BAB V BELAJAR DARI UNIVERISTAS MAHASARASWATI Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami pentingnya nilainilai kearifan lokal dan bagaimana nilai-nilai ini dapat digunakan sebagai dasar untuk membangun sebuah model strategi berkelanjutan dalam pelaksanaan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan efektif pada lembaga universitas. Nilai-nilai Tri Hita Karana sebagai kearifan lokal di Bali telah dipelihara dan dikembangkan oleh Universitas Mahasaraswati dan dijadikan sebagai inti ajaran (core values) di dalam melaksanakan aktivitas universitas. Etos kerja berdasarkan nilai-nilai Tri Hita Karana yang tidak membenarkan setiap individu untuk bekerja asal-asalan, acuh tak acuh, seenaknya tanpa memperdulikan orang lain, dan menyalahgunakan kekuasaan, dijadikan pedoman untuk melaksanakan aktivitas universitas. Kepatuhan di dalam menjalankan nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Tri Hita Karana menjadi faktor utama yang mengarahkan perilaku sivitas akademika Universitas Mahasaraswati dalam melaksanakan prinsip-prinsip university
governance dengan baik sehingga mampu meningkatkan kinerja universitas, dan pada gilirannya menjadikan Universitas Mahasaraswati sebagai perguruan tinggi yang bermutu. 5.1. Pelaksanaan Prinsip-Prinsip University Governance Berlandaskan Tri
Hita Karana Ideologi Tri Hita Karana yang mengidentifikasi norma, nilai, dan aturan yang harus ditaati, telah dijadikan sebagai core values dalam melaksanakan aktivitas di Universitas Mahasaraswati, termasuk di dalam melaksanakan prinsip-prinsip university governance, seperti prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, keadilan, dan independensi.
153
5.1.1. Pelaksanaan Prinsip Transparansi Drs. I Made Legawa, M.Si. (Ketua Badan Penjaminan Mutu dan Pembina Tri Hita Karana Universitas Mahasaraswati) memberikan pernyataan terkait dengan pelaksanaan prinsip transparansi sebagai berikut: “Seluruh kegiatan itu, segala sesuatu diungkapkan dengan ritual. Penelusuran bakat minat, analisis jabatan, pemilihan pimpinan, kekentalan spritualnya itu ada. Segala sesuatu diungkapkan dengan ritual. Sekan-akan seperti orang hindu yang sulit memisahkan antara berfikir yang benar secara filosofis dengan kebenaran yang diungkapkan melalui ritual, dengan banten.3) Soal transparansi misalnya, dia akan mengungkapkan secara tulus apa yang ada didalam hatinya, bahwa apa yang akan diucapkan dan direncanakan itulah yang dilakukan. Dia bersaksi bukan saja kepada manusia didepannya/audiensnya tetapi dia bersaksi kepada Tuhannya. Pertanggungjawaban tidak semata-mata antara Rektor ke Yayasan tetapi pertangungjawaban kepada Tuhan”.
Transparansi, merupakan salah satu prinsip dasar agar university
governance berfungsi dengan baik, yang menggabungkan sistem checks and balances antara pimpinan universitas, manajemen, dan para stakeholder universitas, dan memastikan bahwa manajemen tidak akan terlibat dalam perilaku yang tidak benar atau melanggar hukum. Teori stakeholder menekankan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana aktivitas organisasi. Sehingga melalui transparansi, stakeholder dapat mengetahui perilaku universitas dan dapat mengetahui hasil dari tuntutan yang pada awalnya diklaim oleh stakeholder. Persepsi stakeholder tentang apakah harapan mereka telah terpenuhi atau tidak, harus menghasilkan penilaian yang akan membuat universitas mendapatkan reputasi.
3)
Banten merupakan persembahan sebagai tanda bakti dan rasa syukur umat Hindu kepada Sang Hyang Widi Wasa. Banten dibuat dengan menggunakan janur yang dibentuk sedemikian rupa, dan dihiasi dengan beberapa macam bunga seperti kenanga, cempaka, pacar, kemitir, teratai dan jenis lainnya. Penggunaan warna bunga tidak mutlak harus berwarna-warni, kalau tidak ada, satu warnapun cukup. Banten selalu dipersembahkan setiap hari di kantor-kantor, toko-toko, kios-kios di pasar sebelum aktivitas dimulai. Demikian pula di Universitas Mahasaraswati, setiap hari dipersembahkan banten yang diletakkan di berbagai sudut ruangan yang akan mengingatkan kepada setiap individu di Universitas Mahasaraswati untuk berbakti kepada Tuhan dengan perilaku yang baik, jujur, taat, dan tidak melanggar norma-norma serta aturan yang berlaku.
154
Prinsip transparansi mengharuskan kepada universitas untuk memberikan informasi yang lengkap, akurat, dan tepat, secara terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka atas pertanggungjawaban universitas dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan. Dari pemahaman ini dapat diketahui keterkaitan antara unsur-unsur transparansi dengan nilainilai Tri Hita Karana, yaitu: 1) Ketaatan dalam memberikan informasi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku; 2) Kejujuran dalam memberikan informasi yang relevan, dan informasi diberikan sesuai dengan keadaan sebenarnya tanpa disembunyikan; 3) Disiplin dalam memberikan informasi secara akurat dan tepat waktu; dan 4) Tanggung jawab. Mampu memberikan informasi dengan benar terkait pengelolaan sumber daya yang dipercayakan oleh pemangku kepentingan kepada universitas. 5.1.2. Pelaksanaan Prinsip Akuntabilitas Transparansi umumnya dianggap sebagai fitur utama dari tata kelola yang baik dan merupakan prasyarat penting untuk akuntabilitas, oleh karena itu prinsip akuntabilitas tidak dapat dipisahkan dari prinsip transparansi. Melalui akuntabilitas 'pipa bocor' korupsi dan inefisiensi akan diperbaiki, bantuan akan disalurkan secara lebih efektif, dan pada gilirannya inisiatif pengembangan akan membuahkan hasil yang lebih besar dan dapat diketahui oleh stakeholder. Prinsip akuntabilitas mengharuskan pihak universitas memberikan penjelasan kepada publik tentang peran dan tanggung jawab pimpinan universitas dan manajemen. Hal ini sejalan dengan teori stakeholder, dimana pihak universitas diharapkan untuk melakukan aktivitas sesuai dengan harapan stakeholder dan melaporkan aktivitas itu kepada stakeholder. Semua lembaga pendidikan tinggi diwajibkan secara hukum untuk memenuhi dua dimensi dasar akuntabilitas yaitu: integritas dalam pemberian layanan pendidikan, dan kejujuran dalam penggunaan sumber daya keuangan. 155
Akuntabilitas mensyaratkan kepada lembaga universitas untuk membuat pertanggungjawaban secara periodik mengenai keberhasilan serta kegagalan terkait dengan kegiatan yang dilakukan oleh universitas. Terkait dengan laporan pertangungjawaban, Dekan Fakultas Hukum mengungkapkan: “Apakah pembuatan laporan dilandasi Tri Hita Karana? Ya. Ketulusan, keikhlasan, tanggungjawab yang paling hakiki itu kepada Tuhan. Orang bersaksi kepada Tuhan, sehingga ketika membawakan laporan tanggungjawab tidak saja kepada manusia tetapi kepada Tuhan. Itu yang sudah dilakukan. Sehingga dalam membawa laporan apa adanya, dalam rapat senat dan dalam menyampaikan laporan kepada yayasan.”
Pernyataan Drs. I Made Legawa, M.Si. dan Dekan Fakultas Hukum terkait dengan pelaksanaan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang dilandasi oleh nilai-nilai Tri Hita Karana di atas, dapat dipahami bahwa praktik transparansi dan akuntabilitas menggunakan sistem kepercayaan, dimana pimpinan universitas dipandang sebagai individu yang memiliki pemikiran dan perilaku yang baik, serta bekerja secara sukarela dengan mengabdikan diri sebagai pengayah4) di Universitas Mahasaraswati. Maka dari itu seluruh sivitas akademika meyakini kejujuran pengabdian yang dimiliki oleh pimpinan universitas. Bentuk pelaksanaan prinsip akuntabilitas yang lain adalah acara Open House yang diprogramkan oleh Rektor Universitas Mahasaraswati. Akuntabilitas dalam pendidikan merupakan suatu perwujudan kewajiban dari lembaga pendidikan untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan proses pendidikan dan penggunaan sumber daya keuangan kepada semua pemangku kepentingan sesuai dengan 4)
Secara harafiah ngayah berarti melakukan pekerjaan tanpa mendapat upah (kamus BaliIndonesia,1990). Dari segi etimologis istilah ngayah berakar dari kata “ayah” yang terpancar dari budaya purusaisme atau patrilineal, terutama berkaitan dengan sistem pewarisan. Kemudian menjadi “ayahan” yang secara spesifik mengacu pada tanah ayahan desa (sebagai bagian integral tanah adat) berikut segala konskuensinya. Secara fenomenologis, ngayah merupakan sebuah gejala sosio-religio-kultural masyarakat Hindu. Dalam kaitan ini ngayah menjadi gejala religio-kultural yang dengan jelas dapat diamati dalam masyarakat Hindu di Bali. Kegiatan ngayah merupakan suatu formulasi berkenaan dengan masalah pola pikir, ide, gagasan, sikap, dan point of view masyarakat Hindu.
156
ketentuan
peraturan perundang-undangan. Jadi pelaksanaan prinsip
akuntabilitas memerlukan nilai-nilai: 1) Tanggung jawab, yaitu mampu mempertanggungjawabkan semua kegiatan yang dijalankan kepada semua pemangku kepentingan; 2) Ketaatan. Melalui prinsip akuntabilitas dapat dipastikan bahwa pengambil keputusan telah mematuhi standar publik yang telah disepakati, dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang
undangan; 3) Kejujuran. Jujur dalam memberikan laporan terutama kejujuran dalam penggunaan sumber daya keuangan dan laporan yang diberikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya; 4) Disiplin. Memberikan laporan secara tepat waktu. 5.1.3. Pelaksanaan Prinsip Responsibilitas Responsibilitas terkait dengan bertindak dengan cara yang tepat dalam menjalankan tugas dan kewajiban. Sehingga responsibilitas mengacu kepada perilaku taat dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas dan kewajiban yang dipercayakan kepada individu yang bersangkutan. Bagi individu yang bekerja di Universitas Mahasaraswati, nilai ketaatan dan tanggung jawab ini diperoleh dari ideologi Tri Hita Karana, sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Badan Penjaminan Mutu dan Pembina Tri Hita
Karana Universitas Mahasaraswati yang memberikan pernyataan sebagai berikut: “Ada pernah situasi dimana Unmas ada dalam keadaan krisis, dan pernah tidak dibayar gaji, tetapi heran juga, mereka, kenapa para pegawai dosen tetap bekerja dengan tulus. Tahun 1987 pak siswi nggak dapat gaji dan pernah berhutang makanan setahun. Walaupun situasi sulit dan tidak dapat gaji kok mereka tetap bekerja, kekeluargaan, situasi sulit tetapi mereka tetap bekerja. Dalam manajemen modern sudah ada aturan kepegawaian, kode etik dosen, pegawai. Tetapi karena rohnya sudah Tri Hita Karana. Kalau tidak ada Tri Hita Karana siapa yang mau disuruh bekerja dalam keadaan perut kosong. Contoh pegawai Ketut Siwi punya hutang satu tahun (hutang makan). Silahkan aturan-aturan ditempel di tembok, jika perut kosong mana mungkin bisa bekerja, tetapi bukti menyatakan bahwa kalau tidak ada rohnya Tri Hita Karana maka pasti akan keluar. Sudah sangat mengalir, sudah menjadi gaya hidup Tri Hita Karana.”
157
Ungkapan di atas menunjukkan tingkat ketaatan dan tanggungjawab yang tinggi terhadap pekerjaan yang dilandasi oleh ideologi Tri Hita Karana, dimana konsep Tri Hita Karana mengandung makna mencari keharmonisan dengan tidak semata-mata mencari materi, namun lebih kepada mencari tujuan hidup untuk mendapatkan kebahagian yang kekal. Kegiatan-kegiatan yang merepresentasikan nilai tanggung jawab yang dijadikan landasan dalam melaksanakan prinsip responsibilitas berupa pemenuhan kebutuhan mahasiswa, kebutuhan pegawai dosen dan nondosen, dan kebutuhan masyarakat sekitar. Pemenuhan kebutuhan mahasiswa diwujudkan dalam bentuk pemberian layanan administrasi akademik serta layanan yang lain secara maksimal, ramah, dan sopan. Dalam hal meningkatkan kapasitas mutu layanan pendidikan, diwujudkan dalam bentuk program studi lanjut bagi dosen dan melengkapi sarana prasarana guna mendukung terselenggaranya proses belajar mengajar yang bermutu. Sedangkan untuk pelaksanaan tanggung jawab sosial universitas terhadap masyarakat dan lingkungan, diwujudkan dalam kegiatan sosial keagamaan dengan mengadakan Tirtayatra5) dan memberikan dana punia6). Terkait 5)
Tirtayatra berasal dari bahasa Sansekerta, Tirta dan Yatra. Tirta artinya pemandian, sungai, kesucian, air, toya atau air suci. Sedangkan Yatra berarti perjalanan suci. Jadi Tirtayatra adalah perjalanan suci untuk mendapatkan atau memperoleh air suci. Perjalanan suci atau tirtayatra bukanlah perjalanan biasa untuk bersembahyang, namun didalamnya termuat pengendalian diri dan pengekangan diri. Dalam kegiatan tirtayatra terjadi suatu interaksi yang positif diantara para pelaku tirtayatra. Tirtayatra akan mendekatkan antara umat satu dengan yang lainnya karena dalam perjalanan akan terjadi suatu komunikasi sosial, suka duka, canda ria dan interaksi lainnya. Tirtayatra juga mendekatkan antara umat dengan tempat suci atau pura dalam pengertian si pelaku tirtayatra akan mengetahui lebih dekat dan lebih dalam mengenai situasi, lokasi, sejarah serta nilai kesucian dan kebenaran yang terkandung pada tempat suci yang dikunjungi. Tirtayatra juga mendekatkan antara manusia dengan Sang Pencipta melalui pemujaan yang dilakukan di tempat suci yang dikunjungi.
6)
Dana Punia berasal dari dua kata yaitu “Dana” yang berarti pemberian dan “Punia” berarti selamat, baik, bahagia, indah, dan suci. Jadi, Dana Punia bisa diartikan sebagai pemberian yang baik dan suci. Dana Punia merupakan swadarma umat Hindu dan salah satu bentuk Yajna. Dana Punia bertujuan untuk melatih diri agar tidak menjadi orang yang pelit dan serakah, tidak mementingkan diri sendiri serta menjadi orang yang murah hati. Sehingga dengan memberi secara tulus ikhlas, maka akan menerima anugrah yang melimpah dari Hyang Widhi. Selain itu berdana punia juga merupakan cara untuk bersyukur dan mengucapkan terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widhi, karena telah diberikan berbagai kebutuhan dalam hidup ini, bisa cukup makan, minum, bisa sekolah, bisa jalan-jalan, dll.
158
dengan Tirtayatra dan mepunia, Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum mengungkapkan: “Sisa anggaran, dapat dialokasikan untuk penambahan anggaran studi lanjut untuk dosen, beasiswa bagi mahasiswa, dan kegiatan sosial keagamaan seperti Tirtayatra dan mepunia”.
Selain Tirtayatra dan mepunia, Universitas Mahasaraswati juga melaksanakan program desa binaan dan program bedah rumah sebagai bentuk tanggung jawab sosial universitas yang pelaksanaannya dikoordinir oleh Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM). Kepala LPPM mengungkapkan: “Strategi pengembangan pengabdian kepada masyarakat salah satunya berbasis pada kebudayaan lokal. Sebagai wujud kepedulian terhadap permasalahan masyarakat desa, dan sebagai implementasi dharma pengabdian kepada masyarakat ada program desa binaan yang bekerja sama dengan pemerintah kabupaten dan pihak swasta. Ada juga kegiatan bedah rumah”.
Prinsip responsibilitas atau
tanggung jawab terkait dengan
pelaksanaan tugas atau kewajiban. Dalam pandangan Hindu, kerja merupakan sesuatu yang sangat esensial di dalam kehidupan manusia. Hanya melalui kerja yang baik (subhakarma) manusia dapat menolong dirinya dari penderitaan hidup (samsara) dan mencapai kebahagiaan abadi (moksa) yang merupakan insentif moral bagi umat Hindu kearah ketekunan, kegigihan dan produktivitas. Tanpa kerja orang tidak akan mencapai kebebasan dan juga tidak akan mencapai kesempurnaan. Ini berarti hanya orang-orang yang giat bekerja, tulus hati dan tidak mengenal lelah akan berhasil dalam hidupnya. Tuhan hanya menyayangi orang yang bekerja keras. Tuhan tidak pernah menolong serta membenci orang yang bermalas-malasan. Manusia harus disiplin dan tekun bekerja pada posisi yang telah ditentukan secara produktif sehingga bermanfaat bagi hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia dan alam semesta. Manusia tidak dibenarkan melakukan kerja asal asalan, acuh tak acuh, seenaknya tanpa memperdulikan orang lain, menyalahgunakan kekuasaan, dan lain sebagainya. Pelaksanaan prinsip responsibilitas memerlukan nilai-nilai: 1) Tanggung jawab. Mampu 159
mempertanggungjawabkan semua kegiatan yang dijalankan kepada semua pemangku kepentingan; 2) Ketaatan. Melalui prinsip responsibilitas dapat dipastikan bahwa semua tugas dan kewajiban telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan; dan 3) Disiplin. Melaksanakan tugas dan kewajiban secara tepat waktu. 5.1.4. Pelaksanaan Prinsip Keadilan Prinsip keadilan dipromosikan melalui prinsip ekuitas, dimana setiap individu memiliki kesempatan yang sama. Dengan demikian ekuitas dalam pendidikan berarti memberikan kesempatan yang sama dalam pendidikan terlepas dari umur, jenis kelamin, warna kulit, latar belakang sosial, latar belakang agama atau etnis, tempat tinggal, pendidikan keluarga atau kondisi keuangan keluarga. Dalam konsep Tri Hita Karana, persamaan derajat ini diatur di dalam dimensi Pawongan yang mengatur hubungan manusia dengan sesama, dalam artian bahwa setiap individu harus dapat menjaga keharmonisan hubungan dengan keluarga, teman, dan masyarakat. Dalam menjaga keharmonisan tidak dibenarkan untuk menunjukkan sikap yang membeda-bedakan berdasarkan derajat, agama, ataupun suku. Segala bentuk kegiatan harus menghormati hak-hak setiap individu. Karena setiap individu berhak dan layak memperoleh hak dan kewajiban yang sama untuk mencapai tujuan organisasi. Prinsip keadilan membutuhkan nilai keadilan dan tanggung jawab. Prinsip keadilan diwujudkan, antara lain, dalam bentuk pemberian kesempatan kepada perempuan untuk menjabat sebagai Rektor Universitas Mahasaraswati. Sedangkan keadilan dalam pemerataan pendidikan yang mengacu pada isu-isu kesempatan yang sama terhadap semua orang untuk mendapatkan pendidikan diwujudkan dalam bentuk pemberian beasiswa untuk mahasiswa berpotensi secara akademik tetapi kurang mampu dalam hal biaya. Sebagaimana Bapak Ketut Siwi menyatakan:
160
“perhatian universitas untuk memberikan beasiwa kepada mahasiwa sangat beragam dan salah satunya adalah beasiswa bagi mahasiwa kurang mampu. Kami team sebelum memutuskan bahwa mahasiswa tersebut mendapat beasiswa bidik misi kami terjun langsung ke alamat mahasiwa dan melihat secara langsung keadaan rumah dan juga pekerjaan orang tua, disamping adanya pernyataan dari kepala desa, setelah memastikan memang pemohon benar-benar memenuhi kriteria maka beasiswa itu diberikan. Hal itu dilakukan supaya pemberian beasiswa bidik misi memang sampai kepada mereka yang memerlukan/mendapatkan” Pemberian beasiswa kepada mahasiswa kurang mampu juga dikuatkan oleh pernyataan Badan Eksekutif Mahasiswa Putu Very Setiawan: “kami mahasiswa yang tidak mampu juga diberi kesempatan untuk
menerima beasiswa guna keberlanjutan pendidikan kami, kesempatan itu diberikan tiap-tiap tahun oleh universitas dan kami harus memenuhi persyaratan-persyaratan guna memperoleh beasiswa”
Pemberian beasiswa bagi mahasiswa kurang mampu tetapi berpotensi di bidang akademik dapat dipahami sebagai perwujudan ajaran yang ada di dalam ideologi Tri Hita Karana tentang Empat Kebajikan Yang Luhur terdiri atas: cinta kasih (maitri), penuh perhatian terhadap yang menderita (karuna), mengampuni (upeksa), dan bersimpati terhadap yang berprestasi (mudita). 5.1.5. Pelaksanaan Prinsip Independensi Prinsip independensi (otonomi) terkait dengan kebebasan untuk mengelola sendiri lembaga perguruan tinggi sebagai pusat penyelenggaraan Tridharma. Pelaksanaan prinsip independensi (otonomi) di Universitas Mahasaraswati diwujudkan dalam bentuk kebebasan dalam penerimaan mahasiswa baru, penerimaan pegawai dosen dan non-dosen, kebebasan dalam
melakukan
penelitian
dan
pengabdian
masyarakat.
Prinsip
independensi (otonomi) pada lembaga pendidikan tinggi terkait dengan kebebasan untuk menunjuk pejabat kunci, menentukan kondisi pelayanan staf, bebas untuk menunjuk dosen, bebas untuk menerima pegawai, membuat keputusan tentang promosi, mengontrol penerimaan mahasiswa dan kurikulum akademik, melaksanakan penelitian, dan pengabdian kepada 161
masyarakat. Prinsip independensi (otonomi) membutuhkan nilai ketaatan dan tanggung jawab. Berikut disajikan tabel keterkaitan antara indikator prinsip-prinsip
universitas governance dengan nilai-nilai Tri Hita Karana. Tabel 5.1. Keterkaitan Indikator Prinsip-Prinsip University Governance Dengan Nilai-Nilai Tri Hita Karana Prinsip-prinsip University Governance Transparansi
Akuntabilitas
Responsibilitas
Keadilan
Independensi
Indikator Prinsip-prinsip University Governance
Nilai-nilai Tri Hita Karana
Keterbukaan bidang keuangan. Keterbukaan sistem dan prosedur penerimaan mahasiswa baru. Keterbukaan prosedur rekrutmen SDM. Keterbukaan pemilihan pejabat struktural. Keterbukaan informasi pada pemangku kepentingan lain. Terdapat uraian kerja yang jelas dan tertulis dari setiap pejabat struktural, anggota senat, pengurus yayasan, dosen, dan karyawan. Terdapat susunan kriteria penilaian kinerja. Terdapat audit kinerja. Terdapat pembagian tugas yang jelas. Terdapat peraturan kode etik yang berlaku.
Ketaatan Kejujuran Disiplin Tanggung jawab
Ketaatan Kejujuran Disiplin Tanggung jawab
Ketaatan Tanggung jawab Disiplin Menerapkan perlakuan yang sama pada seluruh civitas Ketaatan akademika tanpa diskriminasi. Keadilan Penerapan sistem reward and punishment. Terdapat kebebasan penuh yang diberikan yayasan Ketaatan pada rektorat untuk menjalankan Tri Dharma Tanggung jawab Perguruan Tinggi. Tidak terdapat konflik kepentingan antara Yayasan dan Rektorat
Sumber: hasil wawancara dengan panitia Tri Hita Karana Universitas Mahasaraswati, 2015.
Penerapan ideologi Tri Hita Karana di Universitas Mahasaraswati terlihat pula dalam penataan bangunan gedung, penataan lingkungan areal kampus, dan adanya unsur manusia atau warga universitas. Universitas Mahasaraswati dilengkapi dengan pura yang dibangun di bagian utama
mandala sebagai lokasi hulu dari kampus Universitas Mahasaraswati. Gambar 5.1. menunjukkan skema lokasi tempat suci yang ada di kampus Universitas Mahasaraswati. 162
Gambar 5.1.: lokasi tempat suci di kampus Universitas Mahasaraswati.
5.2. Model Penerapan Prinsip-Prinsip University Governance Berlandaskan Tri Hita Karana Pola pengembangan universitas berbasis ideologi Tri Hita Karana merupakan penerapan keseluruhan konsep, pola pikir, tata nilai, sikap, dan cara hidup masyarakat Bali dalam membangun hubungan harmonis dan seimbang antara manusia dengan Tuhan (parhyangan), manusia dengan sesama (pawongan), dan manusia dengan lingkungan (palemahan) kedalam sistem tata kelola universitas. Sehingga setiap individu yang terlibat dalam penatakelolaan universitas mempunyai sikap dan perilaku yang mengacu kepada tata nilai yang terkandung dalam ideologi Tri Hita Karana. Tata nilai masyarakat Bali dalam bekerja yang dilandasi oleh ajaran Hindu tentang etos kerja beranggapan, bahwa manusia dalam bekerja untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya (kama) harus dipedomani oleh norma-norma atau aturan-aturan yang sesuai dengan ajaran agama 163
(dharma). Etos kerja yang bersumber dari kitab suci Veda berkaitan erat dengan nilai kejiwaan seseorang untuk mengisi dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik (subha-karma) dan ada rasa kerinduan untuk menunjukkan kepribadian dalam bentuk sikap dan perilaku dalam bekerja yang lebih baik dan lebih bermakna. Dari etos kerja ini, dimensi parhyangan yang mengatur harmonisasi hubungan antara manusia dengan Tuhan, dan dimensi
pawongan yang mengatur harmonisasi hubungan antara manusia dengan manusia memunculkan nilai-nilai ketaatan, keadilan, kejujuran, disiplin, dan tanggung jawab. Sedangkan dari dimensi palemahan yang mengatur hubungan manusia dengan lingkungan memunculkan nilai ketaatan, dan tanggung jawab. Nilai-nilai
ketaatan, keadilan, kejujuran, disiplin, dan tanggung
jawab dijadikan pedoman berperilaku masyarakat Bali untuk berhubungan dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dan dengan lingkungan alam. Setiap individu tidak dibenarkan mengorbankan kepentingan orang lain demi memenuhi
kebutuhannya
sendiri.
Ada
kewajiban
untuk
menjaga
keseimbangan kepentingan sehingga semua orang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, karena di dalam konsep Tri Hita Karana setiap individu berhak dan layak memperoleh hak dan kewajiban yang sama untuk mencapai tujuan hidup yang bahagia dan sejahtera. Keterkaitan antara unsur-unsur yang terdapat pada setiap prinsip
university governance dengan nilai-nilai Tri Hita Karana dapat terjadi disebabkan oleh perilaku masyarakat Bali yang ditopang oleh adat istiadat dan budaya yang bertumpu pada nilai-nilai Agama Hindu dan falsafah hidup
Tri Hita Karana. Kedua ajaran ini saling berkaitan, dimana agama Hindu menjiwai falsafah Tri Hita Karana, dan sebaliknya falsafah Tri Hita Karana mendasarkan pada ajaran agama Hindu. Falsafah hidup Tri Hita Karana sangat menekankan adanya keharmonisan dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan. Prinsip-prinsip ini terimplementasi dalam 164
struktur sosial masyarakat Bali dan menjadi pandangan hidup masyarakat Bali, baik dalam mengembangkan sistem pengetahuan, pola perilaku, sikap, nilai-nilai, tradisi, seni, dan sebagainya. Pada akhirnya falsafah Tri Hita
Karana ini menjadi ideologi dan core values (inti ajaran) dalam kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali, termasuk dalam mengembangkan lembaga perguruan tinggi/universitas. Sebagai core values, ideologi Tri Hita Karana dicantumkan di dalam visi dan misi universitas. Hal ini membawa konsekuensi, bahwa di dalam pelaksanaan
aktivitas
universitas
harus
selalu
mempertimbangkan
keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan duniawi dan kebutuhan yang bersifat sorgawi (religius). Kepatuhan untuk mentaati nilai-nilai yang terkandung didalam ideologi Tri Hita Karana yang telah mengakar didalam kehidupan masyarakat Bali telah menjadi pengikat untuk menciptakan budaya organisasi dalam mengelola aktivitas universitas. Hal ini mendorong terciptanya pola pengelolaan perguruan tinggi yang bermutu dan harmoni, yang pada gilirannya dapat memberikan manfaat materiel antara lain dapat meningkatkan kinerja universitas dengan manajemen yang efektif dan lingkungan kerja yang ideal, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat. Sedangkan manfaat immateriel antara lain mencegah skandal universitas dan penyalahgunaan kekuasaan. Pola penerapan prinsip-prinsip university governance berlandaskan
Tri Hita Karana dapat diwujudkan dalam kerangka model berikut.
165
Visi dan Misi Universitas CORE VALUE Tri Hita Karana Parhyangan
Pawongan
Palemahan
Nilai-nilai Ketaatan
Kejujuran
Keadilan
Disiplin
Tanggung jawab
Prinsip-prinsip University Governance Transparansi Keterbukaan bidang keuangan. Keterbukaan sistem dan prosedur penerimaan mahasiswa baru. Keterbukaan prosedur rekrutmen SDM. Keterbukaan pemilihan pejabat struktural. Keterbukaan informasi kepada pemangku kepentingan lain.
Akuntabilitas
Responsibilitas
Terdapat uraian kerja yang jelas dan tertulis dari setiap pejabat struktural, anggota senat, pengurus yayasan, dosen, dan karyawan. Terdapat susunan kriteria penilaian kinerja. Terdapat audit kinerja.
Terdapat pembagian tugas yang jelas. Terdapat peraturan kode etik yang berlaku.
Keadilan Menerapkan perlakuan yang sama pada seluruh civitas akademika tanpa diskriminasi. Penerapan sistem
reward and punishment.
Independensi Terdapat kebebasan penuh yang diberikan yayasan pada rektorat untuk menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tidak terdapat konflik kepentingan antara yayasan dan rektorat.
Pengelolaan Perguruan Tinggi Bermutu dan Harmoni
Manfaat Immateriil 1. Mencegah skandal universitas; dan 2. Penyalahgunaan kekuasaan. 3. Mencegah konflik.
Materiil 1. Meningkatkan kinerja universitas dengan manajemen yang efektif dan lingkungan kerja yang ideal ; dan 2. Meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Gambar 5.2.: Implementasi Prinsip-Prinsip University Governance Berlandaskan Nilai-Nilai Tri Hita Karana
166
5.3. Belajar Dari Universitas Mahasarwati Beberapa
aktivitas
yang
dapat
dipelajari
dari
Universitas
Mahasaraswati terkait dengan pelaksanaan prinsip-prinsip university
governance berlandaskan nilai-nilai Tri Hita Karana adalah: Acara Open House yang diprogramkan oleh Rektor Universitas Mahasaraswati dilaksanakan setiap hari Jumat dan Sabtu. Pada acara open
house ini, Rektor dan para wakil rektor memberikan kesempatan kepada seluruh civitas akademika untuk bertanya dan menyampaikan keluhan dan masukan-masukan atas semua kegiatan universitas. Rektor beserta staf memberikan penjelasan-penjelasan terkait dengan keluhan-keluhan yang diutarakan oleh peserta open house. Dari sisi university governance, open
house merupakan salah satu bentuk pelaksanaan prinsip transparansi dan akuntabilitas, yaitu kemampuan pimpinan Universitas Mahasaraswati untuk memberikan jawaban atau penjelasan secara terbuka tentang aktivitas universitas. Sedangkan dari sisi Tri Hita Karana, open house merupakan perwujudan dimensi pawongan, yaitu menjaga harmonisasi hubungan antara manusia dengan manusia. Manfaat dari acara open house ini adalah mengurangi kemungkinan terjadinya konflik. Meskipun konflik tidak selalu dapat sepenuhnya diselesaikan, tapi sering ada beberapa ruang untuk pengelolaan konflik, sehingga suasana kerja yang kondusif tetap terjaga dengan baik. Program
layanan
pengobatan
gratis
bagi
masyarakat
yang
penyelenggaraannya menjadi tanggung jawab Fakultas Kedokteran Gigi, program desa binaan dan program bedah rumah yang pelaksanaannya dikoordinir oleh Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM), merupakan pelaksanaan prinsip responsibilitas dalam bentuk tanggung jawab sosial universitas. Konsep tanggung jawab sosial universitas menekankan pada dua unsur, yaitu keharmonisan hubungan antara universitas dengan masyarakat (pawongan) serta keharmonisan hubungan universitas dengan lingkungan (palemahan). Sementara itu, budaya Tri Hita
Karana berisi tentang keharmonisan hubungan antara manusia dengan 167
Tuhan (parhyangan), hubungan antara sesama manusia (pawongan) dan hubungan antara manusia dengan alam semesta
(palemahan). Unsur
masyarakat dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial universitas memiliki keterkaitan dengan dimensi pawongan. Unsur alam dan lingkungan memiliki kaitan dengan dimensi palemahan. Akan tetapi, unsur alam dan lingkungan (palemahan) maupun unsur masyarakat (pawongan) akan selalu berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta alam semesta beserta isinya (parhyangan). Jadi, dapat dikatakan bahwa konsep tanggung jawab sosial universitas merupakan perwujudan keharmonisan hubungan dalam konsep Tri Hita Karana yang dimiliki oleh masyarakat Bali. Melaksanakan
program
tanggung
jawab
sosial
universitas
secara
berkelanjutan (suistanable) memiliki dampak yang positif dan manfaat yang lebih besar, baik kepada universitas maupun para stakeholder terkait. Program tanggung jawab sosial universitas yang berkelanjutan diharapkan dapat membentuk kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, mandiri, dan lingkungan sekitar juga tetap terjaga kelestariannya. Kegiatan-kegiatan tersebut di atas menunjukkan bahwa konsep Tri
Hita Karana yang dijadikan sebagai core values di Universitas Mahasaraswati dapat dijadikan sebagai landasan di dalam melaksanakan prinsip-prinsip
university governance, yang pada akhirnya telah mengantarkan Universitas Mahasaraswati sebagai perguruan tinggi yang bermutu. Oleh karena itu, kiranya perlu bagi perguruan tinggi-perguruan tinggi lain untuk menggali nilai-nilai kearifan lokal dimana perguruan tinggi berada, dan menerapkan nilai-nilai kearifan lokal tersebut sebagai pedoman di dalam penatakelolaan perguruan tinggi. Karena kearifan lokal yang dipahami sebagai sebuah pemikiran tentang hidup yang dilandasi nalar jernih, budi yang baik, dan memuat hal-hal positif, terbukti mampu mengarahkan perilaku individu untuk mematuhi aturan-aturan dan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan organisasi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Nilai-nilai kearifan lokal juga mampu meminimalisir perilaku destruktif yang mengarah pada tidak tercapainya tujuan organisasi. 168