BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Melalui tinjauan literatur yang telah dilakukan, ada beberapa perubahan taraf hidup yang terjadi pada masyarakat yang direlokasi. Perubahan atau transformasi tersebut diantaranya dapat terlihat pada kondisi ekonomi, sosial, serta persepsi responden terhadap kondisi perumahan dan penggunaan fasilitas. Berbagai komponen tersebut diuraikan
lebih lanjut dalam sejumlah sub-bab
yang ada pada pembahasan ini. Dalam hal ekonomi, diantaranya dijelaskan mengenai perubahan pendapatan dan juga perubahan pengeluaran rumah tangga dalam memenuhi berbagai kebutuhannya serta kepemilikan aset yang kesemuanya merupakan cerminan bagaimana sebenarnya kondisi perekonomian warga paska relokasi. Sementara dalam sub-bab sosial, dijelaskan mengenai perubahanperubahan yang terjadi dalam kondisi kesehatan, kondisi pendidikan, aktivitas kemasyarakatan dan relasi sosial, dari analisis sosial ini dapat diketahui perubahan yang terjadi pada kondisi sosial warga yang direlokasi. Kemudian dalam sub-bab persepsi responden terhadap kondisi perumahan dijelaskan mengenai tanggapan responden mengenai berbagai kondisi di lingkungan yang baru (rumah, air bersih, listrik, sanitasi, jalan, keamanan lingkungan dari banjir, kebakaran dan kriminalitas, serta
penggunaan fasilitas). Dari persepsi
tersebut dapat pula diketahui bagaimana kepuasan responden terhadap kondisi lingkungan perumahan mereka. 5.1 Analisis Data 5.1.1. Perbandingan Kondisi Permukiman Sesuai dengan Penjelasan atas Undang Undang No. 4, 1992 bahwa Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan
77
penghidupan masyarakat. Untuk itu perumahan dan permukiman tidak dapat dilihat sebagai sarana kehidupan semata-mata, tetapi lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya, dan menampakkan jati diri. Oleh karena itu relokasi permukiman diharapkan dapat memberikan perubahan pada permukiman masyarakat korban bencana alam menjadi kondisi yang lebih baik daripada sebelum terjadi bencana alam atau setidaknya tidak lebih buruk daripada sebelum dipindahkan. Berikut ini merupakan analisa perbandingan kondisi permukiman sebelum terjadi bencana alam dengan lokasi permukiman baru. Untuk standart penilaian kondisi permukiman menggunakan Comminity Maping Laboratorium Perkim Jurusan Arsitektur ITS. 1. Kondisi Rumah Kondisi rumah sebelum relokasi dan sesudah relokasi diukur dengan 6 parameter yaitu kondisi bangunan, lantai, ventilasi, genangan air hujan/kotor, kepadatan bangunan dan kepadatan hunian. Perbandingan kondisi rumah sebelum relokasi dengan sesudah relokasi dapat dilihat pada diagram batang berikut ini :
Kondisi Rumah 3 2.5 2 1.5 Permukiman Lama
1
Permukiman Baru
0.5 0 Kondisi Kondisi Bangunan Lantai Rumah
Kondisi Genangan Kepadatan Pembagian Kepadatan Ventilasi Hujan Bangunan Ruang Hunian
Gambar 5.1 Grafik Kondisi Permukiman Lama dan Permukiman Baru
78
-
Pengukuran kondisi bangunan rumah dilakukan terhadap kualitas bahan bangunan yang dominan digunakan dan kondisinya (terawat/tidak) menghasilkan nilai sebelum relokasi 2.1 adalah kategori sedang dan nilai setelah relokasi 0.9 adalah kategori baik.
-
Pengukuran kondisi lantai rumah dilakukan terhadap penyelesaian lantai yang dominan digunakan menghasilkan nilai sebelum relokasi 1.9 adalah kategori sedang dan nilai setelah relokasi 2.4 adalah kategori buruk.
-
Pengukuran kondisi ventilasi dilakukan terhadap kondisi penghawaan ruangan yang dominan menghasilkan nilai sebelum relokasi 1.3 adalah kategori baik dan nilai setelah relokasi 0.9 adalah kategori baik.
-
Pengukuran genangan air hujan dan atau air kotor di halaman rumah dilakukan terhadap luas dan lama halaman dan atau rumah yang tergenang menghasilkan nilai sebelum relokasi 2.7 adalah kategori buruk dan nilai setelah relokasi 0.9 adalah kategori baik.
-
Pengukuran kondisi kepadatan bangunan dilakukan terhadap luas rumah perluasan halaman yang tersisa menghasilkan nilai sebelum relokasi 1.9 adalah kategori sedang dan nilai setelah relokasi 2.9 adalah kategori buruk.
-
Pengukuran kondisi pembagian ruang dilakukan terhadap ada tidaknya ruangan bagi tiap aktivitas yang dilakukan di rumah menghasilkan nilai sebelum relokasi 2.4 adalah kategori buruk dan nilai setelah relokasi 1.9 adalah kategori sedang.
-
Pengukuran kondisi kepadatan hunian dilakukan dengan membagi luasan rumah (tidak termasuk teras/serambi./beranda) dengan jumlah penghuni menghasilkan nilai sebelum relokasi 2 adalah kategori buruk dan nilai setelah relokasi 1.9 adalah kategori sedang.
Analisa Kondisi Rumah -
Kondisi bangunan rumah permukiman baru bagi sebagian besar masyarakat korban bencana alam adalah bagus terbuat dari bahan yang awet, dirawat dan tahan terhadap cuaca dari bahan permanen.
79
-
Kondisi lantai rumah di permukiman baru hanya sebagian saja yang diperkeras (diplester) dan masih ada lantai yang belum diperkeras.
-
Ventilasi rumah di permukiman yang baru mempunyai jendela atau lubang angin di kedua sisi ruang sehingga terjadi pergantian udara didalam ruangan tersebut, untuk sebagian masyarakat kondisi ini lebih bagus dibandingkan permukiman lama mereka.
-
Genangan air hujan di permukiman lama lebih buruk karena apabila terjadi genangan di seluruh halaman rumah dan seluruh ruangan di dalam rumah tergenang air surutnya lebih dari 3 jam.
-
Ketidak puasan masyarakat berpenghasilan menengah terhadap luas rumah yang dibangun lebih dari 70% luas halaman Rumah yang berada di permukiman baru mempunyai 2 kamar tidur dan 1 ruang untuk ruang tamu yang juga difungsikan sebagai ruang makan dan ruang keluarga
2. Jenis Prasarana Ketersediaan prasarana diukur dengan 5 parameter yaitu ketersediaan air terutama untuk konsumsi sehari-hari, sanitasi/air limbah, sampah, drainase/got serta jalan lingkungan. Perbandingan jenis prasarana sebelum relokasi dengan sesudah relokasi dapat dilihat pada diagram batang berikut ini : Jenis Prasarana 3.00 2.50 2.00 1.50
Permukiman Lama
1.00
Permukiman Baru
0.50 -
Sumber Air
Sanitasi/Air
Sampah
Drainase/Got
Jalan
Limbah
Gambar 5.2 Grafik Jenis Prasarana Permukiman Lama dan Permukiman Baru
80
-
Seringkali rumah tangga memiliki beberapa sumber air untuk konsumsi, untuk pendataan ini dipilih salah satu yang paling dominan . Pengukuran dilakukan terhadap kualitas air menghasilkan nilai sebelum relokasi 1.9 adalah kategori baik dan nilai setelah relokasi 2.75 adalah kategori buruk.
-
Pengukuran ketersediaan sanitasi/air limbah dilakukan dengan melihat ketersediaan dan kualitas sanitasi di masing-masing rumah menghasilkan nilai sebelum relokasi 0.9 adalah kategori baik dan nilai setelah relokasi 0.9 adalah kategori baik.
-
Ketersediaan prasarana pembuangan sampah di rumah diukur dengan melhat ketersediaan
dan
kualitas
pembuangan
di
masing-masing
rumah
menghasilkan nilai sebelum relokasi 2.4 adalah kategori buruk dan nilai setelah relokasi 0.9 adalah kategori baik. -
Prasarana drainase di lingkungan diukur dengan melihat ketersediaaan dan berfungsi/tidaknya drainase di setiap rumah menghasilkan nilai sebelum relokasi 2.5 adalah kategori buruk dan nilai setelah relokasi 1.4 adalah kategori sedang.
-
Prasarana jalan lingkungan diukur dengan melihat material dan kondisi fisik jalan menghasilkan nilai sebelum relokasi 2.5 adalah kategori buruk dan nilai setelah relokasi 0.9 adalah kategori baik.
Analisa Jenis Prasarana -
Ketersediaan prasarana peribadatan di permukiman yang baru sama dengan permukiman lama masyarakat korban bencana
-
Untuk prasarana pendidikan, kesehatan dan ekonomi belum dapat dipenuhi oleh Pemerintah Kabupaten Situbondo di dalam membangun permukiman baru masyarakat korban bencana alam. Hal ini tidak sesuai dengan kondisi sebelum mereka dipindahkan atau di permukiman yang lama. Karena di permukiman yang lama semua fasilitas ada dan berfungsi
-
Tersedianya ruang terbuka di permukiman yang baru lebih baik daripada sebelumnya.Ini dikarenakan permukiman baru ada taman terbuka yang memang disediakan tempat bermain sedangkan di bermain Sedangkan di
81
permukiman yang lama tidak ada tempat bermain (lapangan/ruang terbuka) dan atau jalan/gang sebagai tempat bermain 3. Jenis Sarana Ketersediaan sarana permukiman diukur dengan ketersediaan 5 jenis sarana utama yang tersedian, yaitu ketersediaan sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, ekonomi dan ruang terbuka. Perbandingan jenis sarana sebelum relokasi dengan sesudah relokasi dapat dilihat pada diagram batang berikut ini :
Jenis Sarana 2.50 2.00 1.50
Permukiman Lama Permukiman baru
1.00 0.50 0.00
Ibadah
Pendidikan
Kesehatan
Ekonomi
Ruang Terbuka
Gambar 5.3 Grafik Jenis Sarana di Permukiman Lama dan Permukiman Baru -
Pengukuran sarana tempat ibadah menghasilkan nilai sebelum sama dengan nilai setelah relokasi 0.9 adalah kategori baik Artinya di permukiman tersedia tempat beribadatan masjid relokasi.
-
Pengukuran sarana pendidikan menghasilkan nilai sebelum relokasi 0.9 adalah kategori baik dan nilai setelah relokasi 1.9 adalah kategori buruk.
-
Pengukuran sarana kesehatan menghasilkan nilai sebelum relokasi 0.9 adalah kategori baik dan nilai setelah relokasi 1.9 adalah kategori buruk.
82
-
Pengukuran sarana ekonomi menghasilkan nilai sebelum relokasi 0.9 adalah kategori baik dan nilai setelah relokasi 1.9 adalah kategori buruk.
-
Pengukuran sarana ruang terbuka menghasilkan nilai sebelum relokasi 2.4 adalah kategori buruk dan nilai setelah relokasi 0.9 adalah kategori baik.
Analisa Jenis Sarana -
Dalam hal ketersediaan prasarana peribadatan di permukiman yang baru sama dengan permukiman lama masyarakat korban bencana Untuk prasarana pendidikan, kesehatan dan Pendidikan ekonomi belum dapat dipenuhi oleh Pemerintah Kabupaten Situbondo di dalam membangun permukiman baru masyarakat korban bencana alam.Hal ini tidak sesuai dengan kondisi sebelum mereka dipindahkan atau di permukiman yang lama. Karena di permukiman yang lama semua fasilitas ada dan berfungsi
-
Tersedianya ruang terbuka di permukiman yang baru lebih baik daripada sebelumnya.Ini dikarenakan permukiman baru ada taman terbuka yang memang disediakan tempat bermain Sedangkan di permukiman yang lama tidak ada tempat bermain (lapangan/ruang terbuka) dan atau jalan/gang sebagai tempat bermain
4. Status Penduduk Kerentanan status penduduk diukur melalui 5 aspek yang menggambarkan kerentanan status lahan dan rumah, status/asal penduduk, pekerjaan dan pendapatan. Perbandingan jenis sarana sebelum relokasi dengan sesudah relokasi dapat dilihat pada diagram batang berikut ini :
83
Status Penduduk 2.50 2.00 1.50 Permukiman Lama
1.00
Permukiman Baru
0.50 0.00
Status Lahan
Status
Asal
Pekerjaan Pendapatan
Bangunan Penduduk
Gambar 5.4 Grafik Status Penduduk di Permukiman Lama dan Baru -
Pengukuran status lahan dimana bangunan rumah diukur dari segi legalitas (surat-surat lahan) menghasilkan nilai sebelum relokasi 1.2 adalah kategori baik artinya rumah sebelum relokasi pada daerah perkampungan dan sudah menjadi hak milik. Nilai setelah relokasi 1.9 adalah kategori sedang artinya rumah relokasi tersebut hanya mempunyai hak untuk menempati
-
Status bangunan diukur dari segi legalitas/perijinan bangunan menghasilkan nilai sebelum relokasi 0.9 adalah kategori baik dan nilai setelah relokasi 0.9 adalah kategori baik.
-
Asal penduduk diukur dengan melihat legalitas penduduk tersebut sebagai warga (KTP) menghasilkan nilai sebelum relokasi sam dengan nilai setelah relokasi 0.9 adalah kategori baik.
-
Pekerjaan warga diukur dengan melihat kemapanan pekerjaan menghasilkan nilai sebelum relokasi 0.9 adalah kategori baik dan nilai setelah relokasi 1.9 adalah kategori buruk.
-
Pendapatan diukur dengan melihat kemampuan warga untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder atau tersier keluarga menghasilkan nilai sebelum relokasi 1.9 adalah kategori sedang dan nilai setelah relokasi 2.0 adalah kategori buruk.
84
Analisa Status Penduduk -
Skor hasil perhitungan menunjukkan penurunan dalam masalah status lahan karena status lahan masyarakat korban bencana sebelum dipindahkan atau sudah menjadi hak milik. Tetapi setelah dipindahkan ke permukiman yang baru status lahan tersebut adalah permukiman yang baru milik pemerintah kabupaten Situbondo. Sebagaian besar masyarakat menginginkan adanya kepasatian hukum status lahan yang mereka huni, karena lahan perumahan yang dulu yang sudah menjadi hak milik habis terkena bencana banjir
-
Dalam hal status bangunan sebelum relokasi adalah rumah yang berdiri di atas lahan perkampungan tetapi tidak Memiliki IMB, keadaan ini sama dengan permukiman yang baru di lokasi perumahan tetapi juga tidak memiliki IMB baru di lokasi perumahan tetapi juga tidak memiliki IMB Kepastian status bangunan atau kepemilikan IMB oleh masyarakat korban bencana alam tidak terlalu penting bagi mereka.
-
Asal Penduduk yang dipindahkan merupakan penduduk asli Situbondo. Kesamaan asal, bahasa dan budaya salah satu faktor penting memudahkan didalam sosialisasi atau interaksi di permukiman yang baru.
-
Mayoritas pekerjaan masyarakat korban bencana alam adalah pekerjaan informaltidak tetap (penjual, petani, kuli pasar, kuli bangunan, sopir, tukang becak), sedangkan sisanya adalah pekerjaan informal tetap (buruh pabrik) dan
pekerjaan formal tetap (ABRI dan PNS). Setelah dipindah ke
permukiman yang baru, masyarakat tidak mengalami perubahan. -
Nilai pendapatan mengalami penurunan, karena sebagaian besar pendapatan total masyarakat korban bencana alam mempunyai pekerjaan informal tidak tetap belum dapat memenuhi kebutuhan primer dan sekunder. Permasalahan Ini karena kesulitan aksesbilitas dalam mencapai tempat bekerja
Tabel berikut ini merupakan perbandingan kondisi permukiman dengan peraturan Permen PU No. 54/PRT/1991 tentang pembangunan rumah sehat sederhana. :
85
Tabel 5.1 Kaidah Permukiman Menurut PERMEN PU No 1.
Indikator Status Lahan
Permen PU
Permukiman Baru
No. 54/PRT/1991
Daerah perumahan
Daerah perumahan, hak milik, HGB,
Keterangan Belum Memenuhi
Petok 2.
Status Bangunan
Milik Pemkab Situbondo
Milik Sendiri, ber-IMB
Belum Memenuhi
3..
Kondisi Bangunan
Awet, dirawat, tahan cuaca, permanen.
Awet, dirawat, tahan cuaca, permanen.
Memenuhi
Umur 10 tahun
Umur 9-15 tahun
4.
Kondisi Lantai
Lantai diplester
Lantai dikeramik
Belum Memenuhi
5.
Kondisi Ventilasi
Ada jendela di kedua sisi ruang
Ada jendela di kedua sisi ruang
Memenuhi
6.
Kepadatan Bangunan
Bangunan diatas 70% halaman kurang dari
Bangunan kurang dari 60% dari luas
Kurang memenuhi
30% dari luas lahan
lahan
7.
Pembagian Ruang
Ada Ruang Tamu, 2 Ruang Tidur
Ada sendiri-sendiri untuk tiap kegiatan
Belum Memenuhi
6.
Kepadatan Hunian
6 m²/orang
Diatas 9(m²/org)
Belum Memenuhi
7.
Genanagan Air Hujan
Tidak ada genangan
Tidak ada genangan
Memenuhi
8.
Air Bersih
a. Hidran Umum, kapasitas 30 l/org/hr
a. Sumur untuk umum atau kran umum
a. Belum berfungsi
9.
Saluran
a. Sepanjang tepi jalan, dikedua tepi sisi
a. Sepanjang jalan, disalah satu tepi jalan
a. Memenuhi
jalan (konstrusi pasangan batu kali) b. Diperhitungkan
secara
teknis
atau di kedua tepi sisi jalan dan
daerah bebas dari banjir
b. Diperhitungkan secara teknis, sehingga lingkungan bebas dari genangan air,
86
b. Memenuhi
c. Pada crossing jalan dilengkapi dengan gorong-gorong 10.
Jalan
30 cm, bawab 20 cm, tinggi 30 cm
Jalan lingkungan : a. Menghubungkan
sekurang-kurangnya dengan lebar atas Jalan Lingkungan :
rumah-rumah
di
relokasi
a. Berfungsi
sebagai
jalan
untuk a. Memenuhi (lebih bagus)
kendaraan roda empat dan kendaraan
b. Perkerasan (agregat B dan pasangan batu kali) lebar 3 m
dalam keadaan darurat b. Lebar penampang sebesar-besarnya 6
c. Bahu jalan masing-masing 1 meter
m dan mempunyai lebar perkerasan ≥ 3
Jalan Akses :
m dengan konstruksi dari bahan lokal
a. Jalan utama menghubungkan relokasi
yang dinyatakan layak sebagai jalan
dengan jalan utama
b. Memenuhi (lebih bagus)
lingkungan untuk kendaraan
b. Perkerasan (agregat B, dan pasangan batu kali) lebar 4 m
c. Mempunyai bahu jalan dengan lebar penampung
sekurang-kurangnya
40
c. Bahun jalan masing-masing 1 meter
cm, yang harus dapat digunakan untuk
d. Saluran tanah dikeraskan pada kedua
penempatan
sisi jalan
utilitas
dan
tiang
listrik,
jaringan
jaringan prasaranan
lainnya. 11.
MCK
Ditempatkan di fasillitas Umum
dan
Fasilitas sosial yang ada
a. Pada tahap awal disediakan sekurang- Memenuhi (lebih bagus) kurangnya
87
secara
terpusat
untuk
a. 2 (Dua)
kamar mandi dan 2 (dua)
melayani
closet, 1 (satu) tempat cuci.
umum,
sebelum
dapat
dibuat MCK yang ada di setiap
b. Pasangan batu bata diplester dan dicat c. On site (septic tank)
rumah. b. Untuk 50 unit rumah dibuat sekurangkurangnya 8 kakus, 4 kamar mandi dan 4 tempat cuci dibuat dengan dinding setinggi 150 cm tanpa atap.
Fasilitas Sosial dan
Fasilitas sosial lain dapat disediakan
Fasilitas Umum
sesuai dengan kebutuhan penghuni serta memperhitungkan
upaya
pemanfaatan
keberadaan fasilitas sosial yang telah ada di
sekitar
lokasi
perumahan
sederhana,
serta
harus
sangat
mengikuti
ketentuan pedoman teknik pembangunan perumahan sederhan yang berlaku. 1.
Sekolah SD (*)
a. 1 unit TK untuk setiap 1.000 penduduk b. 1 unit SD untuk setiap 5.000 penduduk c. 1 unit SLTP untuk setiap 25.000 pendd.
88
Tidak Tersedia
2.
Pasar (*)
a. Minimal satu pasar untuk 1 (satu) desa
Tidak Tersedia
3.
Balai Desa (*)
---
Tidak Tersedia
4.
Puskesmas Pembantu
a. 1 unit Balai Pengobatan/3.000 jiwa
Tidak Tersedia
(*)
b. 1 unit BKIA/10.000 sd. 30.000 jiwa c. 1 unit Puskesmas/120.000 jiwa
5.
Tempat Peribadatan
Luas bangunan 10x10 m2.
a. Minimal 1 unit/2.500 jiwa
Masjid
89
Memenuhi (lebih bagus)
Dari hasil penilaian diatas dan merujuk pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 18/PRT/M/2007 tentang penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum bahwa menyediakan
air
minum
penyediaan
untuk
air
minum
memenuhi kebutuhan
adalah
kegiatan
masyarakat
agar
mendapatkan kehidupan yang sehat dan bersih, dalam masalah sarana air bersih dan jaringan listrik di tempat relokasi belum memenuhi persyaratan. Masyarakat masih harus mengambil air bersih dari tempat yang lumayan jauh. Selain itu, sarana pedidikan dan kesehatan juga belum tersedia. Sehingga pelajar masih harus menempuh perjalanan yang jauh untuk mencapai sekolah. Pemenuhan kebutuhan aka pekerjan juga belum sepenuhnya terjamin. Banyak masyarakat yang pendapatannya berkurang sedangkan pengeluaran semakin bertambah. Hal inilah yang harus diperhatikan oleh pemerintah untuk dicarikan solusinya. Misalnya dengan memberdayakan masyarakat atau mendaftar potensi masyarakat yag bisa dimanfaatkan untuk menjadikan relokasi permukiman bencana menjadi lebih baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembangunan permukiman baru untuk korban bencana alam banjir di Situbondo belum sesuai dengan kaidah-kaidah permukiman. 5.1.2. Aspek Fisik Aspek fisik dalam penelitian ini adalah kondisi perumahan. Perumahan dalam arti luas meliputi rumah dan segala fasilitas pendukungnya yang bersama merupakan suatu lingkungan perumahan. Fasilitas
lingkungan
perumahan mencakup aneka ragam, antara lain penyediaan air minum, jaringan saluran
pembuangan,
jalan
lingkungan
dan
sebagainya
yang
kesemuanya penting bagi pemeliharaan lingkungan. Dalam sub-bab ini akan dijelaskan mengenai persepsi responden terhadap kondisi perumahan yang diantaranya kondisi rumah, air bersih, listrik dan sanitasi; kondisi jalan angkutan umum; keamanan lingkungan dari banjir, kebakaran dan kriminalitas serta; penggunaan fasilitas yang tersedia di wilayah studi.
90
A. Persepsi terhadap Tanah, Bangunan, Sarana dan Prasarana Gambaran persepsi responden terhadap kondisi rumah saat ini dapat dilihat pada Gambar 5.5 berikut:
Gambar 5.5 Persepsi Responden terhadap Kondisi Rumah Saat Ini Persepsi responden terhadap kondisi rumah
yang mereka huni
sekarang pada Gambar 5.5 di atas sebanyak 32% (32 orang) menyatakan baik dibandingkan saat mereka masih di bantaran sungai Sampeyan, d a n 2 0 % n y a m e n ya t a k a n s a n g a t b a i k . P ersepsi ini timbul karena para responden menganggap bahwa mereka sekarang lebih tenang dengan kondisi lahan dan bangunan mereka yang kuat. Tempat tinggal sebelum adanya bencana menurut responden terbuat dari bahan banguan seadanya yang disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mereka. Umumnya rumah yang dibangun di bantaran sungai Sampeyan tersebut terbuat dari kayu dan batu bata, dan bahkan ada yang hanya terbuat dari kayu saja. Sedangkan sebanyak 17% (17 orang) responden menyatakan tidak baik dan 31% menyatakan sangat tidak baik. Persepsi ini timbul karena mereka menganggap rumah yang diberikan oleh pemerintah kabupaten lebih buruk dari rumah mereka ketika masih berdomisili di bantaran sungai Sampeyan, dan mereka harus mengadakan perbaikan atau peningkatan
91
rumah mereka sendiri, karena rumah yang diberikan lebih kecil, lebih sempit dan tidak indah (karena dinding rumah tidak diberi cat). Menurut responden rumah yang dihuni sebelumnya adalah rumah yang mereka bangun sendiri meskipun dengan bantuan tukang bangunan akan tetapi mereka juga ikut andil dalam pembangunan tersebut sehingga mereka dapat mengontrol setiap tahap pembangunan, akan tetapi untuk rumah relokasi ini menurut responden tidak lebih baik dari rumah mereka sebelumnya. Ketidak lebih baikan ini mungkin dikarena pembangunan rumah yang dilakukan secara serentak sehingga kurang mendapatkan pengawasan dari pihak pimpinan, akibatnya terdapat beberapa rumah yang masih harus direnovasi ulang oleh para penghuninya. Gambaran persepsi responden terhadap kondisi air bersih saat ini dapat dilihat pada Gambar 5.6 berikut:
Gambar 5.6 Persepsi Responden terhadap Kondisi Air Bersih Saat Ini Untuk persepsi responden terhadap kondisi air bersih pada Gambar 5.6 di atas sebanyak 17% menganggap kondisi air bersih di lokasi baru baik dibandingkan saat mereka menetap di bantaran sungai Sampeyan, dan 19%nya menyatakan sangat baik. di mana persepsi ini muncul karena mereka bersedia menempuh jarak 4 km untuk mendapatkan air bersih. Menurut masyarakat sebelum adanya jaringan air mereka harus mengambil air bersih dari sungai yang
92
ada lalu di bawa ke rumah, tetapi saat ini menurut mereka jauh lebih baik,. Responden yang menjawab kodisi air bersih tidak baik sebanyak 29% da sangat tidak baik sebanyak 35%, di mana persepsi ini muncul karena menurut mereka untuk mendapatkan air bersih mereka harus berjalan jauh 4 km yang membuat mereka segan. Bencana banjir tersebut membuat sumber air bersih yang sudah ada sebelumnya menjadi berkurang, menurut responden sebelum bencana terjadi mereka dapat dengan mudah memperoleh air bersih meskipun jarak tempuh untuk mengambil air tersebut tidaklah dekat. Jaringan air yang ada pada tempat relokasi permukiman tidak seperti sebelumnya. Gambaran persepsi responden terhadap kondisi listrik saat ini dapat dilihat pada Gambar 5.7 berikut:
Gambar 5.7 Persepsi Responden terhadap Kondisi Listrik Saat Ini Untuk persepsi responden terhadap kondisi listrik pada Gambar 5.7 di atas sebanyak 15% yang menyatakan sangat baik dan 21% yang menyatakan baik sebab mereka menganggap kondisi penerangan di lokasi baru lebih baik dibandingkan saat mereka menetap di bantaran sungai Sampeyan, di mana persepsi ini muncul karena meskipun tidak tersedia jaringan listrik mereka
93
bersedia mengadakan penerangan sendiri dengan menggunakan petromak dan lampu tempel di lokasi baru. Menurut beberapa responden jaringan listrik yang tersedia sekarang dapat merata, sehingga setiap rumah terdapat jaringan listrik sendiri. Responden yang menjawab tidak baik sebanyak 27% dan sangat tidak baik sebanyak 37% karena menurut mereka di bantaran sungai Sampeyan dahulu sudah ada jaringan listrik sedangkan saat ini di permukiman yang baru belum terdapat jaringan listrik. Gambaran persepsi responden terhadap kondisi sanitasi (MCK) saat ini dapat dilihat pada Gambar 5.8 berikut:
Gambar 5.8 Persepsi Responden terhadap Kondisi Sanitasi (MCK) Saat Ini Persepsi responden terhadap kondisi sanitasi yang ada di lokasi yang baru pada Gambar 5.8 di atas, sebanyak 18% menyatakan sangat baik dan 27% menyatakan baik. Hal ini disebabkan ketika mereka masih bermukim di bantaran sungai Sampeyan, untuk keperluan mandi mencuci dan buang hajat menggunakan air sungai yang mudah didapat. Yang menurut responden air yang berasal dari sungai tersebut mulai kurang bersih daripada sebelumnya, akan tetapi sungai tersebut merupakan satu-satunya sumber air yang paling dekat dengan permukiman
94
mereka sehingga mau tidak mau mereka harus menggunkaan air sungai tersebut meskipun tidak terlalu bersih. Sebanyak 31% responden menyatajkan tidak baik dan 24% menyatakan sangat tidak baik. Responden ini beralasan bahwa kondisi sanitasi di lokasi yang baru lebih buruk dibandingkan ketika masih bermukim di bantaran sungai Sampeyan karena menurut mereka air bersih sangat berpengaruh terhadap kondisi sanitasi dan kenyatannya air bersih sangat sulit didapat dan itu membuat mereka malas. Sulitnya memperoleh air bersih membuat masyarakat kesulitan untuk melakukan memenuhi kebutuhan air sehari-hari, mereka harus mengantri air bersih atau mengambil air bersih di daerah yang jauh dari tempat tinggal. Gambaran persepsi responden terhadap kondisi jalan saat ini dapat dilihat pada Gambar 5.9 berikut:
Gambar 5.9 Persepsi Responden terhadap Kondisi Jalan Saat Ini Pada Gambar 5.9 di atas terlihat bahwa 17% responden menyatakan sangat baik dan 31% responden yang menyatakan kondisi jalan baik. Sebab dari keterangan yang mereka berikan bahwa semenjak menetap di wilayah relokasi permukiman tersebut banyak sekali adanya upaya perbaikan terhadap jalan akses menuju ke perumahan mereka. Pasca terjadinya bencana alam tersebut kondisi jalan menjadi tidak teratur sehingga banyak perbaikan yang harus dilakukan untuk
95
memperlancar akses masuknya ke wilayah tersebut dan juga untuk memperlancar kegiatan perekonomian wilayah tersebut. Sebanyak 29% responden menyatakan sangat tidak baik dan 23% menyatakan tidak baik, karena meskipun jalan sudah diperkeras dan bisa dilewati masyarakat namun aksesabilitas masih kurang. Penyediaan transportasi masih belum memadai aktivitas masyarakat. B. Persepsi terhadap Keamanan Lingkungan Kondisi permukiman yang baik tidak hanya ditentukan oleh kondisi fisik semata, tetapi salah satunya juga dari keamanan lingkungan yang terdapat di permukiman tersebut. Keamanan yang diutarakan dalam penelitian ini adalah keamanan lingkungan dari bahaya banjir, kebakaran dan kriminalitas. Ketenangan dan kenyamanan warga yang hidup di dalamnya sangat bergantung pada tingkat keamanan ketiga hal tersebut. Barang-barang kepemilikan warga akan aman bila lingkungan tersebut terhindar dari bahaya banjir, kebakaran
dan
kriminalitas. 1. Kebanjiran Gambaran persepsi responden terhadap kondisi banjir saat ini dapat dilihat pada Gambar 5.10 berikut :
Gambar 5.10 Persepsi Responden terhadap Kondisi Banjir Saat Ini
96
Dari hasil survey yang dilakukan mengenai kebanjiran yang pernah dialami ketika bermukim saat ini pada Gambar 5.10 di atas sebanyak 20% yang menyatakan sangat baik dan 37% responden yang menyatakan baik. Maksudny adalah bahwa mereka tidak pernah mengalami kebanjiran dibandingkan ketika mereka bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Hal ini bisa dimaklumi karena kondisi area studi terletak di dataran tinggi dan bebas banjir sehingga mereka bersepakat bulat kondisi perumahan saat ini lebih baik. Dengan kondisi area yang berada di tempat yang lebih tinggi responden merasa keamanan tempat tinggal yang sekarang jauh lebih baik dari ancaman bencana banjir susulan atau banjir yang akan datang. Keadaan yang lebih baik ini membuat masyarakat merasa nyaman untuk tinggal dan tidak merasa was-was atau khawatir jika ada bencana banjir lagi. 2. Kebakaran Gambaran persepsi responden terhadap kondisi kebakaran saat ini dapat dilihat pada Tabel 5.7 berikut:
Gambar 5.11 Persepsi Responden terhadap Kondisi Kebakaran Saat Ini
97
Dari hasil survey yang dilakukan mengenai kondisi kebakaran yang pernah dialami ketika bermukim saat ini pada Gambar 5.11 di atas sebanyak 35% menyatakan baik dan 19% menyatakan sangat baik. Maksudnya mereka belum mengalami kebakaran dibandingkan ketika mereka bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Hal ini bisa dimaklumi karena kondisi perumahan saat ini merupakan tembok permanen dan mempunyai jarak antar rumah yang aman dari bahaya kebakaran sehingga mereka bersepakat bulat kondisi perumahan saat ini lebih baik. Dengan adanya jarak antar rumah tersebut dapat membuat api yang menjalar ketika ada kebakaran tidak dapat secara langsung dapat merembet ke rumah yang lainnya. Sehingga jika terjadi kebakaran masyarakat sekitar kebakaran tersebut dapat mengantisipasi terlebih dahulu sebelum merembet ke rumah mereka. 3. Kriminalitas Gambaran persepsi responden terhadap kondisi kriminalitas saat ini dapat dilihat pada Gambar 5.12 berikut:
Gambar 5.12 Persepsi Responden terhadap Kriminalitas Saat Ini
98
Dari hasil survey yang dilakukan mengenai kriminalitas yang pernah dialami ketika bermukim saat ini pada Gambar 5.12 di atas sebanyak 17% menyatakan baik dan 19% menyatakan sangat baik karena mereka tidak pernah mengalami tindakan kriminalitas dibandingkan ketika bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Berkurangnya tindak kriminal menurut beberapa responden mungkin dikarenakan orang yang melakukan tindak kriminal tersebut juga ikut mengalami musibah bencana tersebut, sehingga mungkin untuk sementara kriminalitas berkurang dibandingkan dengan sebelum adanya bencana banjir. Terdapat 34 responden yang menyatakan sangat tidak baik dan 30% yang menyatakan tidak baik. Hal ini disebabkan barang mereka pernah kecurian padahal sewaktu di bantaran sungai Sampeyan barang-barang mereka tidak pernah dicuri. Kriminalitas yang terjadi pasca bencana tersebut masih tetap ada meskipun tidak sesering dan sebesar sebelum bencana banjir. 4. Senang/tidak bermukim di wilayah studi Gambaran persepsi responden terhadap senang tidaknya bermukim saat ini dapat dilihat pada Gambar 5.13 berikut:
Gambar 5.13 Persepsi Responden terhadap Senang Tidaknya Bermukim Saat Ini
99
Dari hasil survey yang dilakukan mengenai senang atau tidak senang bermukim di wilayah studi pada Gambar 5.13 di atas responden yang menyatakan sangat senang tinggal di wilayah studi ada sebanyak 19 orang dan 21% yag menyatakan senang, persepsi ini muncul karena menurut responden kondisi saat ini lebih baik dari kondisi sebelumnya yang serba kesulitan misalnya akses fasilitas rumah, dan keamanan dari bencana banjir. Responden menyatakan bahwa keadaan saat ini berbeda dengan keadaan sebelumnya, saat ini berbagai failitas tersedia. Sedangkan yang menyatakan tidak senang bermukim di wilayah studi ada sebanyak 23% dan yag menyatakan sangat tidak senang sebanyak 37%. menurut responden keadaan saat ini tidak lebih baik dari keadaan sebelumnya. Mereka merasa tidak senang dengan relokasi yang ada sekarang, mereka lebih senang dengan permukiman sebelumnya yang dekat dengan sanak saudara dan kerabat dekat, akan tetapi di relokasi permukiman yang baru ini jauh dengan kerabat dekat yang dulu rumahnya berdekatan. Responden yang diambil untuk persepsi ini sebanyak 100 orang meliputi korban yang tinggal ditempat relokasi dan juga yang belum mau menempati. Korban yang belum mau menempati daerah relokasi memiliki persepsi-persepsi tertentu sehingga menyebabkan korban tersebut masih mempertimbangkan untuk pindah ke relokasi ataukah tidak. C. Penggunaan Fasilitas Ketersediaan fasilitas, lengkap tidaknya fasilitas yang ada dapat mencerminkan
perkembangan
keadaan
masyarakat
di
lokasi
yang
bersangkutan. Pada umumnya makin berkembang suatu masyarakat makin lengkap fasilitas sosial-ekonomi yang dimilikinya, sesuai dengan meningkatnya kebutuhan pelayanan. Kemudahan hubungan dan komunikasi, memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan faktor kelengkapan fasilitas. Karena kemudahan hubungan dan komunikasi akan berjalan dengan baik seiring dengan kelengkapan fasilitas seperti jaringan utilitas dan jalan yang makin baik, serta tidak lupa pula sarana pendidikan, kesehatan, dan perbelanjaan. Akan sangat membantu penghuni pemukiman tersebut guna keberlangsungan hidup mereka.
100
Tetapi, karena terbatasnya dana di dalam pembangunan relokasi permukiman maka oleh Pemerintahan Propinsi Jawa Timur hanya membangun fasilitas Peribadatan atau masjid. Pembangunan Masjid ini didasari oleh mayoritas penghuni relokasi permukiman adalah beragama Islam. Di dalam mengatasi kebutuhan
pendidikan
dan
kesehatan,
penduduk
relokasi
permukiman
menggunakan fasilitas di pusat kota Situbondo. 5.1.3. Aspek Non Fisik 5.1.3.1.Kondisi Sosial Dalam sub-bab ini akan dijelaskan mengenai perubahan yang terjadi pada kondisi sosial rumah tangga di wilayah studi. Kehidupan sebuah rumah tangga di suatu lingkungan permukiman tidak hanya berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan terhadap tuntutan ekonomi mereka. Karena tanpa adanya kondisikondisi sosial yang menunjang seperti kondisi kesehatan, pendidikan dan relasi sosial yang dimiliki suatu rumah tangga, maka kegiatan rumah tangga untuk memenuhi tuntutan ekonomi juga akan mengalami gangguan. Tanpa adanya kondisi kesehatan yang baik seseorang tidak beraktifitas secara optimal, begitu pula halnya dengan kondisi pendidikan yang merupakan modal utama dalam membentuk kemampuan manusia, dan relasi sosial yang dimiliki suatu rumah tangga akan menunjang kehidupan mereka di suatu lingkungan. A. Kesehatan Dalam menganalisa kondisi kesehatan warga yang direlokasi dari bantaran sungai Sampeyan, data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer (berasal dari jawaban responden). Pemilihan untuk menggunakan data primer ini disebabkan karena sulitnya untuk
mendapatkan
data sekunder untuk mendukungnya, dan para responden berasal dari berbagai kelurahan dan waktu pindah yang berbeda-beda yang mengakibatkan sulitnya mencari data pada waktu yang sesuai. Untuk mengetahui bagaimana kondisi kesehatan dari para responden pada saat di sungai Sampeyan maupun ketika telah bermukim di lokasi yang
101
baru, maka dalam penelitian ini diajukan pertanyaan mengenai pengalaman dari para responden dan anggota keluarganya tentang penyakit yang pernah mereka alami. Jenis penyakit yang ditanyakan di dalam penelitian ini hanyalah penyakit-penyakit yang umum terjadi di bantaran sungai yang airnya sudah tidak layak untuk dikonsumsi (tercemar). Dan karena peneliti mendapatkan kesulitan dalam memperoleh data-data sekunder maka data yang digunakan hanyalah menggunakan data primer (berdasarkan jawaban dari responden). Gambaran perubahan penyakit yang diderita responden sebelum dan sesudah relokasi dapat dilihat pada Tabel 5.10 berikut: Tabel 5.2 Perubahan Penyakit yang Diderita Responden Sebelum dan Sesudah Relokasi No.
Penyakit
1. Diare 2. Muntaber 3. Kulit 4. Tidak Menderita Penyakit Sumber: Dinas Kesehatan
Sebelum Relokasi 18 12 10 10
Sesudah Relokasi 12 4 20 14
Dari hasil analisis jawaban responden pada Tabel 5.10 di atas diketahui bahwa untuk penyakit diare dan muntaber terjadi penurunan dibandingkan pada saat para responden masih bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Akan tetapi untuk penyakit kulit dan tidak menderita penyakit terjadi peningkatan dibandingkan pada saat mereka bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Terjadinya penurunan dan peningkatan terhadap orang yang menderita suatu penyakit yang umumnya diderita oleh masyarakat, menurut responden diakibatkan karena keadaan kebersihan yang ada sekarang sudah lebih baik dari sebelumnya. Tempat pembuangan sampah dan saluran air limbah yang saat ini sudah teratur membuat berbagai penyakit yang umumnya diderita tersebut menjadi berkurang. Akan tetapi untuk penderita penyakit kulit yang semakin meningkat mungkin diakibatkan karena kurangnya air bersih yang digunakan oleh masyarakat, sehingga menyebabkan berbagai macam penyakit kulit yang diderita.
102
Responden yang diambil dalam masalah kesehatan ini sebanyak 50 orang dan hanya berasal dari tempat relokasi. Hal ini dilakukan karena data ini tidak berkaitan dengan persepsi masyarakat tetapi berkaitan dengan data real yang ada di daerah relokasi. Karena itu korban yang tidak menempati daerah relokasi tidak dimasukkan sebagaimana analisis persepsi sebelumnya. B. Relasi Sosial Rumah
tidak
hanya
menjadi
kebutuhan
individual
melainkan
kebutuhan masyarakat pada umumnya. Seseorang yang telah terpenuhi kebutuhan akan rumah tidak berdiri sendiri, melainkan hadir bersama-sama dengan orang lain yaitu masyarakat lingkungannya. Karena orang tidak mungkin hidup sendirian, maka kehadirannya ke dalam suatu rumah mau tidak mau dipengaruhi oleh masyarakat lingkungan sekelilingnya. Gambaran kegiatan masyarakat sebelum relokasi dapat dilihat pada Gambar 5.4 berikut: Gambaran perubahan kegiatan masyarakat sebelum dan sesudah relokasi dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut: Tabel 5.3 Perubahan Kegiatan Masyarakat Sebelum dan Sesudah Relokasi No.
Kegiatan Masyarakat
1. Gotong royong Kebersihan 2. Pengajian 3. Siskamling 4. Posyandu 5. Arisan 6. Tidak Aktif Sumber: Hasil Analisa
Sebelum Relokasi 9 12 13 5 6 5
Sesudah Relokasi 10 9 12 7 9 3
Dari hasil analisis jawaban responden pada Tabel 5.3 di atas diketahui bahwa untuk pengajian dan yang tidak aktif dalam kegiatan apapun terjadi penurunan dibandingkan pada saat para responden masih bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Untuk kegiatan masyarakat seperti gotong royong kebersihan, siskamling, posyandu dan arisan terjadi peningkatan dibandingkan pada saat mereka bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Banyaknya peningkatan pada
103
kegiatan masyarakat tersebut mungkin diakibatkan keadaan sosial dan ekonomi mereka yang juga ikut berubah, sehingga mereka perlu untuk menjalin suatu silaturahmi antara tetangga baru yang harus dijalin guna membangun suatu komunitas baru dengan keadaan yang baru. 5.1.3.2.Kondisi Ekonomi Perubahan pada kondisi perekonomian rumah tangga adalah salah satu determinan penting dalam menjelaskan perubahan taraf hidup rumah tangga yang direlokasi. Dengan segala faktor-faktor yang menjadi nilai lebih maupun nilai kurang dari suatu lokasi permukiman, seseorang maupun suatu rumah tangga tentu membutuhkan dukungan perekonomian yang kuat untuk dapat menyesuaikan diri pada suatu permukiman. Ketika suatu rumah tangga diharuskan untuk meninggalkan lingkungan permukiman yang sudah ada menuju suatu lingkungan yang baru, maka kondisi perekonomian yang sudah stabil tersebut akan dipaksa untuk kembali menyesuaikan diri lagi terhadap kondisi yang baru tersebut. Dalam sub-bab ini akan dijelaskan mengenai perubahan apa saja yang terjadi pada kondisi perekonomian rumah tangga akibat relokasi permukiman bantaran sungai. A. Pendapatan Pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang dapat dibelanjakan. Pendapatan rumah tangga merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan rumah tangga. Pada tingkat pendapatan rumah tangga yang sangat rendah
maka
pengeluaran
rumah
tangga
adalah
lebih
besar
dari
pendapatannya. Ini berarti bahwa pengeluaran konsumsi bukan saja dibiayai oleh pendapatannya tetapi juga dari sumber-sumber lain, seperti tabungan yang dibuat di masa lalu, dengan menjual harta kekayaannya, atau dari meminjam. Pada suatu tingkat pendapatan rumah tangga yang cukup tinggi, konsumsi rumah tangga akan sama besarnya dengan pendapatan rumah tangganya. Apabila pendapatan rumah tangga mencapai tingkatan yang lebih tinggi lagi, maka rumah tangga
tidak
akan menggunakan seluruh pendapatan yang dapat
104
dibelanjakan tersebut. Ini berarti pengeluaran rumah tangga adalah lebih rendah dari pendapatan rumah tangga. Pendapatan yang tidak digunakan untuk belanja tersebut merupakan tabungan yang dilakukan oleh rumah tangga. Gambaran perubahan pendapatan responden sebelum dan sesudah relokasi dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut: Tabel 5.4 Perubahan Pendapatan Responden Sebelum dan Sesudah Relokasi No.
Pendapatan
1. < Rp.400.000 2. Rp.500.000-Rp.600.000 3. Rp.700.000- Rp.800.000 4. Rp.900.000-Rp.1.000.000 Sumber: hasil jawaban responden
Sebelum Relokasi 35 11 3 1
Sesudah Relokasi 39 9 1 1
Dari hasil analisis jawaban responden pada Tabel 5.4 di atas diketahui bahwa untuk pendapatan < Rp.400.000 terjadi peningkatan dibandingkan pada saat para responden masih bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Untuk pendapatan Rp.500.000-Rp.600.000 terjadi penurunan dibandingkan pada saat mereka bermukim di bantaran SS. Untuk pendapatan Rp.700.000-Rp.800.000 terjadi penurunan dibandingkan pada saat mereka bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Untuk pendapatan Rp.900.000-Rp.1.000.000 tidak terjadi penurunan maupun peningkatan dibandingkan pada saat mereka bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Banyaknya terjadi penurunan pada jumlah pendapatan pada setiap jenjang yang dikategorikan oleh peneliti yang diterima oleh masyarakat perbulan mungkin diakibatkan oleh perubahan keadaan perekonomian yang berubah dan sempat tidak ada kegiatan perekonomian pasca bencana alam banjir tersebut. Dan perubahan tersebut mungkin juga disebabkan karena sebagian masyarakat tidak masuk kerja karena memperbaiki keadaan rumah atau mengungsi sementara sehingga berakibat pada pemotongan gaji yang dilakukan oleh perusahaan sebagai sanksi dari ketidakhadiran di tempat kerja.
105
B. Pengeluaran Pengeluaran
suatu
rumah
tangga
akan
menunjukkan
tingkat
konsumsinya, Aktivitas konsumsi dapat digambarkan sebagai pemuasan dari keinginan dan kebutuhan materi melalui penyediaan barang-barang seperti makanan,
pakaian, pelayanan kesehatan, hiburan, dan lainnya. Aktivitas
konsumsi secara umum tidak diharapkan sebagai suatu kontribusi terhadap sumber daya keuangan atau fisik suatu rumah tangga, terkecuali konsumsi untuk barang tertentu yang tahan lama bagi penggunaan di masa akan datang. Gambaran pengeluaran responden sebelum relokasi dapat dilihat pada Gambar 5.10 berikut: Gambaran perubahan pengeluaran responden sebelum dan sesudah relokasi dapat dilihat pada Tabel 5.5 berikut: Tabel 5.5 Perubahan Pengeluaran Responden Sebelum dan Sesudah Relokasi No.
Pengeluaran
1. 2. 3. 4.
< Rp.400.000 Rp.500.000-Rp.600.000 Rp.700.000- Rp.800.000 Rp.900.000-Rp.1.000.000
Sebelum Relokasi 34 12 2 2
Sesudah Relokasi 40 5 2 3
Dari hasil analisis jawaban responden pada Tabel 5.5 di atas diketahui bahwa untuk pengeluaran < Rp.400.000 terjadi peningkatan dibandingkan pada saat para responden masih bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Untuk pengeluaran Rp.500.000-Rp.600.000 terjadi penurunan dibandingkan pada saat mereka bermukim
di
Rp.700.000-Rp.800.000
bantaran tidak
sungai Sampeyan.
terjadi
penurunan
Untuk pengeluaran maupun
peningkatan
dibandingkan pada saat mereka bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Untuk pengeluaran Rp.900.000-Rp.1.000.000 terjadi penurunan dibandingkan pada saat mereka bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Semakin meningkatnya pengeluaran yang dikeluarkan oleh masyarakat yang terkena bencana terutama yang menjadi responden, mungkin disebabkan keterbatasan kebutuhan yang
106
tersedia sehingga jika tersedia harganyapun lebih mahal dari sebelumnya sehingga pengeluaran pun juga ikut bertambah. C. Kepemilikan Aset Kepemilikan aset merupakan salah satu indikator yang mencerminkan kondisi perekonomian suatu rumah tangga. Karena dengan bertambahnya aset suatu rumah tangga dapat menunjukkan bahwa tingkat konsumsinya juga mengalami peningkatan. Bahkan kepemilikan aset dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk investasi yang dilakukan suatu rumah tangga, dimana investasi dalam bentuk ini dapat bermanfaat bagi suatu rumah tangga bila mereka sedang sangat membutuhkan dana yang mendesak. Aset yang ditanyakan dalam penelitian ini adalah aset yang berupa sepeda motor, televisi dan tabungan. Gambaran perubahan kepemilikan aset responden sebelum dan sesudah relokasi dapat dilihat pada Tabel 5.6 berikut: Tabel 5.6 Perubahan Kepemilikan Aset Responden Sebelum dan Sesudah Relokasi No.
Aset
1. Sepeda Motor 2. Televisi 3. Tabungan 4. Tidak Memiliki Satupun Sumber: hasil jawaban responden
Sebelum Relokasi 10 35 3 2
Sesudah Relokasi 10 25 3 12
Dari hasil analisis jawaban responden pada Tabel 5.6 di atas diketahui bahwa untuk aset sepeda motor tidak terjadi peningkatan maupun penurunan dibandingkan pada saat para responden masih bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Untuk aset televisi terjadi penurunan dibandingkan pada saat mereka bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Untuk aset tabungan tidak terjadi peningkatan maupun penurunan dibandingkan pada saat mereka bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Untuk tidak memiliki satupun terjadi peningkatan dibandingkan pada saat mereka bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Penurunan dan peningkatan yang besar terdapat pada kepemilikan televisi dan
107
yang tidak memiliki aset satupun. Hal ini mungkin di karenakan pada saat bencana tersebut terjadi beberapa responden tidak sempat untuk menyelamatkan benda berharganya termasuk televisi sehingga saat ini mereka tidak memilikinya, dan terdapat beberapa responden yang hingga saat ini masih belum mampu untuk membeli televisi yang baru untuk menggantikan televisi yang tidak terselamatkan tersebut. 5. 3 Hasil Pengujian Tentang Perubahan Kondisi Ekonomi dan Sosial bagi Korban Bencana Alam Metoda analisis data merupakan teknik penelaahan dampak kebijakan program relokasi penduduk bantaran Sungai Sampeyan terhadap taraf hidup rumah tangga berdasarkan data yang diperoleh dari survey yang dilakukan. Data yang diperoleh tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis statistic Chi Square Test. 1. Chi Square Test Uji Chi-Square (independent test) berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua peubah kategorik atau bisa juga antara peubah respon dengan masing-masing peubah penjelas tanpa bisa menjelaskan sesuatu tentang tingkat hubungan maupun arah hubungannya. Uji Chi-Square menggunakan teknik tipe goodness of fit yaitu uji tersebut dapat digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara observasi yang di amati dengan banyaknya harapan berdasarkan hipotesis nol. Pengujian ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel kesejahteraan masyarakat relokasi bencana alam terhadap penyelenggaraan sarana yang telah diberikan. Sarana tersebut antara lain pengadaan rumah, air bersih, listrik, sanitasi, jalan, banjir, kebakaran dan kriminalitas. Hipotesis yang bisa diterapkan dalam masalah ini adalah Ho
: Tidak terdapat hubungan antara ketersediaan sarana dengan persepsi kesejahteraan oleh masyarakat.
H1
: Terdapat
hubungan
antara
ketersediaan
108
sarana
dengan
persepsi
kesejahteraan oleh masyarakat Dengan menggunakan alpha sebesar 10%, maka tabel 5.15 berikut menjelaskan tingkat signifikansi hubungan antara variabel – variabel tersebut diatas. Output secara keseluruhan bisa dilihat pada Lampiran C-J. Tabel 5.7 Nilai Signifikansi Uji Chi Square Sarana Kondisi Rumah Air Bersih Listrik Jalan Banjir Kebakaran Kriminalitas
Nilai Chi Square 0,356 0,001 0,000 0,000 0,002 0,027 0,004
Korelasi 0,206 0,436 0,483 0,376 0,389 0,321 0,349
Signifikansi Tidak Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan
A. Faktor yang signifikan Hubungan yang signifikan terdapat pada kondisi Air bersih, listrik, jalan, banjir, kebakaran, kriminalitas. Lokasi pemukiman harus aman dari potensi bencana alam, seperti gempa, badai, tsunami banjir, longsor. Serta aman dari bencana lingkungan, seperti pencemaran udara, air dan tanah (akibat industri, transportasi, industri listrik, pembuangan sampah,
kebakaran dan kerugian
berbahaya lain), kebakaran dan kriminalitas. Pemilihan lokasi pemukiman harus memperhatikan potensi tersebut. Keamanan dari faktor lingkungan juga dapat diartikan sebagai kualitas dari bahan bangunan, bangunan tersebut harus kokoh, kuat dan mampu mengampu beban-beban yang diterima, baik beban-beban yang diterima, baik beban bangunan itu sendiri, maupun beban yang ditimbulkan akibat dari adanya fungsi dari rumah. Selain segi kualitas bahan bangunan yang dipakai, faktor keamanan juga dilihat dari segi kepastian hukum dari kepemilikan rumah. Lokasi permukiman korban bencana alam banjir terletak di Desa Sumber Kolak berada dalam radius alam dari Sungai Sampeyan. Untuk segi keamanan dari ancaman tindak kriminal, pihak pengembang belum membangun pos satpam
109
di depan pintu gerbang lokasi pemukiman. Salah satu faktor utama adalah faktor kemanan dalam relokasi penduduk yang kawasan tempat tinggalnya terkena hempasan bencana alam banjir. Sebaiknya pemerintah mempertimbangkan relokasi penduduk dengan aspirasi masyarakat yang hendak tetap tinggal. Sesuai dengan teori yang berkaitan faktor keselamatan menyebutkan bahwa lokasi pemukiman harus aman dari potensi bencana alam seperti banjir, gempa bumi, tanah longsor, dan bencana alam lainnya. Apalagi untuk lingkungan pemukiman yang memang diperuntukkan bagi korban bencana. Jadi diharuskan untuk memilih lokasi pemukiman yang mempunyai radius cukup jauh dari ancaman bencana serupa, selain untuk mencegah terjadinya bencana alam serupa juga untuk meminimalkan timbulnya kerugian yang diterima korban baik dari segi fisik maupun psikis. Selain itu lokasi pemukiman juga harus aman dari tindak kriminal, kualitas bangunan dan juga status hukum kepemilikan rumah di lokasi pemukiman tersebut. maka dalam pengembangan pemukiman bagi korban bencana sebaiknya dilengkapi dengan sistem keamanan yang cukup tinggi seperti disediakannya pos-pos keamanan di tiap-tiap cluster rumah mereka sebelum terkena bencana, disediakan lampu penerangan di sepanjang jalan diluar lingkungan pemukiman maupun di sepanjang jalan di perumahan tersebut untuk menghindari ancaman tindak kriminal serta diposisikan di daerah yang cukup aman dari ancaman serupa atau potensi bencana alam lainnya sehingga tidak akan menimbulkan kerugian lagi baik itu moriil maupun materiil. Dalam hal ketersediaan air minum, memang menurut permen PU No.20 Tahun 2006, air minum adalah merupakan kebutuhan dasar yang sangat diperlukan bagi kehidupan manusia secara berkelanjutan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat; untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut diperlukan sistem penyediaan air minum yang berkualitas, sehat, efisien dan efektif, terintegrasi dengan sektor-sektor lainnya terutama sektor sanitasi sehingga masyarakat dapat hidup sehat dan produktif. Sumber air bersih berasal
110
dari air pemukaan (sungai, danau, waduk , dan lain-lain) dan air tanah (sumur, pemompaan, dan lain-lain). Kondisi di dalam permukiman korban bencana alam di Kabupaten Situbondo
belum dilengkapi dengan fasilitas air bersih. Untuk mengatasi
persoalan tersebut, masyarakat mengambil air di Dinas Kebersihan Kota Situbondo yang berjarak 4 km dengan lokasi permukiman korban bencana alam. Sama seperti air bersih, pengadaan listrik juga belum ada di kawasan relokasi ini. Akhirnya masyarakat menggunakan lilin atau petromaks. Sistem sanitasi yang ada juga tidak memadai, sehingga masyarakat merasa dirinya tidak sejahtera dibandingkan dengan kondisi sebelum relokasi dilakukan. Untuk masalah kondisi jalan, memang jalan yang ada di daerah relokasi kondisinya lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Begitupula dengan kondisi banjir. Kawasan ini bukanlah kawasan rawan banjir. Sehingga meskipun sarana prasarana yang ada kurang memadai, namun masyarakat merasa cukup tenang karena merasa aman, jauh dari banjir. Inilah keunikan masyarakat yang ada. Meskipun dari sarana prasarana tidak memadai untuk hidup layak, seperti tidak tersedianya air bersih dan listrik, namun masyarakat merasa hidupnya sudah lumayan. Ketika ditanya secara mayoritas apakah sudah merasa sejahtera, mereka mengatakan sudah. Meskipun sarana air bersih dan listrik tidak terdapat disana. Tapi kepuasan batin, berhubungan dengan aman dari terkena banjir, membuat mereka mengatakan bahwa mereka telah sejahtera. B. Faktor yang tidak signifikan Faktor yang tidak signifikan dalam hal ini adalah kondisi rumah. Maksud dari tidak signifikan adalah tidak ada hubungan antara persepsi sejahtera ataukah tidak dengan kondisi rumah mereka. Meskipun dari sisi kondisi rumah mereka memang sudah membaik namun tidak berhuungan dengan persepsi sejahtera ataukah tidaknya mereka secara keseluruhan.
111
C. Perbedaan Pendapatan dan Pengeluaran Sebelum dan Sesudah Relokasi Pendapatan dan pengeluaran masyarakat sebelum dan sesudah relokasi juga patut untuk diteiliti. Karena dua variabel ini mampu menggambarkan seberapa besar tingkat kesejahteraan yang dialami oleh masyarakat yang direlokasi. H0
: Tidak ada perbedaan antara pendapatan dan pengeluaran baik sebelum maupun sesudah relokasi.
Ha
: Ada perbedaan antara pendapatan dan pengeluaran baik sebelum maupun sesudah relokasi
Hasil Pengujian Dari Sign Test pada Lampiran A diperoleh bahwa Pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah relokasi berbeda. Perbedaannya bernilai negatif, artinya bahwa pendapatan sebelum direlokasi lebih besar dibandingkan dengan setelah direlokasi. Sedangkan untuk pengeluaran, tidak mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini bisa dilihat pada Tabel 5.8. Tabel 5.8 Signifikansi Perbedaan Pendapatan dan Pengeluaran Sebelum dan Sesudah Relokasi Faktor Pendapatan Pengeluaran
Signifikansi 0,004 0,312
Perbedaan Negatif Sama
Dari hasil statistik menunjukkan bahwa pendapatan sebelum adanya bencana tersebut lebih baik daripada pendapatan sebelum terjadi bencana. Perubahan yang terjadi ini mungkin disebabkan karena berkurangnya sektor pertanian akibat banjir, sehingga lahan untuk bertani menjadi berkurang dan hal ini mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat. Berdasarkan hasil observasi dua sektor ekonomi utama adalah sektor pertanian dan sektor perdagangan. Struktur ekonomi Kabupaten Situbondo masih didominasi oleh sektor pertanian. Hal ini dipengaruhi kondisi alam dan potensi ekonomi yang bersifat agraris. Dominasi sektor pertanian banyak disumbang dari tanaman
bahan pangan,
perkebunan, perikanan laut. Akibat dari dampak bencana tersebut membuat
112
masyarakat yang sebelumnya memiliki lahan pertanian atau peternakan, setelah terjadi bencana menjadi berkurang atau kehilangan lahan tersebut sehingga menyebabkan pendapatan yang diperoleh juga ikut berkurang. Hal inilah yang dapat menjadi penyebab perbedaan pendapat yang diterima oleh masyarakat yang menjadi korban bencana banjir tersebut. Dari hasil statistik yang menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan pada pengeluaran tersebut, mungkin disebabkan adanya masyarakat yang tingkat pengeluarannya bertambah dan diimbangi oleh masyarakat yang tingkat pengeluarannya menurun, sehingga tidak terjadi perbedaan tingkat pengeluaran antara sebelum dan sesudah terjadi bencana. Bertambahnya tingkat pengeluaran pada beberapa masyarakat kemungkinan terjadinya peningkatan harga barang akibat membengkaknya permintaan di pasar terhadap material dan bahan baku bangunan. Untuk mengatasi persoalan ini maka pemerintah juga akan menerapkan kebijakan impor bahan baku untuk menyeimbangkan antara permintaan dan pasokan bahan baku yang tersedia di pasar. 5. 3
Pembahasan Hasil Penelitian
5.3.1
Kondisi Permukiman Kenyataan yang berbeda dari kondisi permukiman lama dan permukiman
baru, mempengaruhi kehidupan pemukimnya. Permukiman lama yang berada di pusat kota memudahkan aksesbilitas pemukimnya, sebaliknya letak permukiman pasca relokasi yang relative jauh sangat menyulitkan pemukim yang umumnya berpenghasilan rendah. Demikian pula lingkungan di tepi sungai pada permukiman lama selain kemudahan mendapatkan air bersih dengan sumur gali/sungai untuk kebutuhan harian, masyarakat juga dapat memancing secara tradisional untuk menambah penghasilan. Sedangkan di lingkungan permukiman baru di daerah dataran tinggi sangat menyulitkan masyarakat untuk memperoleh air bersih, kondisi tersebut sesuai dengan pernyataan responden sebanyak 62% atau 31 orang yang menyatakan bahwa kondisi air bersih di permukiman baru lebih buruk. Perhitungan dengan uji statistik chi square menunjukkan juga bahwa fasilitas air bersih merupakan faktor yang tidak signifikan terhadap kesejahteraan
113
mereka. Tampak bahwa kondisi lingkungan permukiman lama lebih baik dibanding lingkungan permukiman baru. Jika persiapannya cukup secara teknis sesungguhnya permukiman baru dapat ditempati. Terutama dalam pengelolaan air bersih dan pemanfaatan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian masyarakat akan lebih terikat dengan permukiman baru karena dukungan lingkungan sekitarnya cukup memadai. Selanjutnya akan dibahas hasil kondisi fisik bangunan, kondisi prasarana lingkungan dan kondisi sarana penunjang permukiman. Pembahasan lebih difokuskan pada pemukiman paska relokasi. Beberapa data diantaranya disandingkan dengan kondisi permukiman lama yang berada di bantaran sungai sampeyan. 5.3.2
Kondisi Fisik Bangunan Jika dilihat dari kondisi rumah, stuktur dan konstruksi, genangan air
maupun tingkat kepadatan rumah dan penghuni sesuai dengan standar dalam community maping (Tabel 4.1) secara keseluruhan kondisi fisik bangunan permukiman paska relokasi relatif lebih baik dibandingkan dengan kondisi fisik bangunan permukiman lama, termasuk rumah yang dibangun oleh masyarakat paska relokasi di dekat bantaran sungan sampeyan. Pernyataan responden yang signifikan pada uji statistik chi square terhadap kondisi rumah dengan kesejahteraan menunjukkan bahwa kondisi permukiman yang baru lebih baik daripada permukiman lama pada saat tinggal di bantaran sungai sampeyan. Hal ini diperkuat dengan tabel persepsi masyarakat tentang senang tidaknya bermukim saat ini (lihat tabel 5.9) sebanyak 40% menyatakan senang sekali dan 50% cukup senang. Kondisi fisik rumah yang lebih bagus dibandingkan sebelumnya juga merupakan harapan masyarakat korban bencana alam banjir untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, ini dapat dilihat dalam uji statistik chi square bahwa kondisi rumah signifikan dengan kesejahteraan kehidupan mereka di permukiman yang baru.
114
5.3.3
Kondisi Prasarana Lingkungan Permukiman Berdasarkan persepsi responden dan standar dari community maping
tampak bahwa prasarana lingkungan paska relokasi belum memadai. Umumnya responden menyatakan prasarana air bersih (Tabel 5.2) dan listrik (Tabel 5.3) perlu mendapat perhatian . Di dalam pengujian statistik chi square juga memperlihatkan bahwa prasarana air bersih dan listrik menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan kesejahteraan mereka. Kondisi ini memberi gambaran bahwa kebutuhan akan air bersih bagi masyarakat di permukiman baru belum mencukupi. Berdasarkan wawancara dengan responden pada permukiman lama mereka dapat menggunakan air dari beberapa sumber dengan gratis, baik melalui sungai maupun sumur yang mereka buat. Sedangkan di permukiman paska relokasi air untuk mendapatkan minumpun harus berjalan 4 km. Prasarana lingkungan permukiman lainnya seperti persampahan, drainase dan jalan lingkungan sesuai dengan community maping pada permukiman paska relokasi tampak lebih baik dibandingkan permukiman lama (lihat Tabel 4.1). Jalan lingkungan dengan perkerasan dan drainase/got cukup memadai pada permukiman paska relokasi. Kemiringan tanah dan kondisi tanah yang berdaya resap tinggi tidak memungkinkan terjadinya genangan sebagaimana pada permukiman lama. Sampah bagi masyarakat lebih mudah di permukiman lama karena langsung dibuang di sungai tanpa pertimbangan dampak lingkungan, demikian pula dengan limbah rumah tangga lainnnya. Salah satu sektor penting yang harus direhabilitasi dan rekonstruksi adalah sektor infrastruktur yang meliputi pembangunan jalan, jaringan air bersih, irigasi, dan pelabuhan laut dan udara. Pengadaan air bersih / minum dilakukan secara sentral dan didistribusikan oleh PDAM. Meningkatkan kerjasama antara pemerintah dengan developer maupun investor dalam upaya meningkatkan jaringan air minum di kawasan tersebut. Sehingga untuk merumuskan konsep relokasi pemukiman adalah menunjang pengadaan air bersih / minum yang dilakukan secara sentral dan didistribusikan ke tiap-tiap unit rumah. Meningkatkan kerjasama antara
115
pemerintah dengan developer maupun investor dalam upaya meningkatkan penyediaan jaringan air minum di kawasan. Dari uraian diatas terlihat bahwa diantara prasarana air bersih dan penerangan yang tersedia/dipersiapkan menjadi kendala utama bagi masyarakat korban bencana alam banjir dalam beradaptasi di permukiman yang baru. Ketersediaan/pengelolaan air bersih yang tidak memadai memberi pengaruh yang besar bagi keberlangsungan hidup dan aktivitas keseharian masyarakatpaska relokasi. Keadaan ini cenderung mendorong mereka untuk mencari/menuju daerah permukiman dimana prasarana lingkungan permukiman cukup tersedia dan diperoleh dengan mudah/murah. 5.3.4
Kondisi Sarana Permukiman Berdasarkan
pernyataan
responden
sarana
yang
paling
disediakan/diperbaiki adalah sarana transportasi. Jarak yang relatif jauh dari tempat tinggal ke tempat bekerja bagi mereka yang umumnya berpengahasilan rendah merupakan kendala yang serius, ini dapat dilihat pada tabel 5.14 (tabel kepemilikan aset) yang menunjukkan bahwa dari 50 responden yang mempunyai kendaraan pribadi atau sepeda motor hanya 10 orang saja. Pada permukiman paska relokasi selain jarak yang relatif jauh sarana angkutan umum juga sangat terbatas baik dari segi jumlah dan waktu. Masyarakat yang tidak memiliki kendaraan pribadi harus berjalan kaki cukup jauh untuk mendapatkan angkutan umum menuju pusat kota atau tempat lainya. Tampak pula mereka yang mempunyai penghasilan
kurang dari Rp. 400.000 sebanyak
40 orang.
Sebagaimana dikemukakan bahwa bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah cenderung memilih tempat tinggal yang berdekatan dengan tempatnya bekerja. Hal ini dimaksudkan agar waktu tempuh relatif cepat dan jika perlu tidak mengeluarkan biaya tambahan.
116
Tabel 5.9. Tabulasi Silang Pekerjaan Responden yang Menempati Permukiman Baru dan Kesesuaian Lokasi Rumah Pekerjaan Responden Pedagang
Jumlah
Petani
Jumlah
Buruh/Kuli
Jumlah
Sopir
Jumlah
Ojeg
Jumlah
Tukang Becak
Jumlah
Karyawan Swasta
Jumlah
TNI/ABRI
Jumlah
PNS
Jumlah
Total Total dalam %
Lokasi rumah pasca relokasi sesuai kehendak Ya Tidak 4 15 21% 79% 1 8 11 89 5 7 42 58 0 2 0 100 0 2 0 100 0 2 0 100 1 1 50 50 1 0 100 0 1 0 100 0 13 32.4
37 57,6
Total 19 9 12 2 2 2 2 1 1
50 100
Tabel 5.9 adalah tabulasi silang antara pekerjaan dengan aksesbilitas yang memberikan gambaran tentang pendapat responden tentang aksesbilitas sesuai dengan mata pencaharian sebelum relokasi. Aksesbilitas yang sulit bagi masyarakat paska relokasi dapat mendorong mereka mencari alternatif lain untuk memudahkan pencapaian mereka terutama ke tempat kerja semula di pusat kota. Jika tidak mereka akan beralih mencari pekerjaan lain yang menunjang kelangsungan hidupnya. Ketidaksesuaian lokasi di kelurahan Sumber Kolak berhubungan dengan alasan mereka yang menyatakan sulitnya transportasi untuk menunjang aktivitas mereka serta jauhnya jarak ke tempat kerja serta alasan lainnya mengenai kurangnya fasilitas penunjang pada permukiman baru
117
5.3.5
Kondisi Sosial Ekonomi Seperti dijelaskan sebelumnya umunya responden paska relokasi bekerja
di sektor informal. Pekerjaan warga diukur dengan melihat kemapanan pekerjaan, pada pengukuran community maping menghasilkan nilai sebelum relokasi 0.9 adalah kategori baik dan nilai setelah relokasi 1.9 adalah kategori buruk. Hal ini menunjukkan bahwa paska relokasi jumlah masyarakat yang tidak bekerja meningkat lebih dari 10%. Peningkatan ini berhubungan dengan sulitnya lapangan kerja di sekitar kawasan paska relokasi serta sulitnya mereka untuk kembali bekerja di tempat semula. Dan sesuai dengan hasil uji statistik sign test menunjukkan bahwa dari segi pendapatan masyarakat di permukiman yang baru mengalami penurunan dibandingkan pada saat mereka menempati permukiman yang lama. Hal ini juga dipengaruhi oleh pada umumnya masyarakat korban bencana alam adalah mereka yang memilki
latar balakang pendidikan yang
rendah (Gambar 4.6 diagram Pie Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan). Mereka yang bekerja sebagai pedagang di sekitar sungai sampayan paska relokasi merasa sulit kembali berjualan di lokasi semula. Bagi mereka yang mampu kembali menyewa lokasi dekat pusat kota tempat kerjanya untuk menyimpan perlengkaan dasangannnya dan beristirahat jika tidak kembali kerumahnya mengingat biaya dan transportasi yang sulit. Sebagaimana
dikemukakan
bahwa
mobilitas
perekonomian
akan
mempengaruhi proses perkembangan rumah. Dengan demikian kehidupan masayarakat paska relokasi dalam proses pengembangan permukimamnya akan mengalami hambatan. Hambatan secara ekonomi juga akan mempengaruhi ikatan masyarakat dengan lahan yang mereka tempati. Keadaan ini dapat mendorong masyarakat mencari permukiman dimaana dukungan terhadap aspek finansial cukup bagi keberlangsungan hidupnya. Beberapa kegiatan masyaraakat dikembangkan oleh masyarakat korban bencana alam di permukiman paska relokasi, seperti gotong royong, pengajian, siskamling, posyandu dan arisan PKK. Pada tabel 5.11 dapat dilihat pula partisipasi masyarakat korban bencana alam banjir di permukiman paska relokasi
118
dalam kegiatan sosial, tampak partisipasi responden yang ikut serta dalam kegiatan sosial adalah 95%, kondisi ini dilatar belakangi oleh lingkungan sosial mereka yang baru. Relokasi permukiman juga menyebabkan berkurang atau terputusnya ikatan keluarga dan sosial pada pemukiman paska relokasi. Mereka yang terpisah dari keluarga dan kerabat di lingkungan permukiman paska relokasi kembali menyesuaikan dengan lingkungan sosial yang baru. 5.3.6
Kondisi fisik dan non fisik Sebagaimana ditegaskan dalam UU RI No. 4 Tahun 1992 bahwa tujuan
penataan lingkungan permukiman adalah untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat, mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional dan menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya serta bidang lain-lain. Juga disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan/atau menikmati dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomer 21 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah rekonstruksi merupakan pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana sedangkan relokasi di kabupaten Situbondo dilakukan karena tidak memungkinkan untuk memukimkan kembali warga bantaran sungai. Dengan demikian kebijakan relokasi hendaknya berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan pemukim dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman. Jika dilihat keadaaan yang kontras antara permukiman lama dan permukiman paska relokasi tampak bahwa persiapan yang berkaitan dengan aspek fisik dan non fisik belum cukup memadai.
119
Alasan sulitnya mata pencaharian paska relokasi juga mengindikasikan kurang siapnya sarana dan prasarana yang menunjang kehidupan masyarakat korban bencana alam di permukiman baru, utamanaya aksesbilitas mereka terhadap tempat kerja dan layanan publik. 5.3.7 Analisis Trianggulasi Analisa trianggulasi yang dilakukan untuk menyusun konsep penanganan lingkungan permukiman pengungsi setelah relokasi di Kabupaten Situbondo. Menurut Singarimbun, 1989 dalam Rolalisasi, 2009, konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan pada kelompok atau individu tertentu. Agar tidak terjadi kesalahan pengukuran maka konsep perlu didefinisikan dengan jelas, sebab konsep berperan sebagai penghubung antara teori dengan observasi, antara abstraksi dengan realitas. adalah menggabungkan substansi-substansi yang berkesesuaian antara fakta empirik bentuk penanganan relokasi permukiman, kajian pustaka/teori tentang penanganan relokasi permukiman dan penanganan relokasi permukiman oleh pemerintah propinsi Jawa Timur dan pemerintah kabupaten Situbondo. Proses kompilasi adalah dengan penyatuan substansi yang saling berkesesuaian antara ketiganya yang disebut dengan analisa Trianggulasi Skema analisis trianggulasi adalah sebagai berikut :
120
Empiris keberadaan relokasi lingk. permukiman bencana banjir
Kajian pustaka/rekomendasi teori tentang relokasi lingk. Permukiman bencana
Penanganan relokasi permukiman oleh Pemprop Jawa Timur , Pemkab Situbondo dan penelitian sebelumnya tentang relokasi bencana alam
Analisis Trianggulasi
Konsep Penanganan Relokasi Lingkungan Permukiman Pengungsi Akibat Bencana Alam Banjir
Gambar 5.14
Skema Analisis Trianggulasi Sumber : Penulis
A. Tinjauan Empiris Keberadaan Lingkungan Permukiman Pengungsi akibat Bencana Alam Banjir Kabupaten Situbondo. Bentuk penanganan lingkungan permukiman pengungsi akibat bencana alam banjir di Kabupaten Situbondo bisa dilihat dari adanya fakta empiris. Beberapa fakta empiris yang ada dalam lingkungan permukiman pengungsi tersebut, antara lain : 1. Status lahan masyarakat korban bencana sebelum direlokasi adalah menjadi hak milik. Namun setelah direlokasi status lahan tersebut adalah permukiman yang baru milik pemerintah kabupaten Situbondo. Sebagian besar masyarakat menginginkan adanya kepastian hukum status lahan yang mereka huni, karena lahan perumahan yang dulu sudah menjadi hak milik, telah hilang terkena bencana banjir.
121
2. Untuk status bangunan sebelum relokasi adalah rumah yang berdiri diatas lahan perkampungan tetapi tidak memiliki IMB, keadaan ini sama dengan permukiman yang baru dilokasi perumahan tetapi juga tidak memliki IMB. Kepastian status bangunan atau kepemilikan IMB oleh masyarakat korban bencana alam tidak terlalu penting bagi mereka. 3. Penduduk yang dipindahkan merupakan penduduk asli Situbondo. Kesamaan asal, bahasa dan budaya salah satu faktor penting memudahkan sosialisasi atau interaksi di permukiman yang baru. 4. Mayoritas pekerjaan masyarakat korban bencana alam
adalah pekerjaan
informal tidak tetap (penjual, petani kuli pasar, kuli bangunan, sopir, tukang becak) sedangkan sisanya adalah pekerjaan informal tetap (buruh pabrik) dan pekerjaan formal tetap (ABRI dan PNS) setelah pindah ke permukiman yang baru, masyarakat tidak mengalami perubahan. 5. Nilai pendapatan mengalami penurunan, karena sebagaian besar pendapatan total masyarakat korban bencana alam mempunyai pekerjaan informal tidak tetap belum dapat memenuhi kebutuha primer dan sekunder. Permasalahan ini karena kesulitan aksesbilitas dala mncapai tempat bekerja. 6. Untuk prasarana pendidikan, kesehatan dan ekonomi belum dapat dipenuhi oleh pemerintah Kabupaten Situbondo di dalam membangun permukiman baru masyarakat korban bencana alam. Hal ini tidak sesuai dengan kondisi sebelum
mereka
dipindahkan
atau
dipermukiman
lama.
Karena
dipermukiman yang lama semua fasilitas ada dan berfungsi. 7. Tersedianya ruang terbuka di permukiman yang baru lebih baik daripada sebelumnya. Ini disebabkan pemukiman baru ada taman terbuka yang memang disediakan tempat bermain. Sedangkan dipermukiman lama tidak ada tempat bermain (lapangan/ruang terbuka) dan atau jalan/gang sebagai tempat bermain. 8. Fasilitas sarana air bersih yang digunakan oleh masyarakat dipermukiman yang baru adalah air sumur untuk yang berpenghasilan rendah dan menggunakan jaringan PDAM untuk yang berpenghasilan menengah. Untuk kualitas air sumur yang digunakan jernih, tidak berbau dan tidak berasa
122
sedangkan untuk kualitas air PDAM dapat digunakan untuk minum, masak mandi dan cuci. Di permukiman yang baru belum tersedia fasilitas sarana air bersih yang dapat digunakan masyarakat baik itu air sumur atau PDAM. 9. Untuk fasilitas sanitasi/air limbah tidak ada perubahan, di setiap rumah terdapat pasarana sanitasi idividual yang memadai (dilengkapi septictank). Ketersediaan sarana tempat sampah dan selalu terangkut dipermukiman lama berbeda dengan keadaan di permukiman baru yang tidak tersedia tempat sampah disetiap rumah dan tidak ada pengelolaan sampah rumah tangga. Untuk kondisi drainase/got di permukiman baru ada di setiap rumah dengan kondisi yang bersih, begitu pula dengan kondisi jalan di depan rumah permukiman yang baru sudah diperkeras. Kondisi bangunan rumah permukiman baru bagi sebagian besar masyarakat korban bencana alam adalah bagus terbuat dari bahan yang awet, dirawat, dan tahan terhadap cuaca dari bahan permanen. Kondisi lantai rumah di permukiman baru hanya sebagian saja yang diperkeras (diplester) dan masih ada lantai yang belum diperkeras. Ventilasi rumah di permukiman yang baru mempunyai jendela atau lubang angin dikedua sisi ruang sehingga terjadi pergantian udara didalam ruangan tersebut, untuk sebagian masyarakat kondisi ini lebih bagus dibandingkan dengan permukiman lama mereka. Genangan air hujan di permukiman lama lebih buruk karena apabila terjadi genangan diseluruh halaman rumah dan seluruh ruangan didalam rumah tergenang air surutnya lebih dari 3 jam 10.
Ketidakpuasan masyarakat berpenghasilan menengah terhadap luas rumah yang dibangun lebih dari 70% luas. Halaman Rumah yang berada di permukiman baru mempunyai 2 kamar tidur dan 1 ruang tamu yang juga difungsikan sebagai ruang makan dan ruang keluarga.
B. Tinjauan Pustaka / Teori Tinjauan pustaka yang dipakai dalam analisis ini adalah tentang bencana alam banjir, perencanaan relokasi, rumah dan permukiman.
Hal yang mendasar
berkenaan dengan bencana adalah peristiwa yang mengancam dan menganggu
123
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/ atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 1. Thontowi (2005) menyatakan bahwa proses pelaksanaan Mitigasi bencana
alam, dilakukan melalui beberapa fase tingkatan, mulai kegiatan tanggap darurat, fase Rekonstruksi, Rehabilitasi, dan Reintegrasi. Bagi para korban bencana alam banjir perlu dilakukan relokasi karena tempat semula sudah tidak memungkinkan lagi terkena untuk ditempati. Relokasi (resettlement) adalah tindakan pemindahan suatu permukiman dari lokasi eksisting menuju ke suatu lokasi baru yang telah ditentukan akibat dari suatu kebijakan atau program yang dilaksanakan pemerintah. 2. S e b e l u m d i l a k u k a n r e l o k a s i m a k a seluruh sarana dan prasarana
fisik dan sosial harus sudah siap sebelum pemukim diminta untuk pindah ke lokasi. Organisasi masyarakat yang terkena dampak bencana dan perkumpulan masyarakat harus diajak bermusyawarah dalam pembangunan lokasi pemukiman kembali. (Davidson et al, , 1993). 3. Relokasi seringkali dikenal atas konsekuensi-konsekuensi buruk terhadap
pihak yang mengalaminya. Menurut Scudder dan Colson dalam Agbola dan Jinadu (2002). Fried (1982) yang mengamati bahwa keluhan atas hilangnya hunian masyarakat begitu tersebar luas dan fenomena sosial serius yang seringkali menyertai proses dislokasi urban. Speare dalam Clark dan Led (2005) menyatakan kepuasan residensial j u g a d i g u n a k a n sebagai determinan
kunci apakah seseorang akan pindah atau tetap di
kediamannya dilakukan. Karena itu proses relokasi masyarakat setalah bencana alam banjir harusnya menjadi lebih baik. Terutama dalam masalah pemenuhan kebutuhan dasar seperti perumahan, kesehatan, pendidikan dan pekerjaan.
124
Tabel 5.10 Rekomendasi Kajian Pustaka/Teori Sebagai Konsep Penanganan Lingkungan No.
1 2 3 4 5
Uraian Kajian Pustaka Mitigasi Bencana Alam Bencana alam banjir Konsep Relokasi Permasalahan Relokasi Konsep rumah
Sumber Teori Hntowi 2005 Kodoatie, 2002 Rossi, 1986 Fried, 1982 Maslow, 1954 Silas, 1989
Sumber : Kajian Pustaka/Teori, 2009
C. Tinjauan Terhadap Penanganan Relokasi Lingkungan Permukiman akibat Bencana Alam oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kabupaten Situbondo Kegiatan program penanganan pengungsi ini dilaksanakan sesuai prioritas kebutuhan antara lain, menyediakan barak-barak penampungan sesuai dengan jumlah pengungsi dalam waktu yang singkat, penyediaan air bersih yang layak dan terdistribusi secara merata di seluruh tempat-tempat penampungan dan menyediakan tempat pembuangan (kakus) agar tidak menjadi sumber penyebaran penyakit baru Penyelenggaraan program penanganan pengungsi tersebut pada Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Pemerintah Propinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kabupaten Situbondo dengan penekanan pada sektor prasarana dan sarana dasar permukiman serta air bersih. I.
Mitigasi Bencana Alam oleh Pemerintah Dalam pelaksanaan program di lapangan, bentuk kegiatan penanganan
pengungsi bidang prasarana dan sarana dasar permukiman yang dilaksanakan oleh Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Propinsi Jawa dilakukan melalui 3 (tiga) tahapan, yaitu : a. Tahap Tanggap Darurat Pada tahap ini dikategorikan tahap penanganan darurat/emergency dimana diperlukan penanganan secepatnya untuk dapat menampung dan menangani
125
pengungsi dalam jumlah yang besar serta waktu yang singkat melalui pemenuhan papan berupa pembuatan bedeng-bedeng darurat, barak-barak penampungan sementara, pemasangan tenda-tenda, pemenuhan kebutuhan akan air bersih dan sanitasi (khususnya cubluk) pada tingkatan kebutuhan minimal yang harus dipenuhi. Tahap tanggap darurat merupakan tahap awal penanganan pengungsi. Pelaksanaan penanganan diawali dengan pendekatan pelayanan yang bertumpu pada berkumpulnya kelompok kelompok pengungsi pada tempat-tempat/tanahtanah kosong yang sebagian mendirikan tenda-tenda yang dekat dengan fasilitasifasilitas umum, sosial, tempat ibadah dan rumah penduduk. Penanganan pengungsi pada tahap ini dilakukan pada sektor yang benarbenar sangat dibutuhkan dan merupakan kebutuhan dasar manusia yang apabila tidak dipenuhi dan diambil tindakan penanganannya dengan segera akan dapat mempengaruhi kehidupannya atau akan dapat menyebabkan akibat negatif yang lebih besar. Sektor-sektor yang dianggap penting pada tahap ini adalah : -
Sektor air bersih, mendistribusikan tempat-tempat penampungan air bersih berupa jerigen-jerigen air dan ember-ember bertutup (portable kontainer) kepada setiap Kepala Keluarga, menempatkan Hidran Umum/Terminal Air ditempat kelompok-kelompok pengungsi, sedangkan suplai air bersihnya dengan menggunakan mobil-mobil tangki dari Dinas PU Cipta Karya Propinsi Jawa Timur.
-
Sektor Sanitasi, menyediakan jamban-jamban/cubluk darurat komunal dalam jumlah sesuai dengan jumlah tempat-tempat penampungan pengungsi yang ada termasuk jamban/cubluk bagi prasarana umum yang untuk sementara dimanfaatkan sebagai penampungan pengungsi. Jumlah dari jambanjamban/cubluk-cubluk darurat yang dibangun ini 1 jamban/cubluk darurat untuk 5 KK (20 – 25 jiwa)
-
Sektor Permukiman, karena tempat tempat pengungsi yang tersebar diseluruh perbatasan dan tempat yang kosong maka penanganan pemenuhan kebutuhan akan perumahan menjadi tersebar dan dengan jenis serta ukuran perumahan yang bervariasi yaitu tenda plastik, penggunaan jenis ini
126
dilakukan pada awal penanganan, dimana untuk membuat barak-barak diperlukan waktu sedangkan situasi dan kondisi pengungsi dilapangan sangat membutuhkan tempat untuk berteduh. II. Tahap Pemantapan Tahap ini memberikan peningkatan pelayanan dan perbaikan terhadap yang telah dilaksanakan pada tahap tanggap darurat yaitu pada tenda-tenda penampungan, peningkatan pelayanan sektor air bersih dan sanitasi. Tujuan dari tahap ini adalah untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan memperkecil timbulnya penyakit, yang bertumpu pada aspek sarana dan prasarana dasar permukiman. a. Sektor air bersih Pada tahap ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pelayanan dan perluasan jaringan termasuk kepada penduduk lokal disekitar tempat penampungan pengungsi : Mengembangkan sistem air bersih yang ada dengan memperluas jaringan perpipaan bagi lokasi-lokasi
penampungan dan
memanfaatkan sumur-sumur bor baru dengan perpipaan menuju hidran-hidran umum. Menggadakan mobil tangki baru untuk meningkatkan pelayanan air
-
bersih dan daaerah-daerah yang tidak dapat dilayani melalui sistem perpipaan. Memperluas pelayanan dan meningkatkan kapasitas pelayanan termasuk
-
penduduk disekitar penampungan pengungsi dengan menggunakan perpipaan khususnya yang menggunakan sistem grafitasi dalam pendistribusiannya. b. Sektor Sanitasi -
Membuat saluran-saluran lingkungan dan drainase disekitar tempat penampungan terutama tempat penampungan dalam jumlah besar yang
127
kemungkinan akan dihuni untuk waktu yang cukup lama untuk menghindari tergenangnya air pada musim hujan. -
Mengganti jamban-jamban/cubluk yang sudah penuh dengan yang baru, serta dibeberapat tempat penampungan yang dianggap nantinya dapat dimanfaatkan penduduk lokal atau sebagai sarana umum dengan Mandi Cuci Kakus (MCK) permanent
c. Sektor Permukiman Peningkatan tenda-tenda karena di beberapa lokasi tenda tergenang air pada waktu hujan, maka diperlukan peningkatan kondisi fisik tenda. III.
Tahap Relokasi Kegiatan yang dilakukan diprioritaskan pada penanganan Relokasi Warga
Daerah Bantaran yang rumahnya Rusak Berat/Hilang sejumlah 398 unit. Adapun dengan keterbatasan anggaran dan ketersediaan lahan yang disediakan oleh pemerintah kabupaten Situbondo rencana kegiatan yang akan dilaksanakan adalah pembangunan rumah sebanyak 212 unit termasuk sarana dan prasarana lingkungan baik di dalam maupun di luar kawasan perumahan. a. Pelaksanaan Pembangunan Pada tahap awal adalah menyiapkan lokasi-lokasi permukiman baru yang terbagi dalam dua kategori yaitu kawasan pemukiman baru yang benar-benar baru dalam artian pada awalnya berupa lahan kosong yang tidak produktif yang kemudian dikembangkan menjadi suatu kawasan permukiman Permasalahan yang timbul adalah dengan waktu yang singkat harus mempersiapkan permukiman baru untuk korban bencana alam dan bagaimana mencari lahan/tanah kosong yang cukup luas yang dapat dimanfaatkan sebagai permukiman, karena dalam penanganan ini tidak disediakan dana khusus untuk pembebasan tanah maka lahan yang digunakan untuk permukiman baru tersebut adalah milik dari Pemerintah Kabupaten Situbondo
128
Karena lahan yang digunakan berupa lahan tidak produktif sehingga pertimbangan pertama dalam pemilihan lokasi adalah ketersediaan air baku untuk kepentingan air minum dan apabila memungkinkan dapat digunakan sebagai pertanian. Sedangkan pertimbangan kesulitan dalam penjangkauan (jauh dari jalan yang ada) akan diupayakan dengan membangun jalan baru. Meskipun dalam penanganan darurat proses sosialisasi program penting juga dilakukan untuk memberikan gambaran tentang relokasi secara utuh kepada pengungsi. Tetapi karena keterbatasan waktu dari Pemerintah Kabupaten Situbondo maka proses memotivasi dan memfasilitasi masyarakat dan pengungsi agar terlibat dan berperan aktif dalam proses perencanaan, yaitu apa yang diinginkan warga penampung dan warga pengungsi, bentuk prasarana lingkungan yang dibutuhkan serta berperan aktif dalam proses pelaksanaan sekaligus ikut melibatkan diri dalam pelaksanaan pembangunan melalui rekanan yang ditunjuk untuk pelaksanaan pembangunannya belum dapat dilakukan.
b. Hasil Pembangunan Permukiman Hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Propinsi Jawa Timur dengan Pemerintah Kabupaten Situbondo adalah: -
Kondisi Rumah Lahan yang diperuntukkan sebagai permukiman
untuk korban bencana
alam banjir adalah milik pemerintah kabupaten Situbondo dan sesuai dengan Perda kab. Situbondo bahwa pemerintah kabupaten wajib menyediakan lahan permukiman untuk korban bencana alam banjir dan kepemilikan dari lahan permukiman tersebut adalah milik pemerintah kabupaten Situboondo. Permukiman yang dibangun oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kabupaten Situbondo adalah milik dari Pemerintah Kabupaten Situbondo, Oleh karena itu masyarakat yang menghuni permukiman baru tersebut tidak mempunyai hak memiliki dan membangun kembali rumah tersebut.
129
Berkaitan dengan asal penduduk, sesuai dengan data korban bencana alam yang ada di Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang kabupaten Situbondo bahwa 100% penduduk yang dipindahkan merupakan penduduk asli Situbondo. Pemerintah Kab. Situbondo di dalam menangani korban bencana alam banjir hanya berorientasi pada pengadaan permukiman perumahan. Sedangkan untuk pekerjaan dari masing-masing korban bencana alam belum ada kebijakan dari permerintah kabupataen Situbondo (staf DPU CK dan Tata Ruang Kab. Situbondo) Sesuai dengan kebijakan yang diambil dan dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Situbondo di dalam penanganan korban bencana alam bahwa pelaksanaan relokasi hanya memprioritaskan pembangunan permukiman. -
Jenis Prasarana Keterbatasan anggaran APDB Pemerintah Propinsi Jawa Timur untuk
membangun permukiman baru korban bencana alam sehingga membuat skala prioritas kebutuhan mendasar yang dibutuhkan masyarakat korban bencana alam. Sesuai dengan skala prioritas dan anggaran yang ada Pemerintah Propinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kab. Situbondo lebih memprioritaskan pembangunan perumahannya dan fasilitas peribadatannya. Luasnya lahan yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Situbondo untuk permukiman baru memudahkan dalam mendesign permukiman baru dengan dilengkapi fasilitas ruang terbuka. Kondisi alam dari Situbondo yang rawan air bersih juga mempengaruhi di dalam pelaksanaan pembangunan permukiman baru untuk korban bencana alam. Karena pembangunan permukiman harus dilaksanakan dengan waktu yang cepat maka pengadaan air bersih diakukan setelah pembangunan permukiman selesai. (Staf PU CK dan Tata Ruang Kab. Stubondo) -
Status Bangunan Untuk pembangunan kondisi fisik dari sampah, drainase, jalan, kondisi
bangunan rumah, kondisi lantai, kondisi ventilasi, genangan hujan, kepadatan bangunan, pembagian ruang, kepadatan hunian mengacu pada Peraturan Mentri PU 54/PRT/1991.
130
Akan tetapi proses pengumpulan dan pengangkutan sampah dari rumah tangga ke tempat pembuangan akhir belum dapat disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Situbondo. Kesulitan dan keterbatasan waktu di dalam mempersiapkan lahan permukiman baru untuk korban bencana alam sehingga permukiman yang baru jauh dari pusat perekonomian dan fasilitas pendidikan. Kajian empirik pada kawasan lain yang sudah pernah dilaksanakan tentang studi/penelitian penanganan lingkungan permukiman yang akan dikompilasi untuk dirumuskan sebagai konsep penanganan lingkungan permukiman, berdasarkan data sekunder yang merupakan hasil penelitian yaitu : 1. Pelaksanaan pembangunan kembali masyarakat Aceh dan Nias akibat bencana alam Tsunami. Berikut adalah tahap-tahap di dalam penanggulangan korban bencana alam oleh BRR : Upaya penanggulangan dan pemulihan tersebut dilakukan dengan pendekatan secara utuh dan terpadu melalui tiga tahapan, yaitu tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi yang harus berjalan secara bersamaan dalam pelaksanaan penanggulangan dampak bencana : -
Tahap Tanggap Darurat (Januari 2005 – Maret 2005) bertujuan menyelamatkan masyarakat yang masih hidup, mampu bertahan dan segera terpenuhinya kebutuhan dasar yang paling minimal. Sasaran utama dari tahap tanggap darurat ini adalah penyelamatan dan pertolongan kemanusiaan. Dalam tahap tanggap darurat ini, diupayakan pula penyelesaian tempat penampungan sementara yang layak, serta pengaturan dan pembagian logistik yang cepat dan tepat sasaran kepada seluruh korban bencana yang masih hidup.
-
Tahap Rehabilitasi (April 2005 – Desember 2006) bertujuan mengembalikan dan memulihkan fungsi bangunan dan infrastruktur yang mendesak dilakukan untuk menindaklanjuti tahap tanggap darurat, seperti rehabilitasi mesjid, rumah sakit, infrastruktur sosial dasar, serta prasarana dan sarana perekonomian yang sangat diperlukan.
-
Tahap Rekonstruksi (Juli 2005 – Desember 2009) bertujuan membangun
131
kembali kawasan kota, desa dan aglomerasi kawasan dengan melibatkan semua masyarakat korban bencana, para pakar, perwakilan lembaga swadaya masyarakat, dan dunia usaha. Pembangunan prasarana dan sarana akan dimulai dari sejak selesainya penyesuaian rencana tata ruang baik di tingkat provinsi dan terutama di tingkat kabupaten dan kota yang mengalami kerusakan, terutama di daerah pesisir. Sasaran akhir tahap rekonstruksi ini adalah terbangunnya kembali kehidupan masyarakat yang lebih baik di wilayah yang terkena bencana. Pada tahap ini juga akan dibangun instalasi sistem peringatan dini bencana alam, yang didukung dengan data dan riset ilmu kebumian, sehingga kejadian serupa tidak menimbulkan korban yang besar di kemudian hari dan di berbagai wilayah negara. Permasalahan yang ada selama dilakukan pembangunan kembali permukiman dan fasilitas lain untuk korban bencana, adalah : -
Persoalan pemilikan hak tanah dan tata guna lahan. Dalam hal ini pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang mempersilakan pemilik lahan untuk kembali ke tanah asalnya, tidak menerapkan upaya relokasi kecuali untuk warga yang tanahnya tidak dapat lagi digunakan, dan bantuan untuk pengurusan hak atas tanah oleh warga secara kolektif dan bebas biaya.
-
Kurangnya ketersediaan bahan baku dan bangunan dalam jumlah besar akibat rusaknya mata rantai distribusi dan penyimpanan di Aceh dan Nias. Untuk mengatasi hal ini maka pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk pembukaan akses transportasi di beberapa titik yang tidak terjangkau oleh jalur darat melalui pembangunan landasan udara atau air-strip.
-
Terjadinya peningkatan harga barang akibat membengkaknya permintaan di pasar terhadap material dan bahan baku bangunan. Untuk mengatasi persoalan ini maka pemerintah juga akan menerapkan kebijakan impor bahan baku untuk menyeimbangkan antara permintaan dan pasokan bahan baku yang tersedia di pasar.
2 . Hasil
penelitian yang dilakukan
oleh
132
Miyata,
tentang
permukiman
kembali pada area waduk Birecik, adalah : -
Gagal untuk memenuhi panduan internasional (yang mengharuskan taraf hidup semula dari populasi yang terkena dampak bencana harus dapat dipulihkan setelah permukiman kembali tersebut telah rampung)
-
Kegagalan pemerintah juga berkaitan dengan kegagalannya dalam memenuhi janji dalam pemberian kompensasi bagi mereka yang tidak memiliki lahan.
-
Setelah direlokasi, para warga yang terkena dampak proyek mengalami penurunan jumlah ternak.
-
Fasilitas rumah tangga mereka mengalami peningkatan
-
Persepsi umum terhadap permukiman kembali menunjukkan lebih dari 80% responden menunjukkan kondisi yang lebih buruk. Perubahan pada layanan publik, infrastruktur, pendidikan, dan lain-lain. Secara mayoritas responden menganggap adanya penurunan pada pelayanan dasar seperti air bersih, listrik dan layanan kesehatan, bahkan masjid yang merupakan bagian dari budaya mereka juga mengalami penurunan.
-
Perubahan pada layanan publik, infrastruktur, pendidikan, dan lain-lain. Secara mayoritas responden menganggap
adanya penurunan pada
pelayanan dasar seperti air bersih, listrik dan layanan kesehatan, bahkan masjid yang merupakan bagian dari budaya mereka juga mengalami penurunan.
Tetapi
selain ketidakpuasan
tersebut,
responden
juga
memiliki kepuasan terhadap kondisi rumah mereka serta kondisi jalan di lokasi yang baru. -
Pada kondisi ekonomi ditemukan bahwa setelah permukiman kembali, para responden memiliki opsi pekerjaan yang lebih sedikit dibandingkan pada daerah asal.
-
Bahkan tingkat pengangguran (yang sebelumnya tidak terdapat di daerah asal), mengalami peningkatan.
3. Penelitian tentang taraf hidup pasca relokasi juga dilakukan oleh Soussan, Datta dan Clemett. Studi ini memaparkan perubahan taraf hidup pada proyek relokasi Mirpur-Baunia, yaitu :
133
-
Tingkat pendidikan di Baunia (lokasi yang baru) menjadi lebih tinggi dan rumah tangga merasa lebih aman untuk berinvestasi di lokasi yang baru seperti dengan cara memperbagus rumahnya.
-
Status lahan di Baunia menjadi sesuatu yang vital untuk diperhatikan dan birokrasi dalam penyelesaiannya membutuhkan proses yang berbelitbelit serta adanya pungutan-pungutan yang begitu besar.
-
Perpindahan
ke
Baunia
memiliki
dampak
terhadap
pendapatan
rumah tangga, sebagian besar penduduk yang direlokasi mengalami peningkatan pendapatan. -
Peningkatan keamanan baik fisik maupun sosial.
-
Peningkatan kesehatan, merupakan refleksi dari peningkatan nutrisi yang disebabkan oleh tingkat kemakmuran yang lebih baik.
-
Kesehatan yang meningkat juga refleksi dari kondisi lingkungan yang lebih baik, kondisi ini merupakan perpaduan dari akses terhadap suplai air yang sehat serta pembuangan limbah yang lebih baik.
-
Akses
terhadap
pelayanan-pelayanan
yang
lebih
baik,
seperti
kesehatan dan pendidikan. -
Peningkatan kapital sosial di Baunia, termasuk institusi formal dan non formal,
yang
penting
bagi
pengembangan
komunitas
serta
signifikan dalam operasionalisasi berbagai aktivitas ekonomi. -
Persepsi penduduk (kualitas rumah, layanan pendidikan, kesehatan, transportasi,air dan sanitasi) terhadap lingkungan barunya lebih baik dibandingkan lokasi terdahulu.
D. Proses Analisis Trianggulasi Berdasarkan ketiga komponen/tinjauan ketiga substansi penelitian ini, maka akan dikompilasi untuk merumuskan konsep penanganan lingkungan permukiman akibat bencana alam banjir kabupaten Situbondo. Proses analisis trianggulasi dapat dilihat pada matriks analisis trianggulasi tabel 5.11 ini.
134
Tabel 5.11 Analisis Triangulasi NO. 1
Variabel/Sub Variabel
Empiris Keberadaan Lingkungan Permukiman
Kajian Pustaka/Teori Tentang
Studi Kasus Penanganan Relokasi
Konsep Penanganan Relokasi
Daerah Relokasi Banjir Kabupaten Situbondo
Penanganan Relokasi Bencana
Permukiman di Situbomdo
Korban Bencana Banjir Kabupaten
Aceh-Nias dan Baunia
Situbondo
3
4
5
6
I.
2 Mitigasi Bencana Alam
A.
Tahap Tanggap
Bencana alam banjir menyebabkan adanya
Darurat
Tanggap darurat bencana (Thontowi, 2005) :
Pada tahap ini dikategorikan tahap
Tahap tanggap darurat merupakan tahap
kerusakan-kerusakan pada prasarana dan
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
penanganan darurat/emergency dimana
awal penanganan pengungsi. Tahap ini
sarana permukiman penduduk baik di bantaran
dengan segera pada saat kejadian bencana
diperlukan penanganan secepatnya
diawali dengan pendekatan pelayanan
sungai Sampeyan ataupun di luar bantaran
untuk menangani dampak buruk yang
untuk dapat menampung dan menangani
Yang bertumpu pada berkumpulnya
sungai Sampeyan. Sehingga masyarakat yang
ditimbulkan, meliputi kegiatan penyelamatan
pengungsi dalam jumlah yang besar
kelompok kelompok pengungsi pada
kehilangan tempat tinggal dan mengungsi ke
dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
serta waktu yang singkat melalui
tempat-tempat/tanah-tanah kosong yang
tenda-tenda penampungan yang dipersiapkan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pemenuhan papan penampungan
sebagian mendirikan tenda yang dekat
Pemerintah. Namun ketidak seimbangan dan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
sementara, pemasangan tenda-tenda,
dengan fasilitas umum, tempat ibadah
ketidak layakan jumlah tenda yang disediakan
prasarana dan sarana
pemenuhan kebutuhan akan air bersih
dan rumah penduduk.
dengan jumlah pengungsi menyebabkan
dan sanitasi (khususnya cubluk) pada
sebagaian besar pengungsi tinggal di luar tenda
tingkatan kebutuhan minimal yang harus dipenuhi. Pada bencana alam Aceh dan Nias, hal yang dilakukan pertama kali pada tahapan ini adalah menyelamatkan manusia yang masih hidup, penampungan sementara dan bantuan logistik.
135
B.
Tahap
Perbaikan fasilitas prasarana dan sarana
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan
Tahap ini memberikan peningkatan
Perbaikan kondisi fasilitas prasarana dan
Rehabilitasi
penampungan sementara tidak dirasakan oleh
semua aspek pelayanan publik dan masyarakat
pelayanan dan perbaikan terhadap yang
sarana penampungan sementara perlu
masyarakat korban bencana alam.
sampai tingkat yang memadai pada wilayah
telah dilaksanakan pada tahap tanggap
ditingkatkan untuk normalisasi
Ketidak tersediaan fasilitas-fasilitas sosial dan
paska bencana dengan sasaran utama untuk
darurat yaitu pada tenda-tenda
kehidupan masyarakat paska bencana
kesehatan menyababkan sebagaian besar
normalisasi atau berjalannya secara wajar
penampungan, peningkatan pelayanan
alam sehingga dapat meningkatkan
masyarakat bencana alam mengalami
aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat
sektor air bersih dan sanitasi.
Kualitas lingkungan dan memperkecil
penurunan kesehatan baik secara fisk dan
pada wilayah pascabencana
Tujuan dari tahap ini adalah untuk
dampak negatif dari bencana alam.
psikis.
meningkatkan kualitas lingkungan dan memperkecil timbulnya penyakit, yang bertumpu pada aspek sarana dan prasarana dasar permukiman. Tetapi karena keterbatasan dana . sehingga penanganannya tidak dapat merata. Pada bencana di Aceh dan Nias, hal yang dilakukan oleh pemerintah pada tahapan ini adalah mengembalikan dan memulihkan fungsi bangunan dan infrastruktur yang mendesak dilakukan untuk menindaklanjuti tahap tanggap darurat, seperti rehabilitasi mesjid, rumah sakit, infrastruktur sosial dasar, serta prasarana dan sarana perekonomian yang sangat diperlukan.
C.
Tahap Relokasi
Kehilangan tempat tinggal, prasana dan sarana
Dalam penentuan relokasi perumahan selalu
Pada tahap awal menyiapkan lokasi
Tahap relokasi di laksanakan oleh
membuat masyarakat korban bencana alam
mewarnai dalam tiga besar pendekatan:
permukiman baru yang terbagi dua
pemerintah karena masyarakat korban
tidak punya pilihan untuk bertempat tinggal.
Pendekatan pertama memungkinkan
kategori yaitu kawasan pemukiman baru
bencana alam tidak mempunyai pilihan
masyarakat membangun rumahnya kembali
yang benar-benar baru dalam artian pada
lain dalam beertempat tinggal.
136
oleh dirinya sendiri dengan bantuan finansial,
awalnya berupa lahan kosong yang tidak
Oleh karena itu pemerintah wajib
material bangunan dan atau asistensi teknis.
tidak produktif kemudian selanjutnya
menyediakan lahan yang luas dan cepat
Pendekatan kedua pemerintah memberikan
dikembangkan menjadi suatu kawasan
Untuk membangun permukiman baru.
Bantuan dan korban bencana alam membagun
permukiman. Permasalahan yang timbul
sendiri perumahannnya Dalam pendekatan
adalah dengan waktu yang singkat harus
ketiga, pemerintah merancang dan
mempersiapkan permukiman baru untuk
membangunkan rumah bagi para korban
korban bencana alam dan mencari
setelah beberapa tahap sosialisasi dilakukan.
lahan/ tanah kosong yang luas dapat dimanfaatkan sebagai permukiman Pembangunan prasarana dan sarana Aceh dan Nias, tahap relokasi akan dimulai dari sejak selesainya penyesuaian rencana tata ruang baik di tingkat provinsi dan terutama di tingkat kabupaten dan kota yang mengalami kerusakan, terutama di daerah pesisir.
II.
Pembangunan Relokasi Permukiman
A.
Kondisi Rumah Status Lahan
Status lahan masyarakat korban bencana
Tanah merupakan piagam satu-satunya yang
Lahan yang diperuntukkan sebagai
Lahan yang dibangun untuk korban
sebelum direlokasi adalah menjadi hak milik.
merupakan landasan dari budaya suatu suku
permukiman untuk adalah milik
bencana alam merupakan milik
Namun setelah direlokasi status lahan tersebut
bangsa, tempat beristirahat para leluhur dan
Pemkab. Situbondo dan sesuai
pemerintah yang kemudian digunakan
milik pemerintah kabupaten Situbondo.
sumber dari kekuatan spiritual dengan
dengan perda Pemkab. SItubondo
Oleh masyarakat korban bencana alam.
Sebagian besar masyarakat menginginkan
demikian tanah sering dianggap memberikan
bahwa pemerintah wajib menyediakan
Masyarakat merupakan pihak yang
kepastian hukum status lahan yang mereka
penghormatan. (Goldsmith, 1993)
lahan permukiman bar u untuk
Memiliki hak guna atas bangunan saja.
huni, karena lahan perumahan yang dulu sudah
korban bencana alam banjir dan
137
menjadi. hak milik, habis terkena banjir.
Kepemilikam dari lahan permukiman tersebut adalah milik pemkab Situbondo Status lahan di Baunia menjadi sesuatu yang vital untuk diperhatikan dan birokrasi dalam penyelesaiannya Membutuhkan proses yang berbelit-belit serta adanya pungutan-pungutan yang begitu besar..
Status
Untuk status bangunan sebelum relokasi adalah
Permukiman yang dibangun Pemprop
Permukiman yang dibangun oleh
Bangunan
rumah yang berdiri diatas lahan perkampungan
Jatim dan Pemkab. Situbondo.
Pemerintah bagi korban bencana alam
tetapi tidak memiliki IMB, keadaan ini sama
Adalah milik Pemkab. Situbondo.
Banjir adalah salah satu upaya
permukiman yang baru dilokasi perumahan
Oleh karena itu masyarakat yang
Pemerintah untuk mengatasi masalah
juga tidak memliki IMB. Kepastian status
menghuni permukiman baru tidak
ketidakjelasan status bangunan dan
bangunan atau kepemilikan IMB oleh
mempunyai hak memiliki dan
tanah.
masyarakat tidak terlalu penting bagi mereka.
membangun kembali rumah tersebut.
Asal Penduduk
Penduduk yang dipindahkan merupakan
Fried (1982) yang mengamati bahwa keluhan a
-Berkaitan dengan asal penduduk, sesuai
Karakteristik penduduk merupakan salah
penduduk asli Situbondo. Kesamaan asal,
hilangnya hunian mereka begitu tersebar luas
dengan data korban bencana alam
Satu faktor yang harus dipertimbangkan
bahasa dan budaya salah satu faktor penting
dan fenomena sosial serius yang seringkali
di Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang
Dalam melakukan reloksi bencana alam
memudahkan sosialisasi atau interaksi di
menyertai proses dislokasi urban. Dislokasi
kabupaten Situbondo bahwa 100%
Bagi masyarakat agar sosialisasi dan
permukiman yang baru.
seringkali meningkatkan “patologi” sosial
penduduk yang dipindahkan merupakan
Interaksi yang ada dapat mempercepat
Dan psikologis bagi beberapa pihak, tapi
penduduk asli Situbondo
Proses penanganan korban.
hal tersebut dapat dilihat sebagai peluang baru dan peningkatan mobilitas sosial
Relokasi Aceh dan Nias memiliki
bagi pihak lainnya
karakteristik penduduk yang hampir sama. Sehingga dalam melakukan relokasi tidak menglami kendala dalam masaah sosialisasi.
138
Pekerjaan
Mayoritas pekerjaan masyarakat korban
Terhadap pengaadaan perumahan ada tiga
Pemerintah Kab. Situbondo di dalam
Faktor pekerjaan merupakan faktor
bencana alam adalah pekerjaan informal tidak
faktor kependudukan yang perlu diketahui
menangani korban bencana alam banjir
Penting yang juga diberikan perhatian
tetap (pedagang petani, kuli bangunan, tukang
secara jelas yaitu pendapatan, lapangan kerja
berorientasi pada pengadaan
Khusus bagi pemerintah karena
becak) sedangkan sisanya adalah pekerjaan
dan pendidikan (Silas , 1989)
perumahan. Sedangkan untuk pekerjaan
Ketiadaan pekerjaan bagi korban
informal tetap (buruh pabrik) dan pekerjaan
korban bencana alam tidak
Akan mampu menimbulkan masalah
formal tetap (ABRI dan PNS) setelah pindah ke permukiman baru masyarakat tidak
Ada kebijakan dari permkab. Situbondo
baru seperti stress karena beban hidup yang semakin berat.
mengalami perubahan.
Pada kondisi ekonomi ditemukan bahwa setelah permukiman kembali, para responden memiliki opsi pekerjaan yang lebih sedikit dibandingkan pada daerah asal. Shg tingkat pengangguran (yang sebelumnya tidak terdapat di daerah asal), mengalami peningkatan. Sebelum adanya proyek permukiman kembali, sebagian besar responden memiliki sumber pendapatan (pekerjaan) lebih dari satu sumber. Sedangkan setelah mereka dimukimkan kembali sebagian besar responden hanya memiliki sumber pendapatan dari satu sumber saja. (Aceh-Nias)
Pendapatan
Nilai pendapatan mengalami penurunan, karena
Perpindahan ke Baunia memiliki
Pendapatan korban bencana alam perlu
Sebagaian besar pendapatan total masyarakat
dampak terhadap pendapatan
Dilakukan proses evaluasi mengingat
korban bencana alam mempunyai pekerjaan
rumah tangga, sebagian besar penduduk
Kebutuhan hidup pastinya meningkat
Informal tidak tetap belum dapat memenuhi
yang direlokasi mengalami
Disebabkan oleh kehilangan banyak
Kebutuhan primer dan sekunder.
peningkatan pendapatan bahkan
hal pasca bencana alam
penduduk yang melakukan perpindahan lebih dari 14 tahun mengalami
139
peningkatan pendapatan dua kali lipat lebih besar dibandingkan di lokasi sebelumnya. B.
Jenis Prasarana Ibadah
Untuk prasarana pendidikan, kesehatan dan
Alex Inkleles (1985) menyatakan faktor
Keterbatasan anggaran Pemerintah
Sarana kesehatan, pendidikan, ekonomi
Pendidikan
ekonomi belum dapat dipenuhi oleh pemkab
kelengkapan fasilitas, lengkap tidaknya
Propinsi Jawa Timur untuk membangun
dan sosial merupakan kebutuhan dasar
Ekonomi
Situbondo di dalam membangun permukiman
fasilitas. yang ada mencerminkan
permukiman baru korban bencana alam
Bagi masyarakat. Karena itu perlu
Kesehatan
baru masyarakat korban bencana alam. Hal ini
perkembangan keadaan masyarakat di lokasi
membuat skala prioritas kebutuhan
penanganan khusus untuk menyelesaikan
Sosial
tidak sama dengan kondisi sebelum mereka
yang bersangkutan. Pada umumnya makin
yang dibutuhkan masyarakat. Sesuai
Hal tersebut dengan membangun sarana
dipindahkan . Karena di permukiman yang
berkembangnya suatu masyarakat maka makin
dengan skala prioritas yang ada maka
prasarana secara lengkap agar korban
lama semua fasilitas ada dan berfungsi.
lengkap fasilitas sosial, ekonomi yang
Pemerintah Propinsi Jawa Timur
paska bencana tidak mengalami trauma
Kegiatan warga sebelum dilakukan relokasi
dimilikinya, sesuai dengan meningkatnya
Dan Pemerintah kabupaten Situbondo
yang berkepanjangan.
antara lain kegiatan gotong royong, ronda
kebutuhan pelayanan.
lebih memprioritaskan pembangunan
arisan, posyandu dan kegiatan kampung yang
perumahannya dan fasilitas ibadah.
lain. Untuk penelitian pada area waduk Birecik, setelah direlokasi, para warga yang terkena dampak proyek mengalami penurunan jumlah ternak. Tetapi secara umum fasilitas rumah tangga mereka mengalami peningkatan, seperti kamar mandi. Sedangkan kepemilikan alat-alat elektronik mereka mengalami penurunan. Ruang Terbuka
Tersedianya ruang terbuka di permukiman baru
Johan Silas, rumusan permukiman yang
Luasnya lahan yang dimiliki oleh
Permukiman korban bencana alam
lebih baik daripada sebelumnya. Ini disebabkan
sesuai di Indonesia yaitu; sebuah teritorial
Pemkab Situbondo untuk permukiman
sebaiknya dilengkapi dengan ruang
pemukiman baru ada taman terbuka disediakan
habitat yaitu penduduknya masih dapat
baru memudahkan dalam mendesign
Terbuka karena masyarakat memerlukan
140
tempat bermain. Sedangkan dipermukiman
melaksanakan kegiatan biologis, sosial,
Permukiman baru dengan dilengkapi
Tempat untuk bersosialisasi dan juga
lama tidak ada tempat bermain (lapangan/ruang
ekonomis, politis, dan dapat menjamin
fasilitas ruang terbuka.
area yang luas untuk melepas penat
terbuka) dan atau jalan/gang sebagai tempat
kelangsungan lingkungan yang seimbang dan
bermain
serasi.
Fasilitas ruang terbuka yang ada di Aceh setelah Tsunami diperbanyak, untuk memudahkan masyarakat melakukan refreshing karena stres akibat bencana alam.
C.
Jenis Sarana Sumber Air
Fasilitas sarana air bersih yang digunakan oleh
Unsur berikut dikaji dalam kaitan keadaan
Kondisi alam dari Situbondo yang rawan
Kebutuhan akan air merupakan
masyarakat dipermukiman lama adalah air
perumahan penduduk (Silas, 1989)
air juga mempengaruhi di dalam
kebutuhan urgen yang harus segera
sumur dan jaringan PDAM.
besar rumah dan tingkat hunian, pemilikan
pembangunan permukiman baru.
Dipenuhi pihak pemerintah. Sebab air
Untuk kualitas air sumur yang digunakan
keadaan struktur, keadaan fasilitas rumah
Karena pembangunan permukiman
merupakan kebutuhan mendasar warga
jernih, tidak berbau dan berasa sedangkan
dan penggunaan air
harus dilaksanakan dengan waktu cepat
Yang digunakan untuk aktivitas sehari-
untuk kualitas.
maka pengadaan air bersih diakukan
hari.
PDAM dapat digunakan untuk minum, masak
setelah pembangunan selesai.
Mandi dan cuci. Di permukiman yang baru belum tersedia fasilitas sarana air bersih yang
Persepsi umum terhadap relokasi
digunakan baik itu air sumur atau PDAM.
menunjukkan lebih dari 80% responden menunjukkan kondisi yang lebih buruk. Perubahan pada layanan publik, infrastruktur, pendidikan, dan lain-lain.
Sanitasi/Air
Untuk fasilitas sanitasi/air limbah tidak ada
Unsur berikut dikaji dalam kaitan keadaan
Untuk pembangunan kondisi fisik dari
Pembangunan fasilitas sanitasi atau air
Limbah
perubahan, di setiap rumah terdapat pasarana
perumahan penduduk (Silas, 1989)
Saampah drainase, jalan, kondisi
Limbah merupakan serangkaian fasilitas
sanitasi individual yang memadai (dilengkapi
besar rumah dan tingkat hunian, pemilikan
kondisi lantai, kondisi ventilasi,
Yang dibangun oleh pemerintah untuk
septictank)
keadaan struktur, keadaan fasilitas rumah
kepadatan bangunan, pembagian ruang,
Melengkapi permukiman korban
dan penggunaan air
Bangunan rumah, genangan hujan
bencana alam.
kepadatan hunian mengacu pada
141
Keputusan Mentri PU 54/PRT/1991 Persepsi penduduk (untuk isu-isu utama seperti kualitas rumah, layanan pendidikan, kesehatan, transportasi,air Dan sanitasi) terhadap lingkngan barunya lebih baik dibandingkan kondisi terdahulu (Baunia).
Drainase/got
Jalan
Untuk kondisi drainase/got di permukiman baru
Unsur berikut dikaji dalam kaitan keadaan
Upaya relokasi bencana alam
di setiap rumah dengan kondisi yang bersih.
perumahan penduduk (Silas, 1989)
Mengharuskan adanya permukiman
besar rumah dan tingkat hunian, pemilikan
Yang memiliki fasilitas dan sarana
keadaan struktur, keadaan fasilitas rumah
Lengkap bagi masyarakat. Agar upaya
dan penggunaan air
Pemulihan korban bencana alam dapat
Begitu pula dengan kondisi jalan di depan
Lokasi dan kualitas relokasi baru adalah hal
Kesulitan di dalam penyediaan lahan luas
segera terselesaikan. Sarana seperti Drainase/got, jalan, dan penanganan
rumah permukiman yang baru sudah
penting dalam perencanaan relokasi, karena
dekat dengan pusat perekonmian dan
sampah adalah salah satu sarana yang
diperkeras. Meskipun kondisi fisik jalan lebih
Menentukan hal-hal berikut ini : kemudahan
sosial oleh pemkab Situbondo
juga dilengkapi oleh pemerintah..
baik namun dari sisi aksesibilitas menuju
menuju lahan usaha, jejaring sosial, pekerjaan
menyebabkan lahan yang dibangun
tempat kerja, sarana pendidikan, kesehatan dan
peluang pasar (Davidson et all)
untuk korban bencana alam jauh dari
sarana lain sulit dijangkau.
fasilitas dan pusat perkenomian Secara keseluruhan, bencana telah menghancurkan sebagian sistem sosialekonomi masyarakat di Aceh dan Nias. Aktivitas produksi, perdagangan dan perbankan mengalami stagnasi total dan perlu pemulihan dengan segera. Sistem Transportasi dan telekomunikasi juga mengalami gangguan yang serius dan
142
bencana dapat segera diakses. Pemberian tanah oleh pemerintah dan berbagai macam LSM sudah mampu menghidupkan kembali aktivitas masyarakat. Sampah
Ketersediaan sarana tempat sampah dan selalu
Proses pengumpulan dan pengangkutan
terangkut dipermukiman lama berbeda dengan
sampah dari rumah tangga ke tpa
di permukiman baru tidak tersedia tempat
belum dapat disediakan oleh Pemerintah
sampah disetiap rumah dan tidak ada
Kabupaten Situbondo.
pengelolaan sampah rumah tangga Kondisi
Kondisi bangunan rumah permukiman baru
Unsur berikut dikaji dalam kaitan keadaan
Untuk pembangunan kondisi fisik dari
Secara umum, kondisi rumah yang
Bangunan
bagi sebagian besar masyarakat korban
perumahan penduduk (Silas, 1989)
Saampah drainase, jalan, kondisi
akan dibangun oleh pemerintah.
Rumah
bencana alam bagus terbuat dari bahan yang
besar rumah dan tingkat hunian, pemilikan
kondisi lantai, kondisi ventilasi,
Bagi korban bencana alam adalah
awet, dirawat, dan tahan terhadap cuaca dari
keadaan struktur, keadaan fasilitas rumah
kepadatan bangunan, pembagian ruang,
Rumah yang permanent jika memang
bahan permanent.
dan penggunaan air
Bangunan rumah, genangan hujan
tanah yang dibangun merupakan tanah
kepadatan hunian mengacu pada
yang bebas dari bencana. Jika
Keputusan Mentri PU 54/PRT/1991.
masih memungkinkan terjadinya
Kondisi Lantai
Kondisi lantai rumah di permukiman baru sebagian saja yang diperkeras (diplester) dan
bencana maka pemerintah membangun
ada lantai yang belum diperkeras
rumah darurat yang non permanen atau semi permanen. Hal lain yang
Kondisi
Ventilasi rumah di permukiman baru terdapat
harus diperhatikan adalah kondisi lantai,
Ventilasi
jendela atau lubang angin dikedua sisi ruang
ventilasi, dan genangan air hujan.
terjadi pergantian udara didalam ruangan, untuk sebagian masyarakat kondisi ini lebih bagus dibandingkan dengan permukiman lama. Genangan
Genangan air hujan sebelunnyalebih buruk
Hujan
karena apabila terjadi genangan diseluruh
143
halaman rumah dan seluruh ruangan didalam rumah tergenang air surutnya lebih dari 3 jam D.
Status Bangunan Kepadatan
Ketidak puasan masyarakat berpenghasilan
Luas lahan untuk pembangunan rumah harus
Bencana alam yang ada di Aceh,
Pasca terjadinya bencana sering
Bangunan.
sedang terhadap luas rumah dibangun lebih 70% luas.
Berdasarkan tempat tinggal sebelumnya dan kebutuhan di kawasan baru. Pemukim kembali
menyebabkan kepadatan bangunan lebih padat dibandingkan dengan sebelumnya.
mengakibatkan korban bencana alam Mengalami stress dan frustasi berat
harus diijinkan membangun rumah sendiri
Karena ada sebagian daerah yang habis
Karena itu diperlukan tempat yang luas
Pembagian
Halaman Rumah yang berada di permukiman
dari pada diberikan rumah yang sudah
terkena Tsunami. Namun tidak terlalu
Dengan kepadatan hunian yang rendah
Ruang
baru.mempunyai 2 kamar tidur dan 1 ruang
disediakan oleh instansi pengelola. Seluruh
padat karena masih ada pembukaan
Agar kemungkinan konflik bisa
tamu yang difungsikan sebagai ruang makan
sarana dan prasarana fisik dan sosial harus siap
lahan dan area yang digunakan sebagai
Diminimalisasi. Selain itu kepadatan
dan ruang keluarga.
sebelum pemukim diminta untuk pindah ke
tempat relokasi. Tempat terjadinya
bangunan dan pembagian ruang yang
lokasi. Organisasi masyarakat yang terkena
bencana alam nantinya masih mungkin
sesuai juga diperlukan agar masyarakat
dampak bencana dan perkumpulan
bisa ditinggali namun memerlukan
korban bencana alam dapat tinggal
Masyarakat diajak bermusyawarah dalam
beberapa waktu untuk pemulihan.
dengan nyaman.
pembangunan lokasi Pemukiman kembali. (Davidson et al, , 1993) Kepadatan Hunian
Kepadatan hunian di permukiman baru adalah
Variable yang melatar belakangi keinginan
4 s/d 6 m²/org
pindah dari lingkungan tempat tinggal individu, variabel tersebut adalah teman dan kerabat, rasio kepadatan, usia kepala rumah tangga, dan kepemilikan properti. (Golant dan Spear dalam Savasdisara 1986, 252)
Sumber : Hasil Analisa, 2009
144
5.5.2 Konsep Penanganan Lingkungan Relokasi Permukiman Korban Banjir Kabupaten Situbondo. Sesuai hasil analisis trianggulasi yang diuraikan, konsep penanganan lingkungan relokasi permukiman korban banjir kabupaten Situbondo dapat dirumuskan berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh. Dengan menggunakan penggabungan beberapa konsep penanganan diharapkan dapat saling melengkapi satu sama lain yang disesuaikan untuk menangani faktor-faktor yang berpengaruh. Untuk itu konsep penanganan yang dapat mengakomodasikan dan menangani faktor-faktor yang berpengaruh fakta empirik terhadap lingkungan permukiman korban bencana alam banjir, yaitu : “Konsep Penanganan Lingkungan Relokasi Permukiman korban bencana Alam Banjir Kabupaten Situbondo dengan Memperbaiki/Meningkatkan Kondisi lingkungan Permukiman Berdasarkan aturan-aturan Standar Permukiman”. Konsep tersebut berupaya untuk memperbaiki serta meningkatkan tatanan kehidupan masyarakat agar kehidupan mereka lebih baik dibandinkan dengan sebelum dilakukan relokasi bencana alam banjir. Berikut ini secara detail konsep penanganan lingkungan relokasi permukiman korban bencana alam banjir kabupaten Situbondo, adalah : a. Tahapan mitigasi bencana dilakukan sebagai berikut:
Rekonstruksi dilakukan dengan mengevakuasi korban ke tempat-tempat yang aman. Pengevakuasian korban dilakukan dekat institusi pemerintahan untuk memudahkan jangkauan bantuan kepada korban dan juga aktivitas rekonstruksi yang lain seperti pencatatan dan identifikasi, baik korban maupun bangunan fisik yang ada, melakukan prosesi pemakaman, menyediakan informasi ke public, dapur umum, rumah sakit darurat dan melakukan koordinasi antar lembaga terkait lainnya.
Pada tahapan rehabilitasi, aktivitas yang dilakukan antara lain pendataan bantuan yang masuk kepada korban dan membangun tempat-tempat urgen yang
diperlukan
dan
dirasa
penting
bagi
masyarakat
seperti
tanggul/bendungan, serta memberikan recovery bagi para korban bencana
145
alam, khususnya kurikulum disekolah atau peninjauan kembali tata ruang kawasan.
Tahapan mitigasi bencana alam yang terakhir adalah tahapan rehabilitasi dan repatriasi yaitu dengan membuka posko pusat kritis dan menyediakan sarana dan prasarana hiburan bagi korban bencana alam. Sementara korban bencana banjr berada di tempat penampungan sementara, pemerintah
melakukan
pembangunan
permukiman
yang
bersifat
permanent housing yang letaknya memang jauh dari tempat evakuasi dilakukan. Namun tempat pembangunan permukiman ini tergolong aman dari bencan alam seperti banjir sehingga dirasa sesuai untuk tempat evakuasi permanent korban nantinya. b. Penanganan dalam masalah status lahan dan bangunan bisa dilakukan hal-hal sebagai berikut :
Pemerintah memberikan ganti rugi atas tanah warga yang terkena banjir, sehigga tanah yang telah dibli tersebut menjadi hak pemeritah untuk keudian pemerintah membangun kemali tanah akibat banjir untuk dimanfaatkan sebagai kepemilikan negara. Sedangkan di tempat yang baru, masyarakat mendapatkan hak guna bangunan.
Masyarakat diberikan kewenangan untuk melakukan hak guna bangunan di tempat relokasi yang baru.
Pemerintah perlu mencari kembali lahan
yang memungkinkan untuk
merelokasi sebagian masyarakat yang terkena bencana
Pemerintah perlu mencari kembali lahan
yang memungkinkan untuk
merelokasi sebagian masyarakat yang terkena bencana agar kepadatan hunian yang tinggi ini bisa diatasi. c. Berkenaan dengan kondisi sosial dan ekonomi, maka hal – hal berikut dapat dilakukan yaitu :
Kondisi yang hampir homogen ini harusnya dimanfaatkan oleh pemerintah untuk membuka peluang partisipasi masyarakat dalam meningkatkan lingkungan di kawasan bencana.
146
Pemerintah dan stakeholder yang lain mengelompokkan kembali skil masyarakat untuk bisa ikut berperan dalam peningkatan kesejahteraan ekonomi
Pemerintah memberikan modal kepada pengusaha kecil dan menengah karena memang mereka banyak yang bekerja di sektor informal sehingga secara individu mereka sudah memiliki keahlian
Pemerintah memenuhi kebutuhan dasar masyarakat terkena bencana. Khususnya dalam masalah pendidikan, kesehatan dan peribadahan ini. Dengan cara membangun fasilitas tersebut agar mudah dijangkau dan mengajak peran serta masyarakatyang kompeten dibidangnya.
d. Ketersediaan sarana prasarana yang bisa dilakukan antara lain dengan:
Membangun fasilitas umum seperti pengadaan sumber air. Karena tidak mungkin selamanya masyarakat mencari sumber air bersih dengan jarak yang cukup jauh. Hal ini akan berpengaruh pada kehidupan masyarakat.
Meskipun sudah memiliki sanitasi dan pembuangan limbah rumah tangga, namun karena sumber air bersihnya belum terlaksana dengan baik, maka Pemerintah setempat harus juga memikirkan keterkaitan ini. Misal dengan membangun sumber air bersih untuk umum terlebih dahulu.
Perlu diberikan tempat sampah di masing-masing rumah. Bisa dengan membangun tempat sampah permanen atau dengan menggunakan tong sampah.
Drainse, jalan, kondisi bangunan rumah,kondisi lantai, genangan air hujan, kondisi ventilasi mengala perbaikan, sehingga upaya peningkatan kesejahteraan ini bisa digunakan oleh pemerintah untuk menggerakkan kembali aktivitas warga
Pembagian ruang dapat diatasi dengan adanya taman bersama sebagai tempat berkumpulnya keluarga/masyarakat sekitar. Sehingga sesaknya rumah tidak membuat semakin stres. Perlu diberikan beberapa fasilitas umum yang cukup luas di beberapa sektor.
147
Halaman ini sengaja dikosongkan
148