75
BAB V KESIMPULAN
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui inti dari proses integrasi antara imigran dengan masyarakat asli Freiburg, bagaimana para imigran memulai proses integrasi tersebut, dengan apa, dan bagaimana hasilnya. Untuk menuliskan hal tersebut, terdapat tiga pertanyaan turunan, pertama adalah ‘apa itu kursus integrasi?’, ‘bagaimana persepsi imigran terhadap kursus integrasi?’ dan ‘apa manfaat kursus integrasi?’ Ketiga pertanyaan tersebut mengantarkan penulis pada deskripsi kursus integrasi kemudian persepsi para imigran tentang kursus integrasi hingga mengetahui apa yang menjadi titik sentral proses integrasi di Freiburg. Jerman sebagai sebuah negara maju, menjadi persinggahan banyak orang yang berasal dari berbagai negara di dunia, terutama dari negara dunia ketiga. Untuk itu pemerintah Jerman menyiasati berbagai cara untuk mengakomodasi para imigran yang berada di wilayahnya, mulai dari kebutuhan sehari-hari mereka, hingga pekerjaan dan pendidikan bagi mereka. Namun yang menjadi permasalahan utama adalah para imigran tidak bisa langsung terintegrasi ke dalam kehidupan masyarakat Jerman. Demi mendukung proses integrasi antara imigran dengan masyarakat Jerman, pemerintah Jerman di samping membuat banyak perangkat hukum dalam bidang keimigrasian, pemerintah juga menyelenggarakan kursus integrasi bagi para imigran. Kursus integrasi sendiri merupakan sebuah kurikulum pelajaran bahasa Jerman bagi orang asing, khususnya imigran yang berada di Jerman. Kursus ini
76
dapat diselenggarakan oleh lembaga kursus bahasa manapun yang tertarik menyelenggarakan kursus ini. Target dari kursus ini adalah orang asing atau imigran yang berada di Jerman dengan tujuan membantu mereka untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi mereka dengan orang-orang asli Jerman dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Selain kursus integrasi umum, ada pula kursus integrasi spesial yang diadakan untuk para imigran berkebutuhan khusus, seperti kursus integrasi wanita, pemuda, literasi, orang tua dan lainnya. Freiburg sebagai kota kecil di bagian selatan Jerman, memiliki banyak imigran yang hidup di sana. Untuk tetap bertahan hidup dan berkomunikasi dengan lingkungan mereka, para imigran mengikuti kursus integrasi. Mereka datang dari berbagai macam latar belakang; mulai dari calon mahasiswa atau pelajar, penjaga toko, ibu rumah tangga hingga pekerja sosial. Perbedaan latar belakang ini juga membuat perbedaan tujuan mereka mengikuti kursus integrasi. Bagi calon pelajar, mereka mengikuti kursus integrasi supaya dapat melanjutkan pendidikannya di Jerman. Bagi para pekerja, mereka mengikuti kursus ini supaya bisa memiliki posisi yang diinginkan dengan upah yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Bagi para ibu rumah tangga, kebanyakan dari mereka mengikuti kursus integrasi hanya sekedar mengisi waktu luang sambil mengasah kemampuan berbahasa mereka. Di dalam kursus integrasi, para imigran memulai proses integrasi mereka di Freiburg, Jerman. Di sana mereka berlatih bahasa secara intensif, mulai dari berbicara, menulis, membaca, dan mendengarkan. Dengan adanya kursus integrasi, para imigran berinteraksi tidak hanya dengan sesama imigran yang berasal dari
77
negera yang sama, tetapi juga mulai berani berinteraksi dengan imigran dari negara lain, dan yang terpenting dengan masyarakat asli Jerman. Di kursus integrasi itu juga, para imigran mendapatkan banyak teman, dan setelah lulus dari kursus tersebut mereka mendapatkan pekerjaan dan pendidikan yang lebih baik. Dari fakta di atas, kursus integrasi menuai persepsi positif bagi para imigran. Kesulitan-kesulitan yang mereka rasakan sebelum mengikuti kursus mulai berkurang saat mereka sudah mulai belajar di kursus integrasi. Di samping itu, pemerintah memberikan subsidi untuk biaya kursus hampir 90% khusus bagi para imigran. Dengan begitu, para imigran sangat tertarik dengan kursus ini. Persepsi positif juga datang karena titik utama dari kursus ini adalah mempelajari bahasa Jerman, bagi para imigran maupun orang Jerman sendiri mengakui dan merasakan bahwa hanya dengan bahasa, para imigran dapat berintegrasi penuh dengan masyarakat lokal di sana. Dengan melihat perubahan praktik kehidupan para imigran setelah mengikuti kursus integrasi, ternyata bahasa menjadi kekuatan utama dalam kursus integrasi. Penulis menggambarkan dinamika perubahan tersebut dalam empat hal: (1) Imigran memiliki keberanian berinteraksi. Kemampuan dalam berbahasa dapat membentuk cara pandang baru bagi seseorang dalam memandang orang lain, serta memosisikan diri di hadapan masyarakat, (2) Imigran dapat melanjutkan pendidikan dan pekerjaan ke tingkat lebih tinggi. Kemampuan dalam berbahasa juga menentukan potensi tertentu bagi individu atau kelompok untuk meraih atau mengatur besar tidaknya mobilitas sosial yang dapat terjadi. (3) Imigran mempunyai bargain power lebih tinggi dari sebelumnya terkait dengan akses
78
kesejahteraan. Kemampuan dalam menguasai suatu bahasa dapat secara langsung mempengaruhi potensi seseorang untuk mengakses pilihan-pilihan akan situasi ekonomi tertentu. (4) Imigran mengerti perannya sebagai penduduk di Jerman. Kemampuan dalam berbahasa ini menjadi landasan bagi individu-individu untuk berefleksi dan berkomunikasi dalam menentukan identitas dan tindakan. Apa yang dilakukan imigran dalam keterlibatannya di kursus integrasi, sebagai ruang pelatihan yang berbasis bahasa, memang melahirkan kondisi integrasi yang sebenarnya. Penulis melihat bahwa sentralitas proses tersebut adalah wacana untuk penguasaan bahasa. Keempat hal yang penulis kemukakan tersebut adalah bukti bahwa penentu dinamika perubahan yang terjadi pada para imigran setelah mengikuti kursus integrasi adalah pada bahasa. Konsep bahasa sebagai titik sentral ini juga memiliki makna bahwa bahasa, selain sebagai penanda kebudayaan dan alat komunikasi, adalah satu kompleksitas yang melahirkan kekuatan tertentu bagi individu atau kelompok, serta mengemukakan pengetahuan tertentu mengenai relasinya dengan perubahan praktik di kehidupan imigran Lebih jauh, bahasa dalam kursus integrasi memiliki peran yang lain. Bahasa memiliki power dalam berbagai macam hal. Seperti yang dikatakan Anderson (1990), bahwa power andalan sebuah relasi, di mana salah satu pihaknya memerintahkan sesuatu, kemauan atau ketidakmauan dan keinginan yang lain (Anderson, 1990: 21). Power juga dapat berasal dari mana saja, seperti teknologi, status sosial, bahasa dan lainnya. Bagi pemerintah Jerman, kursus integrasi bukan hanya ruang untuk memperkenalkan bahasa Jerman kepada para imigran. Kursus integrasi mewacanakan bahasa sebagai kekuatan bagi pemerintah untuk
79
menanamkan keteraturan para imigran. Pemerintah sadar, bahwa dengan menguasai bahasa Jerman, imigran secara otomatis mengerti cara pikir orang Jerman, dan harapannya mereka akan lebih cepat berintegrasi. Selain itu, pemerintah lewat bahasa juga memiliki kekuatan untuk mengubah potensi sumber daya manusia yang dimiliki para imigran menjadi lebih baik.