalah salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi dengan nilai p < 0,05 yaitu sebesar 0,019 dibandingkan dengan responden yang aktif melakukan olahraga.
53
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah peneliti tidak dapat mengontrol pola makan responden yang juga dapat mempengaruhi tekanan darah.