44
BAB V KONDISI PARIWISATA DAN PERIKANAN DI KARIMUNJAWA 5.1
Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Kepulauan Karimunjawa memiliki ekosistem yang masih asli dan
keanekaragaman hayati yang tinggi sehingga harus dipertahankan sebagai aset nasional dan daerah. Awalnya kawasan Karimunjawa ditetapkan sebagai Cagar Alam Laut Karimunjawa pada tanggal 9 April 1986 melalui SK Menhut No. 123/KptsII/1989 seluas 111.625 ha yang meliputi 110.117,30 ha kawasan perairan dan 1.507,70 ha kawasan darat. Sehubungan dengan tingginya tingkat kepentingan berbagai sektor maka dilakukan perubahan fungsi dari Cagar Alam menjadi Taman Nasional Karimunjawa melalui SK Menhut No. 78/Kpts-II/1999 tanggal 22 Februari 1999. Perubahan dilakukan pada tahun 2001. Seluruh kawasan perairan di TNKJ ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam perairan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 74/Kpts-II/2001 (Zonasi TNKJ 2012). Pengelolaaan TNKJ dilakukan berdasarkan sistem penataan zonasi yang diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut-II/2006. Awalnya TNKJ hanya dibagi menjadi empat zonasi yaitu zona inti, zona perlindungan, zona pemanfaatan dan zona penyangga. Perubahan zonasi dilakukan pada tahun 2004 karena zonasi yang ada dinilai sudah tidak sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan, belum mengakomodir berbagai kepentingan pengelolaan terutama dari aspek ekologi, sosial ekonomi serta budaya termasuk kearifan lokal yang menyebabkan banyak terjadinya tumpang tindih kebijakan berbagai pihak. Perubahan tersebut menggunakan pendeketan yang menyeluruh, konsultatif dengan visi bersama dan satu proses koordinasi yang terencana dan dinyatakan melalui SK Direktur Jendral PHKA No. 79/IV/Set-3/2005. Zona yang ditetapkan yaitu zona inti, zona perlindungan, zona pemanfaatan pariwisata, zona budidaya, zona rehabilitasi, zona pemukiman dan zona pemanfaatan perikanan tradisional. Zonasi 2005 direvisi kembali pada tahun 2009 karena zonasi tahun 2005 belum mengakomodir pulau-pulau kecil serta dianggap kurang tepat baik tempat
45
maupun luasnya. Perubahan zonasi yang ditetapkan terdiri dari zona inti dan zona rimba, zona perlindungan bahari (untuk wilayah perairan), zona pemanfaatan darat, zona pemanfaatan wisata bahari, zona budidaya bahari, zona religi, budaya dan sejarah, zona rehabilitasi, dan zona tradisional perikanan.
5.1.1
Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Tahun 2005 Zonasi pada tahun 2005 memuat tentang tujuh zona di kawasan TNKJ .
Berikut zonasi TNKJ tahun 2005 disajikan pada Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6. Zonasi TNKJ Tahun 2005 Zona
Zona Inti
Luas (Ha)
444.629
Zona Perlindungan
2.587.711
Zona Pemanfaatan Pariwisata
1.226.525
Zona Pemukiman Zona Rehabilitasi
2.571.546
Zona Budidaya
122.514
788.213
Zona 103.883.862 Pemanfaatan Perikanan Tradisional Jumlah 111.625.000 Sumber: Zonasi TNKJ 2012
%
Lokasi
0,4 Sebagian Perairan P.Kumbang, Taka Menyawakan, Taka Malang dan Tanjung Bomang 2,32 Hutan hujan tropis dataran rendah di Pulau Karimunjawa dan hutan mangrove di Pulau Kemujan. Perairan P. Gleang, P. Burung, Tanjung Gelam, P. Sintok, P.Cemara Kecil, P.Katang, Gosong Selikur, Gosong Tengah. 1,10 Perairan P. Menjangan Besar, P. Menjangan Kecil, P. Menyewakan, P. Kembar, P. Tengah, sebelah timur P. Kumbang, P. Bengkoang, Indonor dan Karang Kapal. 2,30 P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Parang dan P. Nyamuk. 0,11 Perairan sebelah timur P. Parang, sebelah timur P. Nyamuk, sebelah barat P. Kemujan dan sebelah barat P.Karimunjawa 0,71 Perairan P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Menjangan Besar, P. Parang dan P. Nyamuk 93,07 Seluruh perairan di luar zona yang telah ditetapkan yang berada di dalam kawasan TNKJ. 100,0
46
Zona inti merupakan zona terkecil, yaitu 0,4 persen namun mempunyai kondisi alam baik biota dan fisiknya masih asli, belum diganggu oleh manusia dan mutlak dilindungi. Fungsi zona ini untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati dan ekosistem perairan laut yang khas/alami/unik dan biota laut lainnya yang peka terhadap gangguan dan perubahan serta sebagai plasma nutfah dari biota laut untuk kepentingan penelitian pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan budidaya. Adapun kegiatan yang tidak boleh dilakukan adalah penangkapan atau pengambilan sumberdaya laut seperti karang, ikan karang, penyu dan biota laut lainnya baik hidup maupun mati serta penggunaan sarana wisata bahari. Zona perlindungan yang luasnya 2,32 persen merupakan bagian taman nasional yang mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan karena letak, kondisi dan potensinya. Fungsi zona ini sebagai wilayah untuk kepentingan pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi, wisata terbatas, habitat satwa migran dan budidaya serta mendukung zona inti.
Kegiatan yang dilarang dalam zona ini adalah
penangkapan atau pengambilan sumberdaya laut seperti karang, ikan karang, penyu dan biota laut lainnya baik hidup maupun mati serta penggunaan sarana wisata bahari. Zona pemanfaatan perikanan tradisional adalah zona terluas, yaitu 93,07 persen dari luas TNKJ.
Kawasan perairan ini diperuntukkan sebagai daerah
pemanfaatan perikanan tradisional. Aktivitas yang boleh dilakukan adalah kegiatan pemanfaatan perikanan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumberdaya alam. Aktivitas yang tidak boleh dilakukan di zona ini adalah semua kegiatan di zona inti dan introduksi jenis biota serta penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan (muroami, jaring pocong, jaring cantrang, sianida). Zona pemanfaatan pariwisata yang memiliki luas 1,10 persen dari luas TNKJ, adalah bagian taman nasional
yang dimanfaatkan untuk kepentingan
pariwisata alam dan jasa lingkungan. Peruntukan zona ini adalah untuk pengembangan aktivitas pariwisata alam dan rekreasi yang berwawasan lingkungan, penelitian, dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan, pendidikan dan
47
penunjang budidaya. Kegiatan yang dapat dilakukan di zona ini adalah perlindungan dan pengamanan, inventarisasi dan monitoring ekosistem, penelitian, pengembangan potensi wisata, pembinaan habitat dan populasi, pengusahaan pariwsata alam dan jasa lingkungan. sedangkan kegiatan yang tidak boleh dilakukan adalah menghilangkan fungsi dan luas zona inti, melakukan penangkapan biota laut, penambatan kapal dengan jangkar serta penggunaan sarana wisata yang merusak ekosistem. Zona budidaya yang miliki luas 0,71 persen dari luas TNKJ adalah kawasan perairan yang diperuntukan guna kepentingan budidaya perikanan, misalnya keramba jaring apung, budidaya rumput laut dan budidaya kerapu bibit alami. Aktivitas yang tidak diperbolehkan adalah secara sengaja atau tidak sengaja mengambil, mengganggu atau memindahkan biota baik yang masih hidup atau mati. Zona rehabilitasi adalah bagian dari taman nasional yang karena mengalami kerusakan, sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya yang mengalami kerusakan. Selanjutnya dalam perkembangannya dapat diubah menjadi zona lain seperti zona wisata bahari atau zona lainnya. Zona pemukiman yang memiliki luas 2,30 persen luas TNKJ adalah bagian taman nasional yang dijadikan areal pemukiman masyarakat sebelum taman nasional ditunjuk. Peruntukannya adalah untuk mengakomodir masyarakat asli/setempat yang telah bermukim sejak sebelum taman nasional tersebut ditunjuk. Kriteria zona ini adalah kawasan pemukiman yang sudah ditempati masyarakat asli sebelum taman nasional ditunjuk dan kawasan yang mampu mendukung pemukiman masyarakat setempat agar tidak menekan kebutuhan ekosistem pada zona yang lain yang ada dalam taman nasional.
5.1.2
Ancaman Kerusakan Ekologi dan Perubahan Zonasi TNKJ Pengelolaan kawasan TNKJ dilakukan berdasarkan prinsip perlindungan,
pengawetan dan pemanfaatan. Namun upaya pengelaloaan tersebut masih mengalami berbagai permasalahan. Berbagai dinamika ekologi, sosial dan ekonomi berkontribusi terhadap permasalahan pengelolaan kawasan TNKJ.
48
Sumber: Zonasi TNKJ 2012 Gambar 2. Dinamika Perubahan di Kawasan TNKJ Tahun 2005-2009
Berdasarkan Gambar 2, tutupan karang keras dari tahun 2004 hingga 2009 mengalami peningkatan, yaitu dari 43,5 persen menjadi 54,5 persen. Kenaikan persentase penutupan karang mungkin disebabkan oleh berkurangnya penangkapan ikan menggunakan potasium sianida maupun rendahnya aktivitas antropogenik. Akan tetapi penutupan tersebut tidak diikuti dengan biomassa ikan karang dan kelimpahan ikan karang. Biomassa ikan karang dan kelimpahan ikan karang mengalami penurunan di semua zona yang ada di TNKJ. Selama periode tahun 2007-2009 terjadi penurunan signifikan (25,5 persen yaitu 480,25 kg/ha pada tahun 2005 menjadi 200,30 kg/ ha pada tahun 2009) biomassa ikan karang di kawasan ini. Pada periode yang sama kelimpahan ikan karang mengalami penurunan sebesar 13,4 persen yaitu dari 6000 individu per ha menjadi 4000 individu per ha. Ini berarti ikan yang ada di kawasan tersebut semakin sedikit jumlahnya dan ukurannya semakin kecil. Biomassa ikan penting seperti kerapu, baronang, ekor kuning dan kakap juga mengalami penurunan. Hal ini diduga disebabkan oleh penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan berupa cantrang, muroami, kompressor dan panah (kompressor). Melihat kondisi tersebut, maka zona inti dan zona perlindungan dirasakan sangat kecil dan belum mampu menjamin kelangsungan kelestarian potensi
49
sumberdaya alam yang ada. Selain itu, lokasi zona inti belum dapat mewakili seluruh kawasan. Guna kepentingan konservasi sumberdaya alam yang ada maka penambahan luas dan jumlah lokasi zona inti mutlak harus dilakukan. Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan BTNKJ bersama Wildlife Conservation Society (WCS) menunjukkan peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap zonasi pada tahun 2005 dan 2009. Persepsi masyarakat tentang dampak zonasi terhadap sumberdaya alam mereka rasakan sangat tinggi. Namun persepsi tersebut bertolak belakang dengan persepsi dampak zonasi terhadap mata pencaharian mereka. Masyarakat berpikir zonasi yang ada merugikan mereka mencari ikan. Banyak tempat-tempat yang merupakan sumber ikan telah dijadikan zona inti dan zona perlindungan. Tingkat pengetahuan yang meningkat terhadap zonasi ini juga tidak dibarengi dengan tingkat kepatuhan yang meningkat. Secara umum tingkat kepatuhan di zona inti maupun zona perlindungan mengalami penurunan dari tahun 2003-2009. Artinya tingkat pengetahuan yang tinggi tidak diikuti tindakan nyata untuk tidak melakukan aktivitas perikanan di zona inti maupun zona perlindungan. Kawasan TNKJ adalah salah satu tujuan utama wisata di Jawa Tengah dan diprioritaskan untuk pengembangan wisata serta menunjang aktivitas pendidikan, penelitian dan budidaya. Potensi wisata darat yang tersedia antara lain hutan hujan tropis dataran rendah dan mangrove memungkinkan untuk dikembangkan menjadi objek penelitian wisata alam dan pusat penelitian. Sebagian pulau-pulau di kawasan TNKJ merupakan lahan milik masyarakat yang harus dipertahankan aksesibilitasnya. Pulau-pulau tersebut memerlukan lokasi yang tepat untuk menambatkan kapal dan jetty. Namun sebagian dari wilayah perairan di pulau tersebut adalah zona perlindungan dan zona inti sehingga tidak memungkinkan untuk membangun fasilitas pariwisata yang permanen. Zona perlindungan perairan yang terletak di sekitar Pulau Burung, Pulau Katang, Pulau Geleang, Pulau Cemara Kecil dan Pulau Sintok telah menutup akses ke pulau tersebut. Sementara pulau tersebut merupakan lahan milik masyarakat yang belum terakomodir dalam zonasi 2005.
50
5.1.3. Zonasi Taman Nasional Karimunjawa 2012 Berikut zonasi TNKJ Tahun 2012 disajikan dalam tabel 7. Tabel 7. Zonasi TNKJ 2012 Inti
Zona
Luas (ha) 444.629
% 0,398
Rimba
1.451,767
1,301
Perlindungan Bahari (untuk wilayah perairan)
2.599,770
2,329
Pemanfaatan Wisata Darat Pemanfaatan Wisata Bahari
55.933
0,0050
2.733,735
2,449
1.370,729
1,228
0,859
0,001
68,329
0,061
102.899,249
92,183
Budidaya Bahari
Religi, Budaya dan Sejarah Rehabilitasi
Tradisional Perikanan
Sumber: Zonasi TNKJ 2012
Lokasi Sebagian perairan P. Kumbang, Taka, Menyewakan, Taka Malang dan Perairan Tanjung Bomang. Hutan hujan tropis dataran rendah di Pulau Karimunjawa dan Hutan Mangrove di P. Kemujan Perairan P. Sintok, Gosong Tengah, P. Bengkoang bagian Utara, P. Cemara besar bagian selatan, P. Gleang, P. Cemaar Kecil bagian utara, P. Burung, Perairan selatan Menjangan Kecil, bagian timur Pulau Nyamuk, Perairan Karang Kapal, Karang Besi bagian Selatan, Krakal Besar bagaian utara, Gosong Kumbang, P. Kembar dan Gosong Selikur. P. Menjangan Kecil, P. Cemara Besar, areal Legon Lele, areal tracking mangrove, areal Nyamplung Ragas. Perairan P. Menjangan Besar dan Menjangan Kecil, Perairan P. Menyawakan, Perairan P. Kembar, perairan P. Tengah, Perairan sebelah timur P. Kumbang, perairan P. Bengkoang bagian selatan, Indonor, Perairan P. Cemara Besar bagian utara, Perairan Tanjung Gelam, Perairan P. Cemara Kecil bagian utara, Perairan P. Katang, Perairan Krakal Besar bagian selatan, Perairan Krakal Kecil, Perairan P. Cilik. Perairan P. Karimunjawa, Perairan P. Kemujan, Perairan P. Menjangan Besar, Perairan P. Parang dan Nyamuk, Perairan P. Karang Besi bagian utara. Areal Makam Sunan Nyamplungan di P. Karimunjawa. Perairan sebelah timur P. Parang, Perairan sebelah timur P. Nyamuk, Perairan sebelah barat P. Kemujan dan Perairan sebelah barat P. Karimunjawa. Seluruh Perairan di luar zona yang telah ditetapkan yang berada di dalam kawasan TNKJ.
51
Zonasi TNKJ tahun 2005 terdiri dari zona inti, zona rimba atau zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan, zona pemanfaatan dan zona lain (zona tradisional, rehabilitasi, religi, budaya, sejarah dan zona khusus). Syarat suatu wilayah yang dijadikan zonasi adalah merupakan daerah pemijahan ikan, kondisi ekologis terumbu karang yang masih baik, melindungi habitat spesies penting, logis dalam pengelolaan serta wilayah yang disetujui masyarakat. Perubahan zonasi yang baru sebagaimana yang diusulkan dalam Tabel 7 diharapkan mampu mengakomodir berbagai kepentingan pembangunan yang ada di dalam dan di sekitar kawasan sehingga menunjang fungsi taman nasional untuk aktivitas pendidikan, penelitian, budidaya, pariwisata dan rekreasi. Zona inti merupakan zona terkecil, yaitu seluas 0,398 persen. Zona ini mutlak harus dilindungi karena fungsinya sebagai perlindungan ekosistem, sumber plasma nutfah dari jenis tumbuhan dan satwa liar, pengawetan flora dan fauna beserta habitatnya yang peka terhadap gangguan dan perubahan, untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penunjang budidaya. Kegiatan yang dilarang dilakukan di zona inti adalah melakukan penangkapan atau pengambilan sumberdaya laut baik hidup maupun mati dan tidak boleh melakukan kegiatan wisata bahari. Zona rimba dan zona perlindungan bahari dimanfaatkan untuk kegiatan pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi, habitat satwa migran dan menunjang budidaya serta mendukung zona inti serta wisata terbatas. Kegiatan yang diijinkan adalah kegiatan perlindungan dan pengamanan; pengembangan dan pembangunan sarana dan prasarana penelitian, pendidikan, wisata alam terbatas; pembinaan habitat dan populasi. Zona pemanfaatan darat dikembangkan untuk kepentingan kegiatan wisata alam baik bahari maupun lainnya, rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan pengembangan yang menunjang budidaya dan pemanfaatan. Zona pemanfaatan pariwisata adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan jasa lingkungan.
52
Zona ini diperuntukkan bagi pengembangan aktivitas pariwisata alam dan rekreasi yang berwawasan lingkungan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan, pendidikan dan budidaya. Luas zona wisata adalah 2,329 persen dan berada di sekitar pulau-pulau yang dekat dengan Pulau Karimunjawa. Sepanjang kawasan zona ini dilarang melakukan penangkapan ataupun pengambilan sumberdaya laut seperti karang, ikan karang, molusca, penyu, dan biota laut lainnya baik yang hidup maupun yang mati atau bagian-bagiannya serta melakukan penambatan kapal dengan jangkar. Penggunaan sarana wisata alam bahari tidak diperbolehkan
menimbulkan
gangguan/mengurangi
kenyamanan
terhadap
pengunjung lain serta kerusakan ekosistem maupun kematian jenis-jenis biota laut. Zona perikanan tradisional adalah zona terluas di antara tujuh zona lainnya yaitu seluas 92,183 persen dari 111.625 ha luas kawasan TNKJ. Zona perikanan tradisional ini diperuntukkan bagi kepentingan pemanfaatan perikanan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumberdaya alam. Aktivitas yang tidak boleh dilakukan adalah semua kegiatan di zona inti dan introduksi jenis biota serta penangkapan ikan yang menggunakan alat yang tidak ramah lingkungan, seperti muroami, jaring pocong, cantrang dan potasium sianida. Zona budidaya adalah kawasan perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan budidaya perikanan, misalnya budidaya rumput laut, keramba jaring apung dan budidaya kerapu bibit alami. Aktivitas yang tidak boleh dilakukan adalah secara sengaja maupun tidak sengaja mengambil, mengganggu atau memindahkan biota baik yang masih hidup atau mati beserta bagian-bagiannya. Pelaksanaan zonasi TNKJ bersifat fleksibel dan adaptif. Dukungan dan peran serta para pihak mulai dari masyarakat, dinas terkait, akademisi dan lembaga swadaya masyarakat merupakan kunci utama keberhasilan pengelolaan kawasan TNKJ tersebut.
53
5.2
Kondisi Pariwisata Karimunjawa Kepulauan Karimunjawa terbentang luas dari beberapa pulau yang
mempunyai karakteristik yang spesifik dan menarik. Kawasan ini ditetapkan sebagai Taman Nasional Laut dan diharapkan dapat memicu perkembangan pariwisata daerah. Sebagian besar wilayah Kepulauan Karimunjawa berupa gugusan pulau kecil yang dikelilingi terumbu karang. Sebagian masih alami dan mempunyai kekayaan biota laut yang menyimpan keindahan alam bawah laut sehingga sangat tepat dijadikan sebagai tujuan wisata alam. Kawasan darat TNKJ yang berada di lokasi hutan hujan tropis dataran rendah dan hutan mangrove sangat memungkinkan untuk mengembangkan objek wisata dan pusat penelitian. Aktivitas wisata di Karimunjawa, seperti yang dikemukakan oleh Pusat Informasi Pariwisata Jepara (2011), terbagi dalam dua kawasan, yaitu kawasan darat dan kawasan laut. Kegiatan yang biasanya dilakukan pengunjung di alam darat adalah hiking dan camping, canoing, berjemur, menelusuri dan atraksi penyu bertelur. Kegiatan yang bisa dilakukan di laut adalah diving, berenang, snorkeling (selam permukaan), memancing, dan berenang dengan hiu. Atraksi wisata budaya Karimunjawa meliputi kesenian rakyat (reog barong, pencak silat yang diiringi gamelan), acara tradisional (perkawinan suku Bugis, upacara peluncuran perahu, menembak ikan), mengunjungi Makam Sunan Nyamplungan, Makam Syaid Kembang, Makam Syaid Abdullah dan Sumur Wali. Penampilan atraksi-atraksi wisata tersebut dilakukan setiap ada acara yang sifatnya insidentil, seperti ketika ada kunjungan pejabat negara ke Karimunjawa antara lain bupati, gubernur, menteri bahkan presiden. Selain atraksi yang dilakukan secara rutin, ada juga atraksi lainnya seperti pelepasan penyu, upacara pelepasan perahu dan khoul Sunan Nyamplungan (peringatan hari satu suro/ peringatan Tahun Baru Hijriyah) oleh masyarakat sekitar. Pengembanagan pariwisata ini ternyata juga ikut menyebabkan permasalahan kerusakan ekologi di sekitar kawasan TNKJ selain karena penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan oleh nelayan. Perkembangannya sebagai salah satu objek wisata yang diminati di Jawa Tengah ternyata tidak selamanya memberikan
54
dampak yang positif bagi masyarakat maupun daerah tersebut. Disadari ataupun tidak disadari pengembangan pariwisata di suatu daerah juga akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat, budaya maupun alam yang dimiliki oleh daerah tersebut. Begitu juga dengan pengembangan pariwisata di Desa Karimunjawa, sudah tentu memberikan dampak positif seperti peningkatan pendapatan sekaligus dampak negatif seperti kerusakan lingkungan alami. Dampak negatif terjadi karena adanya kontak langsung antara wisatawan dengan lingkungan alami seperti terumbu karang dan hutan mangrove. Aktifitas wisatawan yang bersentuhan langsung dengan lingkungan alami seperti di kawasan terumbu karang, berdampak pada patahnya karang karena secara sengaja maupun tidak sengaja terinjak oleh wisatawan yang sedang melakukan snorkeling. Apabila hari libur tiba, maka terjadi jumlah kunjungan yang overload. Selain itu, wisatawan yang melakukan tour ke beberapa pulau di dekat Pulau Karimunjawa, seperti ke Pulau Cemara, Pulau Menjangan, Tanjung Gelam, Pulau Tengah serta Pulau Gleang, berdampak pada timbulnya onggokan sampah di lingkungan pulau tersebut. Baik secara langsung maupun secara tidak langsung onggokan sampah ini akan mempengaruhi tingkat polusi pada areal pulau tersebut disamping timbulnya kesan yang jorok. Pemasangan paving di beberapa areal di desa, seperti jalur Ujung Gelam dan Dukuh Legon Lele akan mempengaruhi daya serap tanah terhadap air hujan. Pembangungan beberapa fasilitas wisata seperti pembangunan tempat peristirahatan di beberapa sudut akan memberikan dampak negatif terhadap lingkungan alami di sekitar desa. Keberhasilan Karimunjawa untuk menarik wisatawan berkunjung ke Karimunjawa memang telah banyak memberi manfaat kepada masyarakat melalui penciptaan lapangan pekerjaan, sebagai sumber devisa daerah dan perhatian masyarakat terhadap kelestarian alamnya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Hal ini terbukti dari kesediaan masyarakat nelayan untuk tidak melakukan penangkapan ikan di zona pariwisata yang telah disepakati serta pelaksanaan Jumat bersih untuk kebersihan desa. Bukti lainnya adalah kepatuhan nelayan untuk tidak membuang
55
jangkar di daerah zona wisata. Hal ini dilakukan agar keindahan karang yang dimiliki tetap terjaga dan menjadi daya tarik wisatawan.
5.3.
Kunjungan Wisatawan Sejak ditetapkannya Karimunjawa sebagai Taman Nasional, kegiatan wisata
sudah mulai ada di daerah tersebut. Namun tidak terlalu berkembang karena sarana dan prasarana transportasi serta komunikasi yang belum memadai. Kegiatan wisata mulai berkembang ditandai dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan sejak tahun 2007, yaitu setelah adanya jaringan selular. Namun jumlah kunjungan yang sangat meningkat dimulai pada tahun 2008, yaitu pengoperasian kapal cepat (Express Bahari) dan jaringan hot spot. Setelah adanya pembangunan jaringan komunikasi ini, maka promosi wisata yang gencar dapat dilakukan pihak terkait sehingga nama Karimunjawa semakin terkenal dan banyak menarik perhatian orang yang ingin melakukan perjalanan wisata. Jumlah kunjungan wisatawan terus meningkat dari tahun ke tahun. Berikut adalah data tingkat kunjungan wisata di Karimunjawa yang disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Tingkat Kunjungan Wisata di Karimunjawa Tahun 2007-2012 Tahun Wisnus Wisman Jumlah Keterangan 2007 9.356 1.769 11.125 2008 12.719 1.809 14.528 2009 15.836 1.844 17.680 2010 25.192 2.267 27.459 2011 32.729 2.848 35.577 2012 3.144 370 3.514 s/d bulan April Jumlah 63.103 7.689 70.792 Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan 2012 Berdasarkan Tabel 8, terlihat tingkat kunjungan wisatawan meningkat setiap tahunnya mulai dari tahun 2007 sampai 2012. Pertumbuhan wisatawan nusantara memang lebih tinggi dari wisatawan mancanegara walaupun terjadi kenaikan jumlah kunjungan keduanya. Jumlah kunjungan paling banyak terjadi pada tahun 2011, dimana terdapat 32.729 wisatawan nusantara dan 2.848 wisatawan mancanegara. Tahun 2012 terjadi jumlah penurunan kunjungan wisatawan karena data terakhir yang
56
tersedia adalah data sampai bulan April 2012, sesuai dengan waktu penelitian. Perkembangan wisata Karimunjawa juga tidak lepas dari Program Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah yang menetapkan Karimunjawa sebagai salah satu destinasi wisata untuk mendukung program “Visit Jateng 2013”. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa wisatawan nusantara, terdapat beberapa wisatawan yang sudah pernah berkunjung ke Karimunjawa sebelumnya karena tidak pernah bosan dengan keindahan alamnya, seperti yang diungkapkan oleh JY (28), wisatawan asal Surabaya berikut ini. “Saya udah 2 kali berkunjung ke Karimun. Pertama tahun 2010 bareng temen-temen. Ini kunjungan saya yang kedua. Memang enggak lama, cuma 3 hari karena kita cuma mau survei homestay, bulan depan kita mau ngadain tour ke Karimun dari kantor. Temen-temen minta saya yang survei dulu karena saya sudah tau tempatnya. Pokoknya saya tidak pernah bosen dengan laut Karimun. Bali saja kalah sama keindahannya Karimun.” Jumlah kunjungan wisatawan sangat ditentukan oleh hari-hari libur karena jarak tempuh yang jauh dan keterbatasan kapal penyeberangan membuat wisatawan yang datang harus menginap dan melakukan tour. Penurunan jumlah wisatawan terjadi pada bulan Februari sampai Maret karena pada bulan tersebut jarang sekali ada libur akademik. Selain itu, pada periode bulan tersebut adalah musim baratan, dimana terjadi
gelombang
yang
tinggi
sehingga
menghambat
perjalanan
kapal
penyeberangan. Jumlah kunjungan yang sedikit juga terjadi pada bulan Agustus sampai September karena bertepatan dengan bulan puasa.
Jumlah wisatawan
cenderung meningkat pada bulan April-Juli dan Oktober-Januari.
5.4.
Pemanfaatan Ruang untuk Kegiatan Wisata Usaha untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi
pemanfaatan ruang
kawasan Karimunjawa harus dikelola secara optimal melalui penataan ruang. Ruang dilihat sebagai wadah tempat berlangsungnya keseluruhan interaksi sistem sosial yang meliputi manusia dengan seluruh kegiatan sosial, ekonomi dan budaya dengan ekosistem yaitu, sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Oleh karena itu, ruang perlu ditata agar keseimbangan lingkungan dapat dipelihara sehingga memberikan
57
dukungan yang nyaman terhadap manusia serta makhluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya secara optimal. Apabila peningkatan ini tidak dikendalikan maka akan mengakibatkan kerusakan lingkungan pesisir dan kerusakan lingkungan laut. Peningkatan pembangunan fisik juga dapat memperkecil persentasi akan ruang terbuka hijau (RTH) kawasan pesisir, terjadi penebangan pepohonan/hutan bakau, maupun penutupan permukaan tanah dengan material yang tidak dapat menyerap air hujan ( Hanny et al. 2009). Penataan ruang Karimunjawa dilakukan berdasarkan sistem zonasi. Zona wisata bahari termasuk zona pemanfaatan yang diperuntukkan bagi pengembangan aktivitas perlindungan dan pengamanan; pengembangan potensi dan daya tarik wisata alam; inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya; penelitian, pengembangan pendidikan dan penunjang budidaya; pembinaan habitat dan populasi; pengusahaan pariwisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan. pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian, pendidikan, wisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan. Luas zona pemanfaatan wisata bahari sebesar 2,449 persen dari luas seluruh zona TNKJ. Zona ini meliputi Perairan Pulau Menjangan Besar, Perairan Pulau Menjangan Kecil, Perairan Pulau Menyawakan, Perairan Pulau Kembar, Perairan Pulau Tengah, Perairan sebelah timur Pulau Kumbang, Perairan Pulau Bengkoang bagian selatan, Indonor dan Perairan Pulau Cemara Besar bagian utara, Perairan Tanjung Gelam, Perairan Pulau Cemara Kecil bagian utara, Perairan Pulau Katang, Perairan Krakal Besar bagian selatan, Perairan Krakal Kecil dan Perairan Pulau Cilik. Sedangkan di darat terdapat zona wisata religi, budaya dan sejarah seluas 0,001 persen, yaitu areal Makam Sunan Nyamplungan di Pulau Karimunjawa. Zonasi TNKJ Tahun 2005 memuat juga tentang zona pemukiman, yaitu bagian TNKJ untuk memudahkan penataan dan penggunaan bagian kawasan yang telah dijadikan areal pemukiman masyarakat sebelum taman nasional ditunjuk. Kawasan pesisir Desa Karimunjawa yang didalamnya terdapat pemukiman penduduk, area
pusat
bisnis
dan
perekonomian
masyarakat
Karimunjawa.
Pesatnya
perkembangan pariwisata sejak Tahun 2007 menjadikan ruang kawasan desa semakin
58
potensial bagi penduduk dan para investor dalam melakukan kegiatan bisnis wisata yang terlihat sepanjang jalan dari pelabuhan sampai ke bagian tengah desa. Dinas Pariwisata saat ini sedang melaksanakan program Karimunjawa sebagai Kecamatan/Desa Wisata yang mengembangkan sarana berupa resort atau hotel serta homestay yang melayani akomodasi pengunjung. Jumlah homestay terus berkembang dari tahun ke tahun karena jumlah kunjungan wisatawan yang meningkat. Area pembangunan homestay yang paling banyak terpusat di bagian tengah desa dan bagian utara desa. Penginapan ini banyak dipilih oleh para wisatawan backpacker, pelajar ataupun peneliti. Harga per kamar juga sangat terjangkau, yaitu Rp 50.000,- sampai Rp 100.000,- per malam dengan kapasitas 2-4 orang. Masyarakat banyak diuntungkan dengan adanya homestay tersebut karena dapat menambah pendapatan mereka. Jenis penginapan lain yang berkembang adalah Resort yang banyak diminati wisatawan domestik maupun mancanegara karena masing-masing memiliki daya tarik yang berbeda. Resort yang telah dibangun di Karimunjawa adalah Resort Dewadaru yang dekat dengan pelabuhan, Resort Menjangan yang berada di dekat spot snorkeling, Resort Purawisata, Nirwana dan Kura-Kura yang berada jauh dari masyarakat. Harganya sangat bervariasi mulai dari Rp 300.000,- hingga Rp 6.000.000,-. Jenis penginapan lainnya adalah hotel kelas melati, wisma dan inn. Harganya juga sangat bervariasi, mulai dari Rp 100.000,- sampai Rp 4000.000,-. Perkembangan homestay di Desa Karimunjawa memang sudah ada sejak ditetapkannya Karimunjawa sebagai Taman Nasional. Sebelum ada homestay, pengunjung biasanya menginap di rumah para petinggi desa. Menurut pihak desa (Bendahara Desa), mereka belum pernah menarik pajak kepada pemilik homestay dan resort serta hotel karena belum ada peraturan resmi yang mengatur tentang tarif pajak untuk fasilitas-fasilitas wisata tersebut. Jumlah rumah makan di Karimunjawa masih sangat sedikit. Fasilitasnya juga kurang memadai. Warung makan yang tersedia di sekitar alun-alun Karimunjawa juga sangat terbatas. Wisatawan harus duduk di lapangan dengan menggunakan tikar dan penjual yang ada menggunakan gerobak untuk menjual dagangannya. Menu
59
makanan yang tersedia juga sangat terbatas karena penjual masih kekurangan modal dan bahan baku yang sulit untuk diperoleh. Restoran hanya tersedia di Karimunjawa Inn, Hotel Escape dan di Dewadaru Resort. Tempat wisata identik dengan toko souvenir yang menjual berbagai barang yang unik, hasil industri kerajinan tangan masyarakat baik yang berupa cinderamata atau produk makanan lainnya seperti rumput laut, kerupuk kerapu dan ikan asin. Kerajinan khas Karimunjawa adalah tongkat, tongkat komando, tasbih dan keris yang terbuat dari kayu dewadaru, kalimasodo dan sdiki. Wisatawan lokal biasanya banyak membeli kerajinan tersebut terutama tasbih yang paling diminati wisatawan. Berdasarkan Laporan Survei Sosek Karimunjawa tahun 2009, terdapat 20 toko/kios penjualan souvenir khas Karimunjawa, 19 toko ada di Desa Karimunjawa dan 1 diantaranya ada di Desa Kemujan (Lampiran 2). Sebagian besar dimiliki oleh masyarakat pendatang dari luar Karimunjawa. Sekitar 14 toko berada di dalam homestay milik penduduk, sedangkan 5 lainnya berada di kios yang terletak di bagian tengah desa. Souvenir lainnya berupa baju, pernak-pernik dan hiasan dinding biasanya dikirim dari luar Karimunjawa terutama yang bahannya dari binatang laut karena adanya larangan mengambil kerang dan benda-benda lain yang ada di laut. Pembangunan fasilitas-fasilitas wisata, seperti homestay, rumah makan, toko souvenir dan fasilitas lainnya semakin bertambah banyak. Berikut data perkembangan jumlah penginapan dan toko souvenir di Desa Karimunjawa dari tahun 2007-2012 disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah Penginapan dan Toko Souvenir di Karimunjawa Tahun 2007-2012 Tahun Jumlah Penginapan Jumlah Toko Souvenir 2007 25 16 2008 27 18 2009 27 19 2010 28 19 2011 30 19 2012 34 19 Sumber: BPS dan Dinas Pariwista Jepara (2011), BTNKJ (2008)
60
Tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah homestay dan toko souvenir terus meningkat. Kenaikan jumlah homestay diiringi dengan kenaikan jumlah daya tampung dan tingkat hunian. Selain homestay yang dimiliki oleh penduduk lokal, terdapat juga resort swasta dari pengusaha luar daerah. Resort ini dibangun di Pulau Menjangan Besar, Menjangan Kecil, Menyawakan, Geleang, Pulau Tengah, Pulau Bengkoang dan rencana pengembangan lagi di Pulau Cemara Besar. Berdasarkan data kepemilikan lahan (Lampiran 3), tanah-tanah di Desa Karimunjawa telah dimiliki oleh investor dan orang luar daerah. Bahkan daerah Legon Lele juga banyak yang sudah dijual ke pihak swasta sehingga penduduk di sana harus mencari tempat tinggal baru di daerah lain. Para investor tahu akan perkembangan Karimunjawa menjadi daerah tujuan wisata andalan Jawa Tengah. Dengan demikian masyarakat akan tersisih dari persaingan dan menggeser peran masyarakat lokal karena mereka tidak punya kapital atau modal untuk ikut bersaing dalam pengusahaan pariwisata. Hal ini mengakibatkan usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak akan optimal karena masyarakat hanya sebagai pegawai biasa atau penonton saja, dimana penghasilannya hanya mampu untuk menghidupi keluarga saja. Secara langsung maupun tidak langsung kegiatan pembangunan ini berdampak terhadap lingkungan pesisir Karimunjawa seperti menurunnya jumlah tutupan karang di perairan dangkal. Selain itu, homebase wisatawan yang terpusat di bagian timur dan tengah desa (kota kecamatan Karimunjawa) membuat daerah tersebut semakin padat, berbeda dengan bagian desa lainnya, seperti yang diungkapkan oleh staf BTNKJ, MY (32 tahun). “Masyarakat Karimun itu cenderung meniru. Satu orang bangun homestay, yang lainnya ikutan. Salah satu syarat homestay itu kan harus dekat sama homestay lain, makanya penginapan itu terkonsentrasi di bagian timur sampai tengah desa, jadinya yah menumpuk. Hotel yang di dekat pantai buat fondasi sendiri, rumah penduduk juga, pom bensin itu dan TPI juga mengambil garis pantai. Jadinya yah merusak ekosistem pesisir. Mangrove juga banyak dipotongin untuk bangun villa dan jetty.”
61
Westmacott et al. (2000) dalam Wahyudiono (2009) menjelaskan beberapa parameter yang mempengaruhi kerentanan terumbu karang, antar lain pembangunan pesisir untuk perumahan, resort, hotel, industri, pelabuhan dan pengembangan marina seringkali menyebabkan reklamasi pengerukan tanah. Kegiatan ini mengakibatkan sedimentasi sehingga mengurangi cahaya masuk ke laut dan menutupi karang dan menimbulkan kerusakan fisik langsung bagi terumbu karang. Kegiatan pembangunan ini tidak hanya berdampak bagi perubahan lingkungan alam, tetapi juga berdampak bagi nelayan. Berubahnya kepemilikan lahan dari masyarakat lokal menjadi milik investor dan pihak asing akan mempengaruhi ruang gerak nelayan dalam melakukan kegiatannya. Lahan atau pulau yang telah menjadi milik para investor biasanya tidak bisa dimasuki nelayan lagi tanpa seijin pihak investor tersebut. Aksesibilitas sosial ekonomi nelayan yang berkaitan dengan modal fisik sering kali menjadi terganggu. Modal fisik yaitu keberadaan pangkalan pendaratan ikan yang berfungsi untuk tempat pendaratan kapal ikan, tempat memperbaiki jaring, tempat pelelangan dan penjemuran ikan dan berbagai hal lainnya yang bertujuan memudahkan nelayan dalam bekerja. Lingkup modal fisik nelayan akan semakin sempit karena lahan tersebut difungsikan sebagai tempat pembangunan sarana pariwisata. Tentu saja hal ini akan mempengaruhi aktivitas nelayan. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan di Karimunjawa, ternyata mereka merasa tidak terganggu dengan adanya perkembangan sarana pariwisata di daerah mereka, seperti yang diungkapkan seorang ketua kelompok nelayan, MT (51).
“Kita sebagai nelayan sebenarnya tidak merasa terganggu sama kegiatan wisata ini. Semuanya sudah punya zona masing-masing. Kalo nangkap ikan, nelayan melaut sampai jauh, wisatawan tidak mungkin sampai ke sana. Ikanikan yang ada di zona wisata juga kecil-kecil ukurannya. Di sini ikan yang baru ditangkap langsung di setor ke juragan. Kapal yang dipakai nelayan melaut juga banyak yang dipakai jadi kapal carteran (sewaan). Jadi pelabuhannya juga sama.” Modal fisik nelayan antara lain melabuhkan kapal, menjual atau menjemur ikan ataupun memperbaiki jaring ternyata tidak terganggu dengan adanya
62
pengembangan pembangunan pariwisata. Hal ini dikarenakan kapal yang digunakan untuk menangkap ikan, juga digunakan untuk kapal sewaan bagi wisatawan. Pelabuhan untuk pendaratan kapal berbeda untuk pelabuhan pendaratan kapal penumpang. Selain itu, nelayan juga bisa menggunakan pantai yang berada di dekat rumah mereka untuk melabuhkan kapalnya. Nelayan juga tidak terganggu aktifitasnya dalam menjual ikan karena ikan yang diperoleh nelayan langsung dijual kepada juragan ikan, bukan menjualnya melalui pelelangan. Desa Karimunjawa memang memiliki TPI, namun sekarang tidak beroperasi lagi karena kekurangan dana dan nelayan memang lebih suka menjual kepada juragan mereka. Nelayan Karimunjawa juga tidak lagi menjemur ikan, karena harga ikan yang basah lebih mahal daripada ikan yang kering. Pembangunan sarana pariwisata yang berada di Desa Karimunjawa memang tidak mengganggu modal fisik nelayan, berbeda dengan pulau yang telah dijadikan resort. Sebelum adanya resort tersebut, nelayan masih bebas mendaratkan kapalnya di pulau tersebut. Namun, setelah adanya pulau yang dijadikan resort, maka nelayan tidak bisa bebas lagi melabuhkan kapalnya di pulau tersebut. Nelayan harus membayar Rp20.000,- atau sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh pemilik resort kepada setiap kapal yang berlabuh di pulau mereka. Berdasarkan hasil transek di Desa Karimunjawa terlihat bahwa wilayah ini sudah memiliki sarana wisata yang menjadi potensi untuk pengembangan pariwisata. Akan tetapi ada sebuah masalah yang mencuat yaitu sampah yang berserakan. Desa tersebut tidak memiliki tempat pembuangan sampah sehingga masyarakat langsung membakar sampah-sampah tersebut. Berbeda dengan bagian desa sebelah barat, masyarakat malah membuang sampah kelaut. Bahkan masih ada penduduk yang membangun jamban di tepi laut.
Sampah yang berada di sekitar pantai yang
merupakan limbah pengunjung hanya dibiarkan begitu saja karena tidak tersedianya petugas kebersihan pantai. Namun responden nelayan pariwisata sudah semakin sadar bahwa kebersihan merupakan hal yang harus dijaga untuk memberikan kenyamanan kepada wisatawan.
63
Selain karena kesadaran penduduk akan pentingnya kebersihan di desa pariwisata, juga dikarenakan oleh desa tersebut sering dijadikan tempat kunjungan mahasiswa yang melakukan penelitian atau praktek. Mahasiswa sering membuat program tentang kebersihan dan menyediakan tempat sampah bagi masyarakat. Kondisi di lapangan memperlihatkan bahwa halaman sekitar rumah nelayan memang bersih, namun hal ini berbeda dengan kondisi jalan di beberapa tempat. Sampahsampah masih dibiarkan menumpuk di sisi jalan dan juga di selokan. Semua responden mengatakan bahwa di Desa Karimunjawa belum pernah terjadi bencana alam yang disebabkan oleh sampah, banjir, longsor ataupun tsunami. Hal ini juga terjadi karena kondisi topografinya yang berupa perbukitan dan sebagian kecil datar, sehingga daerah genangan banjir praktis tidak ada.
5.5
Daya Dukung Kawasan untuk Kegiatan Wisata Daya dukung lingkungan pesisir juga sangat perlu diperhatikan karena
lingkungan pesisir sangat rentan terhadap kegiatan manusia. Daya dukung untuk kegiatan pariwisata di suatu kawasan terdiri atas beberapa aspek baik daya dukung biofisik, lingkungan, sosial, keamanan, maupun daya dukung fasilitas sarana dan prasarana pariwisata (Ramli 2003). Daya dukung ekologis adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditanggung lanskap yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada manusia dan alam. Daya dukung ekologis disesuaikan dengan karakteristik sumberdaya dan peruntukan seperti daya dukung wisata snorkeling ditentukan oleh sebaran dan kondisi terumbu karang (Khaerunnisa 2011). Daya dukung setiap kawasan tentunya berbeda antara satu kawasan dengan kawasan lainnya dan mempengaruhi kegiatan apa yang dikembangkan. Analisa daya dukung kawasan Desa Karimunjawa yang diperuntukkan bagi kegiatan pariwisata, berdasarkan pengamatan dilapangan sangat ditentukan oleh kondisi fisik pulau. Daya dukung bisa dilihat dari panjang pantai pasir untuk kegiatan rekreasi dan ketersediaan air bersih (air tawar). Faktor lain adalah sarana dan prasarana seperti jalan, akomodasi, hiburan, sarana angkutan dan lain-lain.
64
5.5.1
Panjang Pantai Berpasir Pulau Karimunjawa dan pulau-pulau yang ada di sekitarnya dikelilingi oleh
pantai berpasir dan sangat sesuai untuk kegiatan pariwisata pantai. Kondisi pulaupulau ini lumayan bersih karena adanya penjaga pantai yang selalu membersihkan pulau walaupun masih ada juga terdapat sampah dari daun ataupun ranting-ranting pohon yang ada di pulau. Pantai ini sering dijadikan tempat berjemur dan berenang oleh wisatawan. Kadang di pulau ini, wisatawan juga sering membakar ikan. Ketersediaan data tentang panjang pantai berpasir digunakan untuk memperkirakan daya tampung wisatawan per satuan luas dan waktu berdasarkan kebutuhan ruang setiap wisatawan. Berdasarkan penelitian Aryono (2003) diketahui bahwa panjang pantai berpasir di Pulau Karimunjawa adalah 2.500 m. Data ini berdasarkan asumsi pantai digunakan dalam waktu 365 hari dalam setahun, maka estimasi daya dukung terhadap wisatawan dapat dilihat pada pada Tabel 10.
Tabel 10. Estimasi Daya Dukung Wisatawan Berdasarkan Panjang Pantai Berpasir Kelas Pariwisata Daya Dukung per Hari Estimasi Daya Dukung per Tahun Rendah (Ekonomi) 250 91.250 Menengah 175 – 187 63.875 – 68.437 Mewah 125 – 150 45.625 – 54.750 Istimewa 75 – 87 27.375 – 31.937 Berdasarkan Tabel 10 di atas diketahui bahwa estimasi kelas rendah sekitar 91.250 per tahun. Estimasi daya kawasan untuk kegiatan wisata tersebut dimaksudkan untuk mengetahui kunjungan wisatawan yang sudah ada selama ini masih bisa diterima oleh kawasan Pulau Karimunjawa atau tidak. Jumlah kunjungan wisatawan sejak tahun 2007-2011 sekitar 67.278 orang dengan rata-rata kunjungan per tahun 13.456 orang. Jika dibandingkan dengan estimasi daya dukung istimewa, maka belum terjadi kelebihan jumlah pengunjung wisatawan dari tahun 2007-2011.
65
5.5.2 Penginapan Ketersediaan penginapan adalah hal yang sangat dibutuhkan oleh wisatawan yang ingin berkunjung ke Karimunjawa karena wisatawan pasti menginap jika berkunjung ke daerah tersebut. Suatu penginapan letaknya harus strategis, aman, nyaman, indah, dekat dengan kawasan objek wisata dan juga fasilitas umun lainnya. Luas lahan akomodasi sangat terkait dengan luas kawasan tersebut. Penyebaran penginapan di Desa Karimunjawa belum merata. Sebagian besar terkonsentrasi di sebelah timur sampai ke bagian tengah desa karena di sebelah timur terletak pelabuhan penumpang dan di bagian tengah adalah pusat desa. Berdasarkan penelitian Aryono (2003), estimasi daya tampung wisatawan berdasarkan luas lahan untuk akomodasi di Pulau Karimunjawa adalah 30 ha dengan daya tampung 330-3000 orang. Karimunjawa dapat menampung 3000 orang untuk kelas rendah ke menengah dan 330 orang untuk kelas tinggi, bila diasumsikan tingkat penggunaan 100 persen dengan intensitas 365 hari dalam setahun maka kapasitas tampung penginapan Pulau Karimunjawa untuk kelas rendah tinggi adalah 120.450 dan kelas rendah adalah 1.065.000. Berikut akan disajikan data ketersediaan penginapan di Karimunjawa.
Tabel 11. Ketersediaan Penginapan di Desa Karimunjawa Tahun 2012 Parameter Faktor Pembatas Jumlah penginapan 30 unit Jumlah kamar 244 Kapasitas 512 orang Tabel 11 di atas menunjukkan bahwa penginapan yang tersedia jumlahnya masih belum memadai jika dibanding dengan daya dukung wisatawan. Jumlah penginapan yang belum memadai ini menyebabkan wisatawan sering tidak mendapatkan penginapan jika mereka berkunjung ketika hari libur panjang tiba. Bahkan sering juga satu kamar melebihi jumlah kapasitas tampungnya. Ada juga wisatawan yang harus membatalkan kunjungan wisata mereka ke Karimunjawa karena penginapan sudah penuh. Wisatawan yang datang memang harus menginap di
66
Pulau Karimunjawa karena keterbatasan kapal penyeberangan. Apabila wisatawan ingin berkunjung, maka mereka harus memesan penginapan jauh sebelum mereka melakukan perjalanan wisata tersebut.
5.5.3
Kebutuhan Air Bersih Ketersedian air bersih merupakan hal yang sangat penting dalam kawasan
wisata pantai, dimana rata-rata suhu yang tinggi membuat kebutuhan air bersih semakin tinggi. Sumber mata air yang ada di Desa Karimunjawa berasal dari tiga mata air, yaitu di Legon Lele, Cikmas dan Nyamplungan dan terdapat 23 sumur galian. Mata air tersebut memiliki debit 2 m³/detik. Sebenarnya terdapat 5 mata air di Desa Karimunjawa, namun hanya tiga mata air yang yang dimanfaatkan. Sedikitnya penampungan air yang tersedia membuat air tidak terlalu melimpah namun masih cukup untuk kebutuhan. Masyarakat akan mengalami masalah kekurangan air apabila musim kemarau tiba atau saat kunjungan wisatawan meningkat. Aturan WHO menyatakan bahwa kebutuhan air di Indonesia adalah 60 liter/kapita/hari. Air bersih dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga dan konsumsi. Apabila merujuk pada jumlah penduduk Karimunjawa yang berjumlah 4.996 orang dengan total 1.550 rumah tangga pada tahun 2011, maka kebutuhan air bersih penduduk di Desa Karimunjawa di kawasan ini adalah sekitar 299.760 liter/hari.
5.6.
Kondisi Umum Perikanan di Desa Karimunjawa Pendaratan ikan yang keluar dari Karimunjawa umumnya dikategorikan
menjadi tiga kelompok, yaitu ikan segar, teri kering dan ikan hidup. Setiap jenis ikan masing-masing memiliki musim tangkap. Musim ikan tenggiri terjadi pada bulan November, musim ikan sulir pada bulan Januari dan Oktober, musim ikan teri pada bulan Juli sampai September, musim cumi pada bulan Mei-Juni dan Oktober, sedangkan musim ikan tongkol adalah bulan Desember. Walaupun memiliki musim tangkap, namun nelayan bisa melaut sepanjang tahun kecuali terang bulan karena
67
setiap bulan ada jenis-jenis ikan yang melimpah jumlahnya untuk ditangkap. Produksi ikan yang keluar dari Karimunjawa dapat dilihat pada Tabel 12 dibawah ini.
Tabel 12. Produksi Ikan yang Keluar dari Karimunjawa (Melalui Dermaga Rakyat dan Dermaga Perintis) Tahun 2006-2010 No Jenis ikan Produksi Ikan (kg) 2006 2007 2008 2009 2010 1 Ikan segar: 63.920 44.426 64.468 53.358 99.060 Tongkol 64.825 60.144 66.701 27.303 36. 792 Tenggiri 14.020 2.800 78.611 76.092 5.399 Cumi-cumi 75.700 32.767 37.923 44.961 10.746 Badong 830 750 540 - 49.818 Kakap merah 206.050 111.972 266.181 82.722 190.187 Ekor kuning 18.080 2.650 13.200 Manyun 100.350 52.215 108.105 101.057 26.869 Campur Jumlah 543.575 2 Teri kering 10.350 3. Ikan hidup 4.688,9 Sunuk 5.513,6 Kerapu 416,3 Lobster Jumlah 10.617.8 Jumlah 564.542,8 Sumber: DKP Karimunjawa 2011
307.721 635.729 385.498 418.871 362.830 65.125 5.665.625 82.871 5.232 3.577 4.997,6 4.011 80 302 10.309,6 7.890 399.345,6 708.744
2.398,3 11.151 5.329,9 265 6.378,7 11.151 66.889,9 512.897
Tabel 12 menunjukkan bahwa jumlah tangkapan selama lima tahun terakhir mengalami fluktuasi. Produksi ikan segar didominasi oleh ikan ekor kuning sedangkan produksi ikan hidup didominasi oleh kerapu. Sebanyak 55,8 persen jumlah ikan yang ditangkap berasal dari alat tangkap muroami, 24 persen berasal dari alat tangkap jaring pocong. Kedua alat tangkap ini juga memiliki target yang sama, yaitu ikan ekor kuning. Kedua alat tangkap ini menyebabkan kerusakan terumbu karang dan menurunkan hasil tangkap nelayan tradisional karena sebagian besar alat tangkap ini beroperasi di daerah paparan terumbu karang. Dalam satu kali operasi muroami, luas rata-rata daerah yang disapu oleh para penyelam dalam menggiring ikan sampai ke jaring kantong adalah 2,4 ha. Selama proses penangkapan tersebut, nelayan
68
penyelam tidak hanya berenang tetapi juga berjalan di atas karang sehingga menyebabkan kerusakan karang. Selain merusak ekosistem, alat ini juga berpotensi atau bahkan sudah menguras stok sumberdaya ikan di perairan Karimunjawa. Nelayan Karimunjawa umumnya menjual 90 persen hasil tangkapan mereka ke pedagang atau tengkulak setempat dan 10 persen lainnya digunakan untuk konsumsi pribadi. Ikan-ikan yang berukuran besar akan dijual kepada juragan. Ikanikan yang kecil akan dikonsumsi atau dijual ke pasar. Ikan yang dijual ke pasar akan dibeli oleh pedagang makanan untuk diolah dan dijual kepada wisatawan. Jenis-jenis ikan ekor kuning dan tenggiri dijual ke pedagang penampung di Desa Karimunjawa untuk kemudian dikirim ke Jepara. Kapal-kapal yang ada di Karimunjawa ukurannya kecil, yaitu < 5 GT. Setiap kapal mempunyai alat tangkap lebih dari satu jenis, tetapi yang paling dominan adalah alat pancing tonda (trolling) dan branjang. Pengoperasiannya tergantung musim. Alat tangkap yang digunakan nelayan Karimunjawa menurut Data Statistik Kecamatan Karimunjawa tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini.
Tabel 13. Alat Tangkap Ikan di Karimunjawa Tahun 2010 No Alat Tangkap Ikan Jumlah Masa operasi (unit) 1 Pancing tonda (trolling) 932 Juni-September 2 Jaring insang 168 September-November 3 Branjang 115 Juni-Agustus 4 Bubu 573 Sepanjang musim 5 Panah (Speargun) 17 Sepanjang musim 6 Muroami 3 September- Desember Sumber: DKP Karimunjawa 2011
Jenis Ikan Tangkapan Tongkol Ekor kuning Teri Ikan karang Ikan karang Ekor kuning
Tabel 13 menunjukkan bahwa setiap jenis ikan memiliki alat tangkap yang berbeda. Pancing tonda banyak digunkan untuk menangkap tongkol dan tenggiri. Pada umumnya, nelayan tonda menangkap ikan setiap hari (malam-pagi) pada saat musim tangkap atau sekitar 26 hari dalam satu bulan musim tangkap. Jumlah tenaga kerja dalam satu kapal motor adalah satu hingga dua orang. Jaring insang adalah alat tangkap berbentuk empat persegi panjang dengan panjang 300-500 m dilengkapi
69
dengan pelampung, pemberat ris dan ris ke bawah. Besar mata jaring disesuaikan dengan sasaran tangkap. Nelayan melabuhkan jaringnya di dasar, lapisan tengah maupun dibawah lapisan atas kolam perairan. Nelayan Karimunjawa juga menggunakan branjang yang berukuran 9x9 m. Penangkapan dengan branjang hanya dilakukan pada malam hari dengan menggunakan lampu untuk menangkap ikan teri. Bubu merupakan alat tangkap berupa jebakan yang terbuat dari anyaman bambu. Bubu dipasang disekitar perairan karang atau di antara karang-karang. Pengambilan tangkapan dilakukan dua sampai tiga hari setelah bubu dipasang. Nelayan juga menggunakan panah sebagai alat tangkapnya yang waktu penangkapannya dilakukan pada malam hari. Nelayan menggunakan bantuan kompressor sebagai sumber oksigen. Dalam satu armada penangkapan jumlah nelayan berkisar 4-6 orang. Alat tangkap lainnya adalah muroami, yang sudah dilarang pemakaiannya karena merusak karang dan terjadinya overfishing. Sejak maraknya penangkapan ikan dengan muroami oleh masyarakat, jumlah ikan semakin menurun karena alat tangkap ini mengangkut semua jenis ikan, baik kecil maupun yang besar. Nelayan di luar Karimunjawa juga pernah ikut merusak karang dan ikan. Mereka menggunakan jaring cantrang. Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan kimia dan bahan peledak juga pernah digunakan nelayan sehingga karang menjadi rusak, air menjadi tercemar dan ikan juga ikut mati. Untuk mencegah bertambahnya kerusakan yang terjadi, maka pada tanggal 2 Agustus tahun 2010, Bupati Jepara mengeluarkan Surat Edaran untuk Kecamatan Karimunjawa tentang larangan pemanfaatan sumberdaya ikan dengan cara-cara yang dapat merusak ekosistem. Setiap orang yang melanggar peraturan tersebut akan di denda atau dipenjara.