BAB V Modal Sosial di dalam Kampoeng Cyber
Kampoeng Cyber merupakan sebuah komunitas yang unik, penggunaan berbagai teknologi new media yang intens di kampung tersebut mampu memberikan identitas khusus bagi komunitas masyarakat tersebut. Kampoeng Cyber terkenal dengan seluruh lapisan warganya yang mampu memanfaatkan internet dengan baik, serta menjadi salah satu kampung pertama yang memiliki fasilitas teknologi new media yang lengkap di Kota Yogyakarta. Kampung ini mampu sukses karena memiliki modal sosial yang kuat, yang muncul dari berbagai pengimplementasian teknologi new media di dalam setiap aspek kehidupan masyarkatnya. Dalam bab ini berbagai pemanfaatan teknologi new media di komunitas kampung tersebut akan penulis paparkan dan temukan kaitannya dengan penguatan modal sosial yang dimiliki oleh komunitas tersebut. Sesuai dengan teori modal sosial Fukuyama (2001), dalam bab ini penulis akan memaparkan tiga elemen pokok moda sosial yang dimiliki oleh komunitas Kampoeng Cyber, tiga elemen tersebut adalah Kepercayaan, Nilai dan Norma, serta Jaringan yang dimiliki oleh komunitas Kampoeng Cyber. Berikut paparan dan analisis penulis terhadap modal sosial di komunitas Kampoeng Cyber.
5.1 Kepercayaan Kepercayaan atau trust merupakan unsur terpenting dalam pembentukan modal sosial yang kuat. Rasa percaya antar satu dengan yang lain merupakan perekat bagi sebuah kelompok masyarakat. Selebihnya, rasa percaya juga mampu menjadi penentu berbagai interaksi yang ada di dalam sebuah komunitas masyarakat. Menurut Fukuyama (1995), kepercayaan adalah harapan
yang tumbuh di dalam individu masyarakat kepada masyarakat lain untuk senantiasa berperilaku jujur, teratur, dan bekerja sama. Dengan adanya rasa percaya yang kuat maka setiap individu di dalam komunitas masyarakat tersebut mampu bekerja sama dengan lebih efektif. Selanjutnya, menurut Fukuyama, komunitas masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi cenderung memiliki aturan-aturan sosial yang bersifat positif, dan berbagai hubungan internal yang terjalin cenderung bersifat kerja sama dan gotong royong. Berikut penulis paparkan elemen kepercayaan yang dimiliki oleh warga Kampoeng Cyber, ketika RT 36 belum menjadi Kampoeng Cyber, dan ketika RT 36 telah menjadi Kampoeng Cyber.
3.1.1 Kepercayaan Pra Kampoeng Cyber Kepercayaan menjadi kunci terpenting di dalam pembentukan Kampoeng Cyber. Ketika RT 36 belum menjadi Kampoeng Cyber, kepercayaan warga satu sama lain sudah terjalin dengan kuat. Warga juga memiliki kepercayaan yang kuat terhadap para pengurus. Dengan demikian ketika pengurus saat itu berusaha merevolusi kampung Taman menjadi Kampoeng Cyber, sebagian besar warga dengan senang hati turut bekerja sama dan berpartisipasi dalam membangun berbagai aspek pembentuk Kampoeng Cyber. Namun demikian, sebelum internet masuk dan menjadi bagian dari kehidupan warga Kampoeng Cyber, opini aspirasi warga sangat kurang bisa tersalurkan. Tingkat ekonomi dan pendidikan yang relatif rendah menyebabkan banyak warga yang merasa minder atau malu untuk beropini pada saat pertemuan rutin bulanan, yang merupakan satu-satunya event yang mampu digunakan oleh warga untuk beropini secara luas ke warga lain. Hal ini berimplikasi pada proses pengambilan keputusan yang seringkali kurang mampu mewakili seluruh lapisan dan golongan warga kampung.
3.1.2 Kepercayaan Pasca Kampoeng Cyber Di dalam komunitas Kampoeng Cyber, kepercayaan juga menjadi salah satu batu fondasi yang menopang aktivitas dan kehidupan komunitas tersebut. Kepercayaan tersebut dapat terwujud ke dalam berbagai aktivitas yang dilakukan oleh warga komunitas Kampoeng Cyber. Peran teknologi new media juga cukup besar di dalam memperkuat kepercayaan di dalam komunitas ini. Berikut merupakan beberapa implementasi kepercayaan di dalam komunitas Kampoeng Cyber.
a. Proses Pengambilan Keputusan Proses pengambilan keputusan sangat krusial perannya dalam komunitas. Keputusan yang diambil dapat menjadi arah pergerakan sebuah komunitas, dan pada akhirnya akan sangat mempengaruhi kelangsungan kehidupan komunitas tersebut ke depannya. Hal yang sama juga berlaku di dalam komunitas Kampoeng Cyber, berbagai keputusan komunitas harus terus diambil, baik oleh pengurus maupun oleh warga kampung tersebut. Proses pengambilan keputusan dalam komunitas Kampoeng Cyber dilakukan secara musyawarah, dengan demikian proses pengambilan keputusan ini tidak semata-mata dilakukan oleh ketua maupun pengurus komunitas, namun seluruh aspek masyarakat kampung dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan ini biasanya pada saat rapat rutin bulanan komunitas, dan melalui group Facebook komunitas. Dalam rapat rutin bulanan biasanya melibatkan para pengurus dan perwakilan dari masyarakat. Dalam rapat tersebut berbagai topik mengenai perkembangan dan kemajuan
komunitas dirundingkan, selanjutnya berbagai evaluasi dan laporan juga dilakukan di dalam pertemuan tersebut. Karena sifat pengambilan keputusan yang berdasarkan pada musyawarah, maka suara setiap anggota sangat dihargai, dengan demikian, proses pengambilan keputusan tidak berhenti pada pertemuan ini saja, namun dibarengi dengan penggunaan group Facebook Kampoeng Cyber. Dalam group tersebut berbagai keputusan krusial yang sudah dirapatkan di dalam pertemuan dipaparkan kepada masyarakat kampung, kemudian masyarakat bebas menyuarakan kritik maupun sarannya melalui media ini, dengan demikian seluruh anggota komunitas bisa terlibat di dalam proses pengambilan keputusan ini, dan tidak terbatas pada pengurus komunitas, ataupun perwakilan anggota komunitas saja.
“Jadi gini mas, kita rapat sebulan sekali itu rutin, biasanya akhir bulan, kecuali kalo bentrok sama hari-hari besar kaya lebaran atau natal, yang ikut kita-kita ini pengurus, sama ada perwakilan dari warga. Di rapat itu yang dibahas macem-macem mas, misal kaya kemarin kita dapet sponsor, atau kita mau ngadain acara halal bi halal, itu semua diomongin di rapat itu, atau kalo kita mau masang perangkat baru, kaya kemarin masang CCTV itu juga diomongin. Nah, kalo rapat udah rampung, nanti kita publish di grup Facebook, biar dapet masukan dari warga, kalo gitu kan semua bisa terlibat ta mas, dadi nek ono sing ra setuju po ngopo kan bisa ngomong langsung, dan bisa langsung ditanggepi sama warga lain”. (Hasil wawancara dengan Ketua RT Kampoeng Cyber, Agustinus Sasongko (Koko) pada 26 Juli 2015).
Gbr. 5.1 Hasil rapat yang dipublikasikan kepada warga komunitas melalui Group Facebook
Selanjutnya, komunitas Kampoeng Cyber juga berusaha untuk transparan kepada setiap anggotanya. Salah satu bentuk usaha tersebut terlihat dari bagaimana laporan keuangan komunitas dilakukan. Setiap kali ada pemasukan ataupun pengeluaran dana, terutama yang bernilai besar, warga anggota komunitas selalu mendapatkan laporan, baik dilakukan melalui rapat bulanan, atau melalui Facebook. Laporan melalui Facebook dilakukan dengan mengunggah hasil scan buku rekening tabungan komunitas. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan warga komunitas terhadap kepengurusan komunitasnya. Melalui penggunaan teknologi new media yang berupa group Facebook, proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan mudah, evaluasi pun bisa dilakukan dengan mudah dan transparan. Seluruh warga komunitas, tanpa ada batasan usia, pekerjaan, maupun golongan, bisa cepat tanggap dalam berpartisipasi mengikuti proses evaluasi dan pengambilan keputusan.
Gbr. 5.2 Pemasukan dan Pengeluaran organisasi dipublikasikan melalui Facebook
Gbr. 5.3 Pertemuan Warga Kampoeng Cyber
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setelah kemunculan new media, proses musyawarah yang sebelumnya sudah ada di Kampoeng Cyber dapat jauh lebih mudah dilakukan. Media internet mampu memfasilitasi seluruh elemen dan lapisan warga untuk saling menyuarakan aspirasi dan opininya. Semua warga diperbolehkan dan didorong untuk terlibat langsung, “urun rembug”, dan berpartisipasi dalam seluruh proses pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah yang ada di kampung tersebut. Setelah teknologi new media secara intens dimanfaatkan oleh warga kampung ini, bisa dikatakan bahwa seluruh permasalahan dan problematika yang ada di kampung tersebut menjadi tanggungan seluruh warga anggota Kampoeng Cyber. Melalui kemudahan komunikasi yang diperkenalkan melalui pemanfaatan teknologi new media, banyak warga yang tadinya hanya diam, segan dan pèkewuh untuk beropini dan berpartisipasi mampu terbangkitkan dan termunculkan rasa partisipasinya. Implikasi dari hal ini adalah kuatnya sense of belonging warga terhadap komunitas kampungnya, sehingga hasil akhirnya adalah warga yang saling percaya antara satu dengan yang lain, dan terbentuknya sebuah komunitas kampung yang guyub dan rukun.
b. Pemasangan Internet dan Internet Gratis Internet merupakan jiwa komunitas Kampoeng Cyber. Internet merupakan elemen terpenting yang mampu menyatukan warga kampung ini. Tanpa internet maka komunitas Kampoeng Cyber akan kehilangan identitasnya, dengan demikian salahs atu program awal yang dilaksanakan oleh warga kampung ini adalah pemasangan internet di rumah warga dan pemasangan internet gratis di Pos Ronda dan melalui jaringan Wi-Fi. Untuk jaringan internet warga komunitas Kampoeng Cyber membayar sebesar Rp. 40.000 per bulannya.
Hal ini meliputi internet via kabel (Local Area Network), dan via Wi-Fi. Tidak semua rumah yang ada di Kampoeng Cyber terkoneksi via kabel LAN, dengan demikian untuk rumah yang tidak terkoneksi tidak diwajibkan untuk membayar iuran internet. Namun demikian karena adanya Wi-Fi, maka warga yang rumahnya tidak terkoneksi via LAN masih tetap bisa mengakses internet secara gratis. Hal ini tentu dapat menimbulkan kecemburuan di kalangan masyarakat kampung. Kecemburuan tersebut bisa timbul di kalangan warga yang membayar iuran internet tiap bulan terhadap warga yang tidak membayar iuran internet tiap bulan, namun tetap bisa mengakses internet tersebut. Apabila dibiarkan maka tentu kecemburuan tersebut akan memecah kerukunan warga, dan berdampak pada melemahnya modal sosial yang ada di dalam komunitas tersebut. Namun demikian di Kampoeng Cyber kecemburuan tersebut tidak terjadi. Karena kepercayaan dan harapan warga terhadap komunitas tinggi, maka baik warga yang membayar iuran internet dan tidak membayar iuran saling percaya antara satu dengan yang lain. Warga percaya kalau penggunaan internet di kampung ini semua bertujuan positif untuk memajukan kampung, dengan demikian mereka tidak keberatan dengan penggunaan internet yang dilakukan oleh warga yang tidak membayar iuran. Hal ini diperkuat dengan peran Koko sebagai ketua komunitas. Koko selalu menekankan kepada seluruh warga Kampoeng Cyber untuk saling berbagi, saling mempercayai, dan saling bekerja sama, untuk memajukan kampung. Koko terus memberi pemahaman kepada warganya bahwa internet merupakan identitas Kampoeng Cyber, dengan demikian seluruh aspek masyarakat harus bisa mengakses internet, baik yang mampu membayar iuran per bulan atau tidak mampu membayar.
P: Kalau penyediaan internet di sini sistemnya gimana sih mas? J: Jadi gini mas, di sini ada dua bentuk jaringan internet, jaringan Kabel, LAN gitu, sama Wifi. Warga per bulan iuran buat yang kabel, terus kita nyisihin sedikit bandwidth buat wifi. Sebenernya tadinya wifi itu buat tamu, tapi setelah dilihat-lihat ternyata yang sering manfaatin itu justru warga, tapi yo rapopo, kan yang bayar juga warga sendiri. P: Warga yang bayar nggak apa-apa mas, internetnya dipake sama yang nggak bayar? J: Nah, itu kita beri pemahaman mas ke masyarakat, jadi internet ini kan untuk kepentingan bersama juga, untuk tamu, untuk aktivitas warga juga. Nah kita saling percaya aja mas kalo internetnya dipake untuk kebutuhan positif, untuk kemajuan kampung ini. Kita juga sering ngasih pemahaman ke warga, kalo internet itu udah jadi identitas kita semua, jadi ya semua warga, baik yang mbayar atau nggak mbayar harus tetep bisa pake. Ya halhal seperti itu kalo kita nggak memberi pemahaman ke warga kan bisa jadi masalah mas, takutnya jadi iren gitu. (Hasil wawancara dengan Ketua RT Kampoeng Cyber, Agustinus Sasongko (Koko) pada 26 Juli 2015). P: Bagaimana pendapat bapak terhadap warga kampung yang tidak membayar biaya internet namun tetap menggunakan fasilitas internet? J: Kalo saya sih nggak masalah. Di kampung ini jumlah penduduk yang membayar internet lebih besar daripada yang nggak bayar, jadi misal ada yang mungkin cuma seberapa sih pemakaiannya. Lagipula selama internet itu digunakan untuk kegiatan yang positif, kegiatan yang bisa membangun kampung ya saya nggak masalah. Lagipula di sini kan kita jalan bareng mas, maju bareng, jadi ya sebisa mungkin kita bantu yang nggak mampu. (Hasil wawancara dengan warga Kampoeng Cyber, Bapak Suru, pada 2 Agustus 2015). Dari dua paparan tersebut terlihat bahwa warga Kampoeng Cyber memiliki kepercayaan terhadap satu dengan yang lain di dalam penggunaan media internet yang ada di kampung mereka. Warga Kampoeng Cyber berani mengambil “risiko”, yaitu memperbolehkan warga yang tidak membayar biaya internet menggunakan internet gratis, baik melalui WiFi, atau melalui internet yang ada di Pos ronda. Mereka percaya bahwa jaringan internet
yang dibangun bersama mampu digunakan dengan positif dan diharapkan mampu berkontribusi terhadap kemajuan komunitas mereka.
c. Pemilihan Pengurus Komunitas Kampoeng Cyber Kepengurusan komunitas Kampoeng Cyber terintegrasi dengan kepengurusan Rukun Tetangga yang ada di kampung Taman RT 36. Awalnya kepengurusan dipecah menjadi dua bentuk organisasi, yaitu organisasi Rukun Tetangga, dan organisasi Kampoeng Cyber. Namun karena dirasa tidak efisien, maka pada akhirnya kepengurusan dilebur menjadi satu, yaitu mengikuti struktur organisasi Rukun Tetangga yang telah ada sebelumnya. Kepengurusan terdiri atas Ketua, dalam hal ini merangkap ketua RT dan ketua komunitas, wakil ketua, bendahara, sekretaris, dan ketua-ketua seksi. Pemilihan ketua dan pengurus dilakukan oleh anggota komunitas, dalam hal ini warga Kampoeng Cyber. Proses pemilihan dilakukan secara bersama-sama dalam forum rapat warga kampung. Proses pemilihan tersebut mendorong masyarakat untuk secara langsung dan bersama-sama berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan sebuah komunitas, hasil akhirnya adalah masyarakat yang memiliki rasa percaya yang tinggi terhadap individu pengurus komunitas, dan memiliki sense of belonging yang tinggi terhadap komunitasnya. Kepercayaan masyarakat terhadap pengurus komunitasnya tentu penting agar berbagai kegiatan yang dilakukan oleh komunitas tersebut mampu berjalan dengan baik dan tidak muncul resistensi dari masyarakat. Hal tersebut tentu juga berlaku di dalam komunitas Kampoeng Cyber. Dalam komunitas ini pengurus, terutama ketua memiliki peran yang sangat krusial, terutama dalam berbagai proses inovasi yang dilakukan oleh komunitas Kampoeng Cyber.
d. Manajemen Konflik Dalam sebuah komunitas tentu konflik tidak akan pernah terhindarkan. Hal tersebut juga terjadi di dalam komunitas Kampoeng Cyber. Bentuk konflik yang terjadi di komunitas ini memang tidak pernah bersifat desktruktif, atau merusak jaringan yang terbentuk diantara warga, namun konflik tersebut tentu masih hadir di dalam kehidupan warga komunitas Kampoeng Cyber. Konflik yang biasanya terjadi adalah terjadinya perbedaan pendapat, baik di antara individu atau kelompok. P: Kalau di sini ada konflik, gimana proses penyelesaiannya? J: Sejauh ini sih kita nggak pernah ada konflik yang gede mas. Jadi yo cuman konflik kecil-kecilan, kaya misalnya beda pendapat, waktu di rapat, atau waktu di Facebook, waktu ngobrolin soal sponsor, dll. Kalo Cuma konflik kaya gitu sih kita obrolin bareng-bareng, terus kita musyawarahin. Sering mas kalo cuman konflik kaya gitu, contoh kubu A nggak setuju sama kubu B, dadine padha debat, ngono-ngono kui. Kita nganggepnya positif kok mas, kalo misalnya nggak ada konflik kan justru bikin nggak maju. Jadi ya kalo Cuma pada debat kecil-kecilan gitu kita malah seneng, tandanya mereka mau maju. Tapi kalo konflik yang gede, sampe berantem atau apa gitu nggak pernah ada. Di sini kampungya tenang kok mas. P: Dalam penyelesaian konflik itu new media berperan nggak mas? J: Hmm… Ya ada mas, kalo konflik gitu pasti kita obrolin bareng kan, nah biasanya kita obrolin di Facebook, atau aku ngobrol sama individu pake Whatsapp. Pasti akhirnya kepake itu internet. (Hasil wawancara dengan Ketua RT Kampoeng Cyber, Agustinus Sasongko (Koko) pada 26 Juli 2015).
P: Di sini sering ada konflik nggak pak? J: Ya, namanya kampung kaya gini pasti ada lah konflik. P: Bagaimana saja konfliknya pak? J: Macem-macem, tapi paling sering ya Cuma debat gitu. Waktu pertemuan warga, kan sering ada yang setuju, ada yang nggak setuju akhirnya debat.
Nggak sampe rame sih, tapi kalau dibilang konflik ya bisa. Tapi kalo konflik yang gede gitu sampai sekarang di sini belum pernah ada. P: Penyelesaiannya gimana pak? J: Biasanya sih diomongin bareng. Terutama waktu pertemuan kan pas kumpul jadi diomongin, sampai ada titik temunya. (Hasil wawancara dengan warga Kampoeng Cyber, Bapak Suru, pada 2 Agustus 2015).
Dari paparan Koko dan Pak Suru di atas menunjukkan bahwa musyawarah masih memiliki peran yang signifikan dalam proses penyelesaian konflik di komunitas Kampoeng Cyber. Lewat musyawarah maka diharapkan mampu titik temu yang memuaskan kedua belah pihak. Musyawarah tentu sangat bergantung dengan adanya kepercayaan di antara warga. Bentuk penyelesaian konflik yang ada di komunitas Kampoeng Cyber yang berupa musyawarah ini menunjukkan bahwa warga komunitas memiliki jaringan dan kepercayaan yang kuat. Karena tanpa adanya kepercayaan, maka tidak akan ditemui sebuah kesepakatan yang mufakat. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, di Kampoeng Cyber teknologi new media sangat berperan dalam proses musyawarah. Karena mudahnya komunikasi dan tingginya partisipasi, maka berbagai macam permasalahan yang terjadi di komunitas ini menjadi tanggung jawab bersama. Berbagai konflik yang terjadi di Kampoeng Cyber pun juga menjadi tanggung jawab bersama seluruh warga masyarakat komunitas Kampoeng Cyber. Sebagai contoh, ketika ada konflik di dalam komunitas ini, maka secara aktif warga mendiskusikan penyelesaiannya melalui media sosial. Seluruh warga dibebaskan untuk urun rembug dalam rangka pemecahan konflik yang terjadi di komunitas ini. Dengan demikian hasil akhir dari keterlibatan masyarakat ini adalah konflik yang terjadi dapat lebih cepat terselesaikan, dan menguntungkan seluruh pihak yang terlibat.
5.2 Nilai dan Norma Nilai dan norma merupakan unsur lain yang mampu membentuk modal sosial di sebuah komunitas. Nilai dan norma merupakan berbagai aturan yang disepakati oleh anggota sebuah komunitas, dan menjadi pedoman bagi mereka dalam berperilaku dan beraktivitas di dalam komunitasya masing-masing. Selanjutnya, nilai dan norma juga mampu membentuk anggota komunitas agar senantiasa berperilaku sejalan dengan visi dan misi komunitas. Tanpa adanya nilai dan norma maka tidak ada batas-batas perilaku anggota komunitas, akibatnya berbagai perilaku yang dilakukan akan cenderung menyimpang dan resistan terhadap visi dan misi komunitas. Dengan demikian nilai dan norma memiliki peran yang sangat krusial di dalam pemenuhan tujuan sebuah komunitas. Berikut penulis paparkan bagaimana kondisi elemen nilai dan norma di Kampoeng Cyber pada saat new media belum masuk ke komunitas tersebut, dan setelah new media masuk ke komunitas tersebut.
3.2.1 Nilai dan Norma Pra Kampoeng Cyber Sebelum menjadi Kampoeng Cyber, RT 36 tidak mampu secara kuat merepresentasikan identitasnya. Ketika berbagai kampung lain yang ada di sekitar RT 36 sudah memiliki identitas yang kuat, seperti Kampung Batik, Kampung Penghijauan, dan berbagai kampung lainnya bermunculan, RT 36 hanya menjadi sebuah kampung biasa yang tidak memiliki identitas khusus yang bisa membedakannya dengan kebanyakan RT pada umumnya. Karena identitas yang tidak kuat, maka tidak ada nilai yang secara jelas dianut oleh RT 36. Berbeda dengan kampung sebelah yang memiliki nilai dan norma, baik tersurat maupun tersirat
yang dianut oleh warganya. Hal ini juga diperparah dengan ketidakjelasan visi dan misi RT 36 pra Kampoeng Cyber. Ketika identitas khusus tidak dimiliki, maka tentu visi misi kampung tersebut tidak akan kuat pula.
3.4.2 Nilai dan Norma Pasca Komunitas Kampoeng Cyber Dalam kehidupannya, komunitas Kampoeng Cyber memiliki beberapa nilai dan norma yang telah ditentukan dan disepakati oleh warga komunitas tersebut. Visi dari komunitas Kampoeng Cyber adalah “Secara mandiri membangun masyarakat sadar informasi dan teknologi yang diharapkan mampu meningkatkan kemajuan di bidang sosial, pendidikan, ekonomi, seni dan budaya di wilayah RT 36 Taman”. Visi komunitas Kampoeng Cyber tersebut mencerminkan berbagai nilai dan norma yang dijunjung tinggi oleh warga komunitas Kampoeng Cyber.
a. Penggunaan Internet Penggunaan internet di komunitas Kampoeng Cyber sarat dengan berbagai nilai dan norma yang harus ditaati oleh masyarakat anggota komunitas tersebut. Mulai dari langkah awal pemasangan koneksi, hingga dalam pemakaian setiap harinya mengandung berbagai nilai dan membawa visi dan misi komunitas Kampoeng Cyber. Berbagai nilai dan
norma yang ditaati oleh anggota komunitas ini ditargetkan untuk mencerdaskan masyarakat kampung tersebut, terutama dalam penggunaan teknologi new media. Proses awal yang dilakukan adalah pemasangan internet, proses ini dilakukan dengan cara gotong royong, sehingga seluruh warga, baik tua ataupun muda, pria maupun wanita turut andil dalam proses ini. Hal ini dilakukan untuk memperkuat rasa memiliki warga komunitas terhadap komunitas mereka, selain itu juga dapat memperkuat rasa percaya antara satu anggota komunitas dengan anggota lainnya. Dalam penggunaannya, ada beberapa aturan yang harus ditaati oleh warga komunitas Kampoeng Cyber. Pertama, bagi anggota yang terkoneksi melalui jaringan LAN (Local Area Network) atau kabel, diwajibkan membayar iuran per bulan sebesar 45 ribu rupiah. Warga juga diberi pemahaman bahwa dana iuran tersebut juga digunakan untuk menutup biaya Wi-Fi gratis kampung. Seluruh warga, baik yang membayar maupun tidak membayar diperbolehkan memanfaatkan teknologi internet gratis melalui Wi-Fi tersebut. Selain Wi-Fi, internet gratis juga disediakan di pos ronda Kampoeng Cyber. Selanjutnya, warga komunitas Kampoeng Cyber telah bersepakat untuk menggunakan internet secara positif, serta bermanfaat untuk kemajuan kampung dan komunitas mereka. Warga juga setuju untuk mengawasi penggunaan satu sama lain, setiap KK yang menggunakan internet secara sukarela meletakkan perangkat komputer mereka di tempat yang mudah dilihat oleh orang lain, biasanya perangkat komputer diletakkan di bagian depan rumah mereka seperti teras atau ruang tamu, dengan demikian penggunaan teknologi new media yang dilakukan oleh warga dapat terlihat dan dapat dipantau oleh warga lain atau anggota keluarga lain. Orang tua juga telah bersepakat untuk mendidik anak mereka untuk menggunakan internet secara positif dan bermanfaat, selain itu mereka
juga bersepakat untuk selalu mendampingi anak mereka dalam menggunakan teknologi internet. Berbagai pengawasan tersebut juga diperkuat dengan filter Mikrotik dan Internet positif yang ditetapkan oleh Telkom sebagai penyedia jasa internet. Jadi gini mas, awalnya kita udah ada kesepakatan bareng, antar warga, kita percaya satu sama lain buat ngawasin diri sendiri. Caranya, contoh biasanya kalo masnya jalan-jalan di Kampung ini pasti bakal lihat banyak komputer di depan rumah, nah masyarakat sini sepakat buat naruh komputer di bagian depan rumah, biar kelihatan dan gampang diawasi. Contoh lain terutama dari orang tua, orang tua di sini sepakat buat ngawasin atau ngedampingin anaknya waktu mereka make internet, paling nggak orang tua nanyain anaknya, lagi mbuka apa gitu. Jadi ya gitu mas, kita dari awal pembentukan komunitas ini udah ada kesepakatan. Barubaru ini makin aman lagi mas, karena kita pake Mikrotik, jadi bisa dikasih filter buat ngeblokir situs-situs yang membahayakan atau nggak bener, jadi selain ada kesepakatan dari warga, ditambah lagi pake teknologi Mikrotik itu. (Hasil wawancara dengan Ketua RT Kampoeng Cyber, Agustinus Sasongko (Koko) pada 26 Juli 2015).
Salah satu bentuk lain dari perwujudan nilai ini adalah pendirian Cakruk Cyber. Cakruk atau pos ronda ini menjadi pusat dari berbagai aktivitas berinternet yang dilakukan oleh warga komunitas Kampoeng Cyber. Dalam cakruk tersebut telah disediakan berbagai fasilitas yang mampu digunakan oleh warga untuk mengasah kemampuan penggunaan internet. Mulai dari perangkat komputer yang terkoneksi internet selama 24 jam, berbagai literatur tentang teknologi informasi, dan berbagai sarana lain yang bebas untuk dimanfaatkan oleh warga. Dengan tampilannya yang sederhana dan membumi, Cakruk ini mampu menjadi simbol yang menunjukkan bahwa perwujudan nilai pencerdasan masyarakat terhadap teknologi internet mampu menyentuh seluruh kalangan masyarakat Kampoeng Cyber.
Gbr. 5.4 Cakruk Kampoeng Cyber Selanjutnya, nilai partisipatif sangat dihargai di Kampoeng Cyber. Seluruh warga, tanpa memandang golongan, dan strata sosial selalu didorong dan difasilitasi oleh sesama warga untuk terus beraspirasi dan berpartisipasi dalam proses pembangunan komunitas kampungnya. Hal ini difasilitasi melalui penggunaan media sosial, terutama media Facebook. Dengan kata lain seluruh warga didorong untuk secara bersama-sama ikut serta dalam segala bentuk pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah di Kampoeng Cyber, tanpa memperdulikan golongan, dan strata sosial. Hal ini cukup luar biasa mengingat warga masyarakat Kampoeng Cyber yang sangat heterogen dan plural, terdiri dari berbagai macam golongan masyarakat, agama, dan strata ekonomi. Pelibatan seluruh elemen masyarkat dalam pengambilan keputusan tersebut berdampak pada rasa percaya yang tinggi diantara sesama masyarakat dan pengurus, serta masyarakat yang cerdas dan kritis.
b. Pelatihan Teknologi New Media Pada awal pembentukannya, pengetahuan mengenai teknologi komputer dan internet yang dimiliki oleh warga komunitas Kampoeng Cyber cukup rendah. Warga yang memiliki perangkat komputer persentasenya sangat rendah apabila dibandingkan dengan jumlah keseluruhan warga kampung tersebut. Dengan demikian dalam rangka untuk mencerdaskan masyarakat, terutama dalam penggunaan teknologi new media para pengurus awal komunitas Kampoeng Cyber mengadakan berbagai pelatihan teknologi. Ada berbagai macam pelatihan yang diadakan oleh pengurus kampung, pelatihan tersebut dimulai dengan pelatihan yang sangat mendasar, seperti pelatihan pengoperasian komputer, penggunaan program word processing, menengah, seperti pelatihan browsing, searching, dan lanjutan, seperti pembuatan blog, pengelolaan website, dan berbagai pelatihan teknologi new media lainnya. Antusiasme warga terhadap kegiatan ini sangat tinggi, pada awal pelaksanaannya sebanyak 40 warga Kampoeng Cyber yang tertarik untuk mengikuti pelatihan tersebut. Warga yang mengikuti pelatihan ini tentu terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang hidup di Kampoeng Cyber, mulai dari pengangguran, pedagang, seniman, dan warga dari berbagai profesi lainnya. Pelatihan dilaksanakan selama beberapa hari, dan mencakup berbagai dimensi penggunaan teknologi new media. Sejalan dengan waktu, jumlah warga yang mengikuti pelatihan semakin bertambah, hingga hampir seluruh warga Kampoeng Cyber mengikuti pelatihan yang dilaksanakan oleh para pengurus komunitas tersebut. Antusiasme warga yang tinggi ini terbukti mampu mengasah pengetahuan warga akan teknologi new media. Kini, dengan dukungan sarana dan prasarana yang mencukupi,
teknologi new media sudah sangat terintegrasikan ke dalam kehidupan warga Kampoeng Cyber. Antusiasme warga untuk mengikuti pelatihan tersebut merupakan bukti bahwa nilai pencerdasan yang dijunjung tinggi oleh komunitas Kampoeng Cyber mampu terlembagakan ke dalam sendi kehidupan masyarakat. Warga komunitas mau meluangkan waktunya untuk berhenti bekerja, dan selama beberapa hari tidak mendapatkan nafkah demi berlatih dan meningkatkan pengetahuannya dalam memanfaatkan tekonologi new media merupakan indikator yang kuat yang mampu menunjukkan bahwa nilai pencerdasan masyarakat melalui teknologi telah disepakati, dijalankan, dan dilembagakan oleh masyarakat anggota komunitas Kampoeng Cyber. Kini nilai tersebut telah berhasil dijalankan, 95% dari keseluruhan warga yang tinggal di Kampoeng Cyber telah secara aktif menggunakan teknologi new media yang berbentuk internet, dan komputer. Banyak dari warga yang berhasil mengembangkan usahanya melalui internet, banyak juga warga yang mampu terus memanfaatkan internet untuk memperluas pengetahuannya.
Gbr.5.5 Salah satu praktik pelatihan warga Kampoeng Cyber. Sumber: Dokumentasi komunitas
5.3 Jaringan Sosial dan Distribusi Informasi Jaringan sosial memiliki kaitan yang erat dengan interaksi dan kerja sama yang dilakukan oleh warga sebuah komunitas. Jaringan terbentuk atas proses komunikasi yang dilakukan oleh sesama anggota komunitas (internal), ataupun komunikasi anggota sebuah komunitas dengan komunitas atau organisasi lain (eskternal). Proses komunikasi ini tentu sangat erat kaitannya dengan proses distribusi informasi, dalam aspek ini teknologi new media memiliki peran yang sangat krusial, dalam subbab ini akan dipaparkan jaringan yang terbentuk di dalam komunitas Kampoeng Cyber, dan bagaimana teknologi new media berperan di dalam pembentukan jaringan sosial tersebut. Berikut paparan mengenai jaringan sosial dan distribusi informasi di RT 36, baik ketika belum menjadi Kampoeng Cyber, dan sesudah menjadi Kampoeng Cyber.
5.3.1 Jaringan Sosial dan Distribusi Informasi Pra Kampoeng Cyber Jaringan internal yang dimiliki oleh RT 36, pada masa pra Kampoeng Cyber sudah relatif kuat. Dengan kepercayaan yang tinggi di antara masyarakat mampu merekatkan sebagian besar warga anggotanya. Namun demikian karena proses komunikasi yang terkadang sulit, maka ada sebagian warga yang tidak bisa membaur dengan warga lain, hal ini makin diperparah dengan tingkat pluralitas warga yang sangat tinggi, dengan demikian ada sekat-sekat yang sedikit banyak mempengaruhi kemauan warga untuk berpartisipasi dan beropini. Ditambah lagi dengan lokasi Kampoeng Cyber yang berdekatan dengan Kraton, maka nilai-nilai tradisional yang cukup feudal juga turut mempengaruhi kemampuan dan kemauan warga dalam beraspirasi. Proses komunikasi yang dilakukan cenderung bersifat konvensional, di mana warga harus bertemu dan bertatap muka ketika ingin berkomunikasi antara satu dengan yang lain. Distribusi informasi juga bersifat konvensional, melalui word-to-mouth atau distribusi mulut ke mulut, melalui pengumuman yang ditempel di pos ronda, dan berbagai media tradisional lain. Hal ini berakibat pada informasi tidak bisa secara efektif tersampaikan ke seluruh warga masyarakat. Selanjutnya, jaringan eksternal yang dimiliki oleh RT 36 sebelum menjadi Kampoeng Cyber sangat lemah. Tidak ada bentuk kerja sama ke luar kecuali dengan pemerintah daerah. Sebelum menjadi Kampoeng Cyber RT 36 sama sekali tidak memiliki hubungan dengan perusahaan privat, deengan demkikian tidak pernah ada CSR, sponsorship atau bantuan dana yang diberikan kepada RT 36.
5.3.2 Jaringan Sosial dan Distribusi Informasi pasca Kampoeng Cyber
Jaringan sosial yang ada di RT 36 Kampoeng Cyber terbentuk dari interaksi sesama warga anggota Kampoeng Cyber atau warga Kampoeng Cyber dengan berbagai komunitas atau organisasi lain, baik yang bersifat privat ataupun publik. Berikut bentuk jaringan sosial yang ada di kampung tersebut. a. Jaringan Internal Komunitas Kampoeng Cyber. Berbagai bentuk interaksi dan komunikasi yang dilakukan oleh warga komunitas Kampoeng Cyber adalah elemen terpenting yang mampu merajut jaringan internal di dalam komunitas kampung tersebut. Setelah teknologi new media secara luas dimanfaatkan oleh warga, proses komunikasi interpersonal diadik (dua arah) dan komunikasi massa yang sebelumnya cenderung bersifat langsung atau tatap muka mulai digeser oleh berbagai bentuk komunikasi yang cenderung bersifat non tatap muka. Melalui media internet komunikasi yang dilakukan oleh warga tidak harus dilakukan secara langsung. Dengan demikian, dalam proses komunikasinya, warga masyarakat Kampoeng Cyber cenderung menggunakan media internet, dibandingkan berkomunikasi secara langsung. Dampaknya adalah komunikasi yang lebih mudah, lebih cepat, dan lebih instan. Berbagai informasi pun dapat dengan sangat cepat terdistribusikan ke seluruh golongan dan lapisan masyarakat yang ada di Kampoeng Cyber. Penggunaan teknologi new media dalam proses komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat Kampoeng Cyber memang tinggi. Namun demikian komunikasi tatap muka yang dilakukan oleh warga kampung tersebut masih memiliki makna yang penting dalam proses pembentukan jaringan sosial. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, masyarakat Kampoeng Cyber masih secara rutin melakukan pertemuan bulanan, dalam pertemuan ini seluruh warga kampung diharapkan berpartisipasi untuk memecahkan
berbagai hambatan atau membicarakan berbagai langkah yang akan diambil oleh komunitas mereka. Setelah pertemuan dilakukan, biasanya hasil pertemuan tersebut akan diterbitkan melalui media Facebook kepada seluruh warga Kampoeng Cyber, hal ini dilakukan agar seluruh warga dapat turut berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Proses pertemuan dan penggunaan media Facebook ini menunjukkan bahwa masyarakat Kampoeng Cyber mampu menyelaraskan penggunaan dua bentuk komunikasi yang sangat berbeda, yaitu komunikasi secara langsung/tatap muka, dengan komunikasi tidak langsung/non tatap muka melalui penggunaan teknologi new media.
Gbr. 5.6 Halaman Group Facebook komunitas Kampoeng Cyber. Salah satu undangan yang diterbitkan melalui media Facebook Komunitas.
Facebook menjadi salah satu media distribusi informasi terpenting dan dominan di dalam proses komunikasi warga komunitas Kampoeng Cyber. Penggunaan Facebook,
selain menjadi media komunikasi personal, oleh komunitas Kampoeng Cyber dimanfaatkan juga untuk komunikasi secara massa. Melalui group Facebook berbagai pengumuman, undangan, dan hasil rapat disosialisasikan ke masyarakat. Penggunaan media Facebook ini tentu lebih efektif dan efisien karena komunikasi melalui Facebook mampu menyampaikan informasi ke seluruh lapisan masyarakat dengan lebih cepat dibandingkan dengan proses komunikasi konvensional. Melalui penggunaan Facebook maka seluruh elemen masyarakat yang ada di Kampoeng Cyber, tanpa memperdulikan golongan, dan strata sosial, terdorong untuk terlibat dan berpartisipasi dalam berbagai proses pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah, terbukti dengan meningkatnya partisipasi dari sebagian besar warga yang sebelumnya jarang beropini dan beraspirasi dalam proses pengambilan keputusan di Kampoeng Cyber. Hal ini menunjukkan bahwa dengan mudahnya proses komunikasi, maka new media menjadi alat yang mampu menghapuskan atau mengkaburkan sekat-sekat sosial yang membatasi hubungan ssual berbagai golongan masyarakat yang ada di Kampoeng Cyber. Dengan pemanfaatan teknologi new media maka di Kampoeng Cyber dapat terbentuk masyarakat yang tenggang rasa, dan saling menghargai, tanpa memandang golongan. Kuatnya pengaruh new media dalam memfasilitasi interaksi warga makin terlihat ketika menilik tipologi masyarakat Kampoeng Cyber. Masyarakat Kampoeng Cyber adalah masyarakat yang sangat plural, yang terdiri dari berbagai macam golongan sosial dan ekonomi. Ditambah lagi dengan lokasi Kampoeng Cyber yang sangat berdekatan dengan Kraton Yogyakarta. Tinggginya pluralisme warga di Kampoeng Cyber meningkatkan potensi konflik antar golongan untuk timbul di dalam komunitas kampung ini. Potensi ini semakin
meningkat karena lokasinya yang sangat berdekatan dengan Kraton, dan sebagian warganya yang merupakan golongan Kraton. Hal ini kemungkinan mampu memicu berbagai bentuk Feudalisme baru di dalam interaksi masyarakat di kampung tersebut. Namun kenyataannya melalui pemanfaatan teknologi new media seluruh golongan masyarakat yang sangat plural tersebut dapat membaur dengan sempurna. Berbagai sekatsekat sosial di antara setiap golongan masyarakat justru dapat terkaburkan atau bahkan dihilangkan sama sekali. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa implikasi dari pemanfaatan teknologi new media yang sangat intens di Kampoeng Cyber adalah semakin kuat dan terbangunnya intimitas interaksi dan hubungan sosial antar warga yang ada di kampung tersebut. Walaupun komunikasi yang dilakukan cenderung bersifat tidak langsung, namun dengan mudahnya proses komunikasi yang dilakukan maka seluruh lapisan masyarakat pengguna teknologi new media di Kampoeng Cyber dapat lebih peduli, lebih perhatian, dan lebih akrab dengan satu sama lain. Sekat-sekat sosial pun dapat dikaburkan melalui pemanfaatan teknologi new media. Hasil akhirnya adalah timbulnya komunitas kampung yang lebih harmonis, guyub, dan memiliki modal sosial yang tinggi.
b. Jaringan Eksternal Komunitas Kampoeng Cyber
Kampoeng Cyber merupakan salah satu komunitas kampung yang paling ternama di Indonesia, dengan demikian banyak pihak yang mengetahui eksistensi komunitas ini. Ketenaran Kampoeng Cyber, ditambah dengan lokasinya yang strategis, yaitu di kompleks Istana taman Sari, dan intensitas lalu lintas wisatawan di daerah tersebut yang tinggi menyebabkan komunitas Kampoeng Cyber seringkali menjadi target Corporate Social Responsibility (CSR) berbagai perusahaan, baik perusahaan domestik maupun luar negeri. Bentuk kerja sama yang dilakukan oleh Kampoeng Cyber dengan berbagai perusahaan tersebut biasanya berbentuk semi bisnis dan sementara, dengan demikian tidak ada kontrak jangka panjang yang mengikat antara dua pihak. Sejauh ini ada dua donatur terbesar yang menjadi donatur terbesar bagi Kampoeng Cyber, yaitu PT Indosat Tbk, salah satu provider telekomunikasi di Indonesia, dan PT Aje Indonesia, salah satu produsen minuman ringan. Bentuk corporate social responsibility yang diberikan oleh kedua perusahaan tersebut cukup berbeda. PT Indosat memiliki CSR yang cenderung menyasar Sumber Daya Manusia yang ada di Kampoeng Cyber, hal ini dilakukan dengan pemberian pelatihan dan pembekalan bagi setiap warga. Sejumlah warga Kampoeng Cyber diundang ke Jakarta, dan diberikan pelatihan oleh Indosat, sehingga mampu meningkatkan kualitas penggunaan internet yang selama ini sudah menjadi ciri khas warga komunitas Kampoeng Cyber. Kontra prestasi yang harus diberikan oleh komunitas adalah mengijinkan Indosat untuk berpromosi di Kampung mereka. Berbeda dengan Indosat, PT Aje Indonesia atau Big Cola cenderung menyasar sarana dan prasarana yang dimiliki oleh komunitas. PT Aje memberikan sumbangan dana untuk pengembangan sarana pendukung teknologi yang ada di Kampoeng Cyber. Mirip dengan Indosat, PT Aje juga berminat untuk menjadikan Kampoeng Cyber sebagais alah satu media promosi mereka, dengan cara melakukan lomba
mural. Dalam setiap lukisan mural tersebut warga diharuskan mencantumkan logo “Big Cola”. Dari dua contoh tersebut terlihat bahwa Jaringan eksternal yang dirajut oleh komunitas Kampoeng Cyber dengan berbagai perusahaan tersebut cenderung bersifat semi bisnis, dan tidak murni CSR karena perusahaan masih mengharapkan adanya profit dari praktik CSR yang dilakukan di dalam Kampoeng Cyber.
P: Kalau di komunitas ini apa ada mas kerja sama dengan perusahaan privat, atau BUMN? J: Kalo kerja sama hitam di atas putih kita nggak ada ya mas, tapi di sini sering jadi tempat CSR buat banyak perusahaan. Kalo kerja sama bisnis gitu nggak ada, tapi kalo semi bisnis ada, kaya Indosat kemarin ini, beberapa warga di ajak ke Jakarta sama Indosat, dikasih pelatihan, dan kita diharapkan ada kontraprestasinya, kaya masang umbul-umbul, pasang iklan selama beberapa bulan, dan sebagainya. Ada lagi Big Cola yang ngasih dana, terus kita disuruh pasang mural di tembok-tembok kampung, tapi ya itu nggak ada hitam di atas putih, jadi sekali mbantu, selesai, lepas, gitu mas. (Hasil wawancara dengan Ketua RT Kampoeng Cyber, Agustinus Sasongko (Koko) pada 26 Juli 2015).
Gbr. 5.7 Mural, salah satu bentuk kontraprestasi kerja sama antara komunitas Kampoeng Cyber dengan PT Aje Indonesia
Selanjutnya, bagaimana jaringan eksternal yang dibentuk antara komunitas Kampoeng Cyber dengan pemerintah ataupun BUMN? Hingga tulisan ini diterbitkan, baik pemerintah ataupun BUMN yang memberikan bantuan atau bekerja sama dengan komunitas Kampoeng Cyber. Warga Kampung, terutama Koko sudah mencoba berulang kali untuk membentuk kerja sama antara komunitas Kampoeng Cyber, dengan pemerintah ataupun BUMN, namun seringkali terbelit birokrasi. Hal ini menyebabkan munculnya distrust di kalangan warga komunitas terhadap pemerintah, dan semakin melemahkan hubungan antara warga komunitas dengan pihak pemerintah. P: Kalau dengan pemerintah? Apa ada bantuan atau kerja sama? J: Belum. Hahaha. Kalau dengan pemerintah ribet gitu lho mas, saya udah beberapa kali berurusan dengan pemerintah, atau BUMN kaya Telkom tapi ribet. Jadi sampe sekarang kita sama sekali belum pernah dapet bantuan dari pemerintah. Orang Pemkot itu sering kesini mas, tapi yo cuma dateng aja, nggak ngasih apa-apa, paling cuma ikut nyambut tamu penting gitu aja. Jadinya malah kita yang ribet harus nyiapin suguhan buat mereka. Ya… moga-moga ke depan kita bisa dapet bantuan atau kerja sama bareng Kominfo. (Hasil wawancara dengan Ketua RT Kampoeng Cyber, Agustinus Sasongko (Koko) pada 26 Juli 2015).
5.4 Capaian Kampoeng Cyber dalam Penerapan Elemen Modal Sosial
Evolusi dan dominasi teknologi new media yang ada saat ini tidak selamanya berdampak negatif terhadap modal sosial yang ada di dalam masyarakat. Berbagai paparan mengenai pemanfaatan teknologi new media yang dilakukan oleh masyarakat anggota komunitas Kampoeng Cyber merupakan salah satu indikator yang menunjukkan bahwa teknologi new media tidak selamanya hanya membawa efek destruktif terhadap sebuah komunitas masyarakat, dan justru mampu memberikan implikasi yang konstruktif terhadap sebuah komunitas masyarakat. Hal tersebut terlihat dari kuatnya berbagai elemen pembentuk modal sosial yang ada di dalam komunitas Kampoeng Cyber. Berikut merupakan beberapa contoh konkrit dari capaian masyarakat komunitas tersebut dalam penerapan elemen-elemen pembentuk modal sosial.
a. Kepercayaan Kepercayaan merupakan elemen terpenting yang menjadi pembentuk modal sosial dalam masyarakat. Kepercayaan merupakan fondasi dimana modal sosial dibangun, dan merupakan perekat setiap individu yang ada di dalam sebuah komunitas. Beberapa capaian yang dimiliki oleh Kampoeng Cyber melalui kuatnya kepercayaan di dalam komunitas tersebut adalah sebagai berikut: 1. Transparansi dalam kepengurusan komunitas. Dalam membangun kepercayaan komunitas, para pengurus Kampoeng Cyber senantiasa berusaha untuk transparan dalam setiap aktivitas komunitas. Contoh upaya yang dilakukan oleh pengurus komunitas dalam mencapai hal tersebut adalah melaporkan segala aktivitas pemasukan dan pengeluaran dana komunitas melalui media Facebook, bahkan dilengkapi dengan menyertakan scan buku tabungan. Upaya lain adalah berupa publikasi hasil rapat, juga melalui media Facebook, kepada seluruh warga anggota komunitas. Hal ini dilakukan agar seluruh warga
dapat mengetahui dan berkontribusi terhadap segala keputusan yang dibuat oleh para pengurus komunitas. 2. Pelibatan seluruh anggota komunitas dalam perumusan kebijakan. Seperti yang telah disinggung di poin pertama, warga memiliki andil dalam menentukan keputusan komunitas. Dalam setiap pengambilan keputusan, terutama yang bersifat krusial, seluruh warga turut dilibatkan, pertama melalui pertemuan tatap muka yang dilakukan oleh warga dan pengurus. Selanjutnya hasil pertemuan tersebut dipublikasikan melalui Facebook, sehingga warga yang tidak mengikuti rapat bisa turut berembug dan memberikan sumbang saran terhadap rumusan keputusan yang telah dibuat sebelumnya. Hal ini juga memungkinkan seluruh warga untuk memberikan aspirasinya terhadap perumusan kebijakan. 3. Aspirasi masyarakat dapat disampaikan melalui teknologi new media. Sebagai sebuah komunitas tentu ada banyak aspirasi yang datang dari masyarakat. Namun demikian, karena berbagai faktor hanya sedikit saja masyarakat yang mampu menyuarakan aspirasinya. Di Kampoeng Cyber media Facebook dan website sangat dominan dalam memfasilitasi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya. Lewat media Facebook masyarakat kampung bebas menyampaikan segala saran dan kritik bagi pengurus, keputusan, dan bahkan bagi anggota lain. 4. Tersedianya akses internet gratis. Akses internet di Kampoeng Cyber tidak sepenuhnya gratis. Bagi masyarakat terhubung melalui kabel LAN, tiap bulan harus membayar iuran sebesar 45 ribu rupiah. Karena perbedaan kondisi ekonomi setiap individu komunitas, maka tidak semua warga komunitas Kampoeng Cyber dapat tersambung dengan LAN, ada sekitar 5-10% dari keseluruhan warga yang tidak tersambung ke internet melalui kabel.
Namun demikian warga yang tidak tersambung melalui kabel tetap dapat menikmati sambungan internet, karena adanya layanan internet gratis melalui jaringan Wi-Fi, dan komputer yang disediakan di Cakruk atau Pos Ronda kampung. Bandwidth yang digunakan untuk menyediakan internet gratis ini diambil dari layanan internet yang dihadirkan bagi warga yang membayar iuran. Warga yang membayar iuran secara sukarela menyisihkan sedikit bandwidth internet mereka untuk digunakan oleh seluruh khalayak umum, baik warga yang membayar, warga yang tidak membayar, dan bahkan bagi individu yang bukan merupakan warga kampung. Warga percaya bahwa layanan internet gratis tersebut dapat digunakan secara konstruktif, dan diharapkan mampu memajukan kondisi kampung mereka.
b. Nilai dan Norma Nilai dan norma berguna sebagai pedoman dan mekanisme kontrol bagi setiap individu anggota komunitas untuk bertindak dan berperilaku. Salah satu nilai yang ditekankan di dalam komunitas Kampoeng Cyber adalah nilai berinternet dengan positif. Nilai merupakan dasar fondasi dari pembentukan komunitas Kampoeng Cyber. Dengan demikian nilai ini sangat ditekankan kepada masyarakat yang merupakan anggota dari komunitas tersebut. Berikut merupakan beberapa capaian dari pemberlakuan nilai tersebut. 1. Masyarakat secara sadar diri berusaha untuk menggunakan internet dengan aman dan positif. Norma ini tumbuh dari keinginan warga masyarakat untuk memenuhi nilai internet positif. Hal tersebut dilakukan dengan cara pengawasan antara anggota masyarakat satu dengan yang lain. Agar pengawasan mudah dilakukan, maka sebagian besar perangkat komputer yang dimiliki oleh sebuah keluarga diletakkan di tempat yang mudah terlihat,
seperti di teras, atau di ruang tamu, sehingga penggunaan internet dapat dengan mudah diawasi. Keluarga juga memiliki peran yang penting dalam menjalankan norma ini. Orang tua secara sadar diri dan tanpa paksaan sepakat untuk melakukan pengawasan terhadap anak mereka, dan anggota keluarga mereka. Dengan demikian nilai internet positif dapat senantiasa dilakukan. 2. Pencerdasan masyarakat melalui media internet juga menjadi nilai yang dipegang teguh oleh komunitas Kampoeng Cyber. Praktik dari nilai ini adalah berupa pelatihan berinternet bagi warga anggotanya. Capaian dari nilai ini terlihat dari peningkatan kemampuan warga dalam menggunakan teknologi new media. Contohnya, warga kampung yang berprofesi sebagai pengusaha kini bisa mempromosikan dagangannya melalui internet karena adanya pelatihan bisnis online. Selanjutnya komunitas juga memfasilitasi warga untuk berjualan secara online melalui website komunitas. Hal ini tentu sangat berbeda dengan kondisi masyarkat sebelum diperkenalkannya internet di dalam komunitas tersebut. Sebelum warga mengenal internet, praktik usaha yang dilakukan cenderung bersifat tradisional, implikasinya adalah kurang berkembangnya usaha yang ditekuni oleh warga kampung tersebut.
Capaian ini menunjukkan fakta bahwa kini mayoritas warga komunitas
Kampoeng Cyber telah memiliki kemampuan yang lebih dalam aspek penggunaan teknologi new media.
c. Jaringan Sosial dan Distribusi Informasi Jaringan sosial terdiri dari dua, yaitu jaringan internal, dan jaringan eksternal. Jaringan internal merupakan jaringan yang terbentuk di dalam komunitas tersebut, dan
mengatur bagaimana proses komunikasi dilakukan antara setiap individu masyarakat. Jaringan eksternal merupakan jaringan yang dibentuk oleh komunitas dengan organisasi lain, baik yang berbentuk publik atau privat. Berikut merupakan capaian komunitas Kampoeng Cyber yang berasal dari jaringan yang dibentuk. 1. Dalam rangka memperkuat jaringan internal, proses komunikasi merupakan aspek yang sangat penting. Dalam komunitas Kampoeng Cyber, komunikasi antar warga sebagian besar dilakukan melalui penggunaan teknologi new media, terutama yang berupa media sosial. Melalui penggunaan media sosial, masyarakat dibebaskan untuk melakukan sumbang saran terhadap berbagai perihal yang terjadi di dalam komunitasnya. Dengan demikian, selain memudahkan proses komunikasi, juga mampu meningkatkan kemauan dan masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya. 2. Jaringan eksternal komunitas Kampoeng Cyber juga sangat kuat. Hal ini terbukti dengan kuatnya koneksi komunitas Kampoeng Cyber dengan berbagai organisasi, baik organisasi privat, BUMN, dan organisasi publik. Banyak perusahaan yang bersedia untuk menjadikan komunitas Kampoeng Cyber sebagai objek CSR, hal ini merupakan salah satu sumber pemasukan terbesar bagi komunitas. Belakangan, direktur Facebook yaitu Mark Zuckerberg datang dan mengamati kehidupan warga komunitas Kampoeng Cyber. Hal ini merupakan indikator yang menunjukkan bahwa komunitas Kampoeng Cyber memiliki jaringan eksternal yang sangat kuat.
5.5 Korelasi New Media dengan Modal Sosial Kampoeng Cyber
Elemen Modal Sosial
Pengaruh New Media
Pra Kampoeng Cyber
Kepercayaan
Nilai dan Norma
Pasca Kampoeng Cyber
1. Kepercayaan warga terhadap pengurus 1. Karena komunikasi mudah, maka sebagian sudah tinggi. besar warga dapat terdorong untuk 2. Aspirasi warga rendah, karena menyuarakan opini dan aspirasinya, komunikasi tidak mudah dilakukan terutama melalui media sosial. 3. Proses pengambilan keputusan tidak bisa 2. Kepercayaan warga terhadap pengurus secara langsung melibatkan seluruh semakin tinggi, karena kepengurusan bisa warga kampung. dilakukan dengan lebih transparan. Sebagai 4. Proses pengambilan keputusan hanya contoh, melalui Facebook berbagai laporan bisa dilakukan saat rapat rutin bulanan. perkembangan kampung bisa dengan mudah 5. Konflik diselesaikan melalui dilaporkan ke warga. musyawarah. 3. Melalui Facebook, seluruh warga bisa terlibat dalam proses pengambilan keputusan. 4. Rapat rutin bulanan tetap dilakukan, namun pengambilan keputusan bisa dilakukan kapan saja, melalui diskusi yang dilakukan di media sosial. 5. Konflik diselesaikan melalui musyawarah baik melalui media sosial ataupun melalui pertemuan tatap muka. 6. Kepercayaan warga terhadap warga lain semakin terlihat ketika warga yang tidak membayar iuran internet diperbolehkan untuk memanfaatkan koneksi Wi-Fi di Kampoeng Cyber
1. Tidak memiliki nilai dan norma yang 1. Memiliki nilai yang dianut, yaitu nilai jelas. internet positif dan pencerdasan masyarakat 2. Tidak ada norma aturan yang mengikat. melalui internet. 3. Representasi identitas tidak kuat. 2. Ada norma dalam penggunaan internet, ada 4. Tidak memiliki visi dan misi yang jelas. aturan-aturan yang mengikat pengguna internet berkabel, seperti iuran bulanan, dsb. 3. Ada kesepakatan warga untuk menggunakan internet secara terbuka dan transparan. 4. Didirikannya Cakruk Cyber sebagai perwujudan nilai Kampoeng Cyber. 5. Mampu secara kuat merepresentasikan identitas, yaitu sebagai Kampoeng Cyber. 6. Memiliki visi dan misi yang jelas, serta berusaha diwujudkan melalui nilai dan
norma yang ditentukan dan dianut oleh warga.
Jaringan Internal 1. Proses komunikasi yang dilakukan bersifat konvensional, tatap muka. 2. Tidak seluruh warga bisa membaur, terutama yang jauh dari pusat kampung. 3. Distribusi komunikasi tradisional, menggunakan media word-to-mouth atau media tradisional lain.
Jaringan Sosial dan Distribusi informasi
Jaringan Internal 1. Komunikasi yang dilakukan oleh warga didominasi komunikasi non tatap muka. 2. Karena komunikasi yang mudah sebagian besar warga dapat berbaur. 3. Distribusi informasi utama melalui media sosial. Contoh, berbagai pengumuman, dan undangan disebarkan secara paperless melalui media sosial.
Jaringan Eksternal 1. Tidak memiliki hubungan sama sekali Jaringan Eksternal dengan organisasi privat. 1. Memiliki hubungan yang erat dengan 2. Sumber dana utama dari pemerintah organisasi privat, baik dalam negeri maupun daerah. luar negeri. 3. Tidak pernah menjalin hubungan dengan 2. Menjadi target CSR dan sponsorship bagi perusahaan, baik privat maupun BUMN. berbagai perusahaan, terutama perusahaan privat. 3. Mulai menjalin jaringan dengan pemerintah pusat. Sebagai contoh beberapa menteri melakukan kunjungan dan memberikan bantuan kepada Kampoeng Cyber. 4. Sumber pendapatan terbesar berasal dari sponsorship, CSR, dan dana bantuan luar.