BAB V KESIMPULAN
Dari seluruh paparan yang telah dibahas sebelumnya,
sampailah pada
kesimpulan. Adapun kesimpulan yang dicapai yakni, berbagai konteks yang mempengaruhi pemikiran Kasimo, latar belakang kehidupan Kasimo, jejak langkah politik Kasimo yang kemudian dibaca sebagai sebuah gagasan atau ide.
A.
Pemikiran Kasimo tentang Nasionalisme-Religius yang ditilik dari pilihan-pilihan politiknya Dari keseluruhan yang telah dibahas tergambar jelas bahwa pemikiran
Kasimo sangat dipengaruhi faktor intenal dan ekternal. Pemikiran Kasimo tentan g nasionalisme-religius adalah pemikiran yang tidak lahir dengan sendirinya. Melainkan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dimaksud meliputi latar belakang keluarganya, pendidikannya, sisi religiusitasnya, serta dinamika karier politiknya yang pada akhirnya membentuk identitasnya menjadi seorang politisi Jawa-Katolik. Satu hal lagi yang khas dari nasionalisme-religius Katolik ala Kasimo bahwa negara dan agama hanya dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan. Untuk itu, negara pada hakekatnya menjamin kebebebasan hak-hak alamiah yang dimiliki setiap warga negaranya, salah satunya menjamin kebebasan beragama. Hal ini menjadi alasan penolakannya terhadap konsepsi presiden pada tahun 1957. Dalam konsepsi tersebut, Kasimo menilai bahwa Soekano telah membuka peluang bagi
Komunis untuk masuk dalam
kursi
pemerintahan. Kasimo pun 135
mengakhawatirkan komunisme akan menghilangkan kebebasan beragams. Secara tidak langsung berdampak pada eksitensi Gereja Katoik terancam. Hal itu merupakan cerminan dari ASG (rerum novarum dan quadragesimo anno). Sementara faktor eksternal mencakup konteks sosial politik budaya ekonomi yang mengiringi perjalanan karier politik Kasimo. Konteks tersebut meliputi
interaksi sosialnya dengan rekan-rekannya ketika masa pendidikan.
Pendidikan merupakan ruang perjumpaan dengan gurunya yang bernama Van lith. Melalui Van lithlah, Kasimo mulai mengenal nilai-nilai nasionalisme dan ajaranajaran politik Katolik. Selain itu, konteks sosial politik budaya ekonomi membawa implikasi pada perubahan pemikiran Kasimo tentang nasionalismenya. Nasionalisme yang mulanya menjadi dasar pembentukan etnic nation bertransformasi menjadi dasar nation-state building. Meskpun begitu nilai-nilai etika (ber)politik selalu dipegang teguh olehnya. Masuk ke dalam
pemikiran nasiolisme-religius
yang digagas oleh;
Kasimo menyangkut tigal hal yakni, pandangannya terhadap
negara-bangsa,
peranan sebagai angggota negara, dan strategi perjuangannya. Bagi Kasimo, bangsa dimaknai secara spiritual sebagai pemberian Tuhan sehingga bangsa lain tidak diperkenankan menduduki negara adalah sarana bagi bangsa untuk mewujudkan tujuan bersamanya. Untuk itu, ia tidak hanya berdiam diri dalam pemikiran-pemikirannya. Bagi Kasimo sebagai seorang Katolik yang sekaligus menjadi warganegara harus bersedia terlibat aktif dalam kehidupan politik praktis, namun syarat dalam 136
kerangka etika-etika Katolik. Salah satunya tunduk pada hierarki Gereja Katolik. Hal itu dilakukan untuk menjaga keutuhan Gereja Katolik yang terdiri dari kaum awam dan hierarki Gereja Katolik. Maka dari itu, tidak jarang bahwa Kasimo rela berkorban dan mengambil keputusan yang bersiko demi kepentingan Gereja dan Negara. Pilihan strategi perjuangan yang ditempuh Kasimo adalah melalui jalan evolusioner. Artinya, setiap langkah yang ia ambil dalam memperjuangankan kemerdekaan bangsa ini selalu berdasarkan ketentuan-ketentuan pemerintah Belanda. Hal itu dipilihnya sebagai konsekuensi berpolitik dibawah bendera Katolik sehingga tidak jarang Kasimo mendapat kritikan dari golongan revolusioner dan tuduhan bahwa dirinya berada di pihak kolonial. Kasimo mewujudkan pemikiran melalui media sebuah partai yang bernama PPKD yang bertransformasi menjadi Partai Katolik. Melalui PPKD Kasimo berhasil menduduki posisi strategis dalam pemerinahan. Sebagai politisi yang memegang teguh prinsip-prinsip kerasulan Agama Katolik dalam bernegara. Hal itu tercermin ketika menjadi anggota Volksaard. Dalam menjalankan tugasnya Kasimo selalu mengambil keputusan yang aman bagi gereja dan bangsanya karena baginykedudukan keduanya sama. Kemudian ia juga mengamalkan etika berpolitik dalam agama Katolik yang terangkum dalam ASG. Tindakan-tindakan yang ia lakukan terlibat dalam usaha diplomasi untuk mencegah Agresi Militer yang dilakukan oleh Belanda; terlibat dalam perang gerilya bersama para militer; melibatkan diri dalam usaha diplomasi perebutan Irian Barat; dan yang menjadi kekhasannya adalah mencetuskan sistem swasembada pangan yakni, Kasimo Plan. Lain daripada itu, Kasimo pernah 137
menolak Konsepsi Presiden. Keberaniannya menolak menimbulkan konsekuensi yang besar baginya, bahkan ia mengalami delegitimasi dari para pendukung yang berasal dari partainya sediri.
B.
Implikasi teori Perlu ditegaskan kembali bahwa Kasimo adalah seorang tokoh pejuang
yang memiliki jiwa nasionalisme-Katolik. Hal ini terlihat dari pandangannya terhadap sebuah negara dan bangsa, kerasulannya dalam hidup bernegara, dan strategi perjuangan yang ditempuhnya. Secara substansial jika mengacu teori perkembangan nasionalisme milik Organski, nasionalisme baginya adalah nasionalisme yang bersifat primitif. Artinya nasionalisme yang didasari nilai-nilai primordial sehingga hanya keinginannya untuk membentuk bangsa Jawa pada awal kiprahnya di kancah politik merupakan konsekuensi logis dari pemikirannya. Hal itu nampak dalam persetujuan Kasimo terhadap anggaran dasar yang disusun oleh seorang wakil hierarki Gereja Belanda di tanah jajahannya ini yakni, Pastur Ricjkvorsel. Pada perkembangannya pemikiran Kasimo akan nasionalisme-religius Katolik pun berubah namun tidak berarti identitasnya sebagai seorang Jawa hilang begitu saja. Bagi Kasimo, nasionalisme dalam kerangka religius Katolik adalah paham yang mendasari perjuangan untuk mencapai bangsa dan negara yang bebas dari belenggu kolonialisme dan imperialisme. Untuk mencapainya harus dilalui dengan jalan yang wajar-bukan radikal atau dengan kata lain tanpa ada maksud untuk merendahkan bangsa lain karena hakekatnya dalamagama Katolik semua manusia tidak terbatas pada suatu bangsa atau negara tertentu memiliki kedudukan sama di mata Allah. 138
Selain acuan untuk mencapai kemerdekaan, bagi Kasimo nasionalisme yang dilandasi
oleh
nilai-nilai
Katolik
juga
menjadi
landasan
untuk
mempertahankan keutuhan negara dan menjamin kesejahteraan umum. Oleh karena itu, salus populi suprema lex berkali-kali ditegaskan oleh Kasimo baik dalam pidato maupun tulisannya. Sebagai konsekuensinya, nasionalisme -religius Katolik yang ada dalam benak Kasimo bersifat inklusif dan membutuhkan pengorbanan. Bila dirangkai menjadi menjadi kesatuan yang utuh bisa, nasionalismereligius Katolik yang dimaksud Kasimo adalah nasionalisme sebagai antitesis dari kolonialisme dan imperialisme yang didapat dengan jalan evolusioner atau sesuai dengan ketentuan hukum legal formal karena agama Katolik mengajarkan nilainilai kerasulan yang harus dipatuhi. Secara garis besar nilai-nilai kerasulan awam yang dipahami Kasimo adalah nilai-nilai humanisme yang artinya semua manusia memiliki kedudukan yang sama di mata Tuhan, karena hakekatnya setiap manusia diciptakan secitra dengan Allah. Maka dari itu diharuskan setiap bangsa menghormati martabat bangsa lain sehingga ia tidak setuju dengan perjuangan nasionalisme yang revolusioner dan radikal Jika melihat nasionalisme-religius Katolik ala Kasimo dalam kacamata Sosiologi Pengetahuan tidak bisa dihindarkan dari identitasnya dan konteks historis maupun konteks sosial politik budaya ekonomi yang melingkupinya. Identitasnya sebagai seorang Jawa Katolik sangat mencolok dalam corak pemikirannya. Semenata berbagai konteks yang melingkupi menjadi faktor perkembangan dari pemikirannya.
139
C.
Legasi corak berpolitik Kasimo dengan tokoh katolik lainnya sebagai sebuah pembelajaran Kasimo adalah salah satu dari tokoh katolik yan lain yang ikut berjuang
dalam merebut dan mempertahankan bangsa ini. Masih banyak tokoh lain yang ikut berjuang pada masa revolusi. Dari hirarki Gereja sendiri datang dua orang tokoh yang memiliki kontribusi besar dalam perjuangan bangsa ini meraih kemerdekaan yakni, Mgr. Soegijapranata SJ dan
Mgr. Djajasaputra.
Kedua
uskup ini berjuang melalui jalan teknokratis karena konsekuensi sebgai anggota hierarki harus berhadapan dengan berbagai peraturan gereja yang tidak boleh berpolitik praktis. Nama Franciscus Xaverius Xeda juga menjadi patut diperhitungkan dalam sejarah perpolitikan Indonesia. Ia merupakan seorang tokoh yang ikut membantu Kasimo dalam menjalankan PPKD. Dirinya juga dipercaya menjadi mentri pada masa orde lama dan orde baru. Corak perjuangannya juga senada dengan Kasimo dimana negara dan gereja adalah prioritas perjuangan politiknya. Selain itu, muncul nama Beny Moerdani dari kalangan militer dan Jusuf Wanandi, Sofian Wanandi serta Harry Tjan Silalahi yang turut hadir dalam dunia perpolitikan Indonesia dari orde lama hingga masa orde baru, bahkan ada pula hingga masa sekarang. Kiprah politik mereka pun tidak bisa dilepaskan dari hirarki gereja. Seperti Jusuf dan Sofian Wanandi serta Harry Tjan Silalahi adalah tiga tokoh yang lahir dari Kasebul (kaderisasi satu bulan) yang didirikan oleh seorang pastur Belanda, Pater beek, yang kemudian mendirikan lembaga think tank bernama CSIS (Centre for Strategic and International Studies).
140
Masa reformasi pun menjadi ladang bagi tokoh katolik untuk berpolitik. Banyak bermunculan nama-nama baru yang terjun langsung dalam dunia politik, antara lain Maria Yohana Esti Wijayati, Agustina Wilujeng Pramestuti, Johnny G. Plate, Karolin Margret Natasa, Yoseph Umarhadi, dll. Sejatinya jalan politik yang dipilih oleh aktor-aktor politik tersebut merupakan pilihan masing-masing namun sebagai seorang Katolik jalan legal prosedural atau mengikuti aturan main yang diterapkan pemerintah adalah pilihan terbaik bagi mereka. Hal itu dilakukan demi menjaga eksistensi Gereja Katolik dan mencapai bonum commune atau kesejahteraan rakyat secara umum Bila ditarik benang merah dari masa ke masa, para pejuang politik dari golongan Katolik memiliki ciri khas tersendiri. Kekhasan itu terletak pada strategi perjuangan yang selalu ditempuh dengan jalan legal-formal. Artinya mereka selalu memilih untuk berada pada jalur yang telah ditentukan oleh pihak yang memiliki otoritas. Hal itu, dilakukan dalam rangka mengamalkan semangat menjadi rasul awam yakni “100% Katolik, 100% Indoensia artinya bahwa menjadi seorang Katolik harus bersedia membela negara dan gereja Katolik karena dalam pandangan gereja, keduanya tidak bisa dipisahkan
141