BAB V KESIMPULAN
Rencana Iran menjadi tuan rumah KTT Non Blok mendapat perlawanan dari AS dan Israel. Kedua negara secara nyata mengajak negara anggota Non Blok untuk tidak hadir dalam agenda tersebut, atau melakukan boikot. Kedua negara ini melakukan boikot karena menganggap Iran merupakan negara yang termasuk bagian dari “the Axis Evil”. Negara yang selalu menyerang dan melawan kepentingan AS dan Israel. Maka tidak heran konfrontasi antar kedua pihak merupakan hal yang biasa terjadi, baik Iran dengan AS, Iran dengan Israel. Sehingga sudah seharusnya diisolasi dari pergaulatan internasional, salah satunya dengan menggagalkan keinginan Iran untuk menjadi tuan rumah. Seruan AS dan Israel tidak mendapat tanggapan positif. Kuantitas peserta yang hadir tercapai secara maksimal, 120 anggota GNB hadir di Iran. Terdiri dari 112 anggota tetap, dan peserta peninjau. Dan dilihat dari apresiasi keinginan para kepala negara untuk memberi pidato pada agenda tersebut cukup banyak, melebihi kuota yang semestinya. Hanya 30 kepala negara yang diperbolehkan berpidato dalam forum tersebut, jumlah pendaftar mencapai 40 kepala negara. Tanggapan negative terhadap seruan AS dan Israel bukan hanya datang dari anggota GNB, namun juga berlaku bagi Sekretaris Jendral PBB. Ban Kimoon juga mendapat larangan dari AS dan Israel untuk tidak mengikuti forum GNB di Iran. Faktanya, Ban Kimoon datang langsung dalam forum tersebut. Bahkan memberikan 86
pidato serta bertemu secara langsung dengan pimpinan tertinggi Iran Ayatullah Ali Khomaini. Pertemuan tersebut lebih spesifik membicarakan upaya dialog yang harus dilakukan Iran dengan negara di Timur Tengah dalam rangka mewujudkan zona damai. Keberhasilan Iran untuk menepis isu boikot dari AS dan Israel, serta berlangsungnya KTT Non Blok dengan lancar tentu perlu diteliti lebih dalam. Penelitian yang secara komprehensif melihat KTT Non Blok sebagai sebuah proses yang membutuhkan kepercayaan dari anggota GNB sendiri. Gerakan Non Blok sendiri didirikan sebagai wadah bersama negara-negara post kolonial. Negara yang mayoritas merupakan negara bekas jajahan negara-negara Barat. Non Blok juga dijadikan sebagai basis utama perjuangan dalam mewujudkan tatanan negara yang berkeadailan. Maka dalam beberapa tahun awal GNB menjadi bahan pembicaraan bagi Negara Barat, sebab dianggap sebagai sebuah ancaman bagi eksistensi imprealisme model baru. Gerakan Non Blok hari ini memang berbeda dari dulu, namun setidaknya GNB masih tetap eksis, dan mempunyai semangat perjuangan dalam menentukan arah dunia kedepanya. Maka keberadaan menjadi tuan rumah GNB mempunyai arti penting bagi Iran. Sebab, dapat dipastikan negara yang menjadi tuan rumah akan sekaligus menjadi ketua GNB. Maka dengan posisi ini, bagi Iran ini merupakan kesempatan berarti di tengah embargo dan sanksi dari AS, DK PBB dan Uni Eropa. Dalam penelitian ini, penulis melihat Iran telah beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah Iran untuk mewujudkan KTT Non Blok yang tertib. Cara yang dilakukan 87
Iran lewat diplomasi yang masif dengan anggota Non Blok. Diplomasi yang dibangun dengan fondasi yang kokoh. Menurut G. R Barridge, Diplomasi dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu, 1. Direct tellecomunication, 2. Bilateral Diplomacy, 3.Multilateral Diplomacy, 4.Summitry, 5.Mediation. Proses pertama dilakukan Iran dengan menemui para perwakilan anggota GNB selama berlangsungnya agenda. Seperti yang dilakukan oleh Ayatullah Khomaini, Ahmadijenad dan Menteri Ali Akbar Salehi. Pertemuan tersebut tidak hanya terjadi secara intensif selama berlangsungnya KTT, tapi juga sudah dilakukan dalam beberapa pertemuan baik di Iran maupun di negara yang menjadi tempat berkunjung. Proses kedua dibangun dengan mendirikan kantor kedutaan besar maupun perwakilan diplomatik di berbagai negara. Dan sudah ada sejak beberapa tahun lalu. Sehingga komunikasi yang aktif melalui perwakilan diplomatik juga mempermudah Iran dalam menjalankan tugasnya sebagai tuan rumah. Ketiga, komunikasi yang aktif dalam forum-forum organisasi internasional juga merupakan bagian dari diplomasi multilateral. Di forum GNB, Iran aktif sebagai bagian dari anggota, komunikasi ini dilakukan dengan melakukan pendekatan kebeberapa negara dalam menanggapi isu yang diangkat selama berlangsungnya KTT. Keempat, diplomasi yang dilakukan Iran juga terjadi dalam beberapa pertemuan dalam forum internasional. Keikutsertaan Iran merupakan salah satu
88
wujud nyata dalam perjalanan diplomasi. Dengan turut hadir pertemuan Non Blok, baik tingkat menteri ataupun kepala negara. Iran menjalankanya diplomasi dengan memberikan tugas dan wewenang terhadap para pemimpinya.Upaya Iran setidaknya hal ini tecermin dari beberapa hal. Pertama, di tingkatan presiden, Ahmadinejad telah melakukan kunjungan ke beberapa negara dari berbagai belahan dunia. Terutama dengan negara yang notabenenya memiliki sejarah buruk dengan Iran. Kedua, di tingkatan menteri beberapa perdana menteri Iran ikut aktif dalam menjalin hubungan dengan negara anggota GNB. Mereka terselibat aktif dalam mempromosikan Iran sebagai negara yang damai. Ketiga, di tingkatan rahbar, Ali Khomaini ikut berpartisipasi dalam membangun dialog strategis dengan negara anggota GNB. Dalam menepis isu Iran sedang memproduksi senjata pemusnah masal para kepala negara yang hadir dalam KTT diajak untuk melakukan kunjugan langsung ke beberapa pembangkit reaktor nuklir Iran. Seperti yang terjadi di Natanz, beberapa negara diberikan waktu untuk melihat upaya pembautan reaktor nuklir baut kepentingan kesehatan. Upaya diplomasi yang dilakukan Iran berhasil membawa KTT Non Blok dalam sebuah deklarasi yang disebut “Deklarasi Teheran”. Deklarasi ini berisikan pernyataan bersama anggota Non Blok dalam menghadapi berbagai isu global. Deklarasi ini juga menjadi pertanda bahwa Iran sebagai ketua Non Blok harus berupaya penuh dalam menjalankan isi deklarasi tersebut.
89
Poin-poin yang termaktub dalam deklarasi Teheran bersikan tentang revitalisasi dalam tubuh system organisasi internasional, terutama PBB dan IMF. Kedua lembaga ini dianggap terlalu mendikte negara-negara dunia ketiga. Sehingga diperlukan proses pengambilan keputusan yang berbeda dari biasanya. Dimana otoritas utama PBB sebenarnya terletak pada lima negara. Deklarasi Teheran juga menguatkan kembali sikapnya yang anti terhadap segala bentuk penjajahan, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemerdekaan sebuah bangsa. Termasuk memberikan dukungan penuh berdirinya Negara Palestina di dunia. Disamping nilai kemerdekaan, segala bentuk tindakan rasis juga kembali diangkat agar tidak kembali lagi, sebab semua itu berakar pada nilai-nilai HAM. Diantara poin-poin yang tertera diatas maka sebenarnya yang menjadi puncak keberhasilan Iran adalah dukungan terhadap nuklir damai. Nuklir damai, adalah nuklir yang digunakan untuk kepentingan sipil. Maka selama Iran menggunakan nuklir dengan tujuan diatas maka anggota Non Blok akan mendukung kebijakan tersebut. Serta menolak segala bentuk sanksi yang tidak bersumber pada nilai-nilai persamaan seluruh negara. Tindakan sewenang-wenang dalam memberikan sanksi bagi negara tertentu merupakan hal yang tidak dibenarkan. Maka GNB mengkritik sikap negara -negara barat yang cendrung begitu mudah memberikan sanksi, tanpa membertimbangkan secara matang efek buruk dari sanksi tersebut. Dalam hal ini adalah Iran. Deklarasi Teheran juga menekankan arti penting pembrantasa terorisme. Dari semua proses
90
yang dilakukan Iran maka dapat diketahui bahwa Iran setidaknya telah berhasil menyelenggarakan KTT dengan baik.
91