BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Pilot Test dan Strategi Pelaksanaan Eksperimen Sebelum eksperimen lapangan dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pilot test untuk mengetahui keandalan instrumen yang digunakan. Peneliti melibatkan 18 orang mahasiswa yang sedang mengikuti pendidikan S2 Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana dan 5 (lima) orang dari Satuan Pengendalian Intern (SPI) Universitas Udayana di Denpasar. Pendidikan peserta pilot test, yaitu: S1 non-akuntansi sebanyak 9 (sembilan) orang, D4/S1 akuntansi sebanyak 13 (tigabelas) orang, dan S2 akuntansi sebanyak 1 (satu) orang. Semua peserta pilot test bekerja di sektor pemerintahan. Secara informal peneliti juga mendapat masukan dari subjek/partisipan dan pembimbing untuk melakukan penyempurnaan instrumen guna menjamin keandalannya. Perbaikan dan penyesuaian yang dilakukan mengenai: penyajian informasi dalam kasus, cara penilaian hasil penyelesaian kasus, serta menambahkan panduan awal sehingga ada kejelasan dalam pengerjaan kasus bagi partisipan. Hasil uji coba secara formal menunjukkan adanya perbedaan diantara empat kelompok dari faktorial desain 2 x 2 yang digunakan. Strategi peneliti dalam melakukan eksperimen dikaitkan dengan kegiatan Pelatihan Kantor Sendiri (PKS) yang menjadi program pengembangan sumber daya manusia di Inspektorat Daerah. Subjek termotivasi untuk mengikuti eksperimen ini karena merupakan tugas pokoknya dan mendapatkan angka kredit dari kegiatan PKS. Teknisnya, kegiatan eksperimen dilakukan terlebih dahulu 35
36
yang berlangsung selama 1,5 jam dan dilanjutkan pemberian materi teknis reviu LKPD/LK-SKPD serta pembahasan kasus yang dieksperimenkan. Selama proses belajar mengajar peneliti mendapat informasi dari subjek, sebagai berikut: 1) Kegiatan reviu LKPD dilakukan setiap tahun sekali, dari bulan Januari sampai Pebuari tahun anggaran berikutnya; 2) Kegiatan diklat teknis reviu masih kurang karena terbentur keterbatasan anggaran daerah; 3) Tunjangan beban kerja yang diberikan kepada JFA belum sesuai dengan beban kerja yang dipikul, sehingga berdampak pada motivasi kinerja auditor. 4) Pelatihan Kantor Sendiri (PKS) tentang Reviu LKPD masih kurang karena terbentur anggaran dan keterbatasan narasumber internal yang kompeten; 5) Subjek yang pernah mengikuti diklat teknis reviu LKPD kurang mendapat keterampilan teknis seperti pembahasan kasus.
5.2 Data Demografi Subjek dan Pengecekan Manipulasi 5.2.1 Data Demografi Subjek Terdapat 90 subjek yang terlibat dalam eksperimen ini yang terbagi dalam dua kelompok, yaitu: kelompok auditor berpengalaman sebanyak 50 orang, dan kelompok auditor kurang berpengalaman sebanyak 40 orang. Sasaran subjek penelitian melebihi dari besaran sampel penelitian yang ditetapkan minimal 40 orang. Hal ini terjadi karena subjek yang terlibat tidak hanya dari subyek yang telah diangkat sebagai auditor, tetapi juga subjek yang telah memiliki sertifikat JFA yang belum diangkat sebagai auditor atau diangkat sebagai pejabat struktural.
37
Setiap subjek dalam kelompok tersebut diberikan tugas mengerjakan kasus 1 atau kasus 2 secara acak. Artinya, subjek yang telah mengerjakan kasus 1 tidak lagi mengerjakan kasus 2 atau sebaliknya. Subjek harus mengerjakan sendiri dan tidak boleh bekerja sama dengan subjek lain (bersifat independen/tugas mandiri). Tabel 5.1 Ringkasan Demografi Subjek Uraian/Karakteristik Skala Umur (tahun): 21 s.d. 30 31 s.d. 40 41 s.d. 50 51 s.d. 60 Jumlah Pendidikan: Bidang Akuntansi Bidang Non Akuntansi Jumlah Jenis Kelamin: Laki-laki Perempuan Jumlah Jabatan Fungsional Auditor (JFA): Anggota Tim Terampil Anggota Tim Ahli Ketua Tim Pengendali Teknis Jumlah
Jumlah 12 orang (13,33%) 39 orang (43,33%) 26 orang (28,90%) 13 orang (14,44%) 90 orang (100,00%) 35 orang (38,89%) 55 orang (61,11%) 90 orang (100,00%) 43 orang (47,78%) 47 orang (52,22%) 90 orang (100,00%) 19 orang (21,11%) 45 orang (50,00%) 18 orang (20,00%) 8 orang ( 8,89%) 90 orang (100,00%)
Tabel 5.1 di atas menginformasikan bahwa subjek terdiri dari: 43 orang (47,78%) laki-laki dan 47 orang (52,22%) perempuan. Profil pendidikan subjek dikelompokkan dalam 2 bidang, yaitu: 35 orang (38,89%) pendidikan akuntansi dan 55 orang (61,11%) pendidikan non-akuntansi. Dari sisi Jabatan Fungsional Auditor (JFA), terdiri dari: 19 orang (21,11%) Auditor Terampil (Anggota Tim Terampil), 45 orang (50,00%) Auditor Ahli Pertama (Anggota Tim Ahli), 18 orang (20,00%) Auditor Muda (Ketua Tim), dan 8 orang (8,89%) Auditor
38
Madya (Pengendali Teknis). Rincian demografi subjek penelitian disajikan pada Lampiran 5. Peneliti juga melakukan eksperimen tambahan pada 20 orang mahasiswa yang mengikuti pendidikan S2 Magister Akuntasi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana - Denpasar. Tujuannya untuk mendalami pengaruh langsung proses reviu pada pertimbangan (judgment) auditor dan keandalan instrumen (kasus reviu LK-SKPD), jika diujikan pada subjek yang tidak bekerja di sektor pemerintahan. Semua subjek tambahan berpendidikan Sarjana (S1) Akuntansi, dengan jumlah laki-laki sebanyak 8 orang dan perempuan sebanyak 12 orang. Subjek yang dipilih telah mendapat mata kuliah akuntansi sektor pemerintahan, kemudian diberikan kasus 2 (membuat kertas kerja reviu sebelum menilai penyajian laporan keuangan SKPD). Pelaksanaan eksperimen dilakukan di ruang kelas dengan durasi waktu selama 90 menit. 5.2.2 Pengecekan Manipulasi Pengecekan manipulasi bertujuan untuk memastikan subjek telah menjalankan tugas eksperimen sesuai dengan kasus yang dikerjakan. Hal ini penting untuk memilah dan memilih subjek penelitian yang menjadi sasaran dalam variabel bebas dan persyaratan dalam proses eksperimen berlangsung (Nahartyo, 2013). Jumlah subjek yang berpartisipasi sebanyak 135 subjek yang tersebar pada sepuluh Kantor Inspektorat Daerah di Wilayah Provinsi Bali, terdapat 13 subjek yang tidak tuntas mengerjakan kasus (maturation) dan 32 subjek yang bukan menjadi sasaran penelitian sehingga dikeluarkan dari subjek
39
penelitian (Lampiran 7). Dengan demikian subjek penelitian yang valid menjadi 90 orang untuk diproses lebih lanjut dengan alat uji statistik (Lampiran 8). Selanjutnya dari 90 subjek penelitian, dilakukan pengecekan subjek yang berpengalaman atau kurang berpengalaman berdasarkan penilaian data biografi subjek. Syarat auditor berpengalaman dalam penelitian ini harus pernah melakukan penugasan reviu LKPD/LK-SKPD dan lama bekerja 3 tahun atau lebih di Inspektorat Daerah.
Jika kedua indikator ini tidak terpenuhi, maka
dikategorikan auditor kurang berpengalaman. Secara teknis, kriteria penentuan subjek berpengalaman atau kurang berpengalaman disajikan pada Lampiran 6. Pengecekan manipulasi di lapangan, peneliti secara langsung mengawasi dan mengamati subjek dalam mengerjakan kasus. Pengerjaan kasus dikondisikan seperti ujian, tidak diperkenankan bekerja sama dan secara umum telah berlangsung tertib. Kegiatan eksperimen di setiap Inspektorat Daerah dibuka oleh Inspektur, kecuali Inspektorat Kabupaten Tabanan, Inspektorat Kabupaten Klungkung dan Inspektorat Provinsi Bali. Arahan dari beberapa Inspektur Kabupaten/Kota agar subjek mengerjakan kasus dengan serius dan tertib, mendorong terjaganya validitas eksternal pelaksanaan eksperimen. Selain itu, dukungan sarana dan prasarana di lapangan telah memadai sehingga subjek dapat mengerjakan kasus dengan nyaman.
5.3 Karakteristik Data Karekteristik data meliputi nilai rata-rata, standar deviasi, nilai bawah, nilai atas, jumlah subjek per kelompok, normalitas dan homogenitas data dari
40
variabel terikat.
Tabel berikut menunjukkan karakteristik data per kelompok
dalam eksperimen ini. Tabel 5.2 Statistik Deskriptif Kelompok/ Group K1 K2 K3 K4 Jumlah
Jumlah Subjek 28 22 20 20 90
Rata-Rata (Mean) 67,0000 63,0909 62,2000 49,8000
Standar Deviasi 12,10448 13,51863 10,00842 14,70982
Nilai Bawah 40,00 36,00 44,00 20,00
Nilai Atas 88,00 80,00 84,00 76,00
61,1556
14,00153
20,00
88,00
Keterangan: 1) Kelompok 1 (K1): Kelompok auditor berpengalaman dan melakukan reviu; 2) Kelompok 2 (K2): Kelompok auditor berpengalaman dan tanpa mereviu; 3) Kelompok 3 (K3): Kelompok auditor kurang berpengalaman dan melakukan reviu; 4) Kelompok 4 (K4): Kelompok auditor kurang berpengalaman dan tanpa mereviu;
5.3.1 Uji Normalitas Residual Uji normalitas menjadi persyaratan mutlak untuk setiap analisis data menggunakan alat uji statistik (Irianto, 2008). Uji normalitas per kelompok dalam eksperimen ini (Tabel 5.3) dengan alat uji Kolmogorov-Smirnov (KSZ), secara keseluruhan menunjukkan di atas tingkat signifikansi yang ditetapkan (p = 0,05), kecuali Kelompok 1 (K1). Namun hasi uji Shapiro-Wilk untuk Kelompok 1 menunjukkan nilai signifikansi 0,108 lebih besar dari nilai p = 0,05. Hal ini menjelaskan bahwa data telah berdistribusi normal pada setiap kelompok. Tabel 5.3 Uji Normalitas Residual Kelompok/ Group K1 K2 K3 K4
Kolmogorov-Smirnov (KSZ) Statistik Df Sig. 0,188 28 0,013 0,154 22 0,189 0,132 20 0,200 0,113 20 0,200
Statistik 0.940 0,925 0,975 0,978
Shapiro-Wilk df 28 22 20 20
Sig. 0,108 0,094 0,854 0,912
41
5.3.2 Uji Homogenitas Residual Teknik analisis data dengan ANOVA mensyaratkan adanya homogenitas varian (Irianto, 2008), sebelum membandingkan dua kelompok atau lebih sehingga perbedaannya bukan disebabkan karena ketidakhomogenan kelompok yang dibandingkan. Pengujian homogenitas varian menggunakan Levene test. Hasil ujinya (Tabel 5.4) menunjukkan nilai signifikansi 0,240 lebih besar dari nilai probabilitas yang ditetapkan (p = 0,05).
Nilai probabilitas yang tidak
signifikan menunjukkan bahwa data antar kelompok variasinya homogen. Tabel 5.4 Test of Homogeneity of Variance Uraian Based on Mean Based on Median Nilai_Valid Based on Median and with adjusted df (judgment) Based on trimmed mean
Levene Statistic 1,430 1,491 1,491 1,425
df1 3 3 3 3
df2 86 86 83,794 86
Sig. 0,240 0,223 0,223 0,241
5.4 Hasil Pengujian Hipotesis dan Pembahasan Pengujian hipotesis penelitian menggunakan eksperimen lapangan dalam bentuk dua model kasus. Informasi dalam kasus 1 dan 2 tidak berbeda, hanya teknik pengerjaannya yang berbeda. Pengerjaan kasus 1 tanpa melalui proses reviu, sedangkan pengerjaan kasus 2 melalui proses reviu sebelum memberikan keputusan atas penilaian penyajian laporan keuangan SKPD. Kemampuan nyata auditor dalam membuat pertimbangan (judgment) untuk menilai
penyajian
laporan keuangan, terlihat dari kemampuan auditor dalam menyelesaikan kasus untuk memberikan simpulan sesuai atau tidak sesuai dengan SAP atas akun-akun laporan keuangan SKPD (LRA dan Neraca).
Penilaian kemampuan auditor
menyelesaikan kasus sebagai cerminan dari judgment auditor, dihitung
42
berdasarkan jumlah jawaban yang benar dari 25 pertanyaan dikalikan dengan 4, sehingga nilai terendah adalah nol (0) dan tertinggi 100. Teknis pembobotan dan penilaiannya disajikan pada Lampiran 6. 5.4.1 Pengaruh Pengalaman Pada Pertimbangan Auditor Pengujian H1, meneliti pengaruh antara auditor berpengalaman dan auditor kurang berpengalaman pada pertimbangan auditor dalam menilai penyajian laporan keuangan pemerintah. Hasil analisis dengan menggunakan Analysis of Vaiance (Lampiran 9) menunjukkan perbedaan nilai rata-rata judgment sebesar 9,045 (65,045 – 56,000) dengan nilai F = 11,251 dan p = 0,001 (nilai p ≤ 0,05), berarti terjadi perbedaan nilai rata-rata yang signifikan antara auditor berpengalaman dengan auditor kurang berpengalaman. Auditor berpengalaman dalam menyelesaikan kasus tanpa proses reviu maupun dengan proses reviu dapat meningkatkan kualitas judgment-nya, terlihat dari capaian nilai rata-ratanya lebih besar daripada auditor kurang berpengalaman.
Hal ini menjelaskan bahwa
pengalaman memengaruhi pertimbangan auditor, yaitu: auditor berpengalaman akan memberikan pertimbangan lebih cermat dibandingkan dengan auditor kurang berpengalaman dalam menilai penyajian laporan keuangan pemerintah. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori JDM (Bonner, 2008) bahwa pengalaman karena aspek pengetahuan/pendidikan atau karena secara langsung pernah melakukan/mengalaminya untuk situasi yang hampir sama, mendorong seseorang untuk membuat pertimbangan yang lebih baik sebelum pengambilan keputusan. Secara pemikiran rasional (Bazerman, 1994, Suartana, 2010), seseorang yang berpengalaman akan mampu mengindentifikasi permasalahan,
43
mencari
kriteria
pemecahan
masalah,
menganalisis
dan
mengintervensi
informasi/data, menentukan beberapa alternatif terbaik, dan memilih alternatif terbaik sebagai dasar pertimbangan pengambilan keputusan. Menurut konsep reviu, auditor berpengalaman akan memiliki tingkat analisis dan kemampuan penelusuran angka/informasi yang lebih baik dibandingkan auditor kurang berpengalaman. Penelitian ini juga menunjukkan adanya proses pembelajaran (Robbins dan Judge, 2008), dimana auditor selalu belajar dari pengalaman dalam berperilaku. Kedua teori ini saling terkait, dimana pembelajaran secara kontinyu mendorong terjadinya perubahan perilaku yang relatif permanen dalam membuat pertimbangan sebelum pengambilan keputusan, dan sebaliknya teori JDM juga dipengaruhi oleh aspek pengalaman dan pengetahuan. Konsisten dengan penelitian-penelitian sebelumnya, dimana tingkat pengalaman yang dimiliki auditor dapat memengaruhi kualitas judgment (Abdolmohammadi dan Wright, 1987; Kennedy, 1993; Praditaningrum dan Januarti, 2012), dan juga dapat mengurangi risiko audit (Johnstone dan Bedard, 2003). Hal yang sama juga dibuktikan secara empiris bahwa pengalaman dapat mendeteksi kecurangan (Nasution dan Fitriany, 2012), mengurangi bias karena efek kekinian dalam menilai bukti audit (Suartana, 2006), dan meningkatkan kinerja auditor (Nurim, 2012; Setyaningrum dkk., 2014; dan Zeyn, 2014). Penelitian ini menegaskan bahwa tingkat pengalaman auditor yang tinggi dan didukung dengan kompetensi yang memadai, maka auditor akan semakin cermat dalam membuat pertimbangan sebelum pengambilan keputusan.
44
5.4.2 Pengaruh Proses Reviu Pada Pertimbangan Auditor Pengujian H2, meneliti pengaruh proses reviu (telaah) dan tanpa proses reviu pada pertimbangan auditor dalam menilai penyajian laporan keuangan pemerintah. Proses reviu merupakan variabel manipulasi pada subjek penelitian untuk mengetahui pengaruh proses reviu dalam membuat pertimbangan auditor. Hasil uji statistik (Lampiran 9) menunjukkan perbedaan nilai rata-rata judgment auditor yang melakukan reviu dengan tanpa reviu adalah sebesar 8,155 (64,600 – 56,445) dengan nilai F = 9,144 dan p = 0,003 (nilai p ≤ 0,05), berarti terjadi perbedaan yang signifikan antara auditor yang melakukan proses reviu dengan auditor yang tidak melakukan proses reviu. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori counterfactual reasoning (Kray dan Galinsky, 2003; Segura dan McCloy, 2003; Hendrickson, 2008; Ruiselova dan Prokopcakova, 2011; Hoeck dkk., 2014) yang menjelaskan bahwa seseorang tidak hanya menerima fakta/data begitu saja, akan tetapi secara aktif mendalami fakta/data yang ada sebagai dasar pertimbangan sebelum mengambil keputusan. Adanya intervensi fakta/data yang tersedia dengan cara menganalisis, mereviu, menghitung, menghubungkan, mengolah, maupun merekonstruksi data akan memberikan keyakinan pada pertimbangan yang rasional dan bebas dari bias dalam pengambilan keputusan. Penelitian ini membuktikan bahwa kegiatan reviu (bentuk intervensi fakta/data) dapat meningkatkan kualitas pertimbangan auditor dalam menilai penyajian laporan keuangan. Artinya, auditor yang diberikan kesempatan melakukan reviu akan memberikan pertimbangan yang lebih cermat dibandingkan dengan auditor yang tidak diberikan kesempatan melakukan reviu.
45
Eksperimen ini memperjelas konsep Kennedy (1993) bahwa pengurangan bias untuk memperbaiki kualitas pertimbangan dapat dilakukan dengan upaya dan data yang tersedia bagi auditor.
Upaya menyangkut motivasi dan kapasitas
auditor. Motivasi internal auditor menyangkut tugas dan tanggung jawab auditor intern pemerintah untuk melakukan reviu atas laporan keuangan pemerintah. Sedangkan kapasitas auditor dapat dilihat dari kemampuan nyata auditor (kemampuan analitis dan teknis) dalam melakukan reviu yang tergambar dari capaian nilai penyelesaian kasus ini. Selanjutnya, data berupa data internal dan eksternal. Auditor harus memiliki data internal yang cukup seperti kemampuan mengingat memori terkait dengan prinsip-prinsip SAP. Sedangkan data eksternal dari kasus ini berupa laporan keuangan SKPD dan data pendukung lainnya, sehingga auditor harus mampu membaca, menganalisis, mengintervensi, mengklarifikasi, mencari perhitungan yang benar dan sebagainya. Internalisasi kompetensi auditor sangat diperlukan ketika melakukan proses reviu laporan keuangan SKPD. Perpaduan antara upaya dan data sangat terlihat jelas dalam memperbaiki kualitas pertimbangan auditor, setelah membandingkan nilai ratarata pertimbangan auditor yang melakukan proses reviu dan tanpa proses reviu. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Suartana (2006), bahwa telaah sendiri efektif digunakan untuk pengurangbiasan pada pertimbangan auditor karena efek kekinian dalam menilai SPI dengan berbagai level pengalaman auditor. Hal yang sama juga dijelaskan dari penelitian Praditaningrum dan Januarti (2012), bahwa kemampuan auditor menggunakan keahliannya (seperti reviu) akan berpengaruh positif terhadap pertimbangan
46
auditor. Perilaku auditor dalam menggunakan pengetahuan dan ketrampilan teknisnya, telah teruji melalui eksperimen ini. Artinya, kompetensi dasar auditor (Herrback, 2001; Puslitbangwas BPKP, 2003; Setyaningrum dkk., 2014) wajib dimiliki oleh seorang auditor dalam menjalankan tugasnya secara profesional. 5.4.3 Pengaruh Pengalaman dan Proses Reviu Pada Pertimbangan Auditor Hipotesis 3 (H3) menguji pengaruh interaksi pengalaman dan proses reviu pada pertimbangan auditor dalam menilai penyajian laporan keuangan pemerintah. Sebelum menguji interaksi, hasil uji ANOVA (Lampiran 10) dari 4 kelompok menunjukkan nilai F = 7,556 dan p = 0,00 (nilai p ≤ 0,05) yang berarti terdapat perbedaan nyata diantara 4 kelompok yang mendapat perlakuan berbeda. Faktor pengalaman dan proses reviu sebagai variabel bebas memengaruhi pertimbangan auditor sebagai variabel terikat, terlihat dari nilai rata-rata judgment diantara kelompok tidak ada yang sama sebagaimana disajikan pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Rata-Rata Nilai Pertimbangan Auditor Per Kelompok
Pengalaman (P = 1) Tanpa Pengalaman (TP = 0)
Proses Reviu (R = 1) 67,000 (K1, n = 28) 62,200 (K3, n = 20)
Tanpa Proses Reviu (TR = 0) 63,091 (K2, n = 22) 49,800 (K4, n = 20)
Keterangan: n = jumlah subjek per kelompok; N = Jumlah Subjek Penelitian ( 90 orang)
Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata antar kelompok sebagai dampak dari perlakuan yang berbeda dalam eksperimen ini, telah dilakukan pengujian lanjutan ANOVA dengan menggunakan Turkey’s HSD.
47
Nilai perbedaan rata-rata antar kelompok dengan tingkat signifikansi 5% (atau tingkat keyakinan 95%), disajikan pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Nilai Perbedaan Rata-Rata Antar Kelompok dan Tingkat Signifikansinya Selisih (Tk.sig.) K1 67,000 K2 63,091 K3 62,200 K4 49,800
K1 67,000
-3,909 (0,701) -4,800 (0,569) -17,200 (0,000)
K2 63,091 3,909 (0,701)
-0,891 (0,996) -13,291 (0,006)
K3 62,200 4,800 (0,569) 0,891 (0,996)
K4 49,800 17,200 (0,000) 13,291 (0,006) 12,400 (0,014)
-12,400 (0,014)
Tabel 5.6 menunjukkan terjadi perbedaan signifikan antara K1, K2, dan K3 dibandingkan dengan K4. Artinya, perbedaan level pengalaman yang dikombinasi dengan perbedaan perlakuan proses reviu (melalui proses reviu dan tanpa proses reviu), berpengaruh pada pertimbangan auditor dalam menilai penyajian laporan keuangan pemerintah. Namun, tidak memberikan perbedaan nyata nilai rata-rata judgment diantara kelompok perlakuan (nilai p ≥ 0,05), yaitu: K1 dengan K2, K1 dengan K3, dan K2 dengan K3. Usaha auditor yang kurang maksimal dalam melakukan proses reviu, terlihat dari beberapa Kertas Kerja Reviu (KKR) yang dibuat belum mampu mencari saldo akun yang benar meskipun simpulannya benar, yaitu: sebanyak 30 subjek (62,50%) dari 48 subjek yang melakukan reviu. Hal ini mengindikasikan faktor kompetensi auditor Inspektorat Daerah yang masih kurang memadai. Konsisten dengan hasil penelitian dari Amirullah dkk. (2010) dan Pusbin JFA BPKP (2011).
48
Pembuktian empiris ini konsisten dengan teori pertimbangan dalam pengambilan keputusan (Bazerman, 1994; Bonner, 2008; Suartana, 2010), dimana faktor pengalaman dan kompetensi (pengetahuan, ketrampilan, sikap/perilaku sesuai profesi) sangat berperan dalam proses pengambilan keputusan yang rasional.
Internalisasi kompetensi sejalan dengan konsep counterfactual
reasoning
seperti
proses
pertimbangan auditor.
reviu,
ternyata
dapat
meningkatkan
kualitas
Hal ini juga dibuktikan oleh Nurim (2012) terhadap
auditor yang tidak berpengalaman setelah diberikan pembelajaran yang tepat (menerima feedback) memiliki kinerja lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa menerima pembelajaran yang tepat (tanpa menerima feedback). Selanjutnya pengujian interaksi pengalaman dan proses reviu sesuai dengan H3 (Lampiran 9), menunjukkan nilai F = 2,478 dan p = 0,119 (p ≥ 0,05) yang berarti tidak mengambarkan adanya interaksi. Upaya auditor berpengalaman dalam melakukan proses reviu kurang maksimal dibandingkan dengan auditor kurang berpengalaman dalam melakukan proses reviu.
Hasil analisis data
menunjukkan nilai rata-rata judgment K1 dengan K3 tidak menunjukkan tingkat signifikansi yang berbeda. Selain itu, secara statistik menunjukkan perbedaan yang sangat mencolok selisih nilai rata-rata judgment antara K1 dengan K2 (3,909) dibandingkan selisih nilai rata-rata judgment antara K3 dengan K4 (12,400). Nilai perbedaan yang tidak sebanding mengindikasikan adanya kecendrungan heuristic bagi auditor berpengalaman dibandingkan dengan auditor kurang berpengalaman. Indikasi penyebab lainnya, kompetensi auditor yang kurang memadai (61,11% pendidikan non-akuntansi dan 38,89% bidang akuntansi), kemungkinan motivasi
49
eksternal yang kurang kuat seperti tunjangan beban kerja yang tidak sebanding dengan beban kerja JFA. Selain itu, kurangnya upaya pembelajaran yang berkesinambungan untuk peningkatan keterampilan teknis reviu. Hal ini diketahui dari hasil penggalian informasi kepada peserta setelah pemberian materi Pelatihan Kantor Sendiri (PKS) Reviu LKPD, sebagaimana dijelaskan pada strategi pelaksanaan eksperimen di atas. Selanjutnya peneliti juga mendalami pengaruh langsung proses reviu pada judgment auditor dan keandalan instrumen (kasus reviu LK-SKPD), jika diujikan pada subjek yang tidak bekerja di sektor pemerintahan (Kelompok 5). Peneliti menggunakan mahasiswa yang mengikuti pendidikan S2 Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana di Denpasar dan tidak bekerja di sektor pemerintahan (Lampiran 11).
Subjek telah mendapat pendidikan
akuntansi sektor pemerintahan diberikan tugas kasus 2: mereviu laporan keuangan pemerintah.
Hasil uji statistiknya (Lampiran 12) menunjukkan nilai rata-rata
judgment sebesar 61,40 (Standar deviasi 6,90; n = 20), dan uji t menunjukkan nilai t = 39,791 dan p = 0,00 (nilai p ≤ 0), yang berarti proses reviu berpengaruh pada pertimbangan auditor. Kemudian subjek/auditor Inspektorat Daerah yang kurang berpengalaman dan melakukan proses reviu (K3), secara statistik (Lampiran 10) nilai rata-rata judgment-nya sebesar 62,20 (standar deviasi 10,00, n = 20). Hasil uji beda kedua kelompok ini (K3 dan K5) menunjukkan nilai F = 0,087 dan p =0,770 (p ≥ 0,05), yang berarti nilai rata-rata kedua kelompok ini tidak berbeda signifikan. Artinya, penggunaan kasus (instrumen) penelitian ini telah valid, meskipun diujikan pada
50
subjek yang berbeda. Hal ini berarti tidak terjadinya interaksi pengalaman dan proses reviu bukan disebabkan oleh instrumen penelitian. Bukti empiris ini mempertegas bahwa kompetensi dasar auditor (kemampuan analisis dan teknis) menjadi indikasi penyebab tidak terjadinya interaksi pengalaman dan proses reviu. Auditor berpengalaman dan kompetensinya memadai, secara logika pertimbangan (judgment) auditor akan semakin cermat/lebih baik.
Artinya, terjadi korelasi
tingkat pengalaman dan kompetensi pada pertimbangan auditor (Choo dan Trotman, 1991; Tubbs, 1992). Faktanya, auditor berpengalaman (karena lamanya bekerja) kurang melakukan proses pembelajaran
yang kontinyu untuk
meningkatkan kompetensinya. Hasil penelitian ini konsisten dengan temuan empiris yang dilakukan oleh Gusti dan Ali (2008) bahwa pengalaman dan keahlian audit tidak bekaitan dengan ketepatan pemberian opini auditor. Penelitian dari Sabrina dan Jauarti (2012) juga menegaskan hal yang serupa. Penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Suartana (2006) bahwa pengalaman dan telaah sendiri memengaruhi pertimbangan auditor dalam pengambilan keputusan. Perbedaan sasaran subjek penelitian pada auditor Inspektorat Daerah dan auditor Kantor Akuntan Publik (KAP), ternyata memberikan hasil penelitian yang berbeda. Hal ini disebabkan karena lingkungan pengendalian yang berbeda, seperti perbedaan kebijakan dan praktik pembinaan sumber daya manusia (PP No. 60 Tahun 2008).