BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Estimasi Parameter Model Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi
Penanaman Modal Asing di Provinsi Jawa Timur adalah dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan alat analisis yang digunakan adalah program Eviews 6.0. Model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model terbaik. Dimana model terbaik adalah model yang memenuhi seluruh kriteria, baik itu kriteria secara statistik maupun ekonometrika. Variabelvariabel yang digunakan adalah PMA sebagai variabel dependen, sedangkan variabel PDRB dan nilai tukar sebagai variabel independen. Hasil estimasi model persamaan regresi Penanaman Modal Asing di Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut : Tabel 5.1. Hasil Analisis Regresi PMA di Provinsi Jawa Timur Variabel
Koefisien
PDRB 0.336207 OPEN 55.88475 INF -0.242051 UMR -40.87010 C -3.202137 R-square Adjusted R-square Durbin-Watson stat
Standar error
t-statistik
0.047449 7.085660 20.75364 2.692769 0.084637 -2.859873 5.775691 -7.076226 8.466665 -0.378205 0.846917 Prob(F-statistik) 0.785684 F-statistik 2.179674
Sumber: Hasil Pengolahan dengan Eviews 6.0.
Probabilitas 0.0000 0.0226 0.0170 0.0000 0.7132 0.000440 13.83100
54
Langkah selanjutnya adalah melakukan berbagai pengujian terhadap parameter estimasi tersebut melalui uji statistik dan uji ekonometrika. Pengujian statistik meliputi goodness of fit, uji t dan uji F, sedangkan pengujian ekonometrika
meliputi
uji
autokorelasi,
uji
heterokedastisitas
dan
uji
multikolinearitas.
5.2.
Uji Kriteria Statistik
1.
Uji Koefisien Determinasi (R2) Goodness of fit ditunjukkan oleh nilai R-square dimana hasil analisis
regresi dalam persamaan Penanaman Modal Asing memiliki nilai R-squared 0.846917 yang berarti bahwa variabel PDRB, keterbukaan ekonomi, inflasi dan upah minimum mampu menjelaskan variasi penanaman modal asing sebesar 84,69 persen. Variasi sisanya sebesar 15,31 persen dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar model. 2.
Uji F Penggunaan persamaan regresi linier berganda dengan metode Ordinary
Least Square (OLS) menyatakan bahwa minimal terdapat satu diantara variabel PDRB, keterbukaan ekonomi, inflasi dan upah minimum yang signifikan memengaruhi penanaman modal asing. Hal tersebut didasarkan pada nilai Prob (F-statistik) yang lebih kecil dari α = 0,05. 3.
Uji t Berdasarkan hasil output Eviews 6.0. analisis secara parsial menunjukkan
bahwa masing-masing variabel PDRB, keterbukaan ekonomi, inflasi dan upah
55
minimum provinsi berpengaruh signifikan terhadap penanaman modal asing di Provinsi Jawa Timur.
5.3.
Uji Kriteria Ekonometrika
1.
Uji Autokorelasi Pengujian ekonometrika dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya
pelanggaran asumsi. Jika terjadi pelanggaran asumsi maka akan menghasilkan dugaan yang tidak valid. Uji ekonometrika terdiri dari uji normalitas, uji autokorelasi, uji heterokedastisitas dan uji multikolinieritas. Pengujian autokorelasi adalah untuk melihat apakah terjadi korelasi antara suatu periode t dengan periode sebelumnya (t-1). Autokorelasi dideteksi dengan menggunakan pengujian Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Kriteria ujinya adalah jika Prob Chi-square nya lebih besar dari taraf nyata α = 0,05 maka tidak tolak H0 yang artinya bahwa model persamaan yang digunakan pada penelitian tidak mengalami masalah autokorelasi. Sebaliknya jika jika Prob Chisquare nya lebih kecil dari taraf nyata α = 0,05 maka tolak H0 yang artinya bahwa model persamaan yang digunakan pada penelitian mengalami masalah autokorelasi. Model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai Prob Chi-square sebesar 0,1794. Nilai ini lebih besar dari taraf nyata 0,05, artinya model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah autokorelasi. Hasil uji asumsi autokorelasi dapat dilihat pada gambar 5.2.
56
Tabel 5.2. Hasil Estimasi Uji Autokorelasi pada Persamaan PMA Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistik
1.188623
Prob. F(2,8)
0.3532
Obs*R-squared
3.436238
Prob. Chi-Square(2)
0.1794
Sumber: Hasil Pengolahan dengan Eviews 6.0.
2.
Uji Heterokedastisitas Uji heterokedasitas dilakukan melalui uji white yaitu (White’s General
Heterokedasticity Test). Kriteria ujinya adalah jika Prob Chi-square nya lebih besar dari taraf nyata α = 0,05 maka model persamaan yang digunakan tidak mengalami masalah heterokedastisitas, dan sebaliknya jika Prob Chi-square nya lebih kecil dari taraf nyata α = 0,05 maka model persamaan yang digunakan mengalami masalah heterokedastisitas. Hasil uji dari persamaan yang digunakan dalam penelitian ini diketahui bahwa Prob Chi-square adalah sebesar 0,6302 dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata α = 0,05, maka model persamaan pada penelitian ini tidak mengalami masalah heterokedastisitas. Adapun hasil uji tersebut bisa dilihat pada tabel 5.3. di bawah ini. Tabel 5.3. Hasil Estimasi Uji Heterokedastisitas pada Persamaan PMA Heteroskedasticity Test: White F-statistik
0.436239
Prob. F(4,10)
0.7798
Obs*R-squared
2.228558
Prob. Chi-Square(4)
0.6938
Scaled explained SS
0.598034
Prob. Chi-Square(4)
0.9633
Sumber: Hasil Pengolahan dengan Eviews 6.0.
57
3.
Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas dilakukan untuk melihat koefisien korelasi antar
variabel bebas (independent) pada correlation matrix. Pada model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak terdapat variabel yang mempunyai nilai koefisien korelasi yang relatif tinggi yaitu lebih dari │0,8│, maka tidak terdapat multikolinieritas. Tabel 5.4. Hasil Estimasi Uji Multikolinieritas pada Persamaan PMA Correlation LPMA
PDRB
OPEN
INF
UMP
LPMA
1.000000
0.108897
0.144761
-0.121881
-0.034881
PDRB
0.108897
1.000000
-0.164070
0.275400
0.784974
LINF
0.144761
-0.164070
1.000000
0.512854
-0.158456
LNT
-0.121881
0.275400
0.512854
1.000000
-0.295093
UMP
-0.034881
0.784974
-0.158456
-0.295093
1.000000
Sumber: Hasil Pengolahan dengan Eviews 6.0.
4.
Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi
normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model yang memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Uji ini dilakukan pada nilai residualnya, bukan pada masing-masing variabel penelitian. Dimana dilakukan dengan uji histogram, kriteria ujinya adalah dengan melihat nilai p-value Jarque Berra. Jika nilai p-value Jarque Berra lebih besar dari taraf nyata α = 0,05 maka model persamaam yang digunakan nilai residualnya telah terdistribusi normal. Dan sebaliknya jika nilai p-value Jarque Berra lebih kecil dari taraf nyata α =
58
0,05 maka model persamaan yang digunakan nilai residualnya tidak terdistribusi normal. Pada penelitian ini nilai p-value Jarque Berra sebesar 0,804466, hal ini berarti bahwa model persamaan PMA nilai residualnya telah terdistribusi normal. Hasil uji normalitas tersebut bisa dilihat pada Gambar 5.5. di bawah ini. 4
Series: Residuals Sample 1996 2010 Observations 15 3
2
1
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
2.46e-14 0.111517 8.156133 -9.542331 5.040389 -0.130680 2.207576
Jarque-Bera Probability
0.435153 0.804466
0 -10
-5
0
5
10
Sumber: Hasil Pengolahan dengan Eviews 6.0. Gambar 5.1. Hasil Estimasi Uji Normalitas pada Persamaan PMA
5.4.
Estimasi Model Berdasarkan hasil estimasi regresi linier berganda dengan metode
Ordinary Least Square (OLS) didapatkan hasil bahwa pada persamaan PMA di Provinsi Jawa Timur semua variabel penjelas memberikan pengaruh nyata pada taraf 5 persen (α = 0,05). PDRB, keterbukaan ekonomi, inflasi dan upah minimum secara statistik berpengaruh signifikan terhadap PMA.
59
1.
Pengaruh PDRB Terhadap PMA Variabel PDRB berpengaruh positif yang signifikan terhadap PMA di
Provinsi Jawa Timur pada taraf nyata α = 0,05. Koefisien variabel PDRB sebesar 0,336297, artinya setiap peningkatan PDRB sebesar Rp. 1 juta akan mendorong peningkatan penanaman modal asing sebesar 336,29 USD. Elastisitas PDRB terhadap PMA sebesar 0,001 persen, artinya setiap peningkatan PDRB sebesar satu persen akan meningkatkan investasi sebesar 0,001 persen, ceteris paribus. Indikator market size yaitu PDRB berpengaruh terhadap pilihan lokasi berinvestasi yang berarti bahwa PDRB yang tinggi di suatu daerah menjadi tujuan utama bagi investor. Hal ini sesuai dengan teori PMA yang menyatakan bahwa salah satu tujuan PMA adalah untuk mendapatkan sumber-sumber pasar baru, artinya para investor akan memilih lokasi PMA di negara yang mempunyai daya beli tinggi untuk produk yang akan dihasilkan. Hasil estimasi dari penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya tentang determinan investasi di daerah studi kasus provinsi di Indonesia yang dilakukan oleh Sarwedi (2002) dan Kurniati et al (2007).
2.
Pengaruh Keterbukaan ekonomi Terhadap PMA Keterbukaan ekonomi yang direpresentasikan dengan rasio nilai ekspor
dan impor terhadap nilai PDRB berpengaruh positif terhadap PMA di Provinsi Jawa Timur pada taraf nyata α = 0,05. Koefisien variabel keterbukaan ekonomi adalah sebesar
55,88475, artinya setiap peningkatan keterbukaan ekonomi
sebesar satu persen akan meningkatkan investasi sebesar 55,88475 persen, ceteris
60
paribus. Hasil estimasi variabel keterbukaan ekonomi juga sesuai dengan teori dan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Asiedu (2002). Hal ini disebabkan karena dengan masih adanya hambatan perdagangan baik tarif maupun non tarif, maka para investor dihadapkan pilihan apakah akan tetap berproduksi di negara asal kemudian mengekspor produknya ke negara lain atau memilih untuk merelokasi usahanya.
3.
Pengaruh Inflasi Terhadap PMA Variabel inflasi berpengaruh negatif terhadap penanaman modal asing di
Profinsi Jawa Timur pada taraf nyata α = 0,05 dan memiliki koefisien sebesar 0,242051 dari hasil analisis regresi. Penurunan satu persen inflasi akan mempengaruhi peningkatan penanaman modal asing sebesar 240 USD. Inflasi berpengaruh secara tidak langsung pada keputusan penanaman modal asing, inflasi yang tinggi akan menurunkan daya beli masyarakat dan mengakibatkan menurunnya permintaan terhadap barang dan jasa.
3.
Pengaruh Upah minimum Terhadap PMA Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel
upah minimum adalah sebesar 40,87010, artinya setiap kenaikan upah minimum sebesar Rp. 100.000 akan meningkatkan penanaman modal asing sebesar 40,87 ribu USD. Elastisitas upah minimum terhadap PMA sebesar 174,1916, ini berarti bahwa kenaikan satu persen upah minimum dapat menurunkan tingkat investasi sebesar 174,19 persen. Hal ini juga menunjukkan bahwa semakin rendah upah,
61
maka akan meningkatkan minat investor asing untuk menanamkan investasinya. Upah yang rendah akan menekan biaya produksi, penurunan biaya produksi tersebut akan mampu meningkatkan keuntungan yang diperoleh investor, sehingga sinyal keuntungan ini akan menstimulus investasi-investasi yang lainnya.
5.5.
Gambaran Perkembangan PMA di Provinsi Jawa Timur Kebijakan paket 23 Oktober 1993 memberikan berbagai kewenangan
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan investasi kepada pemerintah daerah dan tidak lagi diputuskan oleh pemerintah pusat. Kewenangan pemberian ijin untuk melakukan investasi ini seharusnya dapat mendukung, terutama terkait dengan good governance. Pemerintah Provinsi Jawa Timur diharapkan dapat lebih menciptakan kondisi yang menarik bagi investor asing untuk menanamkan modal. Berdasarkan hasil estimasi model, PDRB dan keterbukaan ekonomi memiliki pengaruh yang positif terhadap penanaman modal asing. Hal ini berarti bahwa PDRB dan keterbukaan ekonomi merupakan pendorong bagi investor asing untuk menanamkan modalnya. Maka peningkatan kualitas pertumbuhan ekonomi dan kerjasama baik bilateral maupun regional sangat diperlukan. Sedangkan tingkat inflasi dan upah minimum berpengaruh negatif terhadap penanaman modal asing, sehingga diperlukan kebijakan yang tepat dalam penentuan upah minimum. Perkembangan penanaman modal asing di Provinsi Jawa Timut periode 2005-2010 memang fluktuatif tapi dengan arah yang terus meningkat. Peningkatan nilai investasi yang terjadi di tahun 2010 memberikan harapan yang
62
positif yaitu dengan penambahan investasi yang dilakukan oleh PT Nestle. Penambahan investasi tersebut digunakan untuk pemenuhan kebutuhan pokok yaitu susu sapi yang semula 650 ton per hari menjadi 1.000 ton per hari. Suplai bahan baku ini direncanakan tidak lagi dipenuhi dari impor tetapi dari suplai dalam negeri, sehingga jumlah ternak sapi perah harus ditingkatkan. Hal ini dapat meningkatkan pertumbuhan di sektor pertanian terutama sektor peternakan.