BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan
pada bab sebelumnya, maka penulis mengambil beberapa kesimpulan terkait
penerapan PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap di Lingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang dilakukan penelitian pada obyek LKPD Tahun Anggaran 2006 s.d 2010, adalah sebagai berikut: 1.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada umumnya sudah menerapkan hampir sepenuhnya Pengelolaan Aset Tetap berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan pada PSAP No. 07 tentang Akuntansi Aset Tetap. Namun ada yang belum diterapkan sesuai SAP yakni mengenai pengukuran berikutnya terhadap pengakuan awal yang terdiri dari Penyusutan (Depreciation) dan Penilaian Kembali Aset Tetap (Revaluation)
serta
Kapitalisasi
Belanja
menjadi
Aset
Tetap.
Penyusutan tidak dilakukan dikarenakan tidak adanya kebijakan dari pemerintah mengenai hal tersebut, sedangkan penilaian kembali aset tetap sesuai PSAP No.07 Paragraf 58 tidak diperkenankan karena SAP menganut penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran, penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional. Pada belanja yang dikapitalisasi sebagai aset tetap baru di atur dalam
141
142
Peraturan Gubernur Nomor 66 Tahun 2011 tentang Perubahan
Peraturan Gubernur Nomor 118 Tahun 2009 tentang Kebijakan
Akuntansi Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada Pasal 1 Ayat 1 Sub
Ayat 4a.
2. Pengelolaan
aset
tetap
seperti
pengklasifikasian,
pengakuan,
pengukuran, penilaian, pengeluaran setelah perolehan, penghentian dan
pelepasan (penghapusan) serta pengungkapan aset tetap dalam laporan
keuangan pemerintah daerah sudah sepenuhnya menggunakan teknik pencatatan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan. Teknik pencatatan (akuntansi) aset tetap tersebut di atur dalam Peraturan Gubernur Nomor 118 Tahun 2009 serta perubahannya yakni Nomor 66 Tahun 2011 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sedangkan untuk petunjuk pelaksanaan pengelolaan Barang Milik Daerah itu sendiri di atur dalam Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2010 serta perubahannya yakni Nomor 64 Tahun 2011. Sebelum diterbitkan ke dua Peraturan Gubernur tersebut, yang menjadi pedoman dalam kebijakan akuntansi dan pengelolaan aset tetap (BMD) adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. 3.
Permasalahan
pada
Aset
Tetap
pada
umumnya
merupakan
permasalahan yang hampir tiap tahun terjadi, karena hal tersebut selalu
143
menjadi temuan BPK RI yang tiap tahun permasalahannya hampir sama
yakni, terdapatntya aset tetap yang tidak dapat ditelusuri keberadaannya secara fisik maupun dokumen yang dapat menjelaskan keberadaan aset
tersebut. Namun jika dikelompokkan ada beberapa hal yang mendasar
yang antara lain: Masih terdapatnya tanah berstatus Eigendom
Verponding warisan Belanda yang belum dikonversi ke status tanah
berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria; Terdapatnya aset tetap yang dikuasai secara fisik namun bukti kepemilikannya tidak ada, hal tersebut disebabkan pengarsipan dokumen-dokumen kepemilikan aset tetap tersebut kurang profesional yang menyebabkan dokumendokumen tersebut rusak/hilang atau tidak diketahui keberadaannya; Terdapatanya aset tetap dengan bukti kepemilikan yang sah namum dikuasai oleh pihak lain (warga), seperti sertifikat ganda atas kepemilikan tanah milik Pemerintah; Masih terdapat perbedaan dalam menentukan komponen biaya penunjang ataupun biaya pemeliharaan yang dapat dikapitalisasi menjadi aset tetap; Lemahnya komitmen organisasi perangkat daerah (OPD) sampai unit terkecil dalam menginventarisir aset tetap; Sumber daya manusia (SDM) yang mengelola aset tetap terutama pada tingkat pengurus barang milik Daerah
kurang
profesional
dan
kurang
memadai
dalam
hal
kompetensinya, sehingga berpengaruh pada pencatatan dan pengelolaan aset tetap; dan Sistem Aplikasi antara Pengelola Aset Tetap (ATISISBADA) dengan Fungsi Akuntansi SKPKD (SIPKD) di
144
Pemerintah
4.
Provinsi
Jawa
Barat
belum
terkoneksi,
sehingga
menyebabkan perbedaan dalam pencatatan aset tetap. Untuk pengujian secara statistik dilakukan uji hubungan dan pengaruh
antara Jumlah Aset Tetap dan Total Aset Pemerintah Provinsi Jawa
Barat. Hal tersebut menggambarkan bahwa jumlah aset tetap
merupakan variabel independen yang basicnya adalah Akuntansi Aset
Tetap, sedangkan total aset merupakan variabel dependen yang outputnya adalah kualitas laporan keuangan. Dari hasil uji hubungan Jumlah Aset Tetap dengan Total Aset Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Tahun 2006 s.d 2010) mempunyai nilai korelasi sebesar 0,920. Nilai korelasi bertanda positif yang menandakan bahwa hubungan yang terjadi antara keduanya adalah searah. Dimana semakin tinggi Aset Tetap, maka akan diikuti pula oleh semakin tingginya Total Aset Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan hasil uji signifikansi, diperoleh nilai sebesar 0,027 < 0,05 yang menandakan bahwa hubungan yang terjadi adalah bermakna. Sedangkan pada uji pengaruh antara Jumlah Aset Tetap terhadap Total Aset Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Tahun 2006 s.d 2010) memberikan hasil yang positif dan signifikan, hal ini ditunjukan dengan nilai koefisien determinasi sebesar 84,6%. Sedangkan sisanya sebesar 15,4% merupakan pengaruh variabel lain yang tidak diteliti. Jadi, dapat kita ketahui bahwa hubungan dan pengaruh aset tetap terhadap aset sangat kuat dan signifikan. Jika
145
pengelolaan aset tetap tidak baik maka akan berpengaruh sangat kuat
dan signifikan terhadap baik buruknya kualitas laporan keuangan.
5.2.
Implikasi Dari kesimpulan di atas dapat di telaah implikasinya terhadap kualitas
Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yakni jika Pemerintah
Provinsi Jawa Barat tidak segera membenahi pengelolaan aset tetap secara
profesional, dan tidak menempatkan pengelola barang yang berkualitas serta berkompetensi yang memadai terutama pada lini pengurus barang, maka jangan mengharap Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) dari BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
5.3.
Saran Setelah melakukan penelitian mengenai Evaluasi Penerapan PSAP No.
07 tentang Akuntansi Aset Tetap Serta Implikasinya Terhadap Peningkatan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (LKPD TA 2006 s.d 2010), penulis mengajukan beberapa saran yang diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna bagi pihak-pihak terkait, yang antara lain : 1.
Dengan dikeluarkannya PP RI No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Full Accrual), diharapkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat mampu dan harus sudah siap melakukan penyusutan
146
/depresiasi aset tetap, revaluasi dan kapitalisasi belanja menjadi aset
2.
tetap. Agar akuntansi aset tetap melalui sistem aplikasi berjalan sinergis, maka
harus terintegrasi antara pengelola aset tetap (ATISISBADA) dengan
fungsi akuntansi SKPKD (SIPKD), sehingga tidak menimbulkan
perbedaan pencatatan antara pengelola aset tetap dengan fungsi akuntansi
SKPKD, dalam hal ini adalah Biro Pengelolaan Barang Daerah dan Biro
Keuangan. 3.
Agar Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) lebih dioptimalkan kembali, mengingat aset tetap mempunyai hubungan dan pengaruh yang kuat dan signifikan terhadap aset Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Aset tetap mempunyai nilai materil yang sangat besar dan rawan akan penyimpangan., terutama Tim Penertiban Barang Milik Daerah (BMD) harus mempunyai komitmen tinggi dalam melakukan tugasnya, sehingga penyimpangan dapat dikurangi dan laporan barang milik daerah dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
4.
Perlu dipertimbangkan pula mengenai pembelian aset tetap dengan menggunakan jasa leasing, karena pada aset tetap terutama pada akun peralatan dan mesin, rawan terjadi penyimpangan belanja pemeliharaan yang mengakibatkan terjadinya pemborosan anggaran. Jika dilakukan penelitain terhadap pembelian aset tetap atau jasa leasing, asumsi akan didapat apakah lebih menghemat dengan membeli aset atau dengan jasa leasing.