BAB IV PELAKSANAAN PRINSIP-PRINSIP UNIVERSITY GOVERNANCE DAN TRI HITA KARANA DI UNIVERISTAS MAHASARASWATI DENPASAR 4.1. Pelaksanaan Prinsip-Prinsip University Governance Di Universitas Mahasaraswati Pelaksanaan prinsip-prinsip university governance tidak dapat dipisahkan dari sejarah dan filsafat yang dibangun dan diyakini oleh perguruan tinggi. Setiap perguruan tinggi memiliki tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Salah satu tujuan yang paling penting adalah memastikan kelangsungan hidup perguruan tinggi itu sendiri. Mengelola perguruan tinggi melalui tata kelola perguruan tinggi yang baik (good university
governance) adalah cara untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan. 4.1.1. Pelaksanaan Prinsip Transparansi di Universitas Mahasaraswati Denpasar Transparansi dalam konteks pendidikan tinggi berkaitan dengan kebutuhan untuk memberikan informasi yang lengkap, akurat dan tepat, melalui saluran terbaik yang tersedia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang upaya dan kinerja lembaga pendidikan tinggi di berbagai bidang aktivitas yang dilakukan. Mengacu pendapat Wijatno (2009) indikator dari prinsip transparansi lembaga universitas adalah: 1) keterbukaan bidang keuangan, 2) keterbukaan sistem dan prosedur penerimaan mahasiswa baru, 3) keterbukaan prosedur rekrutmen SDM, 4) keterbukaan pemilihan pejabat struktural, dan 5) Keterbukaan informasi kepada pemangku kepentingan lain
97
4.1.1.1. Keterbukaan bidang keuangan Pelaksanaan prinsip transparansi dan keterbukaan bidang keuangan di Universitas Mahasaraswati masih diperuntukkan bagi pihak internal yayasan dan universitas, khususnya rektor dan jajarannya karena yang menjadi pendamping ketika rektor menyampaikan laporan pada yayasan setiap tahun. Terkait dengan hal ini, Dekan Fakultas Teknik memberikan pernyataan sebagai berikut: “Kita sebagai pendamping saja kan, rektor yang presentasi. Kadang ada
beberapa masukan dari yayasan. Pembina, pengawas, pengurus, yayasan semua hadir. Rektor pertama menyampaikan, hanya presentasi saja karena laporan tertulisnya kan sudah masuk sebelumnya ke yayasan. Presentasinya ya Tri Drama Perguruan Tinggi dan keuangan. Kita tidak dapat laporan secara tertulis, hanya mendengar presentasi itu saja, intinya rangkuman dari laporan dekan-dekan semua.”
Pernyataan Dekan Fakultas Teknik di atas menunjukkan bahwa dekan tidak mendapatkan laporan secara tertulis karena secara struktural laporan ditujukan oleh rektor pada yayasan. Dekan fakultas hanya memiliki pemahaman atas garis besar laporan yang merupakan rangkuman dari laporan serupa yang dibuat oleh dekan fakultas untuk diserahkan pada rektor. Selain itu, dekan juga mengetahui isi laporan tersebut karena mendampingi rektor ketika melakukan presentasi laporan kepada pihak yayasan. Terkait dengan keterbukaan informasi kepada masyarakat, Dekan Fakultas Hukum mengungkapkan: “Memang belum ada laporan yang dapat diakses oleh masyarakat. Sedang
menuju ke arah itu. Selama ini laporan hanya disampaikan waktu presentasi ke yayasan. Sebelumnya dilaporkan ke rapat senat dulu kemudian baru dilaporkan ke rektor, rektor ke yayasan. Sistemnya langsung presentasi ke yayasan. Kita para dekan rapatkan dulu, minta laporan dulu dari bagianbagian di fakultas. Kemudian laporan dari para dekan dikompilasi, selanjutnya dibahas wakil dekan.”
Ungkapan di atas menunjukkan bahwa transparansi masih terbatas hanya ditujukan bagi para stakeholder internal di lingkungan yayasan maupun universitas saja. Kondisi demikian memunculkan pemikiran yang berbeda dari beberapa pimpinan fakultas di Universitas Mahasaraswati 98
Denpasar. Hal ini berkaitan dengan otonomi pengelolaan keuangan yang diberikan pada dekan, sehingga transparansi juga hanya berkaitan dengan wewenang yang terbatas tersebut. Hal demikian dapat dilihat dari kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan berikut: “Masalah keuangan urusan pimpinan pada yayasan. Laporan keuangan
untuk dekan ya hanya berkaitan dengan dana yang diberikan pada kami dan pengelolaannya, gaji per bulan berapa, transport dosen berapa, ya pengeluaran yang rutin. Jadi dosen berapa kali mengajar, gaji berapa. Saya rasa hanya itu untuk yang transparansi keuangan. Dapat diakses, tidak. Kita hanya diberikan dana barangkali 30% itu (dari SPP dll), untuk gaji dosen, transport, pembelajaran.”
Kutipan
wawancara
tersebut
menunjukkan
bahwa
unsur
transparansi yang dirasa menjadi bagian wewenang dekan adalah sebatas transparansi penggunaan dana yang diberikan pada fakultas saja, yaitu 30% dari dana yang diperoleh. Pada sisi lain, adapula dana yang secara langsung dianggarkan untuk mahasiswa sebagaimana dapat dilihat pada kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Pertanian berikut: “Secara transparan, dalam bentuk laporan itu ya. Dari fakultas diberi dana
itu 5.000 per kepala per mahasiswa perbulan, tapi itu nanti dipakai, semua tanggung jawab kalau pertemuan dengan rektor dan dekan. Laporan bisa diakses di bagian keuangan itu saja. Belum ada online. Sudah menuju arah ke sana, tapi belum. Karena perlu proses ya. Laporan dari universitas ya tidak dapat, hanya mendengar saja waktu rapat “.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa pada tingkat fakultas unsur transparansi keuangan juga sebatas masih ditujukan bagi kepentingan internal saja. Laporan belum dapat diakses oleh publik secara luas, meskipun telah ada proses menuju ke arah tersebut. Terkait dengan belum dapat diaksesnya laporan keuangan oleh pihak eksternal, Kepala LPPM mengungkapkan: “Kalau mengakses dalam arti kompetisi iya, ada dana hibah bisa diakses.
Kalau laporan keuangan mengakses secara individu tidak bisa. Secara institusi sebagai anggota senat bisa. Mekanismenya nanti rektor dengan yayasan. Perwakilan dosen dari tiap fakultas ada. Penggunaan dana belum transparan sekali, tetapi saya rasa sudah menuju ke arah itu. Kalau untuk LPPM transparansi penggunaan dana misalnya hibah ada laporan. Dari LPPM rangkum hibah setahun, laporkan ke penerima hibah dan
99
penghibah. Pada sisi lain penerima hibah juga buat laporan. Untuk pajak kita potongkan di depan. Monev internal eksternal kita potong. Monev internal diselenggarakan oleh LPPM, ada poin-poinnya. Kalau eksternal dari dikti “.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa transparansi laporan keuangan diwujudkan secara kelembagaan. Artinya memang tidak untuk ditujukan bagi berbagai pihak secara individual. Sementara itu, masing-masing unit dalam universitas kemudian hanya berfokus pada transparansi di bagiannya saja. Lebih lanjut, menurut pihak kopertis, unsur transparansi pengelolaan dana seharusnya tidak sebatas pada pelaporan pengelolaan keuangan dari universitas kepada yayasan. Lebih dari itu, pihak yayasan juga dinilai memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan transparansi atas dana yang dikelolanya. Berikut kutipan wawancara dengan Kopertis 8 yang menunjukkan hal tersebut: “Transparan, banyak PTS tidak transparan karena keuangan diatur oleh
yayasan. Ini tidak transparannya. Apalagi ada aturan sekian persen ke yayasan, sekian persen ke rektorat. Itu kan tidak transparan. Untuk apa sekian persen dana yang masuk ke yayasan. Harusnya yayasan kalau ke pengurus boleh, tetapi kalau ke pendiri, Pembina, itu yang tidak boleh. Hanya saja pengurus ini tidak berdaya, pendiri ini yang berkuasa karena dia mendirikan. Pengurus hanya pegawai biasa. Kalau terjadi masalah dengan pengadilan misal ya pengurus yang berhadapan. Selama ini banyak yang ke pendiri, pembina, itu tidak transparannya. Ini merupakan konflik umum di seluruh Indonesia” .
Ungkapan di atas menunjukkan bahwa belum tercapainya unsur transparansi secara penuh banyak terjadi dalam pengelolaan universitas swasta. Hal ini dikarenakan yayasan dan rektorat sama-sama memiliki wewenang mengelola dana, meskipun dengan porsi yang berbeda. Persoalannya adalah dana yang diberikan kepada yayasan wewenang pengelolaannya seharusnya hanya dapat diberikan pada pihak pengurus. Hanya saja yang terjadi adalah pengurus yayasan tidak jarang didudukkan pada posisi sebagai pegawai biasa, sedangkan pendiri atau pembina yayasan menjadi pihak yang lebih berkuasa. Pada sisi lain, dana yang dikelola oleh 100
yayasan juga tidak secara jelas dilaporkan penggunaannya, berbeda dengan dana yang dikelola rektorat dimana transparansinya lebih terjaga. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa secara garis besar unsur transparansi penggunaan dana telah dilaksanakan, akan tetapi informasinya hanya diperuntukkan bagi yayasan saja. 4.1.1.2. Keterbukaan sistem dan prosedur penerimaan mahasiswa baru Keterbukaan pada bidang penerimaan mahasiwa baru dilakukan baik lewat informasi langsung maupun lewat on line yang bisa diakses oleh masyarakat. Seluruh persyaratan penerimaan mahasiwa baru telah diinformasikan, termasuk biaya-biaya yang dikeluarkan baik biaya kuliah, SPP, dan juga uang pembangunan. Pernyataan dari Badan Eksekutif Mahasiswa menunjukkan bahwa pelaksanaan penerimaan mahasiwa baru telah dilakukan secara transparan dengan menyatakan: “Ya untuk penerimaan mahasiwa baru telah dilakukan secara transparan dan seluruh informasi mengenai penerimaan baik syarat dan juga biayabiaya kami calon mahasiwa dapat meng-akses lewat website dan pendaftaran melalui online dan seluruh biaya yang akan dibayarkan sesuai dengan informasi yang terdapat didalam informasi yang diberikan melalui website”. Penerimaan mahasiwa baru yang transparan itu juga dinyatakan oleh salah satu orang tua yang anaknya melanjutkan kuliah ke Universitas Mahasaraswati sebagai berikut: “kami sebagai orang tua merasa senang dan tenang karena semua informasi tentang penerimaan mahasiswa baru yang diberikan UNMAS sangat jelas lewat website yang tersedia dan kami juga sudah bisa menyiapkan dana kuliah karena informasi biaya telah secara jelas diinformasikan”. Tersedianya informasi secara terbuka juga dipergunakan tidak saja oleh calon mahasiswa tetapi juga oleh orang tua untuk mendapatkan informasi yang jelas terhadap pendaftaran mahasiwa baru.
101
4.1.1.3. Keterbukaan prosedur rekrutmen SDM Proses rekrutmen pada dasarnya merupakan usaha yang sistematis yang dilakukan pihak manajemen guna lebih menjamin bahwa tenaga kerja yang diterima adalah tenaga kerja yang dianggap paling tepat, baik dengan kriteria yang telah ditetapkan ataupun jumlah yang dibutuhkan, sehingga dengan diperolehnya tenaga kerja yang tepat akan dapat meningkatkan kinerja yang optimal dan dapat menunjang tercapainya tujuan organisasi. Tentang
perekrutan dosen dan karyawan di Universitas Mahasaraswati
telah dituangkan dalam peraturan kepegawaian tetang rekrutmen dosen dan pegawai. Semua syarat-syarat telah terdapat didalam peraturan dan selanjutnya pihak universitas menggunakan peraturan itu sebagi acuan untuk melakukan perekrutan. Dalam perekrutan juga harus sepengetahuan yayasan untuk mengetahui kemampuan yayasan dalam memberi gaji. Berikut pernyataan yang diberikan oleh Yayasan: “Dosen itu ada DPK, kemudian ada dosen yayasan. Ada dosen tetap yayasan, ada dosen kontrak tetap. Dia dikontrak untuk waktu tetentu tapi gajinya sama dengan dosen tetap yayasan. Nanti pertiga tahun. Andai kata setelah 3 tahun kondisi keuangan kita merosot nanti kita stop dulu. Sejauh kita butuh dan mampu membayar kita lanjut aja terus. Perekrutannya terbuka sekali. Jumlahnya terserah, sesuaikan dengan kemampuan. Kalau kebutuhan, kan universitas yang tahu. Makanya kita angkatlah dulu baru kita sesuaikan dengan keuangan. Pengangkatan itu diumumkan, terbuka semua. Yayasan berperan tapi nggak secara teknis, kita menyarankan saja angkat sesuai kebutuhan dan sesuaikan kemampuan membayar”. Perekrutan tenaga dosen dan karyawan diserahkan kepada Univeristas berdasarkan usulan dari fakultas yang mengajukan kebutuhan pegawai dan dosen kepada universitas. Selanjutnya yang melakukan proses rekrutmen
adalah
pihak
universitas
dengan
melibatkan
fakultas.
Pelaksanaan perekrutan dilakukan secara transparan, seperti diungkapkan oleh Dr. Wiryawan, dosen Fakultas Hukum: “saya mengalami semuanya itu, saya menjalani test tulis, wawancara, dari pihak rektorat dan fakultas, setelah tes wawncara, saya disuruh menunggu dan informasi pelulusannya dilakukan lewat media massa. Disini saya memang betul-betul tidak ada saudara, dan menurut saya perekrutannya dilakukan secara transparan dan melibatkan banyak pihak. Karyawan juga 102
sama. Karyawan juga direkrut dalam proses seperti itu, kalau dosen honorer dengan melihat kompetensi yang dimiliki oleh dosen tersebut. Misal kalau di fakultas hukum dosen honorer seorang pengacara. Dalam perekrutan karyawan dan dosen, untuk meluluskan dan tidak meluluskan universitas masih meminta pertimbangan dari pihak fakultas. Dan masalah pengumuman secara terbuka lewat mass-media, dalam hal ini media Bali Post”.
Berdasar dari informasi tersebut, perekrutan karyawan dan dosen di Universitas Mahasaraswati telah dilakukan secara terbuka. Setiap orang yang memiliki persayaratan diperbolehkan untuk melamar sesuai kebutuhan universitas. Dalam pelaksanaanya dilakukan tes tulis dan tes wawancara. Selanjutnya pihak universitas akan meminta pertimbangan kepada pihak fakultas yang mengusulkan. Pengumuman kelulusan dilakukan lewat media massa. Penyampaian kelulusan lewat media masssa juga merupakan bentuk keterbukaan sehingga masyarakat atau yang berkepentingan melihat secara terbuka kelulusannya. 4.1.1.4. Keterbukaan pemilihan pejabat struktural Proses rekrutmen rektor maupun dekan di Universitas Mahasaraswati sudah dilakukan secara transparan. Sebagaimana diungkapkan oleh Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan berikut: “Transparan mulai dari pentahapan pencalonan, kualifikasi, persyaratannya
segala macam, jadwal pengiriman berkas, penilaian berkas, pengumuman berkas, penyampaian visi misi di rapat senat, kemudian pemilihan. Transparansinya dalam bentuk demokrasi” .
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa unsur transparansi dalam pemilihan rektor telah dirasakan pada berbagai tahap yang dilakukan. Mulai dari pencalonan, penentuan kualifikasi dan persyaratan, jadwal pengiriman berkas, penilaian berkas, pengumuman berkas, kemudian penyampaian visi misi di rapat senat, sampai tahap pemilihan. Dalam hal ini, proses pemilihan rektor yang sangat demokratis dan terbuka membuat pihak internal universitas merasa bahwa prosesnya telah berjalan transparan. Hal yang sama diungkapkan oleh Dekan Fakultas Hukum sebagaimana dapat dilihat dalam kutipan wawancara berikut: 103
“Transparan sudah karena sudah melalui proses pengumuman, perekrutan,
presentasi, penetapan, penyampaian visi misi, untuk menetapkan itu ada panitianya yang bekerja. Syaratnya, verifikasi persyaratan itu” .
Penuturan Dekan Fakultas Hukum dalam kutipan wawancara tersebut sejalan dengan yang diungkapkan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan. Unsur
transparansi
pemilihan
rektor
dalam
hal
ini
juga
dilihat
perwujudannya dalam rangkaian proses pemilihan rektor. Keterbukaan dalam setiap tahapan pemilihan rektor dan kinerja panitia pemilihan rektor membuat para pihak internal universitas menilai bahwa transparansi telah tercapai. Lebih lanjut, perwujudan transparansi juga dinilai oleh pihak internal universitas dari keterbukaan proses voting yang dilakukan dalam pemilihan rektor maupun dekan melalui rapat senat. Berikut kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Ekonomi: “Pemilihan dekan melalui senat fakultas. Jadi kita mengajukan paket dekan dan wakil dekan, dipilih oleh senat. Kemudian senat mengajukan minimal 2 paket. 2 paket untuk dekan di fakultas, kalau rektor 3 paket. Voting terbuka sekali. Penyampaian visi misi dulu. termasuk rektor. Senat yang akan pilih dan ajukan ke yayasan. Selanjutnya yayasan memilih berdasarkan hasil pemilihan”. Voting yang dilakukan dalam proses pemilihan dekan oleh senat fakultas maupun pemilihan rektor oleh senat universitas dirasa sangat terbuka. Selanjutnya, meskipun yayasan mendapat pengajuan beberapa nama rektor, tetapi yayasan akan memutuskan berdasarkan hasil voting yang telah dilakukan oleh pihak internal universitas. Berikut pernyataan Dekan Fakultas Pertanian yang menunjukkan hal tersebut: “Kalau dekan itu penentuannya rapat fakultas. Ada panitianya dulu. Panitia
yang atur persyaratan semua. Finalnya ya senat yang milih, voting nanti pemilihannya. Ya voting dicontreng gitu. Anggota senatnya dekan dan staf. Dekan dan wakil dekan, dosen-dosen. Kalau universitas guru besar otomatis anggota senat. Rapat, hasilya ke rektor, nanti rektor yang memutuskan dekan terpilih, tapi biasanya berdasarkan hasil voting yang terbanyak. Sudah sangat transparansi. Tidak ada pihak yang intervensi harus ini tidak, tetapi berdasarkan suara terbanyak dalam pemilihan, diberi kebebasan”.
104
Lebih lanjut, hal yang sama juga diungkapkan oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Universitas Mahasaraswati Denpasar yang merasa
bahwa saat ini proses pengangkatan rektor tidak lagi semata-mata didasarkan pada penunjukan dari pihak yayasan, tetapi melalui proses dengan berbagai tahapan yang transparan. Berikut pernyataan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan: “Kalau saya bicara kita mulai dari tahapan dekan dan rektor dipilih senat.
Kalau dulu pengangkatan dari yayasan boleh. Sejak tahun 1998 ada surat edaran tata cara pengangkatan rektor. Di sini menurut saya sudah sesuai SOP, sudah menggunakan prosedur tata cara semestinya. Jadi ada persyaratan, sama juga untuk dekan dan wakil dekan, ada tata cara pencalonan, tata cara pemilihan dan pengangkatan dekan. Mengacu pada statuta, tapi syaratnya ditentukan universitas. Di dalam statuta itu setelah senat melakukan pemilihan rektor kemudian akan diajukan ke yayasan yang terpilih. Kalau di negeri syarat minimal ada 3 calon. Kita di sini juga begitu. Selanjutnya dilaporkan beserta hasil perolehan suara votingnya. Setelah dibawa ke yayasan nanti yayasan mengeluarkan SK pengangkatan” .
Sebagaimana dapat dilihat dalam pernyataan di atas bahwa saat ini intervensi yayasan dalam proses pemilihan rektor maupun dekan sangat minim. Pihak yayasan bahkan hanya menerima laporan pemilihan yang telah dilakukan dan secara resmi mengeluarkan SK pengangkatan saja, sedangkan seluruh proses pemilihan rektor maupun dekan diserahkan pada universitas. Pemilihan rektor terpilih juga didasarkan pada hasil suara voting terbanyak, sebagaimana SOP yang telah ada. Transparansi juga dapat dilihat dari proses pemilihan anggota senat. Berikut penuturan salah seorang wakil anggota senat universitas dari Fakultas Hukum: “Mekanisme di Fakultas Hukum penunjukan anggota senat yang mewakili dekan dilakukan saat rapat dosen seluruh dosen untuk menunjuk yang akan ditempatkan di anggota senat universitas sebagai wakil dosen disana. Jadi ada rapat internal. Setiap fakultas memiliki wakil dosen. Kalau dekan kan dia pasti wakil fakultas di senat. Terjadi perubahan statuta, setiap 20 orang dosen diwakili 1 orang aturan yang baru. Sekarang masih aturan lama, tiap fakultas 1 orang wakil. Jarang sampai voting pak, paling hanya musyawarah mufakat saja. Nanti diberikan rekomendasi oleh Senat Fakultas untuk Senat Universitas, lalu dikeluarkan surat keputusan bahwa saya adalah wakil 105
senat fakultas. Secara proses transparan karena dilakukan benar-benar dalam rapat terbuka.”
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa proses pemilihan anggota senat juga telah dilakukan secara transparan, berlangsung secara terbuka dalam rapat, serta dapat dilakukan dengan mengedepankan unsur musyawarah. Begitu pula pada proses pengangkatan rektor yang selalu didasarkan pada hasil rapat senat oleh internal universitas. Hal demikian menurut pihak yayasan dapat menjadi langkah untuk mengantisipasi konflik kepentingan, baik antara yayasan dengan universitas, maupun dalam internal yayasan sendiri. Apabila pengangkatan rektor didasarkan pada suara terbanyak hasil voting, maka hal yang demikian dirasa paling dapat diterima oleh semua pihak. 4.1.1.5. Keterbukaan informasi kepada pemangku kepentingan lain Kepada pihak eksternal/pemangku kepentingan lainnya, Universitas Mahasaraswati Denpasar juga senantiasa mempublikasikan seluruh kegiatan dan hasil karya nyatanya lewat media massa baik cetak maupun elektronik dan pertemuan. Upaya-upaya diseminasi hasil kerja Universitas Mahasaraswati Denpasar sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas publik dilakukan dengan berbagai kegiatan seperti: a. Publikasi, lewat Koran bertaraf lokal dan nasional, majalah ilmiah, jurnal nasional,internasional dan terakreditasi. Lewat media elektronik seperti siaran radio pemerintah (RRI) maupun swasta dengan menghadirkan pihak awak media cetak maupun elektronik untuk mengamati dan mengabadikan semua kegiatan yang dilaksanakan Universitas Mahasaraswati Denpasar baik kegiatan di dalam kampus maupun di luar kampus. b. Website
Universitas
Mahasaraswati
www.Universitas Mahasaraswati.ac.id.
Denpasar,
dengan
alamat
Sejak tahun 1999 Universitas
Mahasaraswati Denpasar telah mempublikasikan seluruh potensi dan kegiatan yang ada di Universitas Mahasaraswati Denpasar dari tingkat 106
program studi sampai universitas yang diformulasikan berbentuk profil Universitas Mahasaraswati Denpasar, fakultas dengan seluruh program studi, lembaga, biro dan Unit Pelayanan Teknis. Melalui media ini banyak mendapatkan respon publik dan stakeholders yang bernilai positif untuk menggairahkan kinerja pengelola Universitas Mahasaraswati Denpasar. c. Rapat Pimpinan (Rapim) Universitas Mahasaraswati Denpasar dengan menghadirkan stakeholder dan pejabat terkait di lingkungan Universitas Mahasaraswati Denpasar senantiasa menginformasikan hasil-hasil terbaik yang diraih Universitas Mahasaraswati Denpasar menyangkut kegiatan tri dharma dan kinerja civitas akademika. d. Pameran Pendidikan ataupun Expo Pendidikan Tinggi yang diikuti oleh Universitas Mahasaraswati Denpasar secara terprogram dan berkelanjutan. Melalui event tersebut Universitas Mahasaraswati Denpasar dapat menginformasikan prestasi unggulan kegiatan tri dharma dan kemahasiswaan. Pengakuan publik dan stakeholder sangat baik yang dibuktikan oleh adanya peningkatan penerimaan mahasiswa setiap tahun akademik, menerima penghargaan APTISI Award dengan peringkat emas di bidang Akreditasi Program Studi, Kopertis Award di bidang EPSBED dalam Penerima Hibah terbanyak, serta Tri Hita Karana Award peringkat Emerald. e. Diseminasi hasil Hibah penelitian dan PKM dalam berbagai Skema, baik melalui seminar nasional dan internasional, diunggah dalam jurnal nasional dan terakreditasi, sebagai sikap akademis yang transparan dan akuntabel yang berbasis profesionalisme. f. Jurnal Ilmiah Kampus (Jurnal Santiaji Pendidikan, Alam Lestari, Maha Widya, Bhakti Saraswati, Agrimeta, Juima, Juara, Mahayustika, Interdental, dan Kurva Teknik), memberi informasi yang objektif tentang prestasi dosen dan mahasiswa dalam pemikiran kritis dan kajian ilmiah memberi keyakinan kepada publik tentang kualitas akademik civitas akademika Universitas Mahasaraswati Denpasar. 107
g. Pagelaran Seni Budaya, yang ditampilkan secara terpadu dosen dan mahasiswa dalam berbagai kesempatan baik di lingkungan kampus maupun di luar kampus, bahkan di arena internasional seperti Festival seni budaya yang dilaksanakan pemda Bali/pemkot Denpasar, kegiatan Muhibah Seni ke Eropa (Belgia). h. Laporan/Uraian Rektor, di setiap kegiatan Dies Natalis dan Wisuda Sarjana dan Pascasarjana yang tentunya dalam kegiatan akademis tersebut hadir publik dan stakeholder yang berkepentingan terhadap kinerja dan hasil karya prestisius dari Universitas Mahasaraswati Denpasar. i. Newsletter Universitas Mahasaraswati Denpasar, sebagai media social yang tercetak berisikan informasi berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh Universitas Mahasaraswati Denpasar baik di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk memberi informasi kepada publik dan stakeholder. Terkait keterbukaan informasi kepada stakeholder, Bapak Agung, S,E., selaku Ketua Alumni memberikan pernyataan berikut: “laporan-laporan Universitas Mahasaraswati kami dapatkan ketika kami menghadiri undangan-undangan dari Universitas Mahasaraswati saat melaksanakan wisuda dan diest natalis atau undangan lainnya”. “Disamping itu sebagai alumni kami juga mengikuti bagaimana perkembangan umnas lewat media masa dan juga elektronik juga mengunjungi web-site unmas, dan memang betul disampaikan seluruh perkembangan Universitas Mahasaraswati lewat media masssa. Kami sangat beruntung sebagai alumni yang jarang ke kampus, mendapat informasi secara luas perkembangan dan kemajuan Universitas Mahasaraswati. Dan masyarakat luas dapat melihat perkembangan Universitas Mahasaraswati”.
Pernyataan lain diungkapkan oleh Bapak Ketut Marjaya sebagai orang tua mahasiswa dapat dengan mengatakan: “saya sering melihat bagaimana Universitas Mahasaraswati selalu memberikan informasi mengenai kemajuan dan hasil-hasil yang dicapai, informasi yang disampaikan lewat mass media ini sebagai bukti juga bahwa Universitas Mahasaraswati telah menyampaikan semuanya kepada masyarakat luas tentang keberadaan Universitas Mahasaraswati” 108
“waktu saya menghadiri anak saya wisuda, pada buku wisuda juga disampaikan hasil-hasil yang dicapai oleh Universitas Mahasaraswati dalam menyelenggarakan tri dharma perguruan tinggi dan juga kerjasamakerjasama yang dilakukan”
4.1.2. Pelaksanaan Prinsip Akuntabilitas di Universitas Mahasaraswati Denpasar Akuntabilitas merujuk pada kewajiban pertanggungjawaban kepada masyarakat dan menjadi salah satu aspek fundamental (Kama, 2011). Akuntabilitas akan menjamin setiap kewenangan digunakan sesuai dengan porsinya. Akuntabilitas juga berkaitan dengan pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan (Endarti, 2005). Pertanggungjawaban tersebut dapat diwujudkan melalui pemberian informasi. Dengan kata lain, pelaksanaan akuntabilitas merupakan suatu langkah pemenuhan hak atas informasi publik dari masyarakat (Mardiasmo, 2006). Salah satu jenis akuntabilitas menurut Vidovich dan Slee (2000) dalam Burke (2005:3) adalah
inward accountability, yaitu akuntabilitas yang berpusat pada
tindakan staf pengajar dalam menerapkan berbagai standar profesional dan etis, yang disebut sebagai akuntabilitas profesional. Sehingga akuntabilitas jenis ini mengacu kepada perilaku taat dan bertanggung jawab dalam menjalankan
tugas-tugas yang dipercayakan
kepada individu
yang
bersangkutan. Menurut Mahmudi (2007) salah satu tujuan melakukan pengukuran kinerja adalah untuk menciptakan akuntabilitas publik. Pengukuran kinerja menunjukkan seberapa besar kinerja manajerial telah dicapai dan seberapa bagus kinerja finansial organisasi. Pengukuran kinerja dapat digunakan sebagai dasar penilaian akuntabilitas. Kinerja harus diukur dan dilaporkan dalam bentuk laporan kerja. Pelaporan informasi kinerja sangat penting bagi pihak
internal
membutuhkan
maupun laporan
eksternal. kinerja
dari
Bagi
pihak
stafnya
internal,
untuk
pimpinan
meningkatkan
akuntabilitas manajerial dan akuntabilitas kinerja, bagi pihak eksternal,
109
informasi kinerja tersebut digunakan untuk mengevaluasi kinerja organisasi, menilai tingkat transparansi dan akuntabilitas publik. Wijatno (2009) menyebutkan beberapa indikator pelaksanaan akuntabilitas di lembaga perguruan tinggi yaitu: 1) terdapat uraian kerja yang jelas dan tertulis dari setiap pejabat struktural, anggota senat, pengurus yayasan, dosen, dan karyawan, 2) terdapat susunan kriteria penilaian kinerja, dan 3) terdapat audit kinerja. 4.1.2.1. Terdapat uraian kerja yang jelas Secara umum, pembagian tugas terdapat dalam Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar. Pada penerapannya, masing-masing bagian di Universitas Mahasaraswati membuat ketentuan tertulis secara lebih operasional bagi anggotanya. Hal demikian diungkapkan oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati sebagai berikut: “Ada uraian tertulis tugas dan tanggung jawab. Kita di pedoman ada, mengambil dari statuta dulu turun ke renstra. Di fakultas melalui buku pedoman. Renstra dalam lima tahun, program dalam satu tahun untuk mahasiswa ada. Dari buku pedoman diterjemahkan lagi sesuai kebutuhan. Dekan membuat kebijakan berdasarkan buku pedoman, buku pedoman berdasarkan statuta. Karena kita bagian universitas ya jadi tidak bisa lepas keterikatannya”. Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa universitas memiliki ketentuan tertulis mengenai tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian. Ketentuan tersebut bersumber dari statuta dan berlaku secara umum di universitas. Sementara itu, di tingkat fakultas terdapat ketentuan pembagian tugas dan tanggung jawab tertulis yang dikenal sebagai buku pedoman. Sebagaimana dapat dilihat dalam kutipan wawancara tersebut bahwa buku pedoman bersumber dari statuta sebagai ketentuan tertinggi yang berlaku umum di universitas. Hal demikian menunjukkan bahwa pedoman yang dimaksud adalah ketentuan operasional dari statuta. Buku pedoman berlaku untuk masing-masing fakultas berbeda dan tidak hanya berupa tugas dan tanggung jawab, tetapi adapula buku pedoman untuk 110
pihak-pihak lain di tiap fakultas. Hal yang sama diungkapkan oleh Dekan Fakultas Teknik sebagai berikut: “Uraian tugas tertulis fakultas ada, sementara dosen dan kaprodi juga ada. Uraian tugas itu yang membuat kita (dekan). Jadi dekan yang susun job desc-nya. Kalau secara umum ada di statuta”.
Pernyataan yang diungkapkan oleh Dekan Fakultas Hukum dan Dekan Fakultas Teknik tersebut menunjukkan bahwa masing-masing fakultas memiliki pedoman tertulis atas pembagian tugas berbagai pihak dalam fakultas. Pedoman tersebut disusun oleh dekan, sesuai dengan tugasnya sebagai pimpinan fakultas yang diuraikan dalam statuta. Pembuatan pedoman diselaraskan dengan statuta, namun juga dibuat sesuai dengan kondisi di masing-masing fakultas yang berbeda. Uraian tugas yang dibuat dekan tidak hanya berkaitan dengan tugas dosen saja, tetapi juga tugas untuk kepala program studi, karyawan, bahkan untuk mahasiswa. Tugas dekan secara lebih rinci dapat diketahui melalui pernyataan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan berikut: “Kalau untuk akuntabilitas ada. Dekan itu pada awal semester menentukan jumlah mata kuliah per semester, menentukan dosen, menentukan tugas mengajar, menentukan jadwal mengajar, kemudian menentukan pengambilan sks bagi siswa, setelah itu proses belajar mengajar berlangsung, melakukan pemantauan, siapa yang mengajar siapa yang tidak, siapa yang ijin, atau jurnal absensi, setelah itu UAS, pengumpulan nilai, semester baru, selanjutnya sama”. Pernyataan di atas menunjukkan bahwa tugas dekan tidak hanya berkaitan dengan penyusunan tugas berbagai unsur dalam fakultas. Lebih dari itu, dekan sebagai pimpinan fakultas juga memiliki wewenang untuk menyusun pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di fakultas. Selanjutnya, dekan juga bertanggung jawab untuk mengawasi jalannya pelaksanaan berbagai kegiatan tersebut, termasuk untuk selanjutnya dilakukan proses penilaian. Apabila di tingkat universitas segala sesuatunya telah diatur dalam statuta, maka di tingkat fakultas pengaturan tugas dan tanggung jawab masing-masing
bagian
menjadi
sangat
penting.
Sebagaimana
telah 111
disinggung sebelumnya bahwa hal tersebut adalah bagian dari tugas dekan. Lebih lanjut, kejelasan aturan terkait dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian di fakultas kemudian sangat berkaitan dengan kebijakan dekan sebagaimana dituangkan dalam buku pedoman. Hal demikian menunjukkan bahwa dekan memegang peranan yang sangat penting.
Berikut
penuturan
Dekan
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Mahasaraswati Denpasar mengenai hal tersebut: “Tupoksi ada. Saya di fakultas ada tapi kan mengacu ke perguruan tinggi statuta universitas. Dekan menurunkan, buat tim di sini setelah selesai buat tupoksi. Dekan yang tanggung jawab, kaprodi lepas”. Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa dekan sebagai pimpinan fakultas memiliki peranan yang sangat penting dalam tercapainya unsur akuntabilitas terkait kejelasan pembagian tugas di lingkungan unit kerjanya. Sebagia pihak yang berwenang membuat pembagian tugas dan tanggung jawab pihak-pihak yang dipimpin, maka dekan juga harus dapat memastikan bahwa kebijakan yang dibuatnya sejalan dengan statuta universitas sebagai ketentuan tertinggi yang berlaku di universitas. Oleh sebab itu, apabila dekan tidak memiliki kecakapan yang tepat dalam melakukan pembagian tugas, akibatnya adalah unsur akuntabilitas di tingkat fakutas secara keseluruhan akan terhambat. 4.1.2.2. Terdapat susunan kriteria penilaian kinerja Selain berkaitan dengan kejelasan atas ketentuan tertulis tugas masing-masing bagian, unsur akuntabilitas juga dapat dilihat dari proses penilaian kinerja. Pokok-pokok kepegawaian Universitas Mahasaraswati Denpasar pada Pasal 22 telah mengatur beberapa ketentuan terkait penilaian prestasi kerja di lingkungan universitas. Dalam hal ini, guna membantu pegawai dalam meningkatkan prestasi kerja, atasan secara langsung dan berkala melakukan penilaian prestasi kerja pegawai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain terdapat ketentuan pembagian tugas, terdapat pula mekanisme yang mengatur penilaian kinerja. Berikut merupakan 112
kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Pertanian yang menunjukkan hal tersebut: “Job description di tingkat fakultas ada. Dekan tugasnya ini apa, dosen apa, ada semua. Ada di panduannya, statuta. Mengukur kinerja para dosen saya lihat dari kehadiran dia mengajar. Ada absen. Kemudian dari darma penelitiannya, bagaimana teman-teman dalam menulis proposal penelitian, pengabdian itu kalau di sini semangatnya luar biasa”. Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa penentuan kriteria penilaian kinerja dosen menjadi bagian dari tugas dekan masingmasing fakultas. Parameter utama yang digunakan untuk menilai kinerja dosen adalah absen. Hal demikian juga diungkapkan oleh dekan dari fakultas lain sebagaimana dapat dilihat dalam kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan berikut: “Kami menilai kinerja dosen itu dari kehadiran. Kehadiran minimal adalah 12 kali per semester. Kalau ada yang tidak 12 kali mereka wajib untuk menambah tambahan jam mengajarnya hingga mencapai 12”. Penuturan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan tersebut menunjukkan bahwa kehadiran merupakan unsur utama dalam penilaian kinerja dosen, dengan ketentukan bahwa minimal kehadiran adalah 12 kali setiap semesternya. Jumlah minimal tersebut adalah jumlah wajib yang harus dipenuhi, sehingga ketika secara kumulatif belum tercapai maka dosen bersangkutan wajib memberikan tambahan kuliah bagi mahasiswa. Hal demikian dapat dilihat sebagai bentuk akuntabilitas dosen pada dekan sebagai pimpinan dan pihak pembuat ketentuan. Pada sisi lain, kehadiran dosen juga dapat dilihat sebagai bentuk akuntabilitas dosen kepada mahasiswa sebagai pemenuhan hak minimal mahasiswa. Sebagaimana pernyataan Dekan Fakultas Hukum berikut: “Pengukuran kinerja teman-teman dosen melalui evaluasi absen, proses belajar mengajar kita juga ada absensi dari mahasiswa. Jadi harus diabsen kehadirannya, ditandatangani mahasiswa. Ada dua absen, absen mahasiswa dibawa dosen, absen dosen dibawa mahasiswa untuk diserahkan dekanat sebagai kontrol. Untuk nilai kita dua minggu setelah ujian, sekarang bahkan satu minggu setelah ujian.”
113
Ungkapan di atas menunjukkan bahwa proses penilaian kinerja dosen melalui daftar kehadiran juga dilakukan dengan melibatkan mahasiswa. Mahasiswa sebagai pihak yang berhubungan langsung dengan dosen ketika proses pembelajaran di kelas dilibatkan sebagai proses kontrol. Artinya bahwa mahasiswa menjadi pihak yang memberikan data untuk memastikan kehadiran dosen di kelas yang sebenarnya. Mekanisme kontrol tersebut dapat menjadi suatu langkah penilaian kinerja yang lebih objektif. Kutipan wawancara di atas juga menunjukkan bahwa penilaian kinerja dosen di masing-masing fakultas tidak hanya sebatas pada kehadiran dosen dalam proses belajar mengajar, tetapi juga terkait dengan pemenuhan hak mahasiswa atas nilai. Dosen diwajibkan menyerahkan nilai maksimal satu minggu setelah ujian. Ketentuan tersebut dapat dilihat sebagai suatu bentuk jaminan bagi mahasiswa bahwa dosen akan bekerja sesuai ketentuan yang telah dibuat. Terkait dengan akuntabilitas yang ditujukan pada mahasiswa, selain terkait dengan pemenuhan jam minimal mengajar, aspek penilaian juga sangat penting. Berikut pernyataan Dekan Fakultas Teknik yang menunjukkan hal tersebut: “Selama ini kalau dosen yang tugas mengajar kan kita lihat absen kehadiran, karena itu acuan memberi dana transportnya. Sekali hadir dapat uang transport. Awal semester sekian sks, berapa dosen. Di awal sudah ditetapkan teknik dapat uang sekian dengan melihat jadwal kerja. Kalau dosen tidak datang dananya tidak diminta kembali oleh yayasan, tetapi dikasih fakultas. Kemudian penilaian, dulu komitmen kita kalau satu minggu tidak kumpul nilai maka semua nilai B. Mahasiswa yang dapat A kemudian merasa tidak adil. Akhirnya sekarang kita tegas” . Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa akuntabilitas yang ditujukan kepada mahasiswa tidak hanya berkaitan dengan pemenuhan jam kegiatan pembelajaran di kelas. Unsur nilai juga sangat penting, sehingga dapat menjadi dasar perubahan bagi kriteria penilaian kinerja dosen. Pada sisi lain, kutipan wawancara tersebut juga semakin menunjukkan bahwa standar penilaian kienrja yang baku belum 114
disusun. Penilaian kinerja cenderung didasarkan pada kesepakatankesepakatan di antara para pihak, serta berjalan sesuai kebiasaan umum yang telah diterapkan. Oleh sebab itu, pengawasan dan pelaporan menjadi bagian yang tidak dapat dilepaskan guna memenuhi unsur akuntabilitas. Proses pengawasan dan pelaporan kinerja dilakukan secara struktural. Artinya proses pengawasan dan pelaporan melibatkan dosen, kaprodi, dekan, dan rektor. Berikut pernyataan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang menunjukkan hal tersebut: “Pengawasannya secara teknis wakil dekan 1, secara teknis bersama ketua
program studi. Jadi direkap itu siapa yang mengajar siapa yang tidak. Setiap mau mengakhiri semester, WD 1 melapor, KPS melapor, nah dosen ini kurang. Oke kita berikan surat untuk disuruh menambah jamnya. Dosen ini menurut mahasiswa sering tidak mengajar. Nanti ada laporannya begitu”.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat dilihat bahwa proses pengawasan atas kinerja tidak hanya dilakukan secara teknis saja. Mahasiswa dalam hal ini juga dilibatkan dalam proses tersebut. Sementara itu, secara struktural pengawasan kinerja dilakukan secara berjenjang. Kinerja dosen diawasi dan dilaporkan pada Ketua Program Studi (KPS). KPS diawasi dan melaporkan kinerjanya pada Wakil Dekan, untuk selanjutnya di-teruskan pada dekan dan rektor. Kutipan wawancara tersebut juga menunjukkan bahwa pencapaian kinerja yang belum optimal akan diupayakan penyelesaiannya. Misalnya, bagi dosen yang tidak mencapai batas minimal jam mengajar akan diberi surat untuk memberikan jam tambahan bagi mahasiswanya. Selian itu, adapula
upaya
yang
dilakukan
melalui
jalan
dialog
sebagaimana
diungkapkan oleh Dekan Fakultas Pertanian berikut: “Kita kasih pembinaan, apa masalahnya panggil. Kalau ada dosen yang tidak melakukan itu. Sistem pengawasan pada dosen modelnya nanti dilihat absennya. Direkap, kaprodi yang bertanggungjawab. Kita kontrol dosen kan ada absen sama materi yang diajar apa. Jadi kita tidak langsung awasi ke kelas” . Selain dilakukan dengan cara pemberian surat teguran atau surat peringatan, masalah kinerja pegawai yang belum optimal juga dapat 115
diupayakan solusinya dengan jalan dialog. Artinya bahwa pegawai yang bersangkutan diajak bicara untuk menggali permasalahan yang menjadi penyebab menurunnya kinerja. 4.1.2.4. Terdapat audit kinerja Pencapaian akuntabilitas secara optimal tidak dapat dilepaskan dari mekanisme audit yang dijalankan pihak universitas. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Universitas Mahasaraswati Denpasar sejauh ini hanya melakukan audit internal, sebagaimana diungkapkan oleh Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang menyatakan: “Kalau yang ini hanya internal. Kemudian ada juga kami bentuk gugus
penjaminan. Jadi gugus penjaminan itu juga ikut mengaudit, tapi hanya audit internal. Hanya untuk kegiatan belajar mengajar, penelitian, tri darma pokoknya intinya. Audit itu kita lakukan per semester, tetapi per tahun ada laporan, per lima tahun laporan eksternal dalam bentuk perpanjangan ijin prodi” .
Penuturan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan tersebut menunjukkan bahwa saat ini Universitas Mahasaraswati Denpasar telah melakukan audit internal terhadap aktivitas yang berkaitan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan/pengajaran, penelitian, dan pengabdian. Sedangkan audit ekternal berkaitan dengan perpanjangan ijin program studi. Audit internal berlangsung di tingkat universitas maupun tingkat fakultas, bahkan di tingkat program studi. Berikut kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Pertanian yang menunjukkan hal tersebut: “Ada audit internal. Di fakultas ada, di kaprodi ada, di universitas badan penjaminan mutu, dia mengaudit kinerja. Ada monev, monitoring evaluasi internal, lalu ada gugus penjaminan mutu”.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa proses audit internal dilakukan oleh badan penjaminan mutu di tingkat universitas, monev, dan gugus penjaminan mutu di tingkat fakultas. Dilakukannya audit internal pada berbagai tingkatan unit di universitas juga diungkapkan oleh Dekan Fakultas Teknik dalam kutipan wawancara berikut: 116
“Audit kita punya badan penjamin mutu, di tingkat fakultas. Di tingkat prodi unit penjamin mutu, di tingkat fakultas gugus penjamin mutu, monev itu”.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat dilihat bahwa pada dasarnya Universitas Mahasaraswati Denpasar telah memiliki suatu sistem audit internal. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa prinsip akuntabilitas belum sepenuhnya dilaksanakan di Universitas Mahasaraswati. Terdapat aspek yang belum dicapai guna mewujudkan akuntabilitas pengelolaan perguruan tinggi secara menyeluruh. Misalnya, belum adanya audit eksternal pada bidang keuangan. Belum adanya audit eksternal secara khusus pada bidang keuangan juga menjadi permasalahan tersendiri. Auditor yang secara independen melakukan audit dalam pengelolaan Universitas Mahasaraswati Denpasar tentu akan semakin menunjang pencapaian akuntabilitas secara lebih komprehensif. 4.1.3. Pelaksanaan Prinsip Responsibilitas di Universitas Mahasaraswati Denpasar Setiap individu yang terlibat dalam pengelolaan perguruan tinggi harus bertanggungjawab atas segala tindakannya sesuai dengan job
description yang telah ditetapkan. Termasuk para dosen harus mentaati etika dan moral kedosenan. Harus dihindari pemerasan atau penjualan nilai pada mahasiswa baik oleh dosen maupun oleh karyawan non-akademis. Universitas harus selalu mengutamakan kesesuaian di dalam pengelolaan perguruan tingginya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip institusi yang sehat dan berkualitas. Setiap bagian/unit memiliki tugas dan fungsi masing-masing yang jelas, dengan alokasi tanggung jawab masing-masing secara jelas tercantum dalam kebijakan peraturan perguruan tinggi atau statuta yang telah disusun (Muhi, 2011). Hal demikialah yang menjadi dasar berpijak bagi perguruan tinggi untuk mewujudkan tanggung jawab di institusinya. Wijatno (2009) menyebutkan 117
dua indikator untuk mengetahui pelaksanaan prinsip responsibilitas pada suatu organisasi, yaitu: 1) terdapat pembagian tugas yang jelas, dan 2) terdapat peraturan kode etik yang berlaku. 4.1.3.1. Terdapat pembagian tugas yang jelas Wijatno (2009) mengungkapkan, untuk menyelenggarakan semua aktivitas universitas, diperlukan kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban semua organ dalam organisasi, sehingga pengelolaan lembaga terlaksana secara efektif. Perguruan tinggi harus mempunyai uraian tugas dan tangung jawab yang jelas (secara tertulis) dari setiap pejabat struktural, anggota senat fakultas/akademis, organ yayasan, dosen, dan karyawan. Termasuk juga kriteria dan proses pengukuran kinerja, pengawasan, dan pelaporan. Sejalan dengan pendapat Wijatno (2009), Universitas Mahasaraswati dalam menyelenggarakan semua aktivitas sehari-hari berpedoman pada uraian tugas dan tanggung jawab yang telah ditetapkan dalam Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar. Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar menguraikan wewenang, tugas, dan tanggung jawab yayasan dalam pengelolaan Universitas Mahasaraswati Denpasar. Yayasan bertugas untuk menyelenggarakan, membina, dan mengembangkan Universitas Mahasaraswati Denpasar, serta menggali sumber-sumber dana tambahan untuk tercapainya visi maupun misi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Pasal 12 Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar mengatur wewenang, tugas, dan tanggung jawab yayasan dalam pengelolaan Universitas Mahasaraswati Denpasar sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
118
Menetapkan kebijaksanaan lembaga dan statuta Menetapkan Rencana Induk Pengembangan (RIP) dan Rencana Strategis (Renstra) Unmas Denpasar 5 tahunan Menetapkan pendirian dan pengembangan program pendidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku Mengangkat dan memberhentikan rektor Memberikan penilaian dan persetujuan pengangkatan pejabat-pejabat struktural yang diajukan rektor Menerima dan mengesahkan usulan program kerja rektor Menerima dan mengesahkan pertanggungjawaban rektor
Memberi dan menerima bantuan pihak luar Mengangkat dan memberhentikan tenaga tetap, dosen, dan tenaga administrasi, serta tenaga lainnya yang diperlukan dengan memperhatikan usul rektor 10. Mengadakan sarana dan prasarana kampus dengan memperhatikan usul rektor 11. Menetapkan pengaturan kepegawaian, keuangan, dan gaji tenaga tetap sesuai dengan kemampuan keuangan yang ada.
8. 9.
Di dalam Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar tidak memperbolehkan adanya rangkap jabatan antara pembina, pengurus, dan pengawas yayasan menjadi pimpinan Universitas Mahasaraswati Denpasar. Hal demikian berkaitan dengan mekanisme pengawasan yang berjalan antara yayasan dengan pimpinan Universitas Mahasaraswati Denpasar sebagai pelaksana dalam tata kelola universitas. Rektor sebagai pimpinan Universitas Mahasaraswati Denpasar memegang peranan penting terkait dengan pelaksanaan tata kelola itu sendiri. Pasal 14 Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar menyatakan beberapa hal sebagai berikut: 1. Rektor memimpin penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah dan pengabdian kepada masyarakat, membina tenaga kependidikan, mahasiswa, tenaga administratif universitas, serta membangun hubungan dengan masyarakat luar kampus. 2. Rektor berkewajiban menyusun program kerja yang mengacu pada Rencana Induk Pengembangan (RIP) Unmas Denpasar, mengurus dan menyiapkan kegiatan tahunan penyususnan Daftar Usulan Kegiatan (DUK) dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Tahunan Universitas, mengadakan evaluasi serta pelaporan kepada yayasan setiap tahun akademik setelah mendapat persetujuan Senat Unmas Denpasar.
Ketentuan tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa rektor berkedudukan sebagai pihak yang berwenang mempimpin pelaksanaan dari upaya tata kelola sebagaimana disusun oleh yayasan. Pasal 16 Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar menentukan bahwa Rektor diangkat dan diberhentikan oleh yayasan setelah melalui pemilihan Senat Universitas Mahasaraswati Denpasar. Kemudian untuk jabatan dan tugas selain rektor ditentukan melalui Surat Keputusan Rektor Nomor: 219/ PP/A.10/B/XI/2013 119
tentang Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar. Pada penerapannya, masing-masing bagian membuat ketentuan tertulis secara lebih operasional bagi anggotanya. Hal demikian diungkapkan oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar sebagai berikut: “Ada uraian tertulis tugas dan tanggung jawab. Kita di pedoman ada, mengambil dari statuta dulu turun ke renstra. Di fakultas melalui buku pedoman. Renstra dalam lima tahun, program dalam satu tahun untuk mahasiswa ada. Dari buku pedoman diterjemahkan lagi sesuai kebutuhan. Dekan membuat kebijakan berdasarkan buku pedoman, buku pedoman berdasarkan statuta. Karena kita bagian universitas ya jadi tidak bisa lepas keterikatannya” Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa universitas memiliki ketentuan tertulis mengenai tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian. Ketentuan tersebut bersumber dari statuta dan berlaku secara umum di universitas. Sementara itu, di tingkat fakultas terdapat ketentuan pembagian tugas dan tanggung jawab tertulis yang dituangkan dalam sebuah buku pedoman. Hal yang sama diungkapkan oleh Dekan Fakultas Teknik sebagai berikut: “Uraian tugas tertulis fakultas ada, sementara dosen dan kaprodi juga ada. Uraian tugas itu yang membuat kita (dekan). Jadi dekan yang susun job disc-nya. Kalau secara umum ada di statuta ” Ungkapkan di atas menunjukkan bahwa masing-masing fakultas memiliki pedoman tertulis atas pembagian tugas dalam fakultas. Pedoman tersebut disusun oleh dekan, sesuai dengan tugasnya sebagai pimpinan fakultas. Pembuatan pedoman diselaraskan dengan statuta, namun juga dibuat sesuai dengan kondisi masing-masing di fakultas yang berbeda. Uraian tugas yang dibuat dekan tidak hanya berkaitan dengan tugas dosen saja, tetapi juga tugas untuk kepala program studi, karyawan, bahkan untuk mahasiswa. Secara lebih rinci tugas dekan dapat dilihat dalam kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan berikut: “Dekan itu pada awal semester menentukan jumlah mata kuliah per
semester, menentukan dosen, menentukan tugas mengajar, menentukan jadwal mengajar, kemudian menentukan pengambilan sks bagi siswa, setelah itu proses belajar mengajar berlangsung, melakukan pemantauan,
120
siapa yang mengajar siapa yang tidak, siapa yang ijin, atau jurnal absensi, setelah itu UAS, pengumpulan nilai, semester baru, selanjutnya sama”
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa tugas dekan tidak hanya berkaitan dengan penyusunan tugas berbagai unsur dalam fakultas. Lebih dari itu, dekan sebagai pimpinan fakultas juga memiliki wewenang untuk menyusun pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di fakultas. Dekan juga bertanggung jawab untuk mengawasi jalannya pelaksanaan berbagai kegiatan pembelajaran, termasuk melakukan proses penilaian. Pada bagian sebelumnya, telah diuraikan bahwa masing-masing bagian dalam universitas telah memiliki job description, baik di tingkat universitas maupun di tingkat fakultas. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan salah seorang dekan, dapat diketahui bahwa pada dasarnya pembagian job description telah dimengerti oleh para individu terkait. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Hukum yang menunjukkan hal tersebut: “Sebenarnya mengetahui. Karena setiap kegiatan kan sudah diawali dengan penyampaian kegiatannya dengan surat tugas, SK, dan lain sebagainya, di samping juga memang masing-masing dosen harus membaca pedoman. Kadang sering malas baca, malas mendengarkan. Seperti visi misi ditempel dimana-mana tapi kalau ditanya apa ya nggak hafal”. Penuturan Dekan Fakultas Hukum tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya uraian atau pembagian tugas telah dipahami, meskipun tidak dihafalkan secara tekstual. Pada pelaksanaannya, kejelasan pembagian tugas dan pemahaman dengan tugas tidak dapat dilepaskan dari penerapan standar pelayanan minimal yang dapat diwujudkan oleh para pegawai kepada mahasiswa sebagai pihak penerima pelayanan. 4.1.3.2. Terdapat peraturan kode etik yang berlaku Pencapaian unsur responsibilitas dalam pengelolaan perguruan tinggi tidak dapat dilepaskan dari penerapan kode etik, baik di tingkat universitas maupun di tingkat fakultas. Hasil penelitian menunjukkan 121
bahwa kode etik di tingkat fakultas belum distandarkan. Artinya bahwa terdapat fakultas yang telah memiliki ketentuan kode etik secara tertulis, namun adapula fakultas yang masih menerapkan kode etik tidak tertulis yang berlaku umum. Berikut kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Hukum yang menunjukkan hal tersebut: “Kode etik, eee, tata tertib ada, tapi ke depan tingkat fakultas kita siapkan
kode etik. Kalau di tingkat universitas ada. Kita kode etik masih umum, pakaian sopan, ujian pakaian hitam putih. Kalau kuliah bebas, yang penting bajunya berkerah, jadi kaos oblong tetap tidak boleh. Kode etik itu saya kira ya sudah mengikat. Karena kalau sampai ujian tidak baju putih ditegur, bahkan kadang yang baju ketat tidak boleh ikut ujian” .
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa kode etik yang digunakan adalah kode etik yang berlaku umum di universitas. Sementara untuk kode etik di tingkat fakultas belum disusun tersendiri secara tertulis. Pada sisi lain, adapula fakultas yang telah memiliki susunan kode etik tertulis sebagaimana dapat dilihat dalam kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan berikut: “Kode etik kalau di fakultas kita ada 5S. Senyum, sapa, salam, sopan, santun.
Itu etika. Etika ini disosialisasikan pada mahasiswa dan dosen. Untuk dosen yang berikan dekan ini urusannya. Paling tidak anak-anak itu senyum, menyapa pagi pak. Itu sudah mengikat ya. Kalau di sini mereka calon guru, orang-orang pilihan. Jadi memang ketat SOP-nya”.
Penuturan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan tersebut menunjukkan bahwa kode etik yang berlaku di fakultas telah mengikat. Kode etik tersebut sifatnya lebih operasional dan spesifik, serta melengkapi kode etik umum yang berlaku di tingkat universitas. Belum dibuatnya standar kode etik bagi masing-masing fakultas dalam hal ini tidak terlepas dari penilaian bahwa kode etik umum yang diterapkan universitas telah cukup mampu mengakomodasi suasana kondusif di lingkungan fakultas. Hal demikian dapat dilihat dari kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Pertanian berikut: “Kode etik paling tidak boleh pakai oblong, sandal, dan tidak pakai anting
yang cowok. Yang tertulis adalah rapi sopan. Sejauh ini bisa mengikat para dosen dan para mahasiswa untuk melakukan tugasnya itu dengan aturan
122
yang ada. Buktiya ya dosen selama ini mengajar dengan baik. Kalau ada yang mengajar tidak baik kita kurangi jumlah mata kuliahnya”.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa kode etik yang ada telah mampu mengikat para pihak di lingkungan fakultas. Oleh sebab itu, penerapan kode etik tertulis yang berlaku umum di universitas dirasa masih memadai. Pada sisi lain, terdapat pula fakultas yang memberikan tolerasnsi atau kelonggaran tertentu bagi pemenuhan kode etik di tingkat fakultas. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Ekonomi yang menunjukkan hal tersebut: “Etika secara tertulis belum, kalau mahasiswa sudah ada, tapi mahasiswa
saya calon enterpreneur jadi harap dimaklumi. Untuk fakultas kami banyak mahasasiwa yang bekerja. Ya mereka kadang ke kampus pakai seragam karena mungkin terburu-buru tidak sempat ganti baju, tetapi walaupun terlambat mereka sopan”.
Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat fakultas yang memberikan kelonggaran tersendiri bagi para mahasiswa terkait dengan penerapan kode etik. Batasannya adalah asal tetap sopan, sesuai dengan ketentuan kode etik tertulis yang berlaku umum di tingkat universitas. Sementara itu, di tingkat universitas telah terdapat ketentuan mengenai kode etik bagi civitas akademika Universitas Mahasaraswati Denpasar. Surat Keterangan Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar Nomor: K. 350/I.10.01/UNMAS/IV/2011 tentang Etika dan Tata Krama Kehidupan Kampus Unmas Denpasar merupakan ketentuan yang mengatur beberapa bentuk etika bagi civitas akademika. Pasal 2 ketentuan tersebut menyatakan bahwa etika dan tata krama kehidupan kampus diterbitkan dengan maksud agar norma-norma dan atau etika, tata krama kehidupan masyarakat kampus yang tertib dan santun dapat ditegakkan dan tetap dilestarikan. Etika dan tata krama kehidupan kampus ini diterbitkan dengan tujuan agar masyarakat kampus serta para alumni mampu terus mengembangkan pengetahuan dan teknologi yang dilandasi oleh akhlak 123
mulia dengan berpedoman pada kaidah moral dan etika keilmuan yang berwawasab (Etika dan Tata Krama Kehidupan Kampus Universitas
Mahasaraswati Denpasar Pasal 2). Lebih lanjut Pasal 24 ketentuan tersebut menyatakan beberapa tindakan mahasiswa atau organisasi kemahasiswaan yang tidak dapat dibenarkan di Unmas Denpasar, yaitu sebagai berikut: 1.
Menggunakan paksaan atau kekerasan, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang bertentangan dan berlawanan dengan peraturan 2. Setiap tindakan yang mengancam atau mengganggu secara substansial usaha-usaha untuk menjaga pelaksanaan tata tertib dan disiplin di dalam fungsi dan tugas, atau setiap tindakan dalam wilayahatau yang berhubungan dengan suatu aktivitas yang melanggar hak orang lain 3. Penganiayaan terhadap individu yang berada pada fasilitas yang dikelola oleh Unmas Denpasar ataupun terhadap para pihak yang sedang melaksanakan tugas Unmas Denpasar 4. Tindakan yang membahayakan atau mengancam kesehatan atau keamanan individu atau tingkah laku yang menimbulkan rasa takut atau meresahkan, seolah-olah pada individu aka nada ancaman atau gangguan yang sebenarnya 5. Menghasut, menggertak, ataupun membantu orang lain untuk ikut dalam suatu kegiatan yang mengganggu atau merusak fungsi dan tugas Unmas Denpasar 6. Dengan paksaan atau kekerasan tetap menggunakan ataupun di dalam fasilitas yang dikelola atau dikendalikan oleh Unmas Denpasar setelah menerima pemberitahuan untuk meninggalkan tempat atau fasilitas tersebut 7. Menggunakan atau masuk ke dalam fasilitas yang dikelola oleh Unmas Denpasar tanpa izin 8. Mencuri, merusak, atau mengubah menjadi buruk setiap dasilitas yang dikelola atau dikendalikan oleh Unmas Denpasar 9. Berpartisipasi dalam suatu demonstrasi atau aksi kegiatan, atau kegiatan yang sangat mengganggu pelaksanaan fungsi dan tugas Unmas Denpasar secara substansial menginjak-injak hak orang lain, atau mengambil tempat maupun waktu dalam hal mahasiswa tidak diizinkan berada. 10. Tidak melaksanakan petujuk yang diberikan oleh pejabat Unmas Denpasar yang melaksanakan tugasnya dalam hubungan suatu keadaan yang menjurus akan adanya pelanggaran 11. Melanggar peraturan dan ketentuan yang telah dikeluarkan Unmas Denpasar 12. Mengotori fasilitas Unmas Denpasar dalam bentuk coret-coret, gambar, dan sejenisnya
124
13. Menebang pohon, merusak tanaman, atau menembak burung di dalam kampus Unmas Denpasar
Beberapa peraturan tersebut menunjukkan bahwa pihak universitas telah memberikan batasan atas hak atau tindakan yang boleh dilakukan dengan yang tidak. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya Universitas Mahasaraswati Denpasar telah dikelola dengan unsur responsibilitas. Permasalahannya adalah masih terdapat beberapa aspek yang perlu ditingkatkan, sehingga unsur responsibilitas tersebut secara substansial benar-benar berujung pada perwujudan pelayanan yang baik bagi penyelenggaraan pendidikan tinggi. 4.1.4. Pelaksanaan Denpasar
Prinsip
Keadilan
di
Universitas
Mahasaraswati
Keadilan berkaitan dengan perlakuan yang adil dan berimbang kepada para pemangku kepentingan yang terkait, meliputi mahasiswa, orang tua mahasiswa, masyarakat, para dosen, karyawan non-akademis, serta organ yayasan. Keadilan merupakan kondisi di mana masyarakat dipandang sama tanpa pandang bulu (Endarti, 2005). Keadilan juga berhubungan dengan pemberian kesempatan yang sama tanpa memandang suku, agama, ras, dan jenis kelamin yang merujuk pada tidak adanya diskriminasi atau equity (Manrapi, 2008). Guna memenuhi aspek keadilan, perguruan tinggi dapat menerapkan sistem equal treatment kepada seluruh civitas akademika. Hubungan dengan karyawan juga terus dijaga, yaitu dengan menghindari praktek diskriminasi, antara lain menghormati hak asasi karyawan, memberi kesempatan yang sama tanpa membedakan umur, suku, ras, agama dan jenis kelamin, memperlakukan karyawan sebagai sumber daya yang berharga melalui sarana sistem knowledge based management. Dalam menjamin kewajaran dalam pelaksanaan dan sistem remunerasi, perlu ditetapkan mekanisme yang berkaitan dengan penetapan reward dan punishment bagi semua karyawan (Muhi, 2011). 125
Wijatno (2009) menyebutkan dua indikator untuk mengetahui pelaksanaan prinsip keadilan, yaitu: 1) menerapkan perlakuan yang sama pada seluruh civitas akademika tanpa diskriminasi, dan 2) penerapan sistem
reward and punishment. 4.1.4.1. Menerapkan perlakuan yang sama pada seluruh civitas akademika tanpa diskriminasi Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa perwujudan keadilan dalam pengelolaan Universitas Mahasaraswati Denpasar tercermin dalam beberapa hal. Bagi para pegawai dan hubungannya dengan yayasan, keadilan dapat dilihat dari keterbukaan pihak yayasan bagi setiap stakeholder yang akan menyampaikan keluhan. Penuturan pihak yayasan mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut: “Kesempatan sampaikan pendapat keluhan usul saran bisa langsung ke
yayasan. Ada masalah apa. Biasanya mengenai honor, insentif, apakah dianggap masih kurang. Itu kita berikan sekian sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan kemampuan. Kita misal gaji dosen tetap tidak sebesar universitas lain, tapi kita jumlah dosen tetapnya banyak, jadi kita suistanability yang penting, tempat lain enggak punya dosen tetap. Akhirnya dia sadar. Orang tua juga ada yang keluhan, tapi kalau orang tua mahasiswa jarang. Lebih banyak hubungan sama rektor” (wawancara dengan pihak yayasan)
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa pihak yayasan dalam hal ini sangat terbuka dan membuka seluasnya kesempatan yang sama bagi para stakeholder untuk menyampaikan keluhan. Keluhan tersebut selanjutnya ditindaklanjuti sehingga dapat menemui penyelesaian terbaiknya. Hal demikian juga diungkapkan oleh Wakil Rektor IV yang mengungkapkan bahwa tidak hanya yayasan yang membuka akses bagi stakeholder untuk menyampaikan pendapat, tetapi rektorat juga melakukan hal yang sama. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Wakil Rektor IV yang menunjukkan hal tersebut: “Semua pihak boleh memberikan pendapat yang membangun dalam suasana kebebasan mimbar akademis. Keadilan bagi civitas akademika dan masyarakat. Rektor beserta seluruh jajarannya sangat terbuka melalui email dan open house setiap hari Sabtu”. 126
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa pihak rektorat juga sangat terbuka dan memberikan akses yang sama bagi seluruh civitas akademika maupun masyarakat dalam menyampaikan sarannya. Sementara itu di tingkat fakultas, prinsip keadilan lebih banyak berkaitan dengan keadilan bagi para pegawai dan mahasiswa. Berikut penuturan Dekan fakultas Pertanian mengenai hal tersebut: “Mahasiswa dapat nilai, dapat transkrip kalau dia butuhkan. Banyak
beasiswa. Bidik misi, dari dikti. Hampir tiap mahasiswa kita beri beasiswa. Kalau bagi dosen mereka dapat gaji, honor transport. Kami fasilitasi untuk studi lanjut. Pertanian dibiayai universitas ada bantuan untuk SPP saja. Ada pengumuman resmi dari rektor”.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan beberapa bentuk nyata dari perwujudan keadilan pada tingkat fakultas. Dalam hal ini, seluruh mahasiwa memiliki hak yang sama dalam memperoleh nilai, transkrip, dan beasiswa. Beasiswa juga dapat dilihat sebagai upaya untuk mencapai keadilan akses di antara mahasiswa. Sementara itu, bagi dosen unsur keadilan diwujudkan dalam pemenuhan hak memperoleh gaji, dan uang transport. Hal ini menunjukkan bahwa keadilan bagi mahasiswa dan dosen telah diterapkan di lingkup mahasiswa. Pada sisi lain, keadilan dalam hal ini tidak terlepas dari keadilan yang dirasakan oleh masing-masing fakultas terkait dengan otonomi yang diberikan pada fakultas. Berikut kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Pertanian yang menunjukkan hal tersebut: “Keadian saya melihat di sini, misalnya bagaimana meringankan uang
gedung maba, sarana prasarana untuk fakultas kecil hanya diperoleh fakultas besar karena dia sendiri yang mengadakan. Harusnya itu kan fasilitas minimal. Fasilitas beda, mobil dinas kita gak ada karena yang mengadakan fakultas, padahal jabatan sama tapi fasilitas beda karena kita fakultas kecil. Keadilan belum merata. Kalau dari segi gaji, transport, kewajiban sama, dari dekan sudah menyampaikan supaya mahasiswa tertarik”.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa bagi fakultas yang memiliki jumlah mahasiswa sedikit, terdapat penilaian belum terciptanya keadilan antar fakultas. Terutama berkaitan dengan fasilitas dan sarana 127
prasarana. Kondisi demikian tidak terlepas dari pemberian otonomi pada tiap fakultas untuk mengelola sebagian dana dari mahasiswa. Pada akhirnya, tercipta kesenjangan yang merujuk pada belum terciptanya keadilan antar fakultas tersebut. Menurut penilaian dekan dalam kutipan wawancara tersebut, hal demikian seharusnya menjadi bagian dari wewenang yayasan. Guna mencapai keadilan yang sesungguhnya bagi seluruh fakultas, diperlukan upaya untuk membuat para mahasiswa juga mendapat rasa adil atas fasilitas belajarnya yang sama di semua fakultas. Berkaitan dengan kedilan dalam hal fasilitas di lingkungan universitas, telah terdapat peraturan mengenai hal tersebut. Berdasarkan Keputusan Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar
Nomor: K.353/
I.10.01/UNMAS/IV/2011 tentang Standar Akademik Universitas Mahasaraswati Denpasar, dapat diketahui bahwa univesitas telah memiliki aturan tentang standar sarana dan prasarana sebagai berikut: Universitas harus menyediakan (memiliki atau mempunyai akses) sarana fisik dan non fisik yang bisa merupakan barang tidak bergerak, seperti perabot kantor dan peralatan kerja: komputer, alat laboratorium, kebun percobaan, dsb, untuk dimanfaatkan oleh semua unit-unitnya; b. Universitas harus menyediakan (memiliki atau mempunyai akses) prasarana yang merupakan barang tidak bergerak, seperti lahan dan gedung (kantor, gedung, laboratorium, dsb) untuk dimanfaatkan oleh semua unit-unitnya; c. Universitas harus menyediakan sarana dan prasarana perpustakaan dan menetapkan standar kelengkapan koleksi bahan perpustakaan (buku, jurnal ilmiah, CD rom dan tesis serta skripsi); d. Universitas harus memenuhi kecukupan, kesesuaian, aksesibilitas, pemeliharaan dan perbaikan, penggantian, dan pemutakhiran sarana dan prasarana yang digunakan; e. Universitas harus menetapkan peraturan yang jelas dan terperinci menyangkut efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sarana dan prasarana yang dimiliki; f. Universitas, fakultas, dan PS harus memiliki prasarana akademik yang memadai; g. Mahasiswa harus mempunyai akses terhadap fasilitas dan peralatan serta mendapatkan pelatihan untuk menggunakannya; h. Setiap PS harus memiliki perencanaan tentang fasilitas yang mengacu kepada standar pembelajaran yang berlaku untuk program studi tersebut;
a.
128
i.
Setiap PS harus menyusun prioritas pengembangan fasilits sesuai dengan pendidikan dan kurikulum masing-masing
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dilihat bahwa dalam hal ini sarana dan prasarana menjadi bagian dari wewenang universitas. Sementara di tingkat fakultas, pihak fakultas dan program studi juga memiliki kewenangannya tersendiri. Oleh sebab itu, selayaknya keadilan dalam unsur tersebut dapat diciptakan. Selain berkaitan dengan permasalahan tersebut, masalah lainnya berkaitan dengan distribusi tugas di fakultas. Berikut kutipan wawancara dengan Dekan fakultas Hukum yang menunjukkan hal tersebut: “Pendistribusian tugas dari pimpinan saya rasa artinya adil itu relatif, yang
penting sesuai dengan fungsi masing-masing. Selama ini saya rasa sudah sesuai dengan fungsi saya sebagai dekan diberi tugas dan wewenang seperti itu. Saya mencoba memberi keputusan sesuai haknya dan transparan. Ya mudah-mudahan ke depan bisa meminimalisirlah. Kalau kita berbuat seadil-adilnya sebagai pemimpin kan sulit, makanya di sini ada kebijaksanaan dalam membuat kebijakan”.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa bagi pihak dekan sendiri akan merasa sulit untuk dapat mewujudkan keadilan sepenuhnya terkait dengan pembagian tugas. Oleh sebab itu, guna menghindari terjadinya benturan kepentingan atau konflik, dalam hal ini pembuatan keputusan dilakukan secara terbuka, sesuai wewenang, serta tidak melanggar hak-hak pihak lain. Langkah demikian diharapkan dapat membuat keadilan lebih dirasakan oleh setiap individu dalam posisinya masing-masing. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa salah satu bentuk penerapan unsur keadilan adalah tidak melakukan tindakan diskriminatif. Salah satu hal yang menjadi bentuk penerapan prinsip tersebut di Universitas Mahasaraswati Denpasar adalah kepemimpinan universitas di tangan seorang rektor perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan perempuan sebagai rektor di perguruan tinggi tersebut dapat diterima dengan baik oleh segenap civitas akademika maupun pihak yayasan sendiri. 129
Terpilihnya rektor perempuan tentu juga dilakukan berdasarkan mekanisme pemilihan rektor yang telah diuraikan sebelumnya. Sementara itu, berikut merupakan kutipan wawancara yang menunjukkan penilaian Dekan Fakultas Hukum atas kepemimpinan rektor perempuan di Universitas
Mahasaraswati Denpasar: “Tentang pemimpin perempuan kalau di sini menerima. Sama, tergantung
pada kemampuannya. Relatif sama. Selama ini ya artinya kepemimpinannya bagus, kreatif. Cuma bagaimanapun juga kan, misalnya ada kebutuhan dana ya perlu ditingkatkan, yang diprogramkan baguss, tapi penerapannya harus lebih didukung. Kalau dari segi idealis, idealismenya tinggi. Misalnya bu rektor menghendaki setiap kelas ada LCD, baru dipasang lalu hilang. Pengawasan sulit karena dari pagi sampai malam. Ini, keinginan ada tapi kan pelaksanaannya perlu ditingkatkan”.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya kepemimpinan rektor perempuan diterima dengan baik di universitas tersebut. Dalam hal ini penilaian dilakukan secara objektif pada kinerja dan idealis dari individu yang menjadi pimpinan universitas. Artinya bahwa tidak terdapat diskriminasi pimpinan laki-laki dengan perempuan. Sejauh idealisme dari individu pemimpin universitas tersebut baik dan dapat memiliki program kinerja yang juga baik, maka kepemimpinan rektor perempuan dapat diterima. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Wakil Rektor IV sebagaimana dapat dilihat dalam kutipan wawancara berikut: “Seorang perempuan memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki
dalam segala hal. Dalam beberapa hal, pimpinan yang seorang perempuan perpikir lebih detail dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu, pimpinan tidak boleh dibedakan atas gendernya melainkan atas komitmen dan kapabilitasnya” .
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa keberadaan pimpinan perempuan di universitas tersebut telah dapat diterima dengan baik. Selain itu, kesadaran untuk tidak membedakan pemimpin berdasarkan gender juga menunjukkan bahwa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin pada
pemilihan
pimpinan
Mahasaraswati Denpasar. 130
universitas
tidak
terjadi di
Universitas
4.1.4.2. Penerapan sistem reward and punishment Untuk mendorong peningkatan prestasi akademik dosen, Universitas Mahasaraswati Denpasar telah merancang penghargaan berupa pemberian insentif akademik yang dituangkan dalam SK Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar No. K.347/I.10.01/Unmas/IV/2011 tentang Peraturan Pemberian Insentif bagi Tenaga Edukatif di Lingkungan Universitas Mahasaraswati Denpasar. Insentif yang diberikan berkaitan dengan prestasi akademik dosen baik perseorangan, program studi, fakultas, maupun unit kerja yang dikelompokkan dalam beberapa kategori yaitu memenangkan hibah penelitian; hibah kompetisi; penulisan buku; penerbitan artikel di koran dan majalah baik lokal, nasional, internasional; paper dimuat dalam jurnal belum terakreditasi, terakreditasi maupun jurnal internasional; paper dipresentasikan dalam konferensi nasional dan internasional; paper diterbitkan dalam proceeding nasional dan internasional; serta memperoleh beasiswa dari dalam maupun luar negeri. Penghargaan juga diberikan kepada dosen dan tenaga kepegawaian berprestasi yang diseleksi setiap tahun dalam rangka menyambut dies natalis Universitas Mahasaraswati Denpasar. Pernyataaan
Ibu Eka, dosen Fakultas Pertanian,
menguatkan
pernyataan tersebut di atas dengan mengatakan: “universitas memberi perhatian kepada pada dosen yang berprestasi dengan memberi penghargaan berupa piagam dan juga dana. Penghargaan itu sebagai motivasi bagi saya sebagai dosen dan juga sebagai penyemangat bagi dosen yang lainya, penghargaan itu diberikan bersamaan dengan acara dies natalis universitas”. Hal yang sama juga disampaikan oleh bapak Ketut Siwi karyawan Universitas Mahasaraswati sebagai berikut: “saya pernah mendapat penghargaan sebagai karyawan oleh karena universitas menilai bagaiman kinerja saya. Dan penghargaan itu juga memotivasi saya untuk bekerja lebih baik lagi. Dan pemberian penghargaan itu sungguh merupakan perhartian universitas kepada karyawan, penghargaan itu diberikan pada saat universitas merayakan dies natalis”.
131
Ditingkat mahasiswa penghargaan diberikan kepada mahasiawa yang berhasil memenangkan lomba mewakili universitas. Penghargaan diberikan kepada mahasiwa berupa bebas biaya kuliah untuk satu semester. Hal ini dipertegas oleh Badan Eksekutif Mahasiswa dengan mengatakan: “ya kami mahasiswa juga mendapat perhatian dari Universitas, disamping beasiswa yang disediakan oleh pihak universitas, universitas juga memberikan kepada mahasiswa yang berhasil mendapat juara dalam lomba untuk mewakili universitas, penghargaan itu selain mendapat piagam juga kami diberi beasiswa berupa potongan biaya kuliah atau tidak membayar uang kuliah dalam satu semester dan biasanya diserahkan ketika universitas ber-dies natalis”. Dalam rangka komitmen Universitas Mahasaraswati Denpasar menerapkan disiplin kerja maka pimpinan Universitas Mahasaraswati Denpasar juga memberikan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Bentuk sanksi berupa penurunan jabatan (demosi), penundaan kenaikan pangkat, pemberhentian dari jabatan. Kebijakan pemberhentian dosen dan tenaga kependidikan secara umum mengacu pada ketentuan perundang-undangan di bidang tenaga kependidikan yaitu UU No.8 tahun 1974, diperbaharui dengan UU No.43 tahun 1999 dan PP No.53 tahun 2011, yang diimplementasikan pada SK Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar Nomor: K.346/I.10.01/Unmas/IV/2011 tentang Peraturan Pokok-pokok Kepegawaian Universitas Mahasaraswati Denpasar. Terkait dengan sanksi yang diberikan, Bapak Wiryawan juga mengatakan bahwa: “sanksi kepada dosen itu ada, misal jika dosen jarang mengajar, atau dosen membuat pelanggaran yang dapat merusak nama baik universitas. Namun biasanya kalau ada dosen yang ketahuan melanggar supaya pelanggarannya itu tidak berlangsung lama dan berat, biasanya pihak pimpinan memanggil dosen, misal menanyakan kenapa jarang mengajar, dan meminta komitmen untuk dosen tidak melakukan lagi. Komunikasi itu yang dilakuan pimpinan jika merlihat ada dosen yang melanggar khususnya kalau jarang mengajar”. Ditingkat
mahasiswa
untuk
sanksi
setiap
mahasiwa
telah
mengetahui karena sanksi tersebut sudah terdapat pada buku pedoman yang diterbitkan oleh masing-masing fakultas. Dalam buku pedoman tersebut menyatakan sanksi diberikan kepada mahasiswa jika melanggar kewajiban 132
dan tata tertib yang telah ditentukan berupa: peringatan, dikeluarkan dari kelas, tidak boleh mengikuti UTS dan UAS, Skorsing, dikeluarkan sebagai mahasiswa universitas mahasaraswati. Berikut pernyataan dari Badan Eksekutif Mahasiswa: “kami mahasiswa mengetahui dan mengerti benar apa sanksi yang diberikan jika kami melanggar karena semua sudah tercantum dalam buku pedoman tiap-tiap fakultas dan tiap tiap mahasiswa pasti telah mengetahuinya karena pada saat orientasi mahasiswa baru hal tersebut selalu disampaikan oleh dosen pendamping ”. 4.1.5. Pelaksanaan Prinsip Independensi di Universitas Mahasaraswati Denpasar Selain transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, dan keadilan, prinsip penting lain dalam mewujudkan good corporate governance pada pengelolaan universitas swasta adalah independensi, yang berkaitan dengan kebebasan yang dimiliki pihak rektorat untuk melaksanakan wewenangnya, terutama berkaitan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Pihak yayasan dan pengelola perguruan tinggi dalam melaksanakan peran dan tanggungjawabnya harus bebas dari segala bentuk benturan kepentingan yang berpotensi untuk muncul. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara independen bebas dari segala bentuk tekanan dari pihak lain, sehingga dapat dipastikan bahwa keputusan itu dibuat semata-mata demi kepentingan perguruan tinggi. Pengurus yayasan harus memberi wewenang penuh kepada rektorat untuk menyelenggarakan Tri Dharma Perguruan Tinggi (Wijatno, 2009). Terdapat dua indikator untuk mengetahui pelaksanaan prinsip independensi/otonomi, yaitu: 1) terdapat kebebasan penuh yang diberikan yayasan pada rektorat untuk menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi, dan 2) tidak terdapat konflik kepentingan antara yayasan dan rektorat (Wijatno, 2009)
133
4.1.5.1. Terdapat kebebasan penuh yang diberikan yayasan pada rektorat untuk menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi Keterangan dari salah satu Dekan di universitas menunjukkan bahwa pihak yayasan sepenuhnya memberikan kebebasan pada rektorat untuk mengelola keuangan yang menjadi haknya guna melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Ekonomi yang menunjukkan hal tersebut: “Iya terkait dengan pengelolaan keuangan kalau uiversitas otonomi oleh
yayasan, sedangkan fakultas kita diberikan aturan bahwa keuangan itu sekian persen bisa dikelola. Apakah itu otonomi atau bukan yang jelas kita diberi wewenang untuk mengelola keuangan dalam bentuk presentase dari SPP, kegiatan kemahasiswaan, UTS, UAS. Diberikan sekian persen universitas, sekian persen fakultas, sekitar 30%. Semua unit prosentasenya sama. Cuma kalau dia kecil mahasiswanya kan otomatis dia kecil, nah itu. Kalau ekonomi besar, FKIP, FKG besar. Kami merasakan sekali ini strategi yang ditempuh universitas sangat baik memberi motivasi kerja kami” .
Pernyataan Dekan Fakultas Ekonomi di atas menunjukkan bahwa pihak fakultas merasa mendapatkan otonomi untuk mendukung kinerjanya. Otonomi tersebut berkaitan dengan otonomi pengelolaan keuangan di tingkat universitas maupun fakultas yang diatur melalui aturan yang jelas mengenai pembagian wewenang pengelolaan dana dari SPP. Dalam hal ini, fakultas memperoleh wewenang untuk mengelola 30% dana SPP dari mahasiswa. Pada satu sisi, otonomi pengelolaan keuangan tersebut memberikan dampak positif karena dapat memicu motivasi kerja para pegawai. Pada sisi lain, mekanisme tersebut dapat menimbulkan kesenjangan antar fakutas. Bagi fakultas ekonomi yang memiliki jumlah mahasiswa banyak, maka jumlah dana yang dikelola juga cenderung lebih banyak dari pada fakultasfakultas yang jumlah mahasiswanya hanya sedikit. Sementara itu, bagi pihak yayasan pencapaian independensi bidang keuangan dimaknai sebagai pengelolaan dana yang bersumber dari mahasiswa. Berikut kutipan wawancara dengan wakil yayasan yang menunjukkan hal tersebut: 134
“Jadi kita untuk di PT baik keuangan, pengelolaannya itu dana dari PT
dibawa ke yayasan kemudian apa yang dia perlukan dia ajukan proposal lalu kita bahas di yayasan. Untuk PT itu kita diberikan otonomi. Jadi keuangan, sdm, semua diserahkan kepada PT, yang disetor ke yayasan hanya uang pembangunan setiap tahun. Lalu kita subsidi silang untuk pembangunan. Setiap tahun masing-masing PT presentasi di depan yayasan. Semua dipertanggungjawabkan pada yayasan itu. Sistem pengelolaan dana diserahkan penuh pada unit-unit universitas. Pertanggungjawabannya universitas melaporkan pada kita. Kita pertanyakan apa yang perlu dipertanyakan, lalu program ke depan ada, tapi tetap kita beri pertimbangan kalau misal kebanyakan dan tidak layak ya kita tolak” .
Kutipan wawancara di atas menunjukkan bahwa dana yang bersumber dari mahasiswa dibedakan menjadi dua, yaitu uang pembangunan dan uang SPP. Untuk uang SPP, sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa fakultas mengelola sebanyak 30%, sedangkan uang pembangunan sepenuhnya dikelola oleh yayasan. Dana yang dikelola oleh yayasan tersebut selanjutnya digunakan sesuai kebutuhan pengajuan proposal dari rektorat. Penuturan wakil yayasan dalam kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa untuk proposal yang diajukan rektorat keputusan akhirnya berada di tangan yayasan. Mekanisme pemberian wewenang untuk mengelola 30% dana dari SPP ke fakultas dapat dinilai sebagai bentuk pembatasan wewenang pengelolaan keuangan oleh fakultas. Berikut kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang menunjukkan hal tersebut: “Kami hanya diberi kebebasan dalam hal akademis. Dalam hal keuangan
kami enggak terlalu, tapi kami diberi otonomi keuangan dari yayasan ke universitas. Ke fakultas hanya 30%. Kalau akademik kita punya otonomi betul. Kami tidak hanya akademik, tapi karakter. Akademik kami otonomi, kalau keuangan hanya 30%”.
Pemberian wewenang pengelolaan keuangan kepada fakultas sebesar 30% dana dari SPP dinilai masih sangat terbatas. Berbeda dengan kebebasan dalam bidang akademik yang dirasa sepenuhnya telah diberikan wewenang oleh yayasan. Artinya untuk bidang akademik pihak yayasan tidak turut campur tangan di dalamnya. Sementara itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan independensi yang dimiliki fakultas belum 135
menyeluruh. Munculnya pertentangan karena pemberian otonomi dalam hal ini juga dapat dilihat pada proses penerimaan mahasiswa baru. Berikut kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas pertanian yang menunjukkan hal tersebut: “Transparansi kuncinya ya. Yayasan berkehendak semua mahasiswa
diterima, yayasan enggak tahu kalau gedung kurang. Padahal sebenarnya kan banyak yang minat enggak harus semua diterima”.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa intervensi yayasan dalam penentuan kebijakan penerimaan mahasiswa baru dapat pula menimbulkan pertentangan. Misalnya berkaitan dengan kepentingan yayasan untuk menerima seluruh mahasiswa yang mendaftar. Sementara pada sisi lain, pihak fakultas merasa bahwa tidak seluruh mahasiswa yang berminat mendaftar harus diterima. Hal ini berkaitan dengan daya tampung gedung fakultas yang tidak selalu ditingkatkan, sehingga jika seluruh pendaftar selalu diterima maka akan terjadi permasalahan dalam daya tampung gedung. Kondisi demikian menurut pihak fakultas tidak dipahami betul oleh yayasan, sehingga terkadang membuat munculnya perbedaan kehendak antara kedua belah pihak. Uraian tersebut menunjukkan bahwa pihak yayasan masih terlibat dalam urusan akademik di universitas. Berdasarkan Keputusan Rektor Universitas Mahasraswati Denpasar Nomor: K. 353/I.10.01/UNMAS/IV/2011 tentang Standar Akademik Universitas Mahasaraswati Denpasar pada bagian aturan kemahasiswaan, dapat diketahui beberapa aturan sebagai berikut: a. b.
c. d.
e.
136
Universitas harus mempunyai kebijakan tentang penerimaan mahasiswa baru berdasarkan kesempatan yang sama; Fakultas dan PS harus mempunyai prosedur seleksi di tingkat program studi yang memastikan bahwa calon mahasiswa memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan; Fakultas dan PS harus menentukan jumlah mahasiswa baru yang dapat diterima disesuaikan dengan kapasitas yang tersedia; Kebijakan tentang penerimaan mahasiswa baru harus terus-menerus direvisi secara regular agar sesuai dengan kepentingan stakeholders dan kebutuhan masyarakat; Fakultas dan PS harus mempunyai program pembimbingan akademik dan program konseling untuk mahasiswa;
Program konseling mahasiswa harus mempertimbnagkan latar belakang sosial dan ekonomi mahasiswa serta permasalahan individu mahasiswa g. Universitas, fakultas, dan PS harus mempunyai kebijakan tentang perwakilan dan partisipasi mahasiswa dalam mendesain, mengelola, dan mengevaluasi kurikulum serta hal-hal lain yang berhubungan dengan mahasiswa; h. Universitas, fakultas, dan PS seharusnya mendorong mahasiswa untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler. f.
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dilihat bahwa dalam hal ini berbagai keputusan mengenai kemahasiswaan merupakan bagian dari wewenang pihak rektorat. Begitu pula dalam proses seleksi mahasiswa baru, termasuk penentuan jumlah mahasiswa yang akan diterima. Pihak fakultas dan program studi memiliki otonomi untuk menentukan jumlah mahasiswa baru yang akan diterima karena fakultas dan program studi yang memiliki pemahaman tentang kemampuan yang dimiliki atas jumlah mahasiswa tersebut. Pada sisi lain, independensi hubungan antara yayasan dengan fakultas berkaitan dengan kedudukan fakultas sebagai bagian dari universitas. Oleh sebab itu, pada dasarnya kebebasan atau otonomi yang diberikan kepada fakultas merupakan perwujudan dari otonomi rektorat secara lebih luas. Hal tersebut didasarkan pada hasil wawancara dengan Dekan Fakultas Hukum sebagaimana dapat dilihat dalam kutipan berikut: “Tingkat kebebasan yang diberikan ke fakultas cuma dalam bingkai
yayasan, dalam bingkai universitas. Yayasan beri kebebasan selama ini, selama masih koordinasi. Uang gedung untuk yayasan tapi juga dikelola sebagian oleh universitas dalam bentuk menambah fasilitas, sesuai kebijakan yayasan”.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa kebebasan yang dimiliki oleh fakultas pada dasarnya adalah bagian dari kebebasan yang diberikan yayasan kepada universitas. Sementara berkaitan dengan pengelolaan keuangan di tingkat universitas, pengelolaan dana yang ada telah diatur secara jelas sehingga batasan pengelolaan dana antara yayasan dengan rektorat tidak saling tumpang tindih. 137
Pada sisi lain, prinsip independensi dalam pengelolaan universitas swasta tidak hanya berkaitan dengan independensi pengelolaan keuangan saja, tetapi terkait dengan pelaksanaan Tri Darma perguruan tinggi yang menjadi ranah rektorat. Berdasarkan penuturan Wakil Rektor IV dapat dilihat bahwa rektorat memiliki keleluasaan untuk membuat kebijakankebijakan pada bidang tertentu, dengan batasan pada bagian lain. Berikut kutipan wawancara dengan Wakil Rektor IV yang menunjukkan hal tersebut: “Kebebasan yang diberikan pihak yayasan pada rektorat untuk menjalankan
Tri Darma Perguruan Tinggi diberikan dalam kerangka otonomi perguruan tinggi. Mekanisme pengambilan keputusan yang dilakukan pada setiap kebijakan yang sifatnya teknis dilakukan oleh Rektor setelah memperoleh persetujuan senat, kebijakan yang mendasar seperti penetapan RIP, Renstra, Renop harus memperoleh persetujuan Yayasan”.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa rektorat memiliki kebebasan dalam mengambil keputusan yang sifatnya teknis. Sementara untuk kebijakan-kebijakan strategis, pihak rektorat tetap harus melibatkan yayasan. Sama seperti independensi bidang keuangan, kondisi ini menunjukkan bahwa independensi yang dimiliki rektorat dalam pengambilan keputusan juga sifatnya masih terbatas. Pada level fakultas, kebebasan pengambilan keputusan yang dimiliki dekan justru terlihat lebih luas. Hal ini dikarenakan independensi dekan sepenuhnya berkaitan dengan penerapan Tri Darma di fakultas masingmasing. Berikut penuturan Dekan Fakultas Hukum mengenai hal tersebut: “Dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keputusan, dekan
diberi independensinya kuat. Karena kita boleh berkembang tapi tetap bagaimana ada dalam satu bingkai dengan komitmen sama untuk menjaga eksistensi sebuah lembaga. Kalau keputusan yang diambil di tingkat dekan berkaitan kebijakan saya, misalkan pengembangan Tri Darma untuk bisa bekerja sama di tingkat fakultas. Agreement tingkat fakultas, kalau MoU tingkat universitas. Mekanisme pengambilan keputusan di tingkat dekan, setiap keputusan kita ambil bersama walaupun dekan yang tanda tangan” .
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa dekan mendapat kebebasan dalam pengambilan keputusan terkait dengan Tri Dharma, dan sejauh masih berada dalam batas kewenangannya. Kebebasan dalam 138
pengambilan keputusan tersebut tidak hanya bermakna sebatas sebagai upaya pelaksanaan Tri Dharma saja. Lebih dari itu, independensi pengambilan keputusan yang dimiliki oleh dekan dalam hal ini juga dinilai bermanfaat upaya untuk mempermudah kerja sama fakultas dengan pihak lain yang diperlukan. Bahkan, independensi tersebut juga dimaknai sebagai sarana pengembangan bagi masing-masing fakultas, namun pencapaiannya harus berjalan seiringan dengan komitmen untuk menjaga eksistensi universitas sebagai suatu lembaga. Bentuk-bentuk lain dari independensi dekan dalam mengambil keputusan dapat dilihat pada kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Pertanian berikut: “Fakultas diberi kebebasan dalam mengambil keputusan oleh rektorat, yang
diambil di tingkat dekan yang keputusan tentang jumlah mata kuliah yang ditawarkan per semester, tentang Tri Darma. Misalnya kita akan melaksanakan seminar nasional, kemudian pengabdian yang rutin di desa binaan, desa peninjauan Bangli. Penyuluhan dan action sistem pertanian berbasis organik”
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa independensi pengambilan keputusan yang dimiliki dekan berasal dari rektorat secara langsung. Sementara itu, bentuknya berkaitan dengan seluruh keputusan bidang akademik, maupun seluruh keputusan yang berada dalam ranah pencapaian Tri Darma. Otonomi yang dimiliki rektorat pada bidang akademik dalam hal ini juga dituturkan oleh kepala LPPM Universitas Mahasaraswati Denpasar sebagai berikut: “Kita otonomi sekali di bidang akademik. Sangat otonomi. Yayasan hanya memantau akhir tahun. Mendukung sekali tidak pernah campur tangan”.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa pihak yayasan sama sekali tidak turut campur tangan dalam bidang akademik. Rektorat memiliki otonomi penuh pada bidang tersebut. Sementara bentuk intervensi yayasan dalam bidang akademik diwujudkan dalam bentuk pengawasan atau evaluasi atas dasar laporan yang dibuat oleh pihak rektorat kepada yayasan. 139
Artinya bahwa secara teknis operasional untuk bidang akademik, rektorat memiliki independensi penuh. Independensi yang diberikan oleh yayasan kepada rektorat dan juga dimiliki fakultas di Universitas Mahasaraswati Denpasar memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positifnya berkaitan dengan keleluasaan mengembangkan diri bagi masing-masing fakultas sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang dekan dalam kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Ekonomi berikut: “Kebebasan pengambilan keputusan sangat merasakan kami seperti
program yang dilakukan dengan dana yang besar itu diberi kebebasan. tapi tetap responsible, tetap laporan. Hal yang diputuskan dekan pelaksanaan Tri Darma di tingkat fakultas”.
Penuturan Dekan Fakultas Ekonomi dalam kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa independensi yang dimiliki fakultas sangat dirasakan manfaatnya. Manfaat lain adalah berkaitan dengan tidak adanya hambatan waktu untuk menjalin koordinasi meskipun terdapat batasan jelas wewenang antara fakultas dengan universitas. Berikut kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Pertanian yang menunjukkan hal tersebut: “Kalau ruangan dan fasilitasnya di kelas otonomi penggunaan, tapi
pengadaan rektor. Kalau rusak lapor, kalau kurang lapor, nanti pengadaan dari sana. Setiap saat bisa dilakukan” .
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa dekan dan rektor sama-sama memiliki independensi dan sudah diatur jelas batasannya. Hal demikian tidak kemudian menjadi penghambat dalam pelaksanaan wewenang Dekan karena tidak terdapat kendala dalam koordinasi yang dilakukan. Kondisi tersebut bertentangan dengan yang diungkapkan oleh dekan dari fakultas lain, yang mengungkapkan bahwa independensi yang dimiliki rektor dengan dekan dinilai terkadang menimbulkan permasalahan tersendiri. Berikut kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Teknik yang menunjukkan hal tersebut:
140
“Kebebasan dalam menjalankan tugas Tri Darma bebas, cuma kadang kita
ingin adakan kegiatan, butuh dana, menghadap rektor, enggak bisa dibantu. Kalau bisa berusaha sendiri, kalau enggak ya enggak bisa”.
Penuturan Dekan Fakultas Teknik tersebut menunjukkan bahwa independensi yang dimiliki oleh rektor dan dekan dalam mengambil keputusan juga dapat menjadi hambatan bagi pelaksanaan kinerja fakultas. Pada kutipan wawancara tersebut, hal yang dicontohkan adalah dalam hal pengajuan dana untuk pelaksanaan kegiatan di fakultas. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bahwa independensi fakultas untuk mengelola 30% dana SPP akan kurang menguntungkan untuk fakultas-fakultas dengan jumlah mahasiswa sedikit. Oleh sebab itu, pada saat tertentu akan dilakukan pengajuan dana ke rektor. Permasalahannya adalah ketika pengajuan dana tidak disetujui, maka bagi fakultas yang memiliki keterbatasan dana akan mengalami hambatan dalam pelaksanaan program yang telah direncanakan. Hal ini tidak terjadi pada fakultas yang memiliki jumlah mahasiswa banyak karena dana yang dikelola juga lebih banyak jumlahnya. Selain berkaitan dengan munculnya permasalahan terkait dengan independensi dekan dan rektor, pihak rektorat juga menilai bahwa kebebasan yang diberikan oleh yayasan sifatnya masih sangat terbatas. Hal demikian diungkapkan oleh Wakil Rektor III sebagaimana dapat dilihat dalam kutipan wawancara berikut: “Otonomi itukan penyerahan wewenangan, penyerahan tugas. Yayasan itu
memberikan otonomi, tapi kalau otonomi kepada saya masih merupakan otonomi terbatas. Karena SK sampai sekarang belum ada. Kemarin di rapat senat sudah mengusulkan. Terutama untuk otonomi dalam hal tertentu, sehingga jelas apa yang merupakan otonomi apa yang bukan. Penyelenggara pendidikan tingginya kita universitas swasta ada di yayasan. Uang gedung ke yayasan, SPP dan lain-lain kewenangan kita mengelola yang Tri Dharma. SPP ada enam bulan sekali ada bulanan. Untuk penyelenggaraannya dapat fakultas untuk penyelenggaraan, misal dana rutin setiap bulan itu ngamprah ke sini. Langsung ke WR”.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa menurut pihak rektorat, otonomi yang diberikan yayasan masih terbatas. Terlebih lagi, otonomi tersebut tidak dikukuhkan dengan SK, sehingga sifatnya menjadi 141
kurang formal. Terkait dengan SK tersebut, WR III telah mengajukan usul pada rapat senat dengan tujuan yaitu jika melalui SK maka akan lebih jelas pembagian bidang yang menjadi otonomi rektorat dan tidak. Kondisi demikian menunjukkan bahwa independensi yang dimiliki WR III belum mencerminkan independensi yang sesungguhnya karena masih kabur batasan antara bidang yang menjadi otonomi dan yang tidak. 4.1.5.2. Tidak terdapat konflik kepentingan antara yayasan dan rektorat Prinsip independensi merupakan prinsip yang rentan menimbulkan konflik jika tidak disikapi dengan bijak. Hal ini dikarenakan tumpang tindih wewenang terkait batasan otonomi dapat menjadi pemicu konflik dalam hubungan rektorat dengan yayasan. Terlebih jika terdapat kepentingankepentingan yang berbeda di dalamnya. Hasil penelitian yang dilakukan di Universitas Mahasaraswati Denpasar menunjukkan bahwa konflik yang terjadi di perguruan tinggi tersebut sifatnya masih bisa dikontrol. Berikut kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Hukum yang menunjukkan hal tersebut: “Benturan kepentingan antara yayasan dan rektorat itu pasti ada, tapi
semua itukan bisa diselesaikan melalui komunikasi yang baik. Yayasan mau melindungi seluruhnya, ada kepentingan universitas dan yang lain kadang berbeda, tapi lebih banyak benturan itu dengan unit yang lain kalau yayasan dan universitas berjalan baiklah”.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya benturan-benturan kepentingan yang mengarah pada terjadinya konflik antara yayasan dengan rektorat dalam pengelolaan Universitas Mahasaraswati Denpasar masih dapat dikendalikan. Selain itu, kutipan wawancara tersebut juga menunjukkan bahwa benturan kepentingan justru banyak dirasakan antar unit dalam universitas. Benturan yang dimaksud tidak terlepas dari kebijakan pemberian otonomi pada masing-masing fakultas untuk mengelola 30% dana SPP, sehingga terjadi kesenjangan fasilitas antara fakultas dengan jumlah mahasiswa banyak dengan fakultas lain yang jumlah 142
mahasiswanya sedikit. Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Dekan Fakultas Ekonomi sebagai berikut: “Kadang kecemburuan antar fakultas kok di sana fasilitas bagus di sini
begini, itu peran yayasan harusnya, termasuk parkir. Kami cari tukang parkir sendiri biar aman”.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa bagi fakultas yang menglola dana lebih banyak karena memiliki banyak mahasiswa, cenderung memiliki keleluasaan untuk memperbaiki fasilitas-fasilitas di fakultasnya. Berbeda dengan fakultas dengan jumlah mahasiswa sedikit yang memiliki dana lebih terbatas. Pada akhirnya, kondisi tersebut menimbulkan kecemburuan antar fakultas. Guna menghindari konflik yang lebih luas, seharusnya pihak yayasan memiliki upaya untuk meminimalissi kondisi tersebut. Hal demikian menunjukkan bahwa otonomi pengelolaan dana justru dapat menjadi awal pertentangan. Pada sisi lain, otonomi pengelolaan keuangan juga dinilai menjadi upaya untuk menghindari konflik. Hal demikian diungkapkan oleh Dekan Fakultas Teknik sebagai berikut: “Konflik yang serius enggak ada. Sekarang dengan diberi otonomi kan
enggak ada konflik, tinggal pertanggungjawaban saja. Makanya otonomi bertanggung jawab, laporan setiap tahun”.
Penuturan Dekan Fakultas Teknik tersebut menunjukkan bahwa otonomi sangat bermanfaat untuk meredam konflik. Selain unsur pertanggungjawaban, unsur keterbukaan para pihak juga dinilai dapat membuat otonomi berjalan dengan baik. Berikut kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang menunjukkan hal tersebut: “Kami selalu terbuka, apapun transparan. Jadi begitu caranya biar tidak jadi
benturan. Kalau tugas kita merasa lebih lega. Artinya, kita diberi statuta lalu diterjemahkan jadi program kerja. Dari statuta kita menentukan berapa dosen yang terlibat, berapa jumlah jamnya. Di sini tidak ada yang dihalangi kalau mau berkembang”.
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa keterbukaan menjadi penting dan dapat mencegah terjadinya konflik, meskipun masingmasing pihak memiliki kebebasan dalam melaksanakan wewenangnya. 143
Tidak adanya konflik yang berpengaruh besar pada hubungan yayasan dengan rektorat juga diungkapkan oleh salah seorang wakil yayasan sebagai berikut: “Setiap organ yayasan tahu berapa keuangan kita punya, tahu apa yang
dibutuhkan. Benturan kepentingan kita jarang karena dari awal apa yang dbutuhkan disampaikan ke kita, kalau kita aggap itu beum layak dilakukan kita sampaikan, ya mereka mengerti. Misal pembongkaran gedung, kita bilang jangan dulu meskipun mereka punya uang, ya mereka menerima. Kalau pemilihan rektor, dekan semua transparan, terbuka sekali. Harmonis dan baik sekali hubungan yayasan dengan rektorat kita di sini. Makanya banyak yang kagum. Enggak kaya di PTS swasta lain ada 2 rektor, 1 rektor pilihan yayasan, 1 rektor pilihan universitas. Yayasan juga enggak pernah selesaikan konflik di universitas. Hanya kadang ada dosen yang nakal, rektor sudah serahkan ke kita. Misalnya dosen kebanyakan di luar sehingga diberi tahu dia harus bagaimana. Yayasan beri nasihat itu, enggak sampailah konflik-konflik”.
Kutipan wawancara tersebut menjelaskan bahwa komunikasi berjalan baik antara yayasan dengan rektorat, sehingga pertentangan kepentingan tidak mengarah pada terjadinya konflik. Terutama berkaitan dengan pengelolaan bidang keuangan karena yayasan dan rektorat samasama memiliki wewenang untuk mengelola dana dari mahasiswa, meskipun keduanya memiliki batasan yang berbeda. Kondisi demikian juga terjadi karena telah terbentuknya win-win solution sebagaimana diungkapkan oleh pihak Kopertis 8 sebagai berikut: sih enggak karena sudah win-win secara teori. Jadi kebersamaannya sudah sangat bagus. Sesuai dana, enggak ada kepentingan lebih sementara ini. Kelemahanya kalau ada yang ingin mengembangkan diri, mulai dia saling menjatuhkan. Sekarang ditunjang dengan PTS sehat, program dikti” .
“Konflik
Penuturan pihak kopertis tersebut menunjukkan bahwa hubungan baik yang terjalin antara yayasan dengan rektorat dapat terjalin selama keduanya terakomodasi kepentingannya. Kepentingan tersebut tentu berkaitan dengan ketersediaan dana dan keuntungan yang diperoleh masingmasing pihak. Sementara konflik akan terjadi ketika salah satu pihak memiliki upaya untuk mengembangkan diri, namun tidak sejalan dengan kepentingan pihak lainnya. Pencapaian hubungan baik antara yayasan 144
dengan rektorat juga ditunjang dengan Program PTS Sehat dari dikti sebagai upaya pemerintah untuk menekan angka konflik antara yayasan dengan rektorat pada pengelolaan PTS. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dilihat bahwa pada dasarnya prinsip independensi telah diterapkan dalam pengelolaan Universitas Mahasaraswati Denpasar. Penerapan prinsip tersebut diwujudkan dalam otonomi pengelolaan dana SPP pada rektorat dan fakultas, serta otonomi pengelolaan akademik. Permasalahannya, untuk otonomi pembuatan kebijakan belum sepenuhnya terwujud. Selain itu, masih ditemui adanya beberapa hambatan yang terjadi akibat otonomi. Misalnya timbulnya kecemburuan antar fakultas. Hanya saja, secara keseluruhan tidak terdapat konflik antara yayasan dengan rektorat.
4.2. Pelaksanaan Tri Hita Karana Di Universitas Mahasaraswati Tri Hita Karana memuat tiga landasan dasar yang menjadi konsep operasional di Universitas Mahasaraswati Denpasar. Konsep ini mengarah pada tiga bentuk jalinan hubungan yang harus diwujudkan dalam tata kelola universitas, sebagaimana diungkapkan oleh wakil ketua yayasan dalam wawancara berikut: “Kita kan sekolah, kita nasional, tidak hanya untuk yang Hindu. Konsep
kita makanya Tri Hita Karana, makanya itu jadi ikatan batin kita, sehingga kegiatan keagamaan itu tetap ada. Konsep itu menjadi konsep operasional kita.”
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa Tri Hita Karana merupakan konsep operasional dalam Universitas Mahasaraswati Denpasar. Eksistensinya mejadi suatu pengikat bagi para stakeholder mapun civitas akademika di dalamnya. Selain itu, konsep tersebut juga memungkinkan untuk diselenggarakannya kegiatan keagamaan sebagai bagian dari kegiatan di kampus, sebagai wujud Universitas Mahasaraswati Denpasar merupakan universitas nasional.
145
Ideologi Tri Hita Karana
yang memuat tiga aturan hubungan
manusia dengan Tuhan, hubungan antara manusia dengan manusia, dan hubungan antara manusia dengan lingkungan, kemudian dijadikan dasar berperilaku oleh seluruh civitas akademika maupun stakeholder lain. Hal demikian diungkapkan oleh Wakil Rektor IV dalam kutipan wawancara berikut: “Tri Hita Karana, membimbing kita semua untuk selalu menjaga keseimbangan hubungan antara manusia dengan penciptanya, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya. Konsep tersebut mengarahkan kami untuk selalu bersyukur atas apa yang telah kami capai dan menjaga dan meningkatkan apa yang telah kami miliki.”
Penuturan Wakil Rektor IV tersebut menunjukkan bahwa Tri Hita Karana bermuara pada kondisi keseimbangan. Artinya, manusia tidak hanya harus menjalin hubungan baik dengan sesama manusia saja dalam pengelolaan Universitas Mahasaraswati Denpasar, tetapi juga harus senantiasa menjaga hubungan baik dengan Tuhan maupun lingkungannya. Apabila keseimbangan hubungan tersebut dapat dicapai, maka pengelolaan universitas akan memuat pula nila-nilai spiritual maupun keberlanjutan. Artinya, hal-hal yang telah dicapai kemudian dapat disyukuri serta dipertahankan, sedangkan hal yang belum dicapai akan terus diupayakan dapat teracapai melalui cara-cara yang baik dan tidak bertentangan dengan aturan Tuhan, tidak merugikan manusia lain, serta tidak berdampak buruk bagi kondisi lingkungan. Pada tingkat fakultas, penerapan prinsip Tri Hita Karana dipahami secara berbeda antara dekan yang satu dengan dekan lainnya. Berikut merupakan kutipan wawancara dengan dekan FKIP yang menunjukkan bahwa Tri Hita Karana cenderung dinilai sebagai prinsip kehidupan beragama di lingkungan kampus: “Setiap hari ada persembahyangan. Setiap purnama wajib pakaian adat sembahyangan, mahasiswa juga.”
146
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa Tri Hita Karana lebih dinilai sebagai prinsip untuk mencapai spiritual melalui hubungan antara manusia dengan Tuhan. Hal demikian dapat membantu pencapaian keseimbangan dalam diri civitas akademika karena kecerdasan intelektual yang tidak diimbangi kecerdasan spiritual tentu menjadi kurang baik hasilnya. Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Dekan Fakultas Hukum sebagaimana dapat dilihat dalam kutipan wawancara berikut: “Tri Hita Karana di sini kita tidak bisa selalu saklek karena kita melihat tiga poin ini. Keseimbangan kecerdasan intelektual spiritual, antara manusia dengan manusianya sebagai pendukung, juga perlu mendapat perhatian. Untuk membuat kondisi kondusif, kemudian lingkungan juga jadi perhatian.”
Penuturan Dekan Fakultas Hukum dalam kutipan wawancara tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa Tri Hita Karana dapat menjadi instrumen untuk mencapai tujuan pengelolaan universitas secara baik, seimbang, dan berkelanjutan. Tri Hita Karana dalam hal ini juga digambarkan dapat menjadi pengikat sehingga para civitas akademika maupun stakeholder yang terlibat dalam tata kelola Universitas Mahasaraswati tetap berada pada jalur yang seharusnya dalam upaya mencapai tujuan. Sementara itu, adapula pihak yang menilai bahwa Tri Hita Karana cenderung bermakna sebagai instrumen untuk membuat universitas memiliki kemampuan bersinergi dan selaras dengan lingkungan. Berikut kutipan wawancara dengan wakil senat Fakultas Hukum yang menunjukkan hal tersebut: “Tri Hita Karana karena kita visi misinya budaya. Kebetulan ajaran Tri Hita Karana itu dijadikan dasar dalam pelaksanaan tata kelola perguruan tinggi ini, jadi diharapkan memperhatikan lingkungan.”
Kutipan wawancara di atas menunjukkan bahwa Tri Hita Karana berkaitan dengan pelaksanaan tata kelola perguruan tinggi yang memperhatikan kondisi lingkungan. Artinya bahwa di dalam upaya mencapai tujuan universitas dengan berpedoman pada nilai-nilai Tri Hita Karana 147
diharapkan dapat menghindarkan aktivitas yang pada akhirnya justru mengancam kondisi lingkungan, baik keberlanjutannya maupun kondisinya saat ini. Pemahaman mengenai Tri Hita Karana sebagai prinsip dalam hubungan manusia dengan lingkungan juga dapat dilihat dalam kutipan wawancara dengan Kopertis 8 berikut: “Tri Hita Karana khususnya di Bali. Green campus, kampus berwawasan lingkungan jadi tata kelola, manajemen, pemanfaatan energi, pengelolaan limbah. Itu Tri Hita Karana. Kemudian pengelolaan keuangan efisien itu juga. Kita ada green campus award, leadership campus award, insurance campus award.”
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa Tri Hita Karana dalam hal hubungan antara manusia dengan lingkungan dapat diwujudkan melalui berbagai program. Program-program tersebut keseluruhannya mengarah pada pencapaian kondisi lingkungan di sekitar universitas yang lebih baik. Termasuk di dalamnya berbagai upaya untuk menjadikan kampus yang ramah lingkungan. Berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan sesama manusia lainnya, Tri Hita Karana juga memiliki fungsinya tersendiri. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Pertanian yang menunjukkan hal tersebut: “Tri Hita Karana sembahyang bersama purnama wajib. Bisa menginspirasi bagaimana kita menjalin hubungan baik dengan dosen, untuk transparan. Ada teman begitu langsung kita kasih surat enggak, kita personal dulu penedekatannya. Ada konflik bagaimana kita meredam, kalau ada yang enggak setuju kita ayomi. Di sini sesama dosen cek-cok enggak ada. Kebersamaan semua.”
Penuturan Dekan Fakultas Pertanian dalam kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa Tri Hita Karana tidak hanya memberikan manfaat positif bagi kehidupan spiritual maupun hubungan baik bagi manusia dengan lingkungannya, tetapi juga sangat bermafaat positif bagi upaya mencapai hubungan baik antara manusia dengan sesama manusia. Penerapannya menjadi sangat luas apabila dikaitkan dengan tata kelola universitas karena berkaitan dengan hubungan antar pegawai, atasan dengan 148
bawahan, sesama mahasiswa, mahasiswa dengan dosen atau pegawai lain, maupun hubungan antara yayasan dengan rektorat dalam lingkup yang lebih luas.
Tri Hita Karana yang menjadi dasar hubungan antara manusia dengan manusia lainnya pada akhirnya membentuk suatu etika tersendiri. Etika yang dimaksud berkaitan dengan sikap-sikap yang dilakukan antara manusia satu dengan manusia lain di dalam universitas. Sebagaimana diungkapkan oleh Dekan Fakultas Pertanian bahwa Tri Hita Karana memiliki kemampuan untuk meredam konflik karena masing-masing pihak kemudian mampu meredam emosinya. 4.2.1. Pelaksanaan Dimensi Parhyangan Prinsip keseimbangan hubungan dan tanggung jawab antara manusia dengan Tuhan (dimensi parhyangan) diwujudkan dalam bentuk aktivitas yang berhubungan dengan pemujaan kepada Tuhan seperti tampak pada tabel berikut. Tabel 4.1. Indikator Pengukuran, Perilaku, dan Nilai Dimensi Parhyangan Indikator Pengukuran
Perilaku
Nilai
Punya tempat suci (pura) dan fasilitas keagamaan lainnya
Setiap hari sebelum beraktivitas semua sivitas akademika wajib melakukan sembahyang.
Ketaatan Kejujuran Keadilan Disiplin
Bangunan tempat suci di utamaning utama mandala
Menempatkan bangunan suci sesuai dengan konsep tata ruang Tri Mandala
Ketataan
Ada simbol-simbol agama dan benda sakral
Menempatkan simbol-simbol agama dan benda sakral sesuai dengan ketentuan sastra agama
Ketaatan
Memperingati hari raya keagamaan
Melaksanakan hari raya galungan/ kuningan, nyepi, purnama, tilem, saraswati
Ketaatan Disiplin
Seluruh civitas akademika mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan kegiatan keagamaan
Menyelenggarakan Tirtayatra, Mepunia (Hindu)
Ketaatan Keadilan
Pengadaan dan pembuatan sarana/prasarana upakara keagamaan dilakukan di kampus
Membuat dan menggunakan sarana/prasarana upakara, misalnya canang.
Merayakan hari besar keagamaan lainnya.
Ketaatan Tanggung jawab
Sumber: hasil wawancara dengan panitia Tri Hita Karana Universitas Mahasaraswati, 2015.
149
Penyediaan tempat suci bagi sivitas akademika yang beragama Hindu yang dibangun di utamaning utama mandala sesuai dengan konsep tata ruang Tri Mandala, serta menempatkan simbol-simbol agama dan benda sakral sesuai dengan ketentuan sastra agama menunjukkan adanya ketaatan, kejujuran, dan disiplin di dalam mematuhi aturan-aturan yang ada di dalam ajaran agama Hindu. Sedangkan menyediakan ruangan untuk melaksanakan aktivitas keagamaan bagi sivitas akademika yang menganut agama selain Hindu, dan memberikan kesempatan untuk melaksanakan kegiatan keagamaan bagi seluruh sivitas akademika, menunjukkan adanya ketaatan dan disiplin didalam melaksanakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam ajaran agama, serta menunjukkan adanya keadilan terhadap semua pemeluk agama yang hidup berdampingan secara damai. Selain dari pada itu, pengadaan dan pembuatan sarana/prasarana di dalam melaksanakan aktivitas keagamaan menjadi tanggung jawab semua sivitas akademika, dan dilakukan secara bersama-sama di kampus. 4.2.2. Pelaksanaan Dimensi Pawongan Dalam ideologi Tri Hita Karana, konsep tanggungjawab sosial universitas dan konsep keadilan bersentuhan dengan unsur pawongan yang berfungsi sebagai subsistem sosial sebagai tempat untuk mengadakan interaksi antara hak dan kewajiban. Prinsip keseimbangan hubungan dan tanggung jawab antar sesama manusia (Pawongan) di lembaga universitas diwujudkan dalam bentuk seperti tampak pada tabel berikut. Tabel 4.2. Indikator Pengukuran, Perilaku, dan Nilai Dimensi Pawongan Indikator Pengukuran
Perilaku
Nilai
Ada kepedulian terhadap hak-hak Memberikan gaji dan tunjangan lainnya yang dosen dan pegawai non dosen cukup.
Tanggung jawab
Ada program peningkatan kualitas Mengikutsertakan dalam studi lanjut, kursus, sumberdaya manusia seminar, sarasehan, lokakarya dan sejenisnya.
Tanggung jawab
Ada sanski bagi dosen/pegawai yang indisipliner
Disiplin
150
Memberikan sanksi bagi dosen/pegawai yang tidak disiplin
Keadilan
Indikator Pengukuran Memberikan pelayanan administrasi/akademik yang optimal bagi mahasiswa
Ada partisipasi dosen/ pegawai dalam kegiatan kemanusiaan.
Perilaku
Nilai
Menyediakan fasilitas perkuliahan yang cukup. Melaksanakan perkuliahan sesuai dengan jadwal. Melayani kebutuhan administrasi mahasiswa. Dosen melaksanakan perkuliahan sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Tanggung jawab
Keterlibatan dosen/pegawai non-dosen dalam kegiatan pengobatan gratis untuk masyarakat, bedah rumah, dan aksi sosial lainnya.
Tanggung jawab
Keadilan Kejujuran Disiplin
Sumber: hasil wawancara dengan panitia Tri Hita Karana Universitas Mahasaraswati, 2015.
Untuk menjaga keseimbangan hubungan antara universitas dengan pegawai dosen maupun non-dosen serta dengan mahasiswa, universitas harus bertanggungjawab memenuhi kebutuhan mereka yang telah melaksanakan tugas dan kewajibannya. Untuk pegawai dosen maupun nondosen, tanggung jawab lembaga dapat diwujudkan dalam bentuk pemberian gaji yang cukup serta adanya program peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sedangkan tanggung jawab universitas terhadap mahasiswa, dapat diwujudkan dalam bentuk pemberian layanan administrasi dan layanan akademik yang optimal. Universitas harus adil dalam memberikan layanan kepada semua mahasiswa. Universitas bertanggung jawab untuk menyediakan fasilitas perkuliahan yang cukup, dan disiplin dalam melaksanakan perkuliahan. Dosen wajib melaksanakan perkuliahan sesuai jadwal yang telah ditentukan dan jujur dalam memberikan penilaian. Sikap adil dan disiplin juga dapat diwujudkan dalam bentuk pemberian sanksi bagi dosen/pegawai non-dosen dan mahasiswa yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku. 4.2.3. Pelaksanaan Dimensi Palemahan Dimensi palemahan berfungsi sebagai upaya menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan, baik terhadap kondisi lingkungan di dalam universitas maupun lingkungan di sekitarnya (di luar universitas). Pelaksanaan dimensi palemahan di lembaga universitas disajikan dalam Tabel 4.3. di bawah ini. 151
Tabel 4.3. Indikator Pengukuran, Perilaku, dan Nilai Dimensi Palemahan Indikator Pengukuran
Perilaku
Nilai
Memiliki program penyelamatan dan pelestarian lingkungan.
Setiap fakultas memiliki tempat pemisahan sampah organik dan non organik, universitas melakukan penanaman pohon dipesisir pantai, melaksanakan pengabdian kepada masyarakat dan penelitain yang sasarannya kepada pelestarian lingkungan
Tanggungjawab
Memanfaatkan lahan secara efisien dan melakukan konservasi lahan dengan baik.
Menyiapkan tempat parkir, laboratorium yang memadai
Ketaatan
Lingkungan kampus memiliki Menanam dilingkungan kampus jenis-jenis keanekaragaman flora yang tinggi spicies flora untuk meningkatkan keragaman tanaman
Tanggungjawab
Melestarikan tanaman langka/dilindungi
Tanggungjawab
Menanam tanaman langka sebagai langkah pelestarian tanaman langka
Memiliki tanaman yang Menata pertamanan dengan memiliki unsur mencerminkan unsur-unsur panca unsur akasa, bayu, teja, air dan pertiwi mahabuta
Ketaatan
Memiliki serta menerapkan sistem Memiliki IPAL ( instalasi Pengolahan Air Manajemen Lingkungan Limbah) terutama rumah sakit FKG yang diuji oleh pihak terkait dan sesuai peraturan yang berwenang
Ketaatan
Struktur Kampus harus sesuai dengan tri angga
Ketaatan
Semua bangunan kampus dibangun dengan struktur atap bangunan limas, dengan dinding dan pondasi sesuai dengan triangga sebagai ciri khas bangunan bali
Sumber: hasil wawancara dengan panitia Tri Hita Karana Universitas Mahasaraswati, 2015.
Keberadaan manusia maupun organisasi tidak dapat terlepas dari lingkungannya. Konsep lingkungan alam menurut pandangan Hindu, yakni
Panca Maha Bhuta yang artinya lima unsur utama pembentuk alam, yaitu: tanah (pertiwi), air (apah), udara (bayu), api (teja), dan ruang (akasa). Karena alam akan terus menjadi sumber kehidupan manusia, maka kelima unsur tersebut akan berpengaruh terhadap pembentukan sikap dan perilaku manusia didalam kehidupannya baik secara individu maupun kelompok/ organisasi. Oleh karena itu ketaatan di dalam menjaga kelestarian alam merupakan bentuk tanggung jawab manusia untuk memelihara lingkungan alam.
152