BAB n KAJIAN PUSTAKA A. Administrasi Pendidikan 1. Konsep Administrasi Pendidikan Administrasi pendidikan terdiri dari dua kata yang masing-masing punya pengertian tersendiri yaitu administrasi dan pendidikan. Administrasi secara etimologis berasa! dari bahasa latin ad dan ministrare. Ad artinya intensif, sedang ministrare berarti melayani, membantu, atau mengarahkan. Jadi
secara etimologis administrasi adalah
melayani
secara
intensif.
Administrare terbentuk kata benda administro dan kata administravus yang kemudian masuk ke dalam bahasa Inggris yakni administration (Nawawi, 1982: 5), dalam bahasa Indonesia administrasi. Administrasi memiliki arti yang sempit dan luas, dalam arti sempit administratie (bahasa Belanda) terbatas
pada
kegiatan
ketatausahaan
yaitu
suatu
kegiatan
daiam
penyusunan dan pencatatan keterangan yang diperoleh secara sistematis. Administrasi dalam arti yang luas tidak hanya sekedar kegiatan tata usaha tetapi juga membentuk/mencipta dan mengembangkan organisasi, dan mencipta serta mengembangkan sistem manajemen (Pradjudi Admosudirdjo, 1982: 36). Administrasi dapat diartikan sebagai keseluruhan proses dari aktivitas-aktivitas pencapaian tujuan secara efisien dengan dan melalui orang lain (Robbins, 1998: 63). Herbert A. Simon (1989) mendefinisikan kegiatankegiatan kelompok kerjasama untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Dari beberapa pengertian tersebut di atas, secara sederhana ciri pokok untuk
36
37
dapat disebut sebagai administrasi adalah 1) kerjasama dila|i sekelompok orang, 2) kerjasama dilakukan berdasarkan pemba secara terstruktur, 3) kerjasama dimaksudkan untuk mencapai untuk mencapai tujuan memanfaatkan sumber daya. Dengan demikian administrasi dapat diartikan sebagai kegiatan kerjasama yang dilakukan sekelompok orang berdasarkan pembagian kerja sebagaimana ditentukan dalam struktur dengan mendayagunakan sumber daya untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Adminstrasi dapat dipandang sebagai seni, ilmu, bidang studi atau disiplin akademik, dan profesi. Administrasi dipandang sebagai seni karena para administrator dapat mencapai tujuan secara efektif bila memiliki ketrampilan administratif atau ketrampilan manajerial, yaitu penggunaan kemahiran, kecerdikan, pengalaman, firasat dan penerapan pengetahuan secara sistematis dalam suatu kegiatan kerjasama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dipandang sebagai ilmu, administrasi sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama. Dipandang sebagai bidang studi atau disiplin akademik karena administrasi merupakan suatu disiplin akademik untuk mengembangkan kemampuan serta keahlian administrasi, baik dalam teori maupun seni. Dipandang sebagai profesi administrasi sebagai suatu jenis lapangan pekerjaan yang memerlukan keahlian administratif yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan, serta memiliki kode etik pekerjaan.
38
Istilah pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli tergantung dari sudut pandang yang dipergunakan. Driyarkara menyatakan pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda (Ditjen Dikti, 1984: 19). Crow and Crow menyebut pendidikan adalah proses berisi bertagai macam kegiatan yang cocok bagi individu-individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi. John menyebutkan bimbingan,
bahwa
bukan
Dewey dalam Democracy and Education,
pendidikan
paksaan
yang
merupakan terjadi
di
proses dalam
pengajaran interaksi
dan
dengan
masyarakat. Dari berbagai pengertian tersebut di atas, secara umum pendidikan dapat diartikan sebagai: 1) suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan; 2) suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada anak dalam pertumbuhannya; 3) suatu usaha sadar yang dikehendaki oleh masyarakat; 4) suatu pembentukan kepribadian dan kemampuan anak dalam menuju kedewasaan. Ciri umum atau unsur umum dalam pendidikan antara lain adalah: 1) pendidikan mengandung unsur tujuan, yaitu individu yang kemampuan dirinya berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai seorang individu, warga negara atau warga masyarakat, 2) untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan perlu melakukan usaha-usaha yang disengaja dan berencana dalam memilih isi (materi), strategi kegiatan teknik penilaian yang sesuai, 3) kegiatan tersebut dapat diberikan dalam lingkungan
39
keluarga, sekolah dan masyarakat, pendidikan formal dan pendidikan non formal (Ditjen Dikti, 1984: 20). Dari konsep administrasi dan pendidikan tersebut maka terbentuklah administrasi pendidikan. Berikut ini disampaikan pendapat beberapa ahli tentang administrasi pendidikan (1) Hadari Nawawi (1982: 11) mengartikan bahwa administrasi pendidikan adalah "serangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara
berencana dan sistematis
yang
diselenggarakan
dalam
lingkungan tertentu, terutama berupa lembaga pendidikan formal". (2) Engkoswara (1987: 56) mengartikan bahwa administrasi pendidikan adalah "ilmu yang mempelajari penataan sumberdaya yaitu manusia, kurikulum, atau sumber belajar dan fasilitas untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal dan penciptaan suasana yang baik bagi manusia yang turut serta dalam mencapai tujuan pendidikan yang disepakati". (3) Ngalim
Purwanto
(1989:
50)
mengartikan
bahwa
administrasi
pendidikan "segenap proses pengerahan dan pengintegrasian segala sesuatu, baik personal, spiritual dan material, yang bersangkutan dengan pencapaian tujuan pendidikan". (4) Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan (1997: 4)
mengartikan
bahwa administrasi pendidikan adalah suatu proses keseluruhan, kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pelaporan, pengkordinasian, pengawasan, dan pembiayaan dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang tersedia baik personel, material, maupun spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. (5) Knezevich (1999:9) mengartikan administrasi pendidikan sebagai berikut: Educational administration is a specialized set of organizational functions whose primary purpose are to insure the efficient and effective delivery of relevant educational service as well as implementation of legislative policies through planning, decision making and leadershif behavior that keeps the organizations focused on predeterminded objectives, provides for optimum allocation and most prudent care of resources to insure their most productive uses, stimulates and coordinated professional and other personnel to produce acoherent social system and desirable organizational climate and facilitates determination of essential changes to satisfy future and emerging needs of student and society. (6) Chester Haris dalam Idochi anwar (2000: 107) mendefinisikan bahwa administrasi pendidikan "
is the process of integrating the efforts of
personel and utilizing appropriate material in such away as to promote effectively the development of human qualities". Dari konsep administrasi, pendidikan, dan administrasi pendidikan tersebut di atas administrasi pendidikan adalah 1) merupakan proses keseluruhan dan kegiatan-kegiatan bersama yang harus dilakukan oleh semua pihak yang ada sangkut pautnya dengan tugas-tugas pendidikan, 2) mencakup
kegiatan-kegiatan
luas,
yang
meliputi
perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan, khususnya dalam bidang pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah, 3) bukan hanya sekedar kegiatan tata usaha seperti yang dilakukan di kantor-kantor tata usaha sekolah atau kantor-kantor inspeksi pendidikan lainnya.
41
2. Dasar dan Tujuan Administrasi Pendidikan Administrasi akan berhasil baik jika didasarkan pada dasar-dasar yang tepat.
Dasar adalah suatu kebenaran yang fundamental yang dapat
digunakan sebagai landasan dan pedoman bertindak dalam kehidupan bermasyarakat. Beberapa dasar yang perlu diperhatikan dalam administrasi pendidikan antara lain adalah: 1) prinsip efisiensi, maksudnya efisien dalam penggunaan semua sumber dana, tenaga dan fasilitas yang ada, 2) prinsip pengelolaan, artinya melakukan pekerjaan manajemen terhadap bawahan, yaitu merencanakan, pengorganisasian, mengarahkan, dan mengontrol, 3) prinsip pengutamaan tugas pengelolaan, artinya mengutamakan tugas-tugas pengelolaan, dari pada tugas operatif, 4) prinsip kepemimpinan yang efektif, maksudnya
menggunakan
memperhatikan
gaya
dimensi-dimensi
kepemimpinan hubungan
antar
yang
efektif
manusia,
yaitu
dimensi
pelaksanaan tugas, dan dimensi situasi dan kondisi yang ada, 5) prinsip kerjasama maksudnya mengembangkan keijasama di antara orang-orang yang terlibat, baik secara horizontal maupun secara vertical. Selain itu pelaksanaan administrasi pendidikan di sekolah juga harus menggunakan azas idiif yaitu Pancasila dan azas operasional administrasi pendidikan adalah 1) fleksibilitas, 2) efisiensi dan efektivitas, 3) orientasi pada tujuan, 4) kontinuitas, dan 5) pendidikan seumur hidup. Tujuan administrasi pendidikan adalah agar tujuan pendidikan tercapai. Seperti yang dikemukakan oleh Sergiovanni (1975) ada empat tujuan administrasi yaitu: a) efektivitas produksi, b) efisiensi, c) kemampuan
42
menyesuaikan diri, dan d) kepuasan kerja. Keempat tujuan ini dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan suatu penyelenggaraan sekolah. Tujuan
administrasi
pendidikan
di
sekolah adalah
untuk
menunjang
tercapainya tujuan pendidikan sekolah tersebut. Secara agak rinci, tugas dan kewajiban administrasi pendidikan sehubungan dengan tujuan pendidikan adalah sebagai berikut: 1) berusaha agar tujuan pendidikan tampil secara formal dengan jalan merumuskan, menyeleksi, menjabarkan dan menetapkan tujuan pendidikan yang akan dicapai
sesuai
bersangkutan
dengan secara
lembaga formal;
2)
atau
organisasi
menyebarluaskan
pendidikan dan
yang
berusaha
menanamkan tujuan pendidikan itu kepada anggota lembaga, sehingga tujuan pendidikan tersebut menjadi kebutuhan dan pendorong kerja para anggota lembaga; 3) memilih, menyeleksi, menjabarkan dan menetapkan proses berupa tindakan, kegiatan dan pola kerja yang diperhitungkan dapat memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan telah ditetapkan; 4) mengawasi pelaksanaan proses pendidikan dan lainnya dengan memantau, memeriksa dan mengendalikan setiap kegiatan dan tindakan pada setiap tahap proses sistem; 5) menilai hasil yang telah dicapai dan proses yang sedang atau telah berlaku, mengupayakan agar informasi tentang hasil dan proses itu menjadi umpan balik yang dapat memperbaiki proses dan hasil selanjutnya. 3. Ruang Lingkup Administrasi Pendidikan Bidang-bidang yang tercakup dalam administrasi pendidikan sangat banyak dan luas. Secara umum ruang lingkup administrasi pendidikan sangat
43
penting dan periu diketahui oleh para Kepala Sekolah dan guru-guru pada umumnya adalah sebagai berikut: a. Program pengajaran, yang meliputi antara lain 1) Berpedoman dan mengetrapkan apa yang tercantum dalam kurikulum sekolah yang bersangkutan, dalam usaha mencapai dasar-dasar dan tujuan pendidikan dan pengajaran. 2) Melaksanakan disesuaikan
organisasi dengan
kurikulum
pembaharuan
beserta
metode-metodenya,
pendidikan
dan
lingkungan
masyarakat. 3) Agar dapat mencapai sasaran secara optimal diperlukan adanya jadwal kerja meliputi kegiatan-kegiatan harian, mingguan, bulanan, caturwulan/' semesteran, dan tahunan untuk Kepala Sekolah, guru, dan siswa. b. Tata usaha sekolah, yang meliputi: 1) Organisasi dan struktur pegawai tata usaha 2) Pengurusan surat 3) Pengelolaan arsip 4) Jenis surat dan susunannya c. Kesiswaan, yang meliputi: 1) Organisasi murid 2) Masalah kesehatan murid 3) Masalah kesejahteraan murid 4) Kegiatan ekstrakurikuler
.. .
5) Evaluasi kemajuan murid 6) Bimbingan dan penyuluhan bagi murid d. Kepegawaian, yang meliputi: 1) Pengangkatan dan penempatan tenaga guru 2) Organisasi personel guru 3) Masalah kepegawaian 4) Penilaian kinerja guru 5) Refresing dan up-grading guru-guru e. Sarana dan Prasarana, yang meliputi: 1) Perencanaan perlengkapan 2) Pengadaan perlengkapan 3) Penyimpanan dan penyaluran perlengkapan 4) Pengaturan tata letak dan pendayagunaan perlengkapan 5) Pemeliharaan perlengkapan 6) Penginventarisan f. Keuangan, yang meliputi: 1) Rencana anggaran dan belanja sekolah 2) Sumber pembiayaan 3) Bukti pengeluaran dan pertanggungjawaban keuangan 4) Pemeriksaan kas 5) Uang yang harus dipertanggungjawabkan g. Hubungan dengan Masyarakat, yang meliputi: 1) Profil organisasi
45
2) Potensi masyarakat 3) Bentuk dan dokumen kerja sama 4) Hubungan dengan Komite Sekolah, Dewan Pendidikan (Stakeholders) 4. Manajemen Sekolah Untuk melihat kedudukan kinerja dalam suatu organisasi, adalah sangat penting untuk diketahui terlebih dahulu apa sebenarnya organisasi. Raymond E. Miles (1995: 9) mendefinisikan organisasi sebagai berikut: "an organization is nothing than a col lection of people grouped together around a technology which is operated to transform inputs from its environment into marketable goods or services". Dari konsep ini terlihat bahwa organisasi yaitu adanya sekelompok orang, dengan teknologi input dijadikan barang dan jasa (tujuan). Sedangkan Herbert G. Hicks (1987:
14) mendefinisikan "an
organization is structured process in which persons interact for objectives". Konsep ini mengandung pengertian bahwa orang-orang dalam mencapai tujuan harus berinteraksi atau bekerjasama. Hadari Nawawi (2000: 10) secara statis, organisasi adalah wadah berhimpun sejumlah manusia karena memiliki kepentingan yang sama. Secara dinamis, organisasi adalah proses kerjasama sejumlah manusia (dua orang atau lebih) untuk mencapai tujuan. Dari berbagai pendapat tentang organisasi, pengertian organisasi dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu 1) organisasi sebagai wadah kumpulan orang; 2) organisasi sebagai proses pembagian kerja; dan 3) organisasi sebagai sistem kerjasama, sistem hubungan atau sistem sosial.
46
Organisasi
sebagai
wadah
berarti:
1)
organisasi
merupakan
penggambaran jaringan hubungan kerja dan pekerjaan yang sifatnya formal atas dasar kedudukan atau jabatan yang diperuntukkan untuk setiap anggota organisasi; 2) organisasi merupakan susunan hirarki yang secara jelas menggambarkan
garis wewenang
dan
tanggungjawab;
3)
organisasi
merupakan alat yang berstruktur permanen yang fleksibel, sehingga apa yang terjadi dan akan terjadi dalam organisasi relative tetap sifatnya dan karenanya dapat diprediksi. Organisasi sebagai proses pembagian kerja, dan sistem kerjasama, sistem sosial, tidak lain adalah organisasi sebagai proses yang lebih bermakna sebagai aktivitas pengorganisasian. Dari beberapa pendapat tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
organisasi
adalah
kumpulan
orang
yang
melakukan
interaksi
berdasarkan hubungan kerja, pembagian kerja dan otoritas yang tersusun secara hirarki dalam suatu struktur untuk mencapai tujuan. Organisasi didirikan manusia karena kesamaan kepentingan, baik dalam
rangka
berkelanjutan
mewujudkan untuk
hakekat
memenuhi
kemanusiaannya
kebutuhannya.
maupun
Etsioni
secara
(1987:
6)
mendefinisikan tujuan organisasi sebagai suatu pernyataan tentang keadaan yang diinginkan di mana organisasi bermaksud untuk merealisasikan dan sebagai pernyataan tentang keadaan di waktu yang akan datang di mana organisasi
sebagai
kelompok
mencoba
untuk
memenuhinya.
Tujuan
organisasi merupakan pernyataan tentang keadaan atau situasi yang tidak terdapat sekarang tetapi dimaksudkan untuk dicapai di waktu yang akan
47
datang melalui kegiatan-kegiatan organisasi. Jadi, dua unsur penting tujuan adalah 1) hasil-hasil akhir yang diinginkan di waktu yang akan datang; dan 2) usaha-usaha atau kegiatan-kegiatan sekarang di arahkan. Tujuan-tujuan ini dapat berupa tujuan umum atau tujuan khusus., tujuan akhir atau tujuan sementara. Pencapaian tujuan organisasi itu sekaligus merupakan kinerja organisasi. Sekolah sebagai organisasi pendidikan untuk melihat keberhasilannya unsur penting adalah hasil akhir yang diinginkan di waktu yang akan datang yaitu prestasi belajar siswa, dan usaha-usaha atau kegiatan sekarang yang diarahkan untuk mencapai pencapaian itu yaitu proses belajar mengajar, dimana ke dua hal tersebut merupakan ukuran kinerja sekolah. Sekolah merupakan kumpulan orang yang terdiri dari siswa, guru, Kepala Sekolah, tenaga tata usaha, tenaga laboran, tenaga perpustakaan, dan tenaga pendukung lainnya. Tenaga tersebut saling berinteraksi bekerja sama dalam proses transformasi yang membutuhkan sumber daya yang lain yaitu dana, sarana prasarana, kurikulum, dan sebagainya dalam rangka mencapai tujuan yaitu lulusan yang bermutu. Dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan seperti tersebut di atas sekolah sebagai suatu organisasi memerlukan pengelolaan atau manajemen di tingkat sekolah, hal ini diperlukan karena masukan berbagai sumber daya, agar pengelolaannya efektif diperlukan kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepala Sekolah.
memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan,
menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang
48
tersedia. Kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan
bertahap.
Oleh
karena
itu,
Kepala
Sekolah
dituntut
mempunyai kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang memadai agar mampu mengambil inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah melalui proses belajar mengajar yang pada gilirannya dapat meningkatkan mutu lulusan. Kepemimpinan Kepala Sekolah yang berhasil perlu didukung sumber daya termasuk dana atau pembiayaan
pendidikan.
Untuk mencukupi
kebutuhan akan pembiayaan pendidikan diperlukan partisipasi masyarakat dalam hal ini peran Komite Sekolah, Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki, makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab, dan makin besar rasa tanggungjawab, makin besar pula tingkat dedikasinya. Sekolah merupakan wadah sehingga Kepala Sekolah terkait dengan pengelolaan
tenaga
kependidikan,
mulai
dari
analisis
kebutuhan,
perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga sampai pada imbal jasa merupakan tugas penting Kepala Sekolah terlebih berkaitan dengan pengembangan tenaga kependidikan harus dilakukan terus menerus mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sehingga tenaga kependidikan khususnya guru dapat tampil
49
prima dan bermutu dalam proses belajar mengajar yang dapat meluluskan siswa yang bermutu. Dengan demikian budaya mutu tertanam pada unsi dalam manajemen sekolah sehingga setiap perilaku selalu didasari oleh profesionalisme (Depdiknas, 2001: 12). Budaya mutu memiliki elemenelemen sebagai berikut: (a) informasi kualitas digunakan untuk perbaikan; (b) kewenangan
sebagai
punishments',
(d)
tanggungjawab;
kolaborasi,
sinergi,
(c)
hasil
bukan
diikuti
kompetisi
rewards sebagai
atau basis
kerjasama; (e) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya; (f) atmosfir keadilan; (g) imbal jasa sepadan nilai pekerjaan. Atas dasar pemikiran di atas maka munculnya kebersamaan dalam manajemen sekolah karena mutu proses belajar mengajar dan mutu lulusan merupakan hasil kerjasama seluruh komponen yang ada dalam manajemen sekolah bukan hasil kerja individual sehingga memiliki kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan atau orang lain sehingga menjadikan
sekolah
Kebersamaan
dan
itu
mandiri yang
kemandirian
mampu
memerlukan
menjalankan tugasnya.
keterbukaan
baik
dalam
pengambilan keputusan, penggunaan uang, dan sebagainya sehingga dapat dijadikan alat pengawasan manajemen sekolah. Dari pengawasan ini dapat digunakan untuk melakukan perubahan khususnya perubahan peningkatan mutu proses belajar mengajar maupun mutu lulusan.
menuju
50
B. Kinerja Sekolah Menurut Bernardin dan Russel (1993: 378) "Performance is defined as
record
of out-comes
produces
during a specified time period".
on
a
specified job
function
or activity
Kinerja adalah prestasi yang dapat
dicapai oleh seseorang atau organisasi berdasarkan kriteria dan alat ukur tertentu. Parameter yang paling umum digunakan, menurut Druker (1977: 23) adalah efektivitas, efisiensi dan produktivitas. Cascio (1992: 267)
"....is
the
systematic
description
of the job
weaknesses of an individual or group", dinilai
*job
Kinerja
relevant strengths
merupakan
relevant strengths
and
la menekankan bahwa yang
and weaknesses".
kondisi
yang
harus
diketahui
dan
diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif suatu kebijakan operasional yang diambil. Dengan adanya infomasi mengenai kinerja suatu instansi pemerintah, akan dapat diambil tindakan yang diperlukan seperti koreksi atas kebijakan, meluruskan kegiatan-kegiatan utama
dan
menentukan
tugas tingkat
pokok
instansi,
keberhasilan
bahan
(persentase
untuk
perencanaan,
pencapaian
misi)
organisasi untuk memutuskan suatu tindakan. Kinerja dipergunakan manajemen untuk melaksanakan penilaian secara periodik mengenai efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran, standar, dan
51
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Kinerja dapat juga diartikan sebagai prestasi yang dapat dicapai organisasi dalam suatu periode tertentu.
Prestasi
yang
dimaksud
adalah
efektivitas
operasional
organisasi baik dari segi manajerial maupun ekonomomis operasional. Prestasi
organisasi
merupakan
tampilan
wajah
organisasi
dalam
menjalankan kegiatannya. Dengan kinerja, organisasi dapat mengetahui sampai peringkat keberapa prestasi keberhasilan atau bahkan mungkin kegagalannya dalam menjalankan amanah yang diterimanya. Kinerja keberhasilan/
merupakan
gambaran
kegagalan
pelaksanaan
mengenai tugas
sejauh
pokok
dan
mana fungsi
organisasi. Pengukuran kinerja ini dapat dilakukan oleh instansi sendiri atau
bekerja
Pengukuran
sama kinerja
dengan ini
pejabat dan
sangat
penting
pelaksana bagi
pemeriksaan.
organisasi
yang
berorientasikan hasil untuk mengukur kinerjanya sendiri dan melihat tingkat kinerja yang telah dicapai atau hasil yang diperoleh. Pengukuran kinerja ini, dapat dilakukan dengan baik jika ada satuan pengukuran kinerja yang sahih. Cara-cara pengukuran yang tepat akan sangat tergantung pada sistem informasi yang ada untuk pengumpulan data yang tepat dan akurat. Informasi kineija merupakan suatu alat bagi manajemen untuk menilai dan melihat perkembangan yang dicapai selama ini atau dalam jangka waktu tertentu. Informasi kinerja yang dapat dihasilkan meliputi kinerja ekonomis dan kinerja manajemen. Pada banyak sektor pemerintah, ukuran laba
52
sebagai pengukuran kinerja hampir tidak ada.
Disamping itu, kinerja
keuangan dan dampak jasa yang diberikan sulit untuk dinilai, namun demikian sangatlah penting untuk meyakinkan bahwa sumber daya telah dialokasikan secara efektif kepada masyarakat disamping hasil kegiatan ataupun dampaknya telah berhasil guna dan berdaya guna. Bagi instansi pemerintah, yang terpenting adalah penyajian infomasi institusi secara menyeluruh (komprehensif) yang tidak parsial. Informasi kinerja integral ini diharapkan bermanfaat bagi pengguna dalam mengambil setiap keputusan yang diperlukan. Kinerja merupakan tingkat efisiensi dan efektivitas serta inovasi dalam pencapaian tujuan oleh pihak manajemen dan divisi-divisi yang ada dalam organisasi.
Dari sudut pandangan organisasi yang
berorientasi pada
peningkatan laba (profit-oriented organization) kinerja dibagi dalam dua bentuk. Pertama adalah kinerja ekonomis, yaitu kinerja yang ditekankan pada seberapa jauh organisasi sebagai lembaga ekonomis mampu menghasilkan laba yang telah ditetapkan agar dapat dicapai visi dan misi organisasi. Kedua adalah
kinerja
manajemen.
Kinerja
ini
memperlihatkan
kemampuan
manajemen, dalam menyelenggarakan proses perencanaan, pengendalian dan pengorganisasian terhadap kegiatan keseharian organisasi dalam suatu kerangka besar pencapaian visi organisasi. Kinerja manajemen pada dasarnya menilai kemampuan setiap individu dan kelompok individu secara kolektif organisasi untuk melaksanakan peran yang dimainkan dalam kegiatan keseharian organisasi. Dengan kinerja ini
53
motivasi organisasi akan dirangsang kearah pencapaian visi dan misi organisasi. Dengan kinerja manajemen diharapkan organisasi dapat (1) mengelola
operasionalisasi
organisasi
secara
membantu
pengambilan,
keputusan
yang
operasionalisasi
kegiatan
organisasi;
(3)
efektif dan
efisien;
bersangkutan
mengidentifikasi
(2)
dengan kebutuhan
pelatihan dan pengembangan organisasi; (4) menyediakan umpan balik; dan (5) menyediakan dasar bagi implementasi merit system. Kinerja ekonomis
memperlihatkan
kemampuan
organisasi dalam
menghasilkan keberdayaan ekonomis untuk kesejahteraan seluruh anggota organisasi masyarakat
dan
memberikan dampak secara
luas.
Dalam
organisasi
badan
luas pada usaha,
kemaslahatan
kinerja
ekonomis
ditampakkan dengan kemampuan perusahaan, untuk menghasilkan kas dan setara kas yang terwakili dalam bentuk pencapaian laba dari aktivitas organisasi. Profitabilitas diperlukan untuk menilai perubahan potensi sumber daya ekonomis yang mungkin, dikendalikan di masa yang akan datang. Informasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas organisasi dalam menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan perencanaan strategis (strategic planning) suatu organisasi. Secara umum dapat juga, dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Prestasi tersebut merupakan efektivitas
54
operasional organisasi baik dilihat dari sudut pandang keuangan (fmancial vievî) dan terutama pada sisi manajemen (management view). Terlepas dari
besar, jenis,
sektor,
atau spesialisasinya, setiap
organisasi biasanya cenderung tertarik pada pengukuran kinerja dalam aspek berikut ini: 1. Aspek Keuangan Aspek keuangan meliputi anggaran rutin dan pembangunan suatu instansi pemerintah. Karena aspek keuangan dapat dianalogikan sebagai aliran darah dalam tubuh manusia, maka aspek keuangan merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kinerja. 2. Kepuasan Pelanggan Dalam globalisasi perdagangan, peran dan posisi pelanggan sangat penting dalam penentuan strategi perusahaan, Hal yang sama juga terjadi dalam
instansi
pemerintah.
Dengan
semakin
banyaknya
tuntutan
masyarakat akan pelayanan yang berkualitas, maka instansi pemerintah dituntut
untuk
secara
terus-menerus
memberikan
pelayanan
yang
berkualitas prima. Untuk itu, pengukuran kinerja perlu didesain sehingga pimpinan dapat memperoleh informasi yang relevan atas tingkat kepuasan pelanggan. 3. Operasi Bisnis Internal Informasi operasi bisnis internal diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan instansi pemerintah sudah seirama untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi seperti yang tercantum dalam perencanaan
55
^VtP
strategik. Seiain itu, informasi operasi bisnis internal diperlu^a^
melakukan perbaikan terus-menerus atas efisiensi dan efektivitas sjfjSESShS^ jt perusahaan. 4. Kepuasan Pegawai Dalam setiap organisasi, pegawai merupakan aset yang harus dikelola dengan baik. Apalagi dalam perusahaan yang banyak melakukan inovasi, peran strategis pegawai sungguh sangat nyata. Hal serupa juga terjadi pada instansi pemerintah. Apabila pegawai tidak terkelola dengan baik, maka kehancuran dari instansi pemerintah sulit dicegah. 5. Kepuasan Komunitas dan Shareholders/Stakeholders Instansi pemerintah tidak beroperasi in vacum, artinya kegiatan instansi pemerintah berinteraksi dengan berbagai pihak yang menaruh kepentingan terhadap keberadaannya. Untuk itu informasi dari pengukuran kinerja perlu didesain untuk mengakomodasi kepuasan dari para stakeholders. 6. Waktu Ukuran waktu juga merupakan variabel yang perlu diperhatikan dalam mendesain pengukuran kinerja. Betapa sering kita membutuhkan informasi untuk pengambilan keputusan, namun informasi tersebut lambat diterima. Sebaliknya informasi yang ada sering sudah tidak relevan atau kadaluarsa. Perhatian dan penetapan pengukuran pada aspek di atas merupakan bagian yang signifikan atas sistem pengukuran kinerja yang berhasil. Disamping kesamaan dalam aspek informasi yang diharapkan dari kineqa, ada perbedaan penekanan pengukuran kinerja dalam organisasi sektor
56
swasta dan organisasi publik, yaitu pada sektor swasta pengukuran utama atas keberhasilan kinerja adalah profit (keuntungan), sedangkan pada organisasi publik, kinerja diukur dengan cara membandingkan misi dan tujuan dengan pencapaiannya. Keberhasilan instansi pemerintah (organisasi publik) sering diukur dari sudut pandang masing-masing stakeholders, misalnya lembaga legislatif, instansi pemerintah, pelanggan, pemasok, dan masyarakat umum. Idealnya, pengukuran kinerja yang dipakai oleh instansi pemerintah disusun setelah memperoleh masukan dari lembaga konstituen, sehingga diperoleh suatu konsensus atas apa yang diharapkan oleh stakeholders atas organisasi tersebut. Oleh karena itu, perlu disepakati variabel pengukuran kinerja yang akan dipakai dalam sistem pengukuran kinerja. Agar pengukuran kinerja dapat dilaksanakan dengan baik,
perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Membuat suatu komitmen untuk mengukur kinerja dan memulainya segera. Hal yang perlu dilakukan oleh instansi adalah segera mungkin memulai upaya pengukuran kinerja dan tidak perlu mengharap pengukuran kinerja akan langsung sempurna. Nantinya akan dilakukan perbaikan atas pengukuran kinerja yang telah disusun. 2. Perlakukan berkelanjutan
pengukuran
kinerja
(on-going process).
sebagai
suatu
proses
yang
Pengukuran kinerja merupakan
suatu proses yang bersifat interaktif, Proses ini merupakan suatu
57
cerminan dari upaya organisasi untuk selalu berupaya memperbaiki kinerja. 3. Sesuaikan proses pengukuran kinerja dengan organisasi. Organisasi harus menetapkan ukuran kinerja yang sesuai dengan besarnya organisasi, budaya, visi, tujuan, sasaran, dan struktur organisasi. Telah dipahami bahwa organisasi sangat interdependensi dengan lingkungannya.
Antara
organisasi
dengan
lingkungannya
baik internal
maupun eksternal merupakan suatu sistem yang mencakup organisasi dengan pelanggannya, jasa dan produknya, sistem balas jasa, teknologi, struktur organisasi, dan lain-lain. Untuk meningkatkan kineija organisasi hal-hal yang demikian perlu dipahami dengan seksama. Agar pemahaman terhadap lingkungan ekosistem organisasi tersebut dapat lebih komprehensif, perlu diketahui tingkatan kinerja yang akan dicapai oleh organisasi. Ketiga tingkatan kinerja tersebut meliputi (a) tingkatan organisasi (organization level), (b) tingkatan proses (process level): dan (c) tingkatan pekerjaaan (job level)
Kalau dicoba dengan suatu
personifikasi, tingkatan organisasi
merupakan kerangka tubuh manusia yang menopang orang tersebut untuk dapat terus berdiri menjalankan tugas-tugasnya, tingkatan proses merupakan otot-otot yang membuat kerangka tersebut dapat bergerak sesuai dengan arah yang diinginkan, dan tingkatan pekerjaan merupakan sel-sel tubuh untuk dapat membuat tubuh manusia tetap dapat menjalankan fungsinya dengan baik dalam suatu senyawa kimiawi di organisasi.
58
1. Tingkatan organisasi Kinerja pada tingkatan organisasi merupakan hubungan organisasi dengan pasar dan pelanggannya. Hal-hal yang mempengaruhi kinerja pada tingkatan organisasi meliputi antara lain strategi, tujuan organisasi, struktur organisasi, dan penggunaan sumber daya yang tersedia. 2. Tingkatan proses Tingkatan proses merupakan arus kerja yang dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Proses yang tercakup dalam tingkatan ini meliputi antara process,
lain;
product
sales
design
process,
process,
merchandising
distribution
process,
process,
dan
production
billing
process.
Keberhasilan suatu organisasi sangat terkait dengan prosesnya. Proses yang mengarah pada kinerja yang diinginkan adalah apabila proses tersebut sesuai dengan kebutuhan pelanggan dan organisasi telah bekerja secara
efisien,
efektif
sesuai
dengan
keinginan
pelanggan
dan
organization's requirements. Pengetahuan akan kinerja yang dipengaruhi oleh proses dalam organisasi akan membantu organisasi untuk memahami aturan (compliance) sehingga dapat memahami apa yang diinginkan oleh stakeholders.
3. Tingkatan pekerjaan/tingkatan performer Output
organisasi
diselenggarakan
oleh
diproduksi
melalui
individual yang
suatu
menjalankan
proses, berbagai
Proses tugas.
Sebagai sel dalam tubuh manusia, variabel yang menjalankan tugas-tugas tersebut menjadi sangat penting untuk penentuan kesehatan organisasi
59
secara keseluruhan. Variabel yang terlibat dalam tingkatan ini meliputi hiring
and
promotion,
responsibilities
and
standards,
feedback,
reward,
training. Pihak atau individu yang menjalankan proses untuk menghasilkan output yang sesuai dengan keinginan pelanggan (stakeholders) menjadi sangat penting. Pandangan sumber daya manusia sebagai biaya variabel bertentangan dengan fungsi penting sumber daya manusia pada proses dalam organisasi. ditempatkan
Untuk itulah individu atau sumber daya manusia
sebagai
pihak
yang
melaksanakan
proses
dan
yang
Berdasarkan pembahasan di atas maka sekolah sebagai
suatu
menyelesaikan persoalan-persoalan dalam organisasi.
organisasi untuk mengukur keberhasilan dilihat dari kinerja proses (mutu proses) dan kinerja output (mutu lulusan). Sedang komponen yang digunakan sebagai indikator untuk menilai keberhasilan sekolah (Kanwil Depdikbud Provinsi Jawa Tengah, 1997: 7) terdiri atas: 1. Ketercapaian tujuan sekolah 2. Organisasi dan manajemen sekolah 3. Tenaga Kependidikan 4. Kegiatan Belajar Mengajar 5. Lingkungan sekolah 6. Pengembangan sarana dan prasarana pendidikan 7. Kesiswaan 8. Hubungan kerja sekolah dengan masyarakat
60
Sekolah sebagai
satuan
pendidikan (pelaksana pendidikan) yang
merupakan suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen masukan utama yaitu siswa (main inputy, resources input yang terdiri dari sumber daya manusia, kurikulum, sarana/prasarana, dana, dan manajemen; environmental input yang terdiri dari ekonomi, politik, sosial, budaya, dan teknologi; masukan-masukan tersebut diproses dalam tranformasi dan interaksi yaitu kegiatan belajar mengajar yang menghasilkan lulusan ( o u t p u i U n t u k dapat menghasilkan mutu lulusan maka prosesnya atau kegiatan belajarnya juga harus bermutu.
1. Mutu Proses Kegiatan belajar mengajar yang bermutu terdiri dari empat aspek yaitu kelengkapan dan pemahaman kurikulum SMA, persiapan KBM, pelaksanaan KBM, penilaian KBM (Depdikbud Kanwil Propinsi Jawa Tengah, 1998). Kelengkapan dan pemahaman kurikulum diindikasikan bahwa di sekolah terdapat kelengkapan dokumen kurikulum, tingkat pemahaman kurikulum oleh unsur pimpinan dan guru, perangkat KBM dengan Lembar Kerja Siswa (LKS),
memiliki kumpulan surat perubahan dan petunjuk kelengkapan
kurikulum. Persiapan KBM dimaksudkan adanya keterlaksanaan penyusunan satuan pelajaran, dan adanya keterkaitan program di sekolah dengan lingkungan. Keterlaksaan penyusunan pelajaran melalui langkah-langkah analisis materi pelajaran (AMP), program catur wulan/semester, menyusun satuan pelajaran, menyusun rencana pelajaran, agenda guru. Pelaksanaan
61
KBM di sekolah dimaksudkan terciptanya kualitas proses pengajaran, tingkat keterlaksanaan prinsip belajar tuntas, ketersediaan buku pegangan dan referensi serta lembar pengayaan dan perbaikan proses pembelajaran, adanya dokumen pelaksanaan KBM (jurnal kelas, agenda guru, dan sebagainya). Kualitas pengajaran diindikasikan dengan tidak membiarkan siswa belajar dengan cara yang salah, tidak meninggalkan siswa pada saat belajar, penyampaian materi sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai, menggunakan
bahan
ajar (modul,
buku diktat,
lembar kerja siswa),
menggunakan metode pendekatan student's centered yang sesuai dengan materi, tersedianya alat peraga yang siap pakai, tersedia bahan dan alat yang sesuai dengan kebutuhan, menggunakan media pembelajaran, memotivasi minat belajar siswa di luar sekolah, tidak menjadikan siswa sebagai pendengar yang baik waktu berlangsungnya KBM, dan terselenggaranya kegiatan
ekstra
kurikuler.
Penilaian
KBM
ditandai
dengan
tingkat
keterlaksananya ulangan harian, dan tingkat keterlaksanaan ulangan umum, ebta/ebtanas, atau ujian akhir nasional, dan ujian akhir sekolah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam KBM yang berkualitas terdiri dari kegiatan perencanaan pengajaran, pelaksanaan pengajaran, hubungan antar pribadi, dan evaluasi a. Perencanaan pengajaran Seorang
guru
dalam
menjalankan
tugasnya
harus
mampu
merencanakan pengorganisasian bahan pengajaran yang akan diajarkannya, merencanakan pengelolaan kelas, merencanakan penggunaan media dan
62
sumber pengajaran, yang secara keseluruhan ataupun kategorial merupakan pedoman dalam kegiatan PBM. Kemampuan perencanaan pengajaran penting artinya karena perencanaan pengajaran merupakan titik berangkat dalam rangkaian kegiatan kepengajaran guru. Tanpa perencanaan yang baik pelaksanaan pekerjaan cenderung tidak terarah dan tidak tertib yang akan berakibat jelek terhadap hasil. Perencanaan pengajaran di sekolah lebih populer dalam bentuk satuan pelajaran (satpel). b. Pelaksanaan Pengajaran Pelaksanaan pengajaran merupakan tindak lanjut tugas guru dimana secara riil guru memainkan peran-peran tugasnya. Apa yang hendak dikomunikasikan, diajarkan atau bahan pengajaran yang harus diserap dan dikembangkan
siswa
akan
ditentukan
oleh
bagaimana
guru
mengomunikasikannya. Pelaksanaan pengajaran, ditinjau dari tugas guru, dapat dikatakan merupakan
inti tugasnya.
Apa
yang telah direncanakan
kalau tidak
diaplikasikan dalam tindak kepengajaran akan sia-sia dan tidak akan mencapai tujuan yang telah direncanakan. Tanpa pelaksanaan, rencana akan menjadi angan-angan belaka. Pelaksanaan pengajaran mencakup penggunaan metode, media dan bahan, berkomunikasi, mendemonstrasikan khasanah metode mengajar, mendorong
dan
menggalakan
ketertiban
siswa,
mendemonstrasikan
penguasaan mata pelajaran, dan mengorganisir waktu, ruang dan bahan pengajaran.
63
c. Hubungan Antar Pribadi Perencanaan
pengajaran
yang
kemudian
diwujudkan
dalam
pelaksanaan pengajaran memerlukan dukungan suasana belajar mengajar yang baik. Untuk itu guru harus mendptakan suasana yang mendukung sehingga materi pelajaran yang akan disampaikan dapat diserap siswa. Hubungan antar pribadi dalam PBM penting artinya mengingat komunikasi yang lancar dan suasana yang baik akan memudahkan siswa menangkap apa yang dimaksudkan, dan hal itu hanya dimungkinkan apabila hubungan interaksi dalam kelas tercipta sedemikian rupa. Dalam PBM hubungan antar pribadi dapat dilihat dari kemampuan guru mengembangkan
sikap
positif siswa,
bersikap terbuka,
menampilkan
kegairahan dalam mengajar, mengelola interaksi prilaku kelas hingga memungkinkan dicapainya pola PBM yang mengacu pada pencapaian tujuan pengajaran. d. Evaluasi Kemampuan evaluasi merupakan kegiatan penutup yang harus dipunyai guru dalam melihat hasil kerjanya. Artinya, hasil evaluasi merupakan salah satu indikator keberhasilan tugas guru pada diri siswa. Kemampuan evaluasi mengacu kepada bagaimana guru melakukan kegiatan
evaluasi
menggunakan
hasil
setelah evaluasi
merencanakannya dan
dan
menafsirkannya
bagaimana untuk
guru
keperluan
pengajaran, untuk pedoman bagi kegiatan PBM berikutnya agar lebih baik.
64
Dalam konteks ini evaluasi berarti menilai dan mengendalikan tahapan PBM secara menyeluruh.
2. Mutu Lulusan Proses belajar mengajar yang bermutu akan menghasilkan lulusan yang berkualitas ditandai dengan peningkatan prestasi belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang dimanifestasikan dalam tingkah laku dan perbuatan. S. Nasution (1982: 39) menyatakan bahwa "belajar sebagai perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan". Lebih lanjut Harrol Spears (Ersis Warmansyah Abbas, 1994: 47) mengatakan belajar itu diperoleh dengan ... observe, to read, to imitate, to try semothing themselves, to listen, to follow direction. Henry Clay Lindgren (Ersis Warmansyah Abbas,
1994: 47)
mengatakan belajar sebagai ...the term learning as used by psychologist, refers to kind of experience or interaction with the environment. Dengan kata lain, belajar dapat berlangsung melalui pengalaman langsung atau latihan secara formal ataupun melalui pengalaman-pengalaman lainnya. Kegiatan belajar yang dilakukan siswa akan membawa perubahan pada pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Hasilnya oleh Martin L. Maehr (1994: 4) dikatakan mencakup apa yang disebut prestasi yang didefinisikan berikut ini: a. b. c. d.
a measurable change in behavior, attributed to some person as the causal agent, that is or can be evaluate in term of a standart exelllence, and that typically involves some uncertainly as to the outcome or quality of the accomplishment.
65
Abin Syamsudin (1983: 18 - 19) mengatakan bahwa "prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan produk dari serangkaian interaksi komponen-komponen yang terlibat dalam proses belajar mengajar". Tiga masukan yang terlibat yaitu (1) masukan mentah menunjukkan pada karakteristik yang terdapat pada individu yag mungkin memudahkan atau justru menghambat individu dalam proses belajar mengajar; (2) masukan instrumental menunjukkan pada kualifikasi serta kelengkapan sarana yang diperlukan, seperti tenaga mengajar, metode, bahan atau sumber dan program; (3) masukan lingkungan menunjukkan pada situasi, keadaan fisik dan suasana sekolah, hubungan dengan pengajar dan teman. Dengan demikian hasil belajar ialah perubahan tingkah laku yang manifestasinya dalam bentuk pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Hasil belajar
pada
dasarnya
sebagai
hasil
interaksi
berbagai
faktor yang
mempengaruhi proses belajar secara keseluruhan yang menyebabkan siswa yang satu dengan lainnya bebeda dalam hal prestasi, dapat diukur dan juga tidak, sesuatu yang berhubungan dengan standar kesempurnaan. Kegiatan belajar membawa perubahan pada diri siswa yang oleh Blom diklasifikasikan atas ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga ranah tersebut hakekatnya saling berhubungan satu sama lain dan tidak terpisah. Ranah kognitif (Nasution, 1982: 35 - 36) dibagi enam bagian yaitu a. Pengetahuan, meliputi informasi dan fakta yang dapat dikuasai melalui hafalan untuk diingat. Yang digunakan adalah daya ingatan.
66
b. Pemahaman, merupakan kesanggupan untuk menyatakan sesuatu definisi, rumusan, kata yang sulit dengan perkataan sendiri, dapat pula merupakan kemampuan untuk menafsirkan suatu teori, atau melihat konsekuensi atau implikasi, meramalkan kemungkinan atau akibat. c. Aplikasi, kesanggupan menerapkan atau menggunakan sesuatu pengertian, konsep, prinsip teori yang memerlukan penguasaan pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam. d. Analisis, kemampuan untuk menguraikan sesuatu dalam unsurunsurnya. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman tentang hal yang akan dianalisis. Analisis yang lebih tinggi adalah analisis hubugan, misalnya antara sejumlah gejala dan analisis prinsip-prinsip yang mendasari masyarakat, alam atau sel. e. Sintesis, kesanggupan untuk melihat hubungan antara sesuatu unsur. f. Penilaian, merupakan tingkatan paling tinggi berdasarkan buktibukti atau kriteria tertentu. Ranah afektif dibagai dalam lima tingkatan yaitu a. Receiving,
menerima,
menaruh
pertiatian terhadap
nilai-nilai
tertentu. b. Responding, memperlihatkan reaksi terhadap norma tertentu, menunjukkan kesediaan dan kerelaan untuk merespon, dan merasa kepuasan dalam merespon.
67
c.
Vaiuing, menerima suatu norma, menghargai suatu norma, dan mengikat diri pada suatu norma.
d.
Organization, membentuk suatu konsep tentang suatu nilai dan menyusun suatu sistem nilai-nilai.
e.
Characterization by a value or value compiex, mewujudkan nilainilai dalam pribadi sehingga merupakan watak seseorang, norma itu menjadi bagian dari dirinya.
Ranah psikomotor (Harrow, 1971} diklasifikasikan atas enam tingkatan yaitu
kemampuan
melakukan
melahirkan
pengamatan,
gerakan-gerakan
kemampuan
gerakan
dasar,
kemampuan
jasmani,
kemampuan
melakukan gerakan-gerakan ketrampilan, dan kemampuan mengadakan komunikasi yang bersambung. Untuk dapat mewujudkan ketiga ranah tersebut dilakukan penilaian, atau
evaluasi.
Penilaian
ini
merupakan
komponen
penting
dari
penyelenggaraan suatu sistem, termasuk sistem pendidikan, la berfungsi memberikan umpan balik agar penyelengaraan sistem tersebut menjadi lebih baik, dinamis dan berkelanjutan. Di dunia pendidikan, penilaian itu secara garis besar terbagi dua, yaitu penilaian internal dan ekternal. Penilaian internal untuk mengetahui seberapa efektif kegiatan pembelajaran difakukan oleh guru. Tujuannya untuk mendapatkan umpan batik sekaligus memantau kemajuan belajar anak. Hasilnya diharapkan dapat memperbaiki strategi pembelajaran berikutnya, penyelenggaranya guru atau sekolah. Sedangkan penilaian eksternal dilakukan oleh pihak lain di luar institusi penyefenggara.
68
Penilaian eksternal yang berfungsi sebagai penekan ini perlu dilakukan karena biasanya justru menjadi alat efektif untuk mendorong sekolah tersebut bergerak
kearah
perbaikan.
Kalau
hanya
dilakukan
oleh
institusi
penyelenggara melalui evaluasi internal, hasilnya tidak selalu membuat sekolah tersebut melalukan perbaikan. Bagi pemerintah penilaian eksternal ini memiliki makna sangat penting karena menjadi alat penentu quality control dan
quality assurance.
Di tingkat pendidikan dasar dan menengah, Indonesia sudah pernah menyelenggarakan empat sistem penilaian yaitu ujian negara, ujian sekolah, evaluasi belajar tahap akhir nasional (Ebtanas), dan Ujian Akhir Nasional. Ujian Negara, penyelenggaraan penilaian sepenuhnya dikontrol oleh negara mulai dari materi yang diujikan sampai penetapan kelulusan. Sekolah tidak punya peran sama sekali. Seluruh mata pelajaran diujikan secara nasional. Periode ini dianggap mempunyai kelebihan dalam mengendalikan standar mutu lulusan, karena penyelenggaraannya dikontrol sepenuhnya oleh negara. Penilaian ini polanya bersifat elitis dan semua ditentukan oleh negara yang mempunyai keinginan atau standar tinggi maka siswa yang lulus mutunya sangat bagus. Model ini dianggap tidak demokratis dan tidak mencerminkan rasa keadilan karena hanya
memungkinkan anak-anak
tertentu yang bisa lulus yang pada umumnya berasal dari sekolah bagus. Sementara sebagian besar siswa yang berasal dari sekolah lain yang kondisinya memprihatinkan mengakibatkan tingkat ketidaklulusan sangat tinggi.
69
Ujian sekolah, penilaian ini merupakan kebalikan dari penilaian sebelumnya.
Penyelenggara penilaian ini adalah sekolah yaitu dalam
pembuatan soal, melakukan penilaian, maupun menentukan kelulusan, dan pengendalian mutu lulusan sepenuhnya di bawah kewenangan sekolah. Dengan pola ini siswa tulus dengan mudah, nilai ijazah tinggi, dan mutu lulusan merosot. Ebtanas merupakan kombinasi antara ujian negara dan ujian sekolah, ada enam atau tujuh pelajaran yang diujikan secara nasional, sedangkan sisanya diujikan sendiri oleh sekolah, nilainya disebut Nilai Ebtanas Murni (NEM) dan tidak menentukan kelulusan siswa dan hanya boleh digunakan untuk seleksi jenjang pendikan di atasnya atau untuk kepentingan institusi tertentu. Tingkat kelulusannya tinggi sekali karena yang menentukan lulus adalah sekolah, nilai yang tercantum dalam Ebtanas adalah gabungan antara nilai NEM dan nilai caturwulan I dan II. Model ini ternyata memberi peluang sekolah untuk mengatrol nilai caturwulan agar siswanya lulus walaupun NEM rendah. Ujian Akhir Nasional (UAN) hampir sama dengan Ebtanas yang merupakan kombinasi dari ujian Negara dan ujian sekolah. Ada sebagian mata pelajaran yang diujikan secara nasional, sementara sebagian besar yang lain diujikan sendiri oleh sekolah. Perbedaan mendasar dengan Ebtanas,
nilai
UAN
menentukan
kelulusan
siswa
dan
mumi
tidak
dikombinasikan dengan nilai caturwulan. Yang menentukan kelulusan adalah setiap mata pelajaran yang diujikan nilainya minimal 3,01; pada tahun
70
berikutnya standar nilai menjadi 4,01. Padan tahun ini diganti dengan Ujian Nasional (UN) dengan standar 4,26 dengan penentuan kelulusan dari sekolah. Nilai prestasi
belajar dengan
berbagai
model penilaian tersebut
dijadikan dasar untuk melihat kinerja sekolah yang diwujudkan dengan nilai evaluasi belajar (Ebta/Ebtanas atau nilai ujian akhir nasional), tidak adanya siswa yang mengulang, dan tidak adanya siswa yang putus sekolah (Nanang Fatah, 2000: 54). Untuk itu dalam melihat keberhasilan sekolah disamping mempergunakan mutu proses belajar mengajar juga dapat dilihat dari mutu lulusan. Nilai prestasi belajar antara sekolah yang satu dengan sekolah lain memiliki arti yang berbeda, nilai tujuh untuk sekolah yang satu memiliki arti yang berbeda dengan sekolah lain, tujuh bagi suatu sekolah memiliki arti yang bagus karena calon siswa pada waktu masuk memiliki nilai empat, tetapi bagi sekolah yang lain artinya sangat jelek karena calon siswa pada waktu masuk sudah memiliki nilai tujuh berarti tidak ada perubahan dengan adanya proses belajar mengajar. Untuk itu guru perlu dimintai tanggapan tentang kepuasan terhadap prestasi belajar yang dicapai oleh siswa-siswa. Kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai manajer sekolah memiliki peran yang besar dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengedalikan segala masukan
seperti
siswa,
guru
dan
tenaga
kependidikan
lainnya,
sarana/prasarana, dana/biaya, hubungan antara sekolah dan masyarakat. Biaya pendikan sebagai masukan instrumental memiliki peran yang besar dalam menentukan mutu proses maupun mutu lulusan. Untuk mencapai
71
semua itu perlu peranserta masyarakat maka keterlibatan Komite Sekolah yang memiliki fungsi sebagai badan pertimbangan, pendukung, pengawas, dan mediator sangat diperlukan dalam fungsi-fungsi manajemen di sekolah.
C. Kepemimpinan Kepala Sekolah Kepemimpinan
menurut G.R.
Terry (dalam
*Leadership irt the ofinfluencing people to
Tannenbaum (dalam Hersey,
1988:
"
the
interpersonal
communication
influence
process,
in
toward the
strive
Hersey,
1988:
willingly forgroup
14)
objective".
15) mendefinisikan kepemimpinan
situation
and
directed,
through
the
attainment of speciafized goal o r golas".
Menurut Lichard I. Lester (A. Dale Timpe, 1991: 145) "kepemimpinan sebagai seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan kepercayaan, hormat dan kerja sama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama". Sedang menurut Robbins (1998: 175) "kepemimpinan sebagai
kemampuan
untuk mempengaruhi
suatu
kelompok
ke
arah
tercapainya tujuan". Dari berbagai pendapat tersebut maka kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok agar dapat melakukan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan bersama. Implikasi dari konsep tersebut adalah: 1) kepemimpinan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang berasal dari dirinya sendiri (seni, kiat) atau dari hasil belajar dan pengalaman; 2) kepemimpinan menyangkut orang lain atau kelompok yaitu staf. maupun anggota kelompok,
disebut pemimpin karena
memiliki bawahan atau
72
pengikut; 3) kepemimpinan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh atasan maupun bawahan sehingga memunculkan pembagian kekuasaan dan wewenang antara atasan dan bawahan; 4) kepemimpinan dilakukan untuk mencapai tujuan bersama. Terdapat beberapa teori kepemimpinan, tetapi dalam kajian ini teori kepemimpinan yang dibahas adalah: 1) teori karakter, 2) teori perilaku; 3) teori kemungkinan. Dan teori/pendekatan terbaru dalam kepemimpinan yaitu: 4) teori atribusi; 5) teori transaksional versus transformasional; 6) teori visioner. Teori karakter kepemimpinan adalah teori yang mencari karakter kepribadian, sosial, fisik, atau intelektual yang memperbedakan pemimpin dari bukan pemimpin (Robbins, 1998: 115). Menurut S.A. Kirkpatrick dan E.A. Locke (1991: 24) ada enam karakter yang cenderung membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin adalah ambisi dan energi, hasrat untuk memimpin,
kejujuran
dan
integritas,
percaya
diri,
kecerdasan,
dan
pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan. Orang-orang yang mempunyai sifat setf-control yang tinggi artinya sangat luwes dalam menyesuaikan perilaku
mereka
kemungkinannnya
dalam untuk
situasi muncul
yang
beralinan
sebagai
jauh
pemimpin
lebih
dalam
besar
kelompok-
kelompok daripada yang self-controf renda h (Dobbin etal, 1990: 7 dan Kenny 1991: 62). Untuk itu pemimpin harus sehat jasmani dan rohani, cerdas, ambisi, hasrat, jujur, percaya diri, pengetahuan yang relevan dengan pekerjaannya,
pengendalian
diri.
Dengan
demikian
karakter
dapat
73
meningkatkan kemungkinan sukses sebagai pemimpin, tetapi tidak satupun karakter itu menjamin sukses (G. Yukl dan Van Fleet, 1992: 32). Teori perilaku kepemimpinan adalah teori yang mengemukakan bahwa perilaku spesifik membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Pemimpin dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan dari sifat pemimpin. Teori perilaku yang paling menyeluruh dan ditiru dihasilkan dari riset yang dimulai pada Universitas Negeri Ohio pada akhir dasa warsa
1940-an yang
menyimpulkan dua perilaku pemimpian yaitu: 1) struktur prakarsa (inisiating structure), dan 2) pertimbangan (consideration). Perilaku struktur prakarsa mengacu
pada
sejauh
mana
seorang
pemimpin
berkemungkinan
mendefinisikan dan menstruktur peran mereka dan peran bawahan dalam upaya
mencapai tujuan.
Pertimbangan
adalah
sejauh
mana
seorang
pemimpin berkemungkinan memiliki hubungan pekerjaan yang ditandai saling percaya menghargai gagasan bawahan, dan memperhatikan perasaan mereka. (Robbins, 1998: 124) cara seseorang bertindak akan menentukan keefektivan kepemimpinan orang yang bersangkutan. Pusat Riset dan Survey Universitas Minchigan membagi dua dimensi perilaku kepemimpinan yaitu: 1) berotientasi pada karyawan didiskripsikan pemimpin yang menekankan pada hubungan antar pribadi; dan 2) beorientasi pada produksi, cenderung menekankan aspek teknis atau tugas dari pekerjaan. Perhatian utama mereka adalah pada penyelesaian tugas kelompok mereka, dan anggotaanggota kelompok adalah suatu alat untuk tujuan akhir itu. Kesimpulannya bahwa pemimpin yang berorientasi karyawan dikaitkan dengan produktivitas
74
kelompok yang lebih tinggi dan kepuasan kerja yang lebih tinggi. Pemimpin yang
berorientasi
produksi
cenderung
dikaitkan
dengan
produktivitas
kelompok yang rendah dan kepuasan kerja yang lebih rendah (Robbkis, 1998: 130). Teori kemungkinan mencoba memilahkan faktor penting situasional yang
mempengaruhi
keefektifan
kepemimpinan.
Variabel
pelunak
(moderating variable) yang populer, yang digunakan dalam mengembangkan teori kemungkinan yang mencakup tingkat struktur dalam tugas yang akan dikerjakan,
kualitas
pemimpin,
kejelasan
hubungan peran
pemimpin-anggota,
bawahan,
norma
kekuasaan
kelompok,
jabatan
ketersediaan
informasi, penerimaan bawahan akan keputusan pemimpin, dan kematangan bawahan
(Podsakoff
et.al,
1995:
14).
Ada
lima
pendekatan
yang
dipertimbangkan untuk memilah variabel kunci situasional yaitu model Fiedler, teori situasional Hersey dan Blanchard, teori pertukaran pemimpinanggota, model jalur-tujuan serta partisipasi pemimpin (Robbins, 1998: 135). Model kemungkinan Fiedler menyatakan bahwa kelompok efektif bergantung pada padanan yang tepat antara gaya interaksi dari si pemmpin dengan bawahannnya serta sampai tingkat mana situasi itu memberikan kendali dan pengaruh kepada si pemimpin. Teori kepemimpinan situasional Hersey dan Blanchard adalah suatu teori kemungkinan yang memusatkan perhatian pada kesiapan pengikut, keefektifan kepemimpinan mencerminkan kenyataan bahwa pengikut yang menerima baik atau menolak pemimpin. Tidak peduli apa yang dilakukan si pemimpin itu, keefektifan bergantung pada tindakan
75
dari pengikutnya. Inilah suatu dimensi yang penting yang telah
irfK £ v
atau kurang ditekankan dalam kebanyakan teori kesiapan
merujuk
sejauh
mana
orang
mempunyai
kemampuan
dan
kesediaan untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu. Teori pertukaran pemimpin
anggota
dimaksudkan
bahwa
para
pemimpin
menciptakan
kelompok-dalam dan kelompok-luar, dan bawahan dengan status kelompokdalam akan mempunyai penilaian kinerja yang lebih tinggi, tingkat keluarnya karyawan yang lebih rendah, dan kepuasan yang tebih besar bersama atasan mereka. Teori jalur tujuan yang menyatakan bahwa perilaku seorang pemimpin dapat diterima baik oleh bawahan sejauh mereka pandang sebagai suatu sumber dari kepuasan segera atau kepuasan masa depan. Model partisipasi
pemimpin
suatu
teori
kepemimpinan
yang
memberikan
seperangkat aturan untuk menentukan ragam dan banyaknya pengambilan keputusan partisipatif dalam situasi-situasi yang berlainan. Teori atribusi kepemimpinan mengemukakan bahwa kepemimpinan semata-mata suatu atribusi yang dibuat orang bagi individu, yang menarik dari teori ini adalah persepsi bahwa pemimpin yang efektif umumnya dianggap konsisten dan tidak goyah dalam keputusan mereka, memiliki komitmen yang besar, tabah, dan konsisten terhadap keputusan-keputusan yang diambilnya dan tujuan yang ditentukannya. Teori kepemimpinan karismatik merupakan pengembangan atribusi. Teori ini mengemukakan bahwa para pengikut membuat atribusi dari kemampuan kepemimpinan
yang
heroik atau
luar biasa bila mereka
76
mengamati perilaku-perilaku tertentu. Pemimpin karismatik menurut Conger dan Kanungo dari Universitas McGiH (Robbins, 1998: 151) memiliki tujuan ideal yang ingin mereka capai, memiliki komitmen pribadi yang kuat pada tujuan mereka, dipahami sebagai tidak konvensional, teguh dalam pendirian dan percaya diri, serta sebagai agen perubahan, radikal, bukanya manajer dari status quo. Teori kepemimpinan transaksional versus transformasional. Pemimpin transaksional adalah pemimpin yang memandu atau memotivasi pengikut mereka dalam arah tujuan yang ditegakkan dengan memperjelas peran dan tuntutan
tugas.
Pemimpin
transformasional
adalah
pemimpin
yang
memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan, dan
yang
memiliki
karisma.
Kepemimpinan
transaksional
dan
transromasionat tidak boleh dipandang sebagai pendekatan yang berlawanan dengan penyelesaian pekerjaan. Kepemimpinan transformasional dibangun di atas puncak kepemimpinan transaksional. Transformasional menghasilkan tingkat upaya dan kinerja bawahan yang melampui apa yang akan terjadi dengan pendekatan transaksional saja. Kepemimpinan transformasional lebih daripada
karisma.
menginginkan
para
Pemimpin
yang
pengikut untuk
semata-mata
karismatik
mengadopsi pandangan
dapat
dunia
si
karismatik dan tidak beranjak lebih jauh, pemimpin transformasional akan berupaya
untuk menanamkan dalam diri pengikut kemampuan
untuk
mempertanyakan tidak hanya pandangan yang sudah mapan melainkan juga pandangan yang ditetapkan oleh sang pemimpin.
77
Teori
kepemimpinan
visioner
merupakan
kemampuan
untuk
menciptakan dan mengartikulasikan suatu visi yang atraktif, terpecaya, realistik, tentang masa depan suatu organisasi atau unit organisasi yang terus bertumbuh dan membaik sampati saat ini. Visi jika diseleksi dan diimplementasikan mengakibatkan
secara
teoadinya
tepat,
begitu
loncatan
awal
bertenaga
sehingga
ke
depan
masa
bisa
dengan
membangkitkan ketrampilan, bakat, dan sumber daya untuk bisa diwujudkan. Sebuah
visi
memiliki
gambaran
yang
jelas
dan
mendorong,
yang
menawarkan suatu cara yang inovatif untuk memperbaiki, yang mengakui dan berdasar tradisi serta terkait dengan tindakan-tindakan yang dapat diambil orang untuk merealisasikan perubahan. Visi menyalurkan emosi dan energi orang. Bila diartikulasikan secara tepat, sebuah visi menciptakan kegairahan dan membawa energi dan komitmen ke tempat kerja. Pemimpin visioner yang pertama harus memiliki kemampuan menjelaskan visi dilihat dari segi tindakan-tindakan yang dituntut dan sasaran melalui komunikasi lisan dan tertulis yang jelas. Kedua mampu untuk mengungkapkan visi tidak hanya secara verbal melainkan melalui perilaku pemimpin. Ketiga mampu memperluas visi kepada kepemimpinan yang berbeda, ini merupakan kemampuan untuk mengurutkan
aktivitas-aktivitas sehingga visi dapat
diterapkan pada berbagai situasi. Kepala Sekolah sebagai pemimpin satuan pendidikan memiliki peran yang sangat besar atas keberhasilan sekolah, sebab sekolah yang efektif ditentukan oleh kepemimpinan Kepala Sekolah yang efektif. Kepala Sekolah
78
yang efektif menurut School improvement in Maryland Web Site (terjemahan Soeiistia, 2003: 6) yaitu: 1) mengembangkan kolaborasi dalam pemecahan masalah
dan
mengadakan
komunikasi
terbuka;
2)
mengumpulkan,
menganalisis dan menggunakan data untuk mengidentifikasi kebutuhan sekolah ; 3) menggunakan data untuk mengidentifikasi dan merencanakan perubahan yang diperlukan dalam program instruksional; 4) melakukan dan memonitor rencana perbaikan sekolah; 5) berfikir sistem dalam menetapkan fokus untuk mencapai tujuan prestasi belajar murid. Kepala Sekolah sebagai pengelola memiliki fungsi dan tugas sebagai edukator, manajer, administrator, dan supervisor (Departemen P dan K, 1996, 1997). Kepala Sekolah yang berhasil dilihat dari kemampuannya sehubungan dengan perannya (Dekdikbud Kanwil Provinsi Jawa Tengah) sebagai:
pendidik
(educator),
manajer
(manager),
administrator
(administrator), penyelia (supervisor), pemimpin (leader), dan pembina iklim kerja yang sejuk (climate maker). Mulyasa (2003: 14) mengatakan bahwa kepemimpinan Kepala Sekolah efektif berfungsi sebagai educator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator. Menurut James M. Lipham (1974, 1988) fungsi Kepala Sekolah dibagi dalam kategori sebagai pengelola program pengajaran, pengelola pelayanan personel/staf, pengelola pelayanan siswa, pengelola keuangan & fasilitas, dan pengelola hubungan sekolah dan masyarakat. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Kepala sekolah sebagai manajer akan merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi
79
aktivitas sekolah yang meliputi program pengajaran, kegiatan staf, pelayanan terhadap siswa, keuangan & sumber daya, dan menjalin kerja sama dengan masyarakat. 1.
Kepala Sekolah Sebagai Pengelola Program Pengajaran Program pengajaran terdiri dari empat tahap yaitu menentukan tujuan
program,
perencanaan
perbaikan
program,
melaksanakan
perubahan
program, dan evaluasi outcome program. Dalam tahap pertama menentukan program yaitu program yang akan diajarkan harus mempertimbangkan tuntutan masyarakat, permintaan murid, dan berhubungan dengan tujuan siswa. Dalam menentukan tujuan program pengajaran harus sesuai dengan tuntutan masyarakat, hal ini sesuai dengan saran dari Inlow (1988: 65) bahwa "cultural and community demands ultimately govem all curricular choices and decisions". Perkembangan di masyarakat menuntut program pengajaran menyesuaikan
dengan
kepentingan
masyarakat
tidak
hanya
dimensi
intelektual, tetapi juga dimensi sosial, personal, dan produktif. Kebutuhan siswa juga harus dijadikan dasar dalam pengajaran seperti diungkap oleh £
Tyler (1990: 26) "the needs of learner constitute a basic consideration in curricular planning". Bagaimanapun besarnya tuntutan masyarakat dalam program
pengajaran
kebutuhan
siswa
harus lebih diutamakan
karena
berkaitan dengan ijasah dan kebutuhan intelektual untuk melanjutkan studi, keterkaitan inilah yang dinamakan kurikulum yang relevan. Keterkaitan tujuan dengan
siswa juga
pengajaran
karena
menjadi
pertimbangan
menyangkut
waktu,
dalam materi
menentukan pengajaran,
tujuan tempat,
80
perlengkapan, hubungan guru dengan murid, perhatian siswa, bakat, kelompok, dan sebagainya. Seperti diungkap oleh Klausmeier (1983: 74) 1) The amount of time that the student will use in completing the unit of study. 2) The instructional materials the student will use. 3) The instructional spaces, equipment, and materials that the student will use. 4) The amount of attention and direction the teacher will provide. 5) The teacher-directed individual, pair, small-group, and larger-group activities in which the student will participate. 6) The student-initiated individual, pair, small-group, and large-group activities in which the student will engage. Tahap yang kedua yaitu perencanaan perbaikan program yang terdiri dari kegiatan penetapan struktur, penyediaan informasi, dan pengkhususan input. Penyusunan struktur program menjadi tanggungjawab Kepala Sekolah kemudian membagi tugas pada Wakil Kepala Sekolah, kelompok guru bidang studi,
dan
guru
bidang
studi.
Demikian
juga
Kepala
Sekolah
bertanggungjawab ke luar dalam rangka peningkatan mutu dengan struktur dinas pendidikan, kelompok kerja Kepala Sekolah, pengawas, MGMP, dan sebagainya. Perbaikan program pengajaran harus didukung informasi yang lengkap tentang murid berkaitan dengan kebutuhan, minat, kekuatan, dan kelemahan. Informasi tersebut dapat dilakukan dengan mental ability test, achievment
test,
anecdotal records,
appreciation
tests,
aptitude
test.
Input
tidak hanya siswa tetapi juga berkaitan dengan alokasi waktu, personel, tempat, perlengkapan, material, dan sumber yang lain dan ini harus tersedia dan
teranggarkan
pencapaian tujuan.
dalam
APBS,
ketersediaan
ini
berkaitan
dengan
81
Tahap ketiga pelaksanaan perubahan program yang terdiri dari motivasi staf,
penyediaan
program pengajaran,
dan
bekerja dengan
masyarakat. Untuk itu Kepala Sekolah harus menempatkan staf untuk menetapkan
tujuan
pengajaran,
menginventarisir
perlengkapan,
dan fasilitas untuk mendukung tujuan
bahan-bahan, pengajaran, dan
menjelaskan perubahan pengajaran kepada orangtua siswa dan masyarakat. Tahap
keempat
evaluasi
program
outcome
yang
terdiri
dari
perencanaan evaluasi, dan penggunaan instrumen evaluasi menguji dan merekomendasikan instrumen untuk program evaluasi proses dan hasil. Untuk
itu
Kepala
Sekolah
harus
mengumpulkan,
mengorganisir,
dan
menginterpretasikan data sekarang dibandingkan dengan kinerja siswa sebelumnya, mempertanggungjawabkan kelangsungan hidup program atau inisiatif perubahan program dalam penetapan program pengajaran yang baru. Berdasarkan penjelasan di atas maka Kepala Sekolah sebagai pengelola program pengajaran pada tahap pertama memperkirakan program yang relevan, untuk itu Kepala Sekolah harus memiliki kompetensi sebagai berikut: 1. mempelajari
dan
menginterpretasikan
kurikulum
sesuai
dengan
kecenderungan perubahan permintaan masyarakat. 2. menggambarkan
kebutuhan
umum
siswa
berdasarkan
program
pengajaran. 3. secara langsung menaksir kebutuhan siswa yang unik untuk sekolah dan masyarakat.
82
4. mengintegrasikan tujuan dan sasaran sekolah dengan kebutuhan siswa. 5. memperkirakan tentang kecukupan kebutuhan siswa dalam program rutin untuk pertemuan formal. Pada tahap kedua perencanaan perbaikan program, Kepala Sekolah harus memiliki kompetensi sebagai berikut 6. menguji dan menginterpretasikan program alternatif, prosedur, dan struktur perbaikan pengajaran. 7. menggunakan penelitian dan informasi dalam menentukan pilihan yang dapat dijalankan terhadap perubahan. 8. bekerja
sama
dengan
yang
lain
dalam
pengembangan
alternatif
pengajaran. Pada tahap ketiga pelaksanaan perbaikan program, Kepala Sekolah 9. menempatkan staf untuk menetapkan tujuan pengajaran. 10. menginventarisir
bahan-bahan,
perlengkapan,
dan
fasilitas
untuk
mendukung tujuan pengajaran. 11. menjelaskan
perubahan
pengajaran
kepada
orangtua
siswa
dan
masyarakat. Pada tahap keempat evaluasi perubahan program, Kepala Sekolah 12. menguji dan merekomendasikan instrumen untuk program evaluasi proses dan hasil. 13 mengumpulkan, mengorganisir, dan menginterpretasikan data sekarang dibandingkan dengan kinerja siswa sebelumnya.
83
14. mempertanggungjawabkan kelangsungan hidup program atau inisiatif perubahan program dalam penetapan program pengajaran yang baru. 2.
Kepala Sekolah sebagai Pengelola Pelayanan Personel/Staf Peranan kepala sekolah adalah menentukan dan mengklasifikasikan
perubahan yang terjadi pada stafnya hingga beberapa tahun. Bargaining kolektif telah mengubah kekuatan hubungan tradisional di dalam sekolah. Meningkatnya kebutuhan pengakuan dan meningkatkan program-program penyediaan guru membangkitkan otonomi yang besar dan kepercayaan terhadap diri sendiri diantara guru, karena perubahan ini mengarah kepada profesionalisasi guru, menggunakan
keefektifan kepala sekolah
secara
tepat
prosedur
untuk
mesti dimengerti dan
mempertinggi
efektivitas,
efisiensi, dan kepuasan tiap-tiap anggota staf. Fungsi-fungsi pokok pengelolaan personel adalah: a. Identifikasi staf baru: kelompok
dan
menentukan
kecocokan
tujuan
tingkatan dengan sekolah
dengan
menilai suatu nilai
personel,
keinginan, dan kemampuan & prospek masing-masing anggota. b. Penugasan
staf:
memastikan secara maksimum
kecocokan antara
kebutuhan peranan dan kebutuhan individu. c. Orientasi
staf:
memimpin
aktivitas-aktivitas
dimana
menjelaskan
peraturan-peraturan lembaga dan hubungan sesama staf. d. Evaluasi staf: menetapkan tingkat penampilan dimana kecocokan dengan harapan dengan aturan-aturan.
84
e. Pengembangan
staf:
mengarahkan
aktivitas
untuk
pengembangan
keamampuan tiap-tiap individu bagi kinerja yang efektif. Fungsi sentral dari staf di beberapa sekolah ditentukan berdasarkan kualifikasi
yang
dimiliki
seseorang
seperti
syarat-syarat nilai,
sikap,
kemampuan yang dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah dan sekaligus untuk mencapai tujuan individu itu sendiri. Tidak satupun
sekolah
dapat
dengan
sukses
untuk
menerapkan
atau
memformulasikan suatu program tanpa mempunyai metoda yang sistematis untuk mengidentifikasikan staf. Meskipun kelebihan para pelamar di lapangan keguruan, tetap penting bahwa para pelamar harus mempunyai budi pekerti yang sopan. Pelamar yang cerdas akan selalu dibutuhkan, hanya akan dapat melalui ketelitian perekrutan dan keuntungan dari seleksi yang akan dapat menemukan tenaga kependidikan yang berkualitas. Mengidentifikasi calon staf berisikan dua fase, Fase penarikan, mengidentifikasi potensi yang dimiliki pelamar, fase penseleksian, penyisihan pelamar antara lain melalui penilaian atas minat, keinginan dan kemampuan untuk mematuhi peraturan-peraturan. Tanggung jawab kepala sekolah dalam proses rekruitmen dan fungsi seleksi ini sangat bervariasi, tergantung pada ukuran serta sistem sekolah. Aktivitas kepemimpinan kepala sekolah ini dalam memfungsikan stafnya digambarkan pada bagan berikut ini:
85
Stage î. Identification staff Recruitment staff Selection of staff
Stage II. Assignment of staff to Initial positions Subsequent position Differentiated roles
I
I
i
Stage III. Orientation of staff to th£ Curriculum Staff Students Community
i
Stage IV. Evaluation of staff When to evaluate »J Why evaluate What to evaluate __ How to evaluate
M M E D
i
A T F E E D B A C K
Stage V. Improvement of staff Classroom observation Individual conferences School visitation Professional association^ Professional library Student-teaching progra In-service program
(Sumber. Lipham, 1985) Bagan 2.1 Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Memfungsikan Staf
Penetapan
calon
pelamar
merupakan
tanggung
jawab
Bupati/Walikota. Harusnya Kepala Sekolah di era otonomi daerah dimana pada sistem sekolah yang besar, perekrutan tenaga merupakan tanggung
86
jawab sfckoiah itu sendiri, di sistem sekolah yang kecil sering merupakan tanggung jawab dari Pengawas atau mendelegasikan tanggung jawab ini kepada Kepala Sekolah. Perekrutan tidak dilakukan sebelum mendapat persetujuan dari Kepala Sekolah seberapa banyak staf yang dibutuhkan untuk masa mendatang, dan mengkomunikasikannya, menerima, atau menolak, dimana Kepala Sekolah mengajukan permohonan kepada
kantor pusat, dimana menggunakan
beberapa teknik untuk mengakumulasikan kecocokan kualifikasi pelamar. Sistem birokarasi sekolah kemudian akan menjelaskan tentang gaji dan kesempatan untuk pengembangan diri, untuk menarik para pelamar. Kepala sekolah
dapat
mengunjungi
perguruan
tinggi
dan
universitas
dan
mengidentifikasikan kemampuan pelamar, Disamping perguruan tinggi dan universitas, Kepala Sekolah juga dapat menghubungi organisasi profesi, agen-agen tenaga kerja, dan yang lain yang menguntungkan bagi Kepala Sekolah. Fungsi rekruitmen dan seleksi akan menghambat jika keputusan seleksi tidak membuat peningkatan. Tugas seleksi staf merupakan hak istimewa
Dewan
merekomendasikan
pendidikan, kepada
wakil
Pengawas.
dari
Dewan
Pendidikan
Tak seorangpun dalam
posisi
penseieksian staf ini selain dari Kepala Sekolah untuk menyetujui sesuai dengan aturan dan permintaan, dan menseteksi para pekerja disesuaikan dengan yang diharapkan. Sebagaimana kepemimpinan sekolah, Kepala Sekolah bertanggungjawab untuk bekerja secara terbuka dan secara
87
i kontinyu bersama anggota staf untuk membantu m e r e a l i s a s i ^ ! potensinya.
Sekaligus
memberikan
perhatian
^^ ..,
kepada
menginginkan keluaran staf yang berkualitas sebagai investasi. Keputusan
untuk mempertemukan
di
dalam
hubungan
kontrak
bersama guru berarti sekolah memberikan persetujuan untuk memberikan setiap kemungkinan untuk memberikan pertolongan kepada guru. Seleksi yang
hati-hati
akan
membantu
di
dalam
mempertemukan
pertanggungjawaban. Bertolak befakang, beberapa administrator percaya bahwa seleksi tidak penting karena penolakan akan
relatif lebih mudah
sewaktu guru menduduki suatu jabatan. Karena pemecatan sebagai sistem selalu yang lebih murah tetapi ini akan berpengaruh buruk terhadap moral staf. Dimana dalam beberapa instansi, cara pemecatan lebih baik dari proses penseleksi dan praktek supervisi. Penseleksian staf yang berkualitas bukan proses yang mudah. Karena mengajar merupakan profesi yang komplek, dan pendidik merupakan kelompok yang secara terus menerus mencari metode yang paling baik dimana menaksir potensial yang dimiliki seseorang yang mempunyai dampak pada pertumbuhan siswa dan prestasi. Karena seorang Kepala Sekolah, setiap harinya berkomunikasi keseluruhan dengan lingkungan belajar, untuk menetapkan tingkat kualitas dimana harapan dengan aturan yang diberikan seperti yang dKemuai pada individu. Untuk itu partisipasi Kepala Sekolah dalam proses seleksi staf, sebenarnya tidak dapat disangkal lagi.
88
Setelah proses rekrutmen untuk menseleksi pelamar, setiap calon pelamar dapat diundang untuk menemui Kepala Sekolah bagi yang memenuhi syarat. Proses seleksi lebih dahulu melalui interviuw, Kepala Sekolah mengambil kesempatan untuk mengungkap kembali kepercayaan dan komitmen pelamar mulai dari rekrutmen, interview, calon pelamar akan dapat memperoleh informasi tentang sistem sekolah dan lingkungan kerja. Berikutnya
Kepala
Sekolah
dapat
menyalurkan
secara
umum
dan
mengkonsentrasikan penilaian tentang kandidat sebagai tenaga pengajar yang potensial, menguasai filsafat pendidikan, tujuan dan minat terhadap pekeijaan. Langkah ini penting untuk menetapkan pada pelamar tentang kelayakan
tugas
sesuai
dengan
yang
diharapkan.
Karena
pertanggungjawaban dalam memilih akan dapat membuat pilihan jika membuat perjanjian sesuai dengan tawaran. Kebebasan dalam memberikan informasi antara kepala sekolah dan pengisian selama seleksi interview akan dapat membuat keputusan yang intelegen (Moris, 1991: 89). Kepala Sekolah menemui tiap-tiap pelamar, membuat keputusan berkenaan dengan pelamar harus akan mempertemukan harapan sesuai dengan posisi jabatan. Secara umum kelemahan Kepala Sekolah untuk penseleksian
guru-guru
dimana
filsafat
pendidikan
secara
terbuka
mengidentifikasikan bersama-sama anggota staf. Keikutsertaan staf pengajar sekolah dalam kebanggaan
menentukan
tujuan dan
menyelesaikannya,
ini
suatu
bagi mereka yang dapat melancarkan fungsi organisasi.
89
Menggunakan
teknik
menetapkan
staf
bersama
guru
memberikan
keuntungan untuk membantu terjadinya status quo. Siswa juga dapat memberikan sumbangan
pada asosiasi guru
terhadap penilaian, personality, dan teknik-teknik instruksional, Sebagai contoh, beberapa siswa mempunyai hubungan tradisional dengan guru dimana secara format teknik mengajar, dan respon yang baik dapat membantu guru dalam menggunakan struktur metodologi (Rose, 1997: 23). Tugas pokok dalam penugasan staf untuk menjamin kesamaan tingkatan antara harapan dengan posisi pelamar dan karakteristik personal dari individu. Juga kemungkinan membuat kesempatan tugas mengajar akan menjadi maksimal jika proses perekrutan dan seleksi sangat menarik dan menyenangkan, di dalam instansi berdasarkan pengalaman sering terjadi kesalahan penugasan anggota staf untuk itu harus dapat mendeteksi dan meralat kembali. Jika beberapa posisi yang baru sudah terisi secara minimal, kemudian penugasan guru yang baru sudah terisi secara minimal, kemudian penugasan guru yang baru di diarahkan melalui proses seleksi. Sering terjadi masalah penugasan tidak berkaitan dengan yang diharapkan karena itu Kepala Sekolah harus mempunyai beberapa guru untuk ditugaskan di dalam tugas yang mempunyai hubungan dengan lapangan yang harus diisi. Di dalam proses penugasan, juga mempunyai aturan pokok untuk menetapkan personel berdasarkan kebutuhan personel, minat, dan kemampuan individu harus diekploitasi secara penuh dan saling pengertian satu sama iain.,
90
Kepala Sekolah dalam melaksanakan penugasan guru baru. Standar sertifikat yang dikeluarkan oleh pemerintah memberikan pengaruh terhadap kontrol, tetapi sering terjadi untuk mengikuti hubungan fleksibilitas terdapat dua tingkatan yakni dasar dan menengah. Dimana guru sekolah dasar biasanya tidak mempunyai sertifikat bagi guru tingkat sekolah menengah dan tingkatan lain harus mempunyai sertifikat yang diberikan oleh Dewan Pendidikan. Selama setahun sekolah berjalan guru baru harus dapat menampilkan kelayakan penugasan dan menampilkan kemampuan di dalam kelas, dan di dalam bagian yang lain dengan memberi kesempatan mengajar di sekolah yang lain. Guru-guru harus menjadi sadar suatu waktu mengatakan kepada Kepala Sekolah tentang kesulitannya. Keengganan untuk mengungkapkan berakibat frustasi pada guru, keterbukaan penyampaian kesulitan akan dapat menetapkan keefektifan penampilan. Penugasan kembali untuk mengoreksi penilaian kesalahan akan dapat dilaksanakan setelah berkonsultasi secara bersama dengan anggota staf. Tenaga di sekolah memiliki perbedaan secara hirarkhi dan latar belakang, untuk itu setiap kegiatan mengajar unit atau tim, guru harus terbuka dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pengajaran. Kepala Sekolah harus mengetahui kepribadian (personality) anggota tim dan mampu mengidentifikasi tenaga yang mendukung dan menghambat kegiatan tim sehingga kegiatan ini dapat dijadikan seleksi akhir dalam penerimaan tenaga.
i
91
Kepala Sekolah juga harus memberikan pengalaman orientasi yang cukup dalam membantu guru berkontribusi dalam anggota tim. Tujuan pokok orientasi adalah menolong tenaga untuk mengerti dan menyesuaikan aturan-aturan yang berlaku dan mengembangankan perasaan memiliki sekolah dan mengenal sekolah dan kelompok lebih dalam. Untuk itu tugas Kepala Sekolah, dimulai sesudah calon menerima surat keputusan pengangkatan meningkatkanan pengetahuan pekerja baru dengan harapan membawanya untuk mengikuti aturan-aturan administratif ketenagaan, guruguru, siswa, orangtua, dan masyarakat. Kepala sekolah bertanggungjawab orientasi terhadap kurikulum secara terperinci kepada guru baru. Buku teks dan materi kurikulum akan menunjang perencanaan dan penyiapan pengajaran. Guru-guru baru akan menerima informasi tentang segala sumber material di sekolah, fasilitas, audiovisual, peralatan lain yang mendukung guru dan tenaga yang lain. Suatu ide yang bagus untuk gunj baru untuk konsultasi dengan guru lain pada tingkatan yang sama atau dinas pendidikan untuk mendiskusikan secara pribadi kekuatan dan kelemahan di dalam kurikulum. Orientasi kurikulum ini juga memberi keuntungan pada pengembangan hubungan antara guru baru dan tenaga yang lain. Guru baru diberi kesempatan diperkenalkan dengan anggota yang lain, guru baru jangan sampai merasa ketakutan, Kepala Sekolah akan mencegah
perasaan ini dengan memperlihatkan semangat menerima,
92
dimana guru baru telah mengetahui bahwa tiap-tiap anggota staf memiliki latar belakang yang berbeda yang akan berkontribusi sesuai kemampuannya. Program orientasi merupakan ketentuan bagi beberapa guru untuk saling mengenal dengan murid, berkaitan dengan orientasi akademik atau status sosial ekonomi. Dengan menggunakan statistik, keadaan murid dapat disimpulkan. Biasanya calon bertemu dengan perwakilan kelompok dari murid sebelum melaksanakan kegiatan pengajaran. Selanjutnya kesempatan untuk bertemu dan berinteraksi dengan murid seharusnya ditingkatkan. Dengan cara ini guru baru akan meningkatkan pengetahuannya tentang murid sebelum mulai mengajar. Selama setahun di sekolah, orientasi murid dilanjutkan melalui keaktifan di kelas dan kegiatan kokurikuler. Ditambah lagi, guru baru seharusnya didorong untuk dapat bekerja sama dengan murid dalam organisasi masyarakat untuk menghadapi kebutuhan bakat dan minat, dan kemampuan siswa. Guru sangat berharap dapat bertempat tinggal di sekitar sekolah dimana ia bekerja. Keuntungan dapat berkumpul dengan penduduk dapat meningkatkan
wawasan
guru-guru
terhadap
nilai-nilai
yang
dianut
masyarakat, hubungan sekolah dengan masyarakat, konsentrasi kepada siswa dan masalahnya.
Untuk itu Kepala Sekolah memiliki kewajiban
memperkenalkan guru-guru dan tenaga yang lain kepada masyarakat. Keuntungan yang diperoleh adalah sekolah dapat mempertanggungjawabkan kegiatan
yang
dilakukan dan
masyarakat sebagai
sumber perbaikan
93
pengajaran, disamping itu juga masyarakat dapat memberikan masukan kepada sekolah. Pengevaluasian meliputi penilaian sejauh mana prestasi masingmasing anggota menyelesaikan masalah. Proses evaluasi terdiri dari kapan mengevaluasi (waktu evaluasi), mengapa mengevaluasi (tujuan evaluasi), apa yang dievaluasi (informasi yang didapat), dan bagaimana mengevaluasi (alat yang digunakan). Pengevaluasian tenaga dimulai dengan surat pengangkatan awal dan berakhir dengan bekerja, walaupun Kepala Sekolah secara terus menerus memberi
pengaruh
tentang
kompetensi
ketenagaan,
mereka
sering
mengabaikan proses penilaian ini. Kepala Sekolah cenderung menyamakan pengevaluasian tenaga dengan penyelesaian bentuk pengevaluasian yang memuat ringkasan hasil penilaian setiap tahun. Kepala Sekolah dan guru seharusnya bertemu berlebih dahulu di awal tahun ajaran untuk mengulas tujuan-tujuan dan harapan-harapan. Urusan pengevaluasian selama satu tahun menentukan sejauh mana tujuan telah dicapai,
harapan telah
terlaksana dan kebutuhan individu telah terpenuhi. Pengevaluasian sumatif mendekati
akhir tahun ajaran
sekolah
akan
sedikitnya
menghasilkan
perselisihan jika pengevaluasian formatif telah terjadi. Kepala sekolah dan guru membutuhkan tujuan baru dan harapan baru untuk dilakukan oleh guru dalam mencapai peningkatan kepribadian dan keprofesionalan. Seperti yang ditunjukkan oleh Button (1994: 38) mengembangkan model yang digunakan dalam penggambaran pengevaluasian tenaga menjadi
94
3 tahap yaitu: tahap pertama: Perencanaan pengevaluasian: analisa dari situasi yang spesifik, membuat tujuan pengevaluasian, menetapkan tujuan khusus dan alat untuk mengukur proses yang digunakan dan hasil akhirnya. Tahap
kedua:
Mengumpulkan
informasi
dengan
melakukan
prosedur
perencanaan lewat observasi, pengawasan dan pengukuran hasil dan prosedur.
Tahap ketiga: Penggunaan informasi dengan berkomunikasi
berdasarkan atas analisa dan interpretasi dan informasi yang diperoleh dan juga mengambil keputusan berdasarkan langkah berikutnya yang akan diambil. Tahap-tahap tersebut saling berangkai dan berputar. Jadi informasi yang telah dianalisis untuk setiap mastng-masig tahap bertindak sebagai dasar untuk tahap selanjutnya. Selain itu pada akhir tahap bertindak sebagai awal untuk mengulang perputaran. Bolton (1994: 45) mengatakan alasan utama mengevaluasi guru antara lain a. untuk mengubah tujuan b. untuk merubah prosedur c. Untuk menemukan cara baru penggunaan prosedur d. untuk meningkatkan prestasi individu e. mencari informasi untuk modifikasi penugasan f. melindungi individu-individu atau sistem sekolah g. memberi hadiah kepada orang yang berprestasi h. memberikan dasar perencanaan karir, kemajuan dan perkembangan individu
95
i.
mengesahkan proses penyelesain
j.
untuk mempermudah pengevaluasian Masalah dapat diatasi dengan membuka diskusi untuk semua tujuan
dibandingkan membiarkan masalah tersebut sebagai agenda pertimbangan yang hanya muncul selama tahap memutuskan pada proses pengevaluasian, tujuan guru individual seharusnya dicocokkan dengan unit/departemen pengajaran dan juga harus dicocokkan dengan tujuan sekolah dan tujuan daerah, jika sistem berlaku secara rasional. Oleh karena itu kesepakatan hanjs mengacu pada tujuan yang ada dan maksud dari pengevaluasian. Dalam pencapaian kesepakatan tersebut, jarak komunikasi antara Kepala Sekolah dan staf seharusnya di imbangi dengan diskusi bebas, terbuka, dan beralasan dalam pengevaluasian. Kesepakatan apa yang dievaluasi merupakan keuntungannya bagi guru dan sekolah dan akan menjadi masalah yang mudah. Apa yang dievaluasi
merupakan
masalah
tahunan
dalam
penilaian
keefektifan
mengajar. Yang termasuk instrumen pengevaluasian terdiri dari metodologi mengajar, pengelolaan kelas, isi pengetahuan, hubungan antar pribadi, kepribadian,
kualitas
pribadi,
dan
sejauh
mana
pengembangan
profesionalnya. Lingkungan penilaian yang spesifik seharusnya diidentifikasi secara menyeluruh oleh administrator dan guru-guru yang akan menjalankan dasar evaluasi. Selama tidak ada data yang benar, kesepakatan harus dicapai berdasarkan item-item yang dievaluasi.
96
Penilaian akurat kinerja guru membutuhkan waktu banyak. Beberapa guru menarik perhatian dalam usahanya hampir tidak ketahuan Kepala Sekolah. Prosedur sistematik evaluasi akan menghasilkan aplikasi akurat dan terbuka untuk setiap anggota staf. Penggunaan instrumen dan proses relatif lebih jelas. Rating Scale dan check list dapat membantu, tetapi item itu harus disetujui terlebih dahulu. Skala akan fleksibel untuk mengevaluasi staf khusus. Metode alternatif digunakan adalah narrative statement. Tanpa memperhatikan instrumen, proses
akan
didasarkan
observasi
langsung.
Proses
ini
berakibat
penyelesaian check list, atau evaluasi laporan cerita kinerja individu. Prosedur sistematik dan harapan tingkahlaku dibuat ekplisit. Pengaruh halo effect dalam evaluasi terjadi di luar karakter individual, untuk rtu Kepala Sekolah harus berhati-hati melihat setiap tingkah laku jangan sampai terpengaruh hubungan informal. Perbaikan
staf pengajaran
terdiri
teknik dan
prosedur
design
mempertinggi kinerja dan efektifitas guru. Mengunjungi kelas, observasi, dan pertemuan individu merupakan inti program perbaikan staf. Komponen lain termasuk kunjungan sekolah, keanggotaan asosiasi profesional, anggota perpustakaan, supervisi pengajaran, dan program pra-jabatan. Inti rencana perbaikan pengajaran yang baik dan program sistematik kunjungan kelas dan supervisi adalah membantu setiap guru. Kepala Sekolah harus mengetahui yang terjadi di kelas. Guru membuat observasi informal dan menerima umpan balik mengenai kualitas pengajaran dari murid, orangtua, dan staf I ain. Tetapi
97
ini tidak dapat mengganti tugas formal, observasi langsung, pertemuan, dan konsultasi
dengan
setiap
guru.
Kegiatan
ini
terdiri
dari
persiapan
kemampuan, kunjungan observasi, dan pertemuan setelah kunjungan. Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan personel/staf pada tahap pertama memperkenalkan tenaga baru, kompetensi Kepala Sekolah: 1. menjabarkan secara khusus aturan perekrutan untuk setiap lowongan jabatan. 2. mewancari dan menyeleksi kandidat yang berkualifikasi paling baik untuk setiap posisi dan merekomendasi persetujuan. Pada tahap kedua orientasi staf, kompetensi Kepala Sekolah: 3. mengkoodinasikan pengenalan staf baru terhadap sistem persekolahan, tenaga yang lama, siswa dan organisasinya, serta masyarakat. Pada tahap menilai staf, kompetensi Kepala Sekolah: 4. menilai kecocokan ijasah dengan harapan dan kebutuhan siswa di sekolah. 5
menetapkan anggota staf yang baru untuk mengoptimalkan pencapaian kedua tujuan yaitu tujuan organisasi dan tujuan individu anggota staf.
6. menetapkan kembali pengalaman anggota staf baru untuk posisi dan peran yang diijinkan dalam pencapaian tujuan organisasi dan individu . 7. mengkoordinasikan individu, program, tujuan sekolah, dan program serta tujuan sistem persekolahan. Pada tahap keempat perbaikan staf, kompetensi Kepala Sekolah:
98
8. mendesain kembali kegiatan pengembangan pengetahuan profesional dan ketrampilan yang berhubungan dengan pendidikan dan proses administrasi. 9. memimpin program perbaikan sistematik dan mengobservasi kelas dan menyampaikan kepada staf yang lain. 10. mengorganisir seperti sekolah,
kegiatan
kegiatan
profesional,
perbaikan
staf
perpustakaan
sebagai
kunjungan
profesional,
program
pengajaran siswa, dan kegiatan in-service. 11. membimbing setiap anggota staf untuk berkembang menuju perbaikan. 12. menilai kegiatan pendidikan in-service individu dan kelompok serta merekomendasikan langkah perbaikan. Pada tahap kelimpa evaluasi staf, Kepala Sekolah 13. melibatkan staf jangkauan dan persetujuan evaluasi dan prosedur yang digunakan. 14. mengumpulkan,
. mengorganisir,
dan
menganalisis
data
yang
berhubungan dengan proses dan produk pengajaran. 15. dalam mengambil keputusan didasarkan pada data evaluasi. 3. Kepala Sekolah sebagai Pengelola Pelayanan Siswa Sekolah yang efektif apabila Kepala Sekolah dan staf mengetahui betul tujuan utama sekolah yaitu memberikan program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan, tenaga, perkembangan sosial, dan ketertarikan siswa. Sekolah yang digambarkan sebagai lembaga otoriter dimana siswa pasif dalam
berpartisipasi dengan program
yang telah
99
diberikannya, sekarang dalam pengambilan keputusan pendidikan yang merupakan masa depan siswa harus melibatkan siswa, hak setiap siswa harus dilindungi dan kebutuhan pendidikannya harus dipenuhi. Oleh karena itu partisipasi secara aktif oleh siswa di dalam pengambilan keputusan pendidikan harus ditingkatkan jika ingin menghasilkan sekolah yang efektif. Selama ini sekolah telah digambarkan bahwa siswa sebagai partisipan yang paling rendah di dalam organisasi, peserta yang pasif dalam program pendidikan yang telah direncanakan, disusun dan diterapkan pada siswa dengan kurang memperhatikan nilai-nilai, perhatian, saran, dan pendapat siswa. Nilai-nilai sekolah direfleksikan di dalam kebijakan, tujuan dan sasaran sekolah, sesuai dengan lingkungan siswa di dalam sekolah. Kepala Sekolah dan guru serta staff seharusnya menilai sejauh mana lingkungan siswa mewakili setiap
budaya
siswa dan kebiasaan
sosial tertentu
seperti
meningkatkan kesadaran pemimpin untuk lebih mendalami dan menerima orientasi nilai siswa. Kepala Sekolah dan guru yang tidak dapat diterima oleh siswa seharusnya instropeksi diri apakah mereka dalam profesi yang benar, selama ini apakah sekolah telah memotivasi siswa untuk berekspresi, apakah semua siswa dapat belajar, apakah telah memotivasi siswa untuk menguasai kemampuan
akademiknya,
memberikan
yang
layak dan
sejauhmana siswa menerima tanggung jawab yang tinggi
merupakan
karakteristik sekolah yang efektif.
penghargaan
100
Kepala sekolah dan staf harus paham betul nilai-nilai siswa ketika mengevaluasi kelayakan sasaran sekolah, program-program dan aturanaturan,
terlebih
mereka
harus
mengikuti
perubahan
berdasar
pada
pemahaman itu. Hubungan formal dan tidak formal antara siswa, staf, dan Kepala Sekolah membantu meningkatkan keharmonisan dan kecocokan. Gejala menunjukkan bahwa semua kelompok dalam sekolah, siswa kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan pendidikan yang utama. Partisipasi siswa dalam pengambilan keputusan telah dibatasi tidak hanya terisi keputusan yang dibuat tetapi juga sejauh mana keterlibatannya. Siswa-siswa biasanya berkeinginan untuk lebih banyak terlibat dalam pengambilan keputusan dengan meningkatkan pengajaran, kegiatan kokurikuler dan pelayan pribadi siswa. Siswa berharap mendapatkan informasi secara sistematik
dan
berpartisipasi
secara
aktif dalam
berbagai
kegiatan.
Keterlibatan siswa dalam proses pengambilan keputusan pendidikan harus mempertimbangkan aspek berikut: aspek pertama mempertimbangkan setiap individu, sekelompok siswa atau sekelompok siswa dengan kakak kelasnya dalam pengambilan keputusan. Kedua adalah ruang lingkup keputusan yaitu proporsi
dari
pengambilan
jumlah
kegiatan
keputusan.
Aspek
pendidikan ketiga
yang
akibat
dipengaruhi
yang
dihasilkan
dalam dari
pengambilan keputusan yaitu meliputi jumlah orang dan program-program dalam sekolah. Kepala Sekolah harus memberikan kepemimpinan secara struktural dalam mengorganisir sekolah sehingga siswa dapat terlibat di dalam pengambilan keputusan, untuk siswa SMU wakil yang ditunjuk secara
101
formal di dalam pertemuan dengan dewan kurikulum, panitia p e r & s e b a i i ^ r i i dewan pengurus memberikan siswa kesempatan untuk lebih m f e i f i j a ^ ^ ^ n mengikuti kegiatan pendidikan. Sayangnya struktur yang telantfrb^fiisk sering kurang memaksimalkan partisipasi dari siswa. Oleh karena itu Kepala Sekolah seharusnya memotivasi keterlibatan siswa yang positif dalam ruang lingkup yang tidak formal yang kurang mendapatkan tempat secara struktural. Keterlibatan siswa dalam program kokurikuler dengan memberikan siswa
kesempatan
untuk
menentukan
kebutuhannya
sendiri,
dalam
peningkatan minat yang baru dan untuk meningkatkan bakatnya merupakan tujuan utama kegiatan kokurikuler. Kegiatan kokurikuler meliputi pengalaman mereka yang tidak termasuk dalam kurikulum tetapi diakui dan biayai oleh sekolah dalam pengajaran dan usaha meningkatkan partisipasi siswa. Tujuan utama program ini adalah untuk menguatkan dan meningkatkan pengalaman belajar di kelas. Kepala sekolah harus menjadikan kokurikuler sebagai alat yang penting untuk meningkatkan keterlibatan siswa dan mengidentifikasi tujuan sekolah. Hal itu dapat menjadi sumber yang baik bagi siswa yang berharap bisa bermanfaat bagi dirinya sendiri dan siswa yang mempunyai kesulitan dalam berhubungan dengan program pengajaran secara formal di sekolah. Kepala Sekolah harus merespon perencanaan program kokurikuler siswa. Dengan memperhatikan kebutuhan siswa yang dapat dipenuhi hanya dengan membuat pengetahuan lebih baik lewat program formal. Pemberian kesempatan kepada siswa akan lebih cepat menentukan kebutuhan dan
102
ketertarikan mereka. Sebagai program pengajaran harus memperbolehkan setiap individu yang berbeda-beda dan program kokurikuler diberikan berdasarkan
pada
alasan
setiap
siswa
yang
berbeda
dan
berhak
mendapatkan pelayanan sesuai dengan keadaan psychologi, sosial dan pengalaman fisik. Setelah penilaian kebutuhan sistematik, siswa diberikan kegiatan pilihan yang berhubungan dengan sasaran sekolah dan kebutuhan sekolah. Latihan yang baik dan sering adalah untuk mendapatkan guru yang baik sebagai tutor/pelatih sebelum suatu kegiatan disetujui oleh sekolah. Pelatih diharapkan untuk menjabarkan kebijakan sekolah, menawarkan pedoman dan arahan,
dan
meyakinkan bahwa kegiatan berlangsung
berdasar pada filosofi, kebijakan dan tujuan dari sekolah. Tugas staf untuk kegiatan kokurikuler seharusnya dibuat dengan tidak hanya berdasar pada kecocokan antara kebutuhan guru dan kegiatannya tetapi juga pada kecocokan antara guru dan murid, Murid akan bagus berpartisipasi dalam pembuatan tugas jika didukung dengan pelatih. Kepala Sekolah seharusnya memberikan perhatian dan kepedulian yang sama untuk pengaturan kegiatan kokurikuler seperti mereka melakukan tugas pengajaran. Guru, administrator, dan siswa dalam
meningkatkan
partisipasi kegiatan kokurikuler telah
diutarakan secara formal pada saat persetujuan bersama, oleh karena itu guru
seharusnya dimotivasi
untuk memberikan
pelayanan dan bakat
profesionalnya dalam berbagai kegiatan untuk mencapai pemahaman yang
103
lebih dari siswanya, sebagaimana untuk meningkatkan hubungan dengan masyarakat lokal. Permintaan masyarakat untuk penghematan keuangan, menyebabkan sekolah mengurangi pengalokasian kebutuhan untuk mendukung porgram kokurikuler. Namun demikian hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan partisipasi
pemerintah
pusat
dan
pemerintah
kabupaten/kota
(Dinas
Pendidikan) dalam kegiatan kokurikuler. Untuk mensyahkan pembentukan program kokrikuler yang memadai dan untuk membantu pencapaian sasaran program, sekolah seharusnya menyediakan dana yang memadai untuk mendukung
program
kokurikuler
sebagai
bagian
dari
anggaran
pengoperasian sekolah. Kepala Sekolah harus membantu bahwa program kokurikuler merupakan bagian integral dari sekolah dan oleh karena itu membutuhkan bantuan dukungan dana yang memadai dari negara dan dinas. Organisasi mempunyai
Siswa
kekuatan
intra
Sekolah
penuh
untuk
(OSIS)
merupakan
mengikutsertakan
alat
yang
siswa
yang
layak/mampu dalan pengambilan keputusan. Untuk memaksimalkan potensi siswa, Kepala Sekolah harus memotivasi partisipasi siswa secara aktif dalam mengidentifikasi dan penyelesaian masalah yang berhubungan dengan sekolah. Bentuk partisipasi ini meliputi kerja operasional yang efektif bagi OSIS yang komponen-komponennya meliputi perwakilan, dukungan, waktu dan pelatihan kepemimpinan. Keterlibatan siswa dalam OSIS ini harus diberikan nilai akademik dan sosial karena telah meluangkan waktu, tenaga dalam pengambilan keputusan sekolah.
104
Pelayanan pribadi siswa diberikan secara langsung pada siswa, antara lain program bimbingan yang berkelanjutan merupakan pusat keefektifan sekolah. Siswa merupakan subyek utama diberikannya pelayanan bimbingan dasar. Walaupun guru-guru, petugas administrasi, orangtua, dan staf yang lain semua membutuhkan pelayanan bimbingan. Tujuan utama dari program bimbingan adalah untuk meningkatkan rasa kepuasan siswa, keikutsertaan dalam kegiatan, pengidentifikasian prestasi baik sekarang atau kehidupan mendatang. Pelayanan
inventaris
merupakan
pelayanan
pribadi siswa yang
meliputi kegiatan yang berhubungan dengan pencarian dan pengumpulan data yang relevan tentang masing-masing kebutuhan, nilai, kemauan, ketertarikan prestasi siswa dan tujuannya. Yang termasuk dalam inventaris siswa/catatan pribadi adalah data yang berhubungan dengan demografik, prestasi dan hasil tes kemampuan/hasil kemajuan setiap tahun. Anecdotal record, laporan hubungan antar guru dan orangtua, ringkasan pengalaman kokurikuler,
dan
beberapa
informasi
penting
lainnya
untuk
mengembangkan/meningkatkan pemahaman dari masing-masing siswa. Pelayanan informasi meliputi informasi pribadi, sosial, karir dan akademik diberikan lewat hubungan individu dan kelompok, dan dengan membuat kantor bimbingan yang layak dan pusat media berbagi informasi yang berhubungan dengan pendidikan dan pekerjaan. Informasi seharusnya diberikan secara objektif selama informasi itu berpengaruh sangat besar pada pendidikan siswa dan pilihan karir.
105
Interview dalam konseling merupakan inti dari program bimbingan. Dalam hal ini informasi yang berhubungan dengan individu siswa disatukan dengan data dalam pelayan informasi dan digabungkan dengan proses pemahaman diri, pertumbuhan dan perkembangan. Kenyataannya pelayanan konseling begitu intrinsik pada program bimbingan yang menyeluruh yang bagian-bagian bimbingan dan konseling sering digunakan secara bersamasama, karena hubungan antara penasehat dan siswa sangat penting, masing-masing penasehat yang profesional harus menambah pengalaman klinik dan pelatihan tentang teknik konseling. Di SD dan SLTP, pelayanan penempatan kurang dipakai umumnya difokuskan pada penempatan pemilihan sekolah dan jadwal siswa. Di SMU pelayan penempatan sangat luas meliputi pengaturan jadwal siswa dan pengalaman belajar dan kerja di kampus dan penempatan kerja. Pelayanan penempatan
biasanya
khusus bagi
siswa yang
droupout.
Kurangnya
perhatian atas usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi droupout, beberapa siswa memilih untuk mengakhiri pendidikan formalnya daripada melanjutkan sampai lulus. Siswa-siswa ini membutuhkan bantuan awal dalam mencari pekerjaan yang cocok. Terlebih, sekolah mempunyai wewenang untuk menentukan hubungan yang berkelanjutan dengan mantan siswa dan untuk menawarkan bantuan profesional dan kesempatan untuk bersekolah lagi. Kesuksesan
pokok
dari
beberapa
sekolah
adalah
pelayanan
penelitian, dimana berpusat pada koleksi, presentasi dan penggunaan data
106
menurut siswa pada saat ini dan lulusannya. Data yang akurat dari siswa merupakan hal yang penting dalam menilai kapasitas sekolah untuk memenuhi fungsi
bagiannya.
Data yang sistematis dan berkelanjutan
merupakan hal yang penting dalam pengembangan perencanaan pendidikan. Tugas yang berhubungan dengan fungsi penelitian adalah mengevaluasi secara terus menerus ruang lingkup dan kualitas program bimbingan itu sendiri. Kepala Sekolah seharusnya melihat bahwa siswa, guru dan orangtua disurvei untuk mengetahui harapan mereka dan mengevaluasi keefektifan program bimbingan. Hal ini dapat memberi masukan yang berguna menurut pelayanan bimbingan yang cocok atau seharusnya hal itu ditingkatkan. Program guru sebagai penasehat (wali kelas) biasanya berfungsi dengan
baik di
SD
dimana guru
bertanggung jawab mengajar dan
menasehati siswa di kelas yang mereka ajar. Penerapan program wali kelas guru dan anggota staf lainya (termasuk administrator, konselor dan yang lainnya) diseleksi dan dipertemukan dengan sekelompok penasehat. Program teacher-advisor memiliki 4 fungsi penting yaitu: a. Memberikan nasihat pendidikan b. Meningkatkan komunikasi sekolah yang lebih luas c. Meningkatkan hubungan sekolah dengan siswa sendiri d. Meningkatkan masing-masing pribadi siswa dan sosial Perubahan berpengaruh besar terhadap hubungan antara Kepala Sekolah dengan siswa adalah kewajiban hadir di sekolah, disiplin, kebebasan berekspresi, kebebasan menyita dan mencari apa yang menjadi hak siswa.
107
Kewajiban Kepala Sekolah untuk mengecek kehadiran siswa,
Kepala
Sekolah dan staf harus menyadari bahwa banyaknya masalah kehadiran didorong oleh ketidakmampuan sekolah dan banyaknya program yang sesuai dengan kebutuhan, ketertarikan dan kemampuan masing-masing siswa. Kepala Sekolah harus mengevaluasi kedisiplinan dari semua komunitas yang ada di sekolah tersebut, tetapi tidak boleh terlalu overacting kalau tidak ingin hilang kewibawaannya. Siswa diberikan kesempatan berekpresi seluasluasnya dengan memperhatikan aturan-aturan yang ada dalam lingkungan pendidikan, namun demikian sekali waktu Kepala Sekolah berhak melakukan operasi loker, tas, rak buku siswa dan memanggil siswa secara pribadi. Kegiatan ini harus diberitahu terlebih dahulu tertulis maupun lesan Berdasarkan keterangan di atas Kepala Sekolah sebagai pengelola dalam pelayanan siswa, maka harus memiliki kompetensi sebagai berikut: 1. menganalisis, menaksir, dan menjelaskan pengenalan nilai siswa di sekolah 2. mereview dan menjabarkan tujuan dan sasaran sekolah sebagai suatu lembaga. 3. menganalisis dan mempelajari pengenalan nilai staf sekolah dan dirinya. 4. melibatkan siswa dalam membuat keputusan yang berhubungan dan program sekolah. 5. mengkoordinasikan perencanaan, penyusunan staf, keuangan, dan evaluasi program kokurikuler di sekolah.
108
6. mendukung pengembangan kebijakan operasional dan menyediakan sumber untuk organisasi kesiswaan yang efektif di sekolah. 7. mendorong pengembangan kegiatan terhadap penyediaan informasi siswa 8. memprioritaskan penyuluhan terhadap individual murid, kelompok, guru, dan orangtua siswa. 9. berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan dan pencepatan prosedur sekolah dan penempatan siswa. 10. berinisiatif melakukan penelitian dan penggunaan informasi penelitian untuk pebaikan bimbingan dan program perbaikan. 11. menyusun kegiatan yang mendukung interaksi antara siswa, guru, konselor, dan staf yang lain. 12. mempelajari dan memahami aturan-aturan dan keputusan-keputusan yang disyahkan dalam pelaksanaan administrasi sekolah. 13. menggunakan
data
tegai
dan
disyahkan sebagai dasar dalam
melakukan perubahan tujuan, sasaran, prosedur sekolah, nilai, peran, tingkah laku anggota organisasi. 4. Kepala Sekolah sebagai Pengelola Keuangan dan Fasilitas yang Lain Kepala Sekolah bertanggung jawab untuk memaparkan sasaran dan tujuan pendidikan daiam anggaran belanja, menyiapkan anggaran sekolah, memonitor penggunaan sumber-sumber yang ada, dan mengevaluasi hasil pendidikan berdasarkan program.
109
Kepala sekolah harus mempertimbangkan sumber dari lingkungan eksternal, masukan ke sekolah, perpaduan antara sumber dan input, hasil sekolah,
dan
umpan
balik
ke
sistem
dan
lingkungannya.
Sekolah
mendapatkan sumbernya dari masyarakat, pemerintah daerah, dan pusat (negara). Untuk lebih meningkatkan kualitas pendidikan, hasil pendidikan suatu
sekolah
sangat dipengaruhi oleh
keadaan
masyarakat sekolah
tersebut, anggota yang masuk di dalamnya dan harapan masyarakat sekitar. Sumber yang penting lainnya untuk sekolah dari lingkungan eksternal adalah sumber-sumber
pajak.
Sumber
tersebut
dipengaruhi
oleh
kebijakan
pemerintah. Sumber lainnya adalah pengetahuan tentang proses pendidikan dan bagaimana sumber itu dapat berfungsi secara efektif. Dalam hal ini Kepala Sekolah dan staf mencari ide, program dan kegiatan sekolah yang lebih
baik
untuk
meningkatkan
sekolahnya
dan
diharapkan
dapat
menyalurkan pengetahuan tersebut untuk mengatur sekolah secara efektif, memberikan
pelayanan
kegiatan
belajar
mengajar
dengan
baik
dan
menggunakan sumber-sumber sekolah secara efektif. Ada tiga sumber input sekolah yaitu sumber material, sumber manusia, dan bantuan. Sumber material terdiri dari semua alat dan fisik yang ada untuk digunakan oleh sekolah misal: gedung, buku, alat-alat, dan sebagainya. Sumber manusia terdiri dari 2 kategori yaitu siswa dan tenaga, yang paling penting dalam hal ini adalah siswa. Bantuan dan prioritas ditetapkan oleh masyarakat sekolah mengenai pendidikan dan oleh negara mengenai undang-undang dan administrasinya.
110
Kepala Sekolah dan staf harus membawa sumber-sumber manusia, material,
tujuan,
prioritas,
pengendalian
dan
memadukannya
dalam
pencapaian tujuan sekolah. Dalam proses ini dijabarkan dalam program pendidikan. Kepala Sekolah dan staf harus menaruh perhatian terhadap isi program dan proses pengajaran. Tujuan pengajaran harus spesifik untuk setiap pengajaran, pelajaran, dan murid. Keputusan harus dibuat tentang alokasi waktu,
materi
pengajaran yang dibutuhkan,
pengelompokkan/
pembagian kelas, tempat, perlengkapan, dan bahan-bahan lainnya. Kepala Sekolah juga harus mengidentifikasi pelayanan pendukung yang diperlukan sehingga program efektif. Hasil proses pendidikan dapat dibedakan menjadi 3 fase yaitu jangka pendek, panjang, dan joint atau incidental. Hasil dalam jangka pendek yaitu menilai perkembangan intelektual melalui tes prestasi, pendemontrasian, ketrampilan, dan juga hasil dari observasi. Hasil dalam jangka panjang yaitu menilai antara lain pelayanannya untuk siswa dan sosialnya sebagai individu dan anggota masyarakat sekolah, sebagai pekerja, sebagai pemimpin, dan inovator, sebagai kontributor budaya dan sebagai warga negara. Hasil join dari sistem pendidikan diatur dalam laporan yang tidak termasuk dalam proses pendidikan atau di luar pengajaran. Umpan balik merupakan hasil setelah evaluasi yang membandingkan prestasi yang diraih dan sasarannya. Mengelola sumber-sumber perlu dipersiapkan penganggaran terkait dengan hal tersebut ada tiga pendekatan anggaran yang digunakan di sekolah
111
a. Pendekatan komparatif (Comparative approach) yaitu perbandingan antara jumlah pendapatan dan pengeluaran satu tahun dan tahun berikutnya,
dimana
keputusan
anggaran
berdasarkan
pada
penambahan kenaikan b. Pendekatan
sistem
pengevaluasian
program
planning-programming-budgeting-evaluating
perencanaan
systems
(The
approach)
menentukan tujuan-tujuan program yang menentukan sasaran yang dicapai, alternatif lain dalam mencapai tujuan, biaya masing-masing alternatif, biaya penyelenggaraan dan pengevaluasian masing-masing program. c. Pendekatan fungsional (the functional apprach) meliputi elemen dari pendekatan
komparatif
dan
pendekatan
sistem
pengevaluasian
program perencanaan. Prosedur penyusunan anggaran menurut Lipham (1985: 239) ada 4 fase yaitu: a. Planning The Budget • Identifying needs, issues, and goals • Adopting Objectives • Analyzing Program Options • Selecting Cost-Effective Alternative b. Preparing The Budget • Preparing Budget Form • Inventorying Existing Resources • Assigning Costs to Programs • Presenting The Budget c. Managing The Budget • Preparing Financial Report • Purchasing Supplies and Equipment • Accounting for Schools Fund • Controlling Expenditure d. Evaluating the Budget • Asssessing Educational Performance • Auditing Achievment of Objectives • Making Cost and Budget Comparisons • Recomending Future Adjustments and Changes
112
Tahap: perencanaan anggaran terdiri dari kegiatan mengidentifikasi kebutuhan; i^ui-isue, dan tujuan; mengadopsi sasaran; menganalisis alternatif program; dan memilih biaya dan alternatif yang efektif. Tahap penyiapan anggaran terdiri dari kegiatan: menyiapkan format anggaran; mengiventarisir sumber-sumber yang ada; memberikan atau menetapkan biaya pada masingmasing program; dan menyajikan anggaran. Tahap mengelola anggaran terdiri dari: menyiapkan laporan keuangan; pembelian kebutuhan dan perlengkapan; dan mencatat serta membukukan keuangan sekolah; dan mengontrol pengeluaran. Tahap evaluasi anggaran meliputi", mengukur kinerja pendidikan; mengaudit pencapaian tujuan; membandingkan biaya dan anggaran. Keempat tersebut saling berkaitan dan merupakan siklus dan penganggaran yang sistematis memiliki hubungan dengan sumber-sumber, program, dan hasil. Kepala Sekolah sebagai pengelola keuangan dan fasilitas yang lain terkait
dengan
sumber
keuangan,
Kepala
Sekolah
harus
memiliki
kompetensi: 1. menentukan kebutuhan, tujuan, dan sasaran sekolah dan menjabarkan ke dalam pengajaran dan mendukung hasil yang dapat diukur syarat-syarat kinerjanya. 2. memimpin staf dalam pengembangan format dan struktur program secara konsisten dengan tujuan yang dapat diukur. 3. mengidentifikasi, menganalisis, dan menentukan ongkos alternatif untuk pencapaian setiap tujuan.
113
4. merekomenasikan seleksi dan penyesuaian alternatif pengajaran 5. memimpin atau memilihara kecukupan inventaris perlengka penyediaan bahan untuk pencapaian tujuan. 6. menyiapkan anggaran yang menetapkan prioritas kebutuhan untuk setiap program di sekolah. 7. mengevaluasi
dan
menyetujui
permintaan
untuk
perlengkapan,
persediaan, dan bahan untuk dibeli sekolah. 8. memperkirakan kebutuhan sumber beberapa tahun yang akan datang bagi sekolah. Terkait dengan penempatan sumber sekolah, kompetensi Kepala Sekolah adalah: 9.
mengerahkan input seperti guru, siswa, dan warga dalam perencanaan wilayah untuk fasilitas pendidikan.
10. memimpin staf dalam menentukan jumlah dan kualitas kebutuhan dalam pengajaran. 11. menggambarkan dan menentukan tempat dan fasilitas pelayanan 12. mengembangkan
instrumen
secara
lengkap
tentang
kekhususan
pendidikan sebagai masukan arsitek untuk perencanaan fasilitas model baru. 13. menilai kemajuan perencanaan dan bentuk perubahan yang dibutuhkan dalam penyediaan kegiatan pengajaran yang fleksibel.
114
14, menginterview, menentukan, dan mengawasi pemeliharaan dan tenaga pemeliharaan
untuk
penyediaan
lingkungan
fisik
yang
akan
meningkatkan pengajaran.
5. Kepala Sekolah Sebagai Pengelola dalam Menjalin Hubungan Sekolah dan Masyarakat Orangtua dan warga melihat Kepala Sekolah sebagai pengelola untuk memperbaiki efektivitas sekolah dalam rangka mencapai pendidikan yang berkualitas. Taxonomi masyarakat digambarkan sebagai berikut: a. Local community: mengumpulkan identitas didasarkan atas lingkungan khusus atau regional, lingkungan lokal atau sekolah. b. Administrative community: mengumpulkan identitas didasarkan atas identitas penentu kebijakan khusus, contoh kota, kabupaten. c. Social community: pengumpulan identitas didasarkan atas hubungan interpersonal khusus tanpa tergantung lokal atau wilayah administrasi, contoh: seluruh teman siswa. d. Instrumental community: pengumpulan identitas yang didasarkan atas perjanjian langsung atau tidak langsung dengan orgnisasi lainnya dalam
kinerja
fungsi
khusus
yang
saling
berkaitan.
Contoh:
masyarakat pendidikan, organisasi pendidikan (PGRI), organisasi penyandang dana.
115
e. Etnic, caste, atau kias masyarakat: pengumpulan identitas didasarkan atas suku, rasial, kelompok budaya; contoh: Irlandia, negro, atau kias atas. f. Ideological community: pengumpulan identitas didasarkan atas sejarah khusus, konsep, atau sosiopolitik masyarakat lokal lintas bidang, administrasi, sosial, instrumental, atau komunikasi etnik; contoh: kristen, beasiswa, atau sosialis. Penelitian (Bowles & Fruth, 1996: 92) menunjukkan bahwa program efektif hubungan sekolah-masyarakat adalah: a. Siswa merupakan bagian masyarakat sangat penting di sekolah yang merupakan sumber utama informasi tentang orangtuanya. b. Program
efektif
memperbaiki orangtua.
hubungan
pekerjaan
Melalui
yang
kunjungan
sekolah-masyarakat tertutup ke
menjadi
rumah
dengan terbuka
orangtua,
cara
dengan
sukarelawan
orangtua, partisipasi orangtua dalam pengambilan keputusan. c. Staf sekolah dapat menggunakan sumber pendidikan di masyarakat. Ini
bisa
memperbaiki
program
pengajaran
dan
meningkatkan
pengetahuan staf dari sumber masyarakat. d. Anggota staf sekolah harus memperluas konsep masyarakat sekolah. Sekolah tidak bisa mengisolasi dari tipe-tipe anggota masyarakat. e. Program
hubungan
sekolah-masyarakat
lebih
efektif
dengan
menggunakan media, sehingga komunikasi akan jelas, langsung, dan sering.
116
f.
Banyak jenis bagian masyarakat memiliki sedikit kontak langsung dengan sekolah. Kepala Sekolah harus menjamin komunikasi yang memadai,
peningkatan
keterlibatan
komunikasi
dalam
aktivitas
sekolah, menyediakan partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan mengembangkan jalan pemecahan
masalah aktual atau konflik
potensial antara bagian masyarakat dengan sekolah. g. Kelebihan setiap pengajaran atau perubahan organisasi dibuat visibel dan nyata untuk beberapa individual dan kelompok dalam masyarkat lokal.
Kemudian
orangtua
dan
warga
harus
lebih
mudah
melaksanakan perubahan dan menjawab pertanyaan masyarakat harus konkret, specrfik, dan dapat dimengerti. h. Sejak sekolah memiliki siswa, warga akan menaruh perhatian pada tujuan, prioritas, kebijakan, dan program sekolah. Sekarang warga lebih terbuka, tahu, berpengalaman dibanding yang lalu, saran akan diberikan untuk kontinuitas dan keseriusan belajar. Krisis manajemen tidak akan terjadi karena perhatian masyarakat yang besar. Partisipasi dan proses hubungan rumah-sekotah-masyarakat nampak dalam bagan 2.2 dengan penjelasan berikut ini: a. Analysis: proses yang mengenal dan menghubungkan isue dan anggota masyarakat b. Communication: proses interaksi diantara anggota masyarakat dan antara sekolah dan anggota masyarakat.
117
c. Involvement: proses dimana anggota masyarakat berkontribusi waktu, enerji,
keahlian,
dan
sumber
lain
untuk
sekolah
dan
akses
pengambilan keputusan. d. Resolution: proses yang didesain untuk memecahkan dan mengurangi masalah atau konflik potensial di rumah, sekolah, dan masyarakat. •
DISTRICT COMMUNITY ^ SCHOOL COMMUNITY HOME STUDENT
ANALYSIS COMMUNICATION INVOVEMENT RESOLUTION
INSTRUCTIONAL PROGRAMMING
ANALYSIS COMMUNICATION INVOLVEMENT RESOLUTION
TEACHER(S)
^
TEACHER ( S V PRINCIPAL
+
SUPERINTENDENT^. (Sumber: Lipham, 1985) Bagan 2.2 Model Hubungan Sekolah dan Masyarakat Analisis masyarakat memerlukan tiga fungsi: 1) Kepala Sekolah harus mengenal isue dan isue dasar. 2) Kepala Sekolah harus mengenal partisipasi individual dan masyarakat. 3) Kepala Sekolah harus menghubungkan isue dan isue dasar yang dikenal dengan partisipasi individual dan partisipasi bagian masyarakat yang direncanakan untuk komunikasi, keterlibatan, dan pemecahan isue yang dapat dilaksanakan.
118
Tiga cara dimana isue dapat diidentifikasi. 1) Konsentrasi penuh atau keterlibatan penuh Kepala Sekolah pada pekerjaan (sense on the job), pisahkan diri dengan isue yang tidak ada berguna. 2) Mengidentifikasi isue dengan menggunakan/ mengadakan survey sistematis. 3} interview in-depth dengan anggota masyarakat. Komunikasi dengan masyarakat yang paling berkualitas antara guru dengan siswa adalah 1) dalam program kurikuler dan kokurikuler di sekolah. Komunikasi formal dan informal dapat berlangsung antara siswa dan staf tergantung aktivitas sekolah dan merupakan komunikasi efektif dengan masyarakat lokal. 2) Press release, radio, program televisi, dan koran sekolah serta surat merupakan komunikasi formal yang efektif antara sekolah dan masyarakat. 3) Bilateral, face to face communication dibutuhkan bersama dengan
perjanjian
waktu,
tempat,
dengan
saling
percaya.
Misalnya
wawancara dengan orangtua. Komunikasi
merupakan
bentuk
keterlibatan.
Keterlibatan
berarti
partisipasi aktif orang dalam program dan aktivitas sekolah. Keterlibatan yang direncanakan berarti keterlibatan struktur dengan memberi kesempatan pada masyarakat untuk menyampaikan usulan tentang materi pelajaran dengan kemungkinan berpartisipasi. sepontanitas,
alasan
yang
Keterlibatan
tayak dan juga
berhadapan dengan
tidak
mengawasi isue tersebut dan direncanakan
kelompok kontrol,
dan
interaksi
kunjungan tanpa
pemberitahuan, atau brainstormin dan pemecahan masalah yang muncul di luar proses kelompok struktur.
119
Lima tipe keterlibatan yang digunakan sekolah efektif yaitu home visits, paneni
conference,
citizen
represtaton
Fungsi
community on
based
leaming
activities,
citizen
volunteers,
advisory committees.
terakhir program
hubungan
sekolah
masyarakat adalah
pemecahan masalah aktual atau konflik potensial, alokasi sumber, pemilihan nilai, dan distribusi kekuatan. Empat model pemecahan konflik 1) Rational decision
making,
2)
Persuasion,
3)
Bargaining,
4)
Power
p/ay.
Sekolah harus kompeten terhadap empat model tersebut,
Kepala
kapan dan
bagaimana Kepala Sekolah mampu menggunakan model tersebut. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Kepala Sekolah sebagai pengelola dalam menjalin hubungan sekolah dan masyarakat terkait dengan analisis masyarakat, maka kompetensi Kepala Sekolah adalah: 1. berkoordinasi dengan dewan penasehat atau kelompok
perwakilan
masyarakat dalam menganalisis tujuan, sasaran, program, dan prosedur sekolah. 2. beserta staf memperkirakan persepsi warga tentang kebutuhan dan harapan warga terhadap sekolah. Terkait dengan komunikasi dengan masyarakat, kompetensi Kepala Sekolah; 3. berpartisipasi secara luas dalam kegiatan kelompok masyarakat dan ambil bagian secara selektif dengan organisasi kemasyarakatan. 4. melibatkan guru, murid, dan tenaga lainnya berkaitan dengan perannya di masyarakat
120
5. berkonsultasi dengan pimpinan dan anggota organisasi guru orangtua siswa (Parent Teacher Organization) untuk efektivitas sekolah. 6. menganalisis kebutuhan informasi, menyiapkan, mengajukan komunikasi pada pertemuan dengan masyarakat. 7. mengklarifikasi kriteria kuantitatif dan kualitatif yang digunakan oleh warga untuk menilai proses dan produk sekolah. Terkait dengan Kegunaan Sumber Masyarakat, kompetensi Kepala Sekolah; 8. menggali program inovatif dan rencana-rencana kegiatan kerjasama keseluruhan sumber masyarakat. 9. mendorong praktek pendidikan yang melibatkan masyarakat sebagai laboratorium belajar. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan Kepala Sekolah memiliki andil yang besar dalam mengelola program pengajaran, memberi pelayanan pada tenaga kependidikan lainnya, memberi layanan pada siswa, sebagai pengelola fasilitas dan keuangan, dan menjalin hubungan dengan masyarakat. Untuk mengungkap hal tersebut maka guru yang paling logis dan tepat menilai kepemimpinan Kepala Sekolah sebab guru yang paling banyak terlibat secara langsung dengan kepemimpinan Kepala Sekolah bila dibandingkan dengan tenaga kependidikan lainnya.
D. Pembiayaan Pendidikan Perkembangan jaman dan peradaban menyebabkan bertambah dan bergesernya kebutuhan manusia, semula manusia menganggap kebutuhan
121
sekunder sekarang
menjadi kebutuhan
primer,
demikian juga dengan
pendidikan, banyak negara dan manusia menempatkan pendidikan sebagai kebutuhan primer, sehingga harus mengeluarkan biaya yang tinggi karena pendidikan merupakan investasi (human capital). Sebagaimana pemerintah Amerika Serikat menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama dalam pembangunan
sehingga
pengeluaran
untuk
pendidikan
paling
besar
dibandingkan dengan sektor lain, seperti tampak dalam tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2.1 Percentage Distribution for Selected Items of State goverment Expenditure 1950 -1980 Year Goverment Function 1950 1960 1970 27% 17% Highways 22% 33 40 Education 28 7 7 Health and Hospital 8 14 17 19 Public Welfare 2 2 Interest on General 1 17 7 22 Debt All Other
186)
Sumber
Council of State Goverments dalam
1980 11% 39 8 19 3 20
Thomas H.
Jones (1985:
Dengan mengalokasikan dana yang besar untuk pendidikan berharap tingkat pengembalian (rate of retum) juga besar, dalam pendidikan dapat dilihat dari kinerja manajemen pendidikan. Demikian juga bagi individu yang hanya berpendidikan rendah akan memperoleh pengahasilan yang rendah demikian juga sebaliknya yang berpendidikan tinggi akan memperoleh penghasilan yang tinggi. Hal ini juga disampaikan oleh Thomas H. Jones (1985: 6) yang nampak dalam tabel berikut:
122
Tabel 2.2 Lifeteme Income of Men, by Years of School Completed Years of School Completed Less than 8 9 to 11 12 (H.S. Diploma) 13 to 15 16 College Degree) 17 or more Sumber U.S.
Average Lifetime lncome($) 279,997 389,208 478,873 543,435 710,569 823,759
Departemen of Commerce,
Bureau o f The Cencus
Pembiayaan pendidikan berkaitan dengan bagaimana sumber-sumber biaya pendidikan dapat diperoleh dan bagaimana menggunakan biaya pendidikan yang telah diperolehnya serta mempertanggungjawabkannya dalam satuan pendidikan tertentu. Dalam hal ini Moch Idochi Anwar (1990: 50) mengemukakan bahwa "Pembiayaan pendidikan merupakan kegiatan dalam penyelenggaraan pendidikan yang menyangkut bagaimana upaya mencari sumber dana dan bagaimana menggunakan dana yang ada itu untuk proses penyelenggaraan pendidikan". Demikian juga Mohammad Fakry Gaffar
(1991:
56)
mengungkapkan
bahwa
"pembiayaan
pendidikan
(educational finance) mencakup beberapa aspek, aspek pertama adalah revenue (sumber, dana pendidikan). Aspek kedua adalah alokasi atau distribusi yang mengungkapakan masalah bagaimana menggunakan dan mendistribusikan dana diperoleh dari berbagai sumber untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan. Penerimaan keuangan sekolah menurut H.M. Levin (1987: 426) "School revenue refer to the financial receipts of schools for supporting their
123
operations.
Such revenues can be derived from taxation, tuition\bffar@g$, «gffif
student fees as weli as from contributions and income from the
/
goods and services". Penerimaan sekolah berhubungan dengan pemasukan keuangan sekolah untuk mendukung kegiatan sekolah. Seperti penerimaan yang berasal dari pajak, uang sekolah, dan biaya dari siswa sebagai konstribusi dan pendapatan dari provisi barang dan jasa. Sedang menurut Manuel Zymelmen (1975: 8) "metode memperoleh dana pendidikan dari: pajak, pembayaran bea, flantropi, dari perusahaan swasta, bea dan cukai". Metoda lain yang kemampuan menghasilkannya terbatas menurut Zymelmen adalah
"jasa-jasa,
pinjaman-pinjaman,
bunga dan tabungan
penjualan
saham, undian, sumbangan dana khusus, seruan-seruan atau langganan, denda, bea izin, subventions, pembebasan bea, pemberian pemerintah asing, ganti rugi dan pemakaian keuntungan monopoli pemerintah". Berdasarkan
Buku
T5
Penyusunan
Rencana,
Program
dan
Penganggaran (Depdikbud, 1988: 93-94) Sumber dana pendidikan antara lain: 1) Anggaran rutin (DIK); 2) Anggaran pembangunan (DIP); 3) Dana Penunjang
Pendidikan
Pendidikan
(BP3);
(DPP); 5)
4)
Badan
Organisasi
Pembantu
Masyarakat/
£
Penyelenggara Yayasan;
6)
Perseorangan/Donatur (flantropi); 7) Lain-lain. Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber penerimaan keuangan sekolah atau pembiayaan sekolah adalah pemerintah, masyarakat, dan orangtua/keluarga. Namun selama ini di Indonesia yang nampak adalah dari pemerintah dan orangtua/keluarga.
124
Untuk itu perlu strategi penggalian penerimaan keuangan sekolah, strategi ini dipengaruhi oleh kemampuan sumber daya, jenis sumber dana, dan seni/kiat Strategi yang dimaksud adalah melalui penyelenggaraan kegiatan-kegiatan antara lain: 1. Penjualan produk dan jasa dari sekolah, praktek laboratorium atau bengkel kerja yang dapat menghasilkan barang dan jasa yang dapat dijual kepada masyarakat sehingga dapat menghasilkan uang. 2. Kerjasama
dengan
fihak
usahawan/industri,
kerjasama
penyediaan
tenaga yang berkualitas sesuat dengan standar profesional dari industri sehingga dapat mengahasilkan pendapatan bagi sekolah, kerjasama dengan penandatanganan memory of understanding (MOU). 3. Agen dari industri, sekolah dapat bertindak sebagi agen atau penyalur (toko, koperasi) sehingga dapat membantu memasarkan barang atau jasa yang
dihasilkan
oleh
industri.
Bagian
keuntungan
itu
merupakan
pendapatan bagi sekolah. 4. Membentuk kegiatan ekstra kurikuler yang berkualitas, kegiatan ekstra kurikuler banyak sekali jenisnya diantaranya Karya Ilmiah Remaja (KIR), pramuka, olah raga, dan keseniaan. Kegiatan ini apabila ditangani secara sungguh-sungguh dapat ditampilkan dalam acara-acara resmi, kejuaran sehingga pada gilirannya akan memperoleh sponsorship yang merupakan pendapatan bagi sekolah. 5. Penyelenggaraan kursus pendidikan luar sekolah, peralatan laboratorium sekolah yang lengkap dan kemampuan sumberdaya manusia yang
125
memadai dapat dimanfaatkan untuk penyelenggaraan kursus mengetik, komputer, akuntansi, perpajakan, dan kursus yang lain. Peserta tidak hanya siswa sendiri tetapi juga masyarakat yang ditarik iuran sehingga merupakan pendapatan sekolah. 6. Penyelenggaran seminar, diskusi, pertandingan/lomba olah raga dan kesenian
(event
organizer),
sekolah
dapat
bertindak
sebagai
penyelenggara kegiatan, peserta ditarik uang pendaftaran dan menarik sponsorship sehingga meru pakan salah satu pendapatan bagi sekolah. Dana yang diperoleh sekolah dari berbagai sumber akan digunakan secara efektif dan efisien. Pengeluaran sekolah merupakan pengorbanan atau ongkos yang harus dikeluarkan oleh sekolah untuk guru, tenaga administrasi, bahan-bahan pengajaran, perlengkapan, dan fasilitas yang lain termasuk
nilai
ekonomi
setiap
input
yang
digunakan,
sebagaimana
disampaikan oleh H.M Levin (1987: 426) Schools expenditures refer to the financial disbursements of schools for the purchase of the various resources or inputs of the schooling process such as administrators, teachers, materials, equipment, and facilities. Costs represent the value of all resources used in the schooling process whether reflected in schools budgets and expenditures or not. The cost of schools resources include the values of any inputs that are used, even if they are donated or not reflected accurately in expenditure accounts. Sedang menurut Manuel Zymelmen (1975: 13) metoda alokasi dana untuk
tunjangan
mahasiswa,
pemberian (hasil-hasil,
beasiswa,
kontrak
prestasi
per-unit tertentu, warga khusus,
pendidikan,
perlengkapan,
berimbang dan pendorong, kehadiran per-capita, klasifikasi, angkutan, gaji dan langsung kepada guru). Buku T5 (Depdikbud, 1988: 94) komponen
126
pengeluaran baku berdasarkan pola struktur anggaran adalah: a) program rutin, meliputi belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan, subsidi/bantuan; b) program pembangunan, meliputi pengadaan tanah, pengadaan bahan, peralatan dan mesin, konstruksi, dan lain-iain. Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 1990 pasal 28 ayat 2 menyebutkan pmbiayaan sekolah digunakan untuk (1) gaji guru, tenaga kependidikan lainnya, dan tenaga administrasi; (2) biaya pengadaan dan pemeliharaan
sarana
dan
prasarana;
(3)
biaya
perluasan
dan
pengembangan. Pengeluaran sekolah merupakan ongkos
127
Biaya tidak langsung adalah biaya yang menunjang siswa untuk dapat hadir di sekolah. Biaya tersebut meliputi biaya hidup, transportasi, seragam, dan biaya lainnya. Biaya ini sulit dihitung karena tidak ada catatan resmi. Berdasarkan alasan praktis biaya ini tidak turut dihitung dalam perencana pendidikan. 2. Biaya Masyarakat dan Pribadi Biaya masyarakat adalah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat secara langsung maupun tidak langsung. Biaya langsung dalam bentuk uang kuliah, uang sekolah, buku, dan biaya lainnya. Biaya tidak langsung seperti pajak dan restribusi yang disetor oleh masyarakat kepada negara. Biaya pribadi adalah biaya yang dikeluarkan keluarga untuk membiayai sekolah anaknya termasuk didalamnya forgone opportunrty yaitu kesempatan hilang yang dipergunakan
untuk sekolah sehingga siswa tidak memperoleh
penghasilan. 3. Biaya Uang dan Non-Uang . Biaya
Uang
adalah
biaya
yang
dikeluarkan
masyarakat
atau
perseorangan baik langsung maupun tidak langsung yang berwujud uang. Biaya non-uang adalah biaya yang tidak diwujudkan dengan pengeluaran uang seperti pengorbanan seseorang yang tidak bekerja atau bersenangsenang tetapi kesempatan tersebut dipergunakan untuk membaca buku atau belajar. Biaya pendidikan (Unesco,1974) juga dapat digolongkan berdasarkan kegunaan (purpose) yaitu:
128
1) expenditure on capital items
- purchase and development of land - construction - furniture and non-expendable equipment
2) expenditure on salaries
- teaching staff - adminstration and supervision staff - other employees
3) expenditure on other recurrent items
- administration and supervision - maintenance of building and facilities - instructional materials and expendable equipment - textbooks - schools transport - auxilary expense (school meals, health care, etc)
4) debt service
- repayment and interest on loans
Expenditure on salaries and on other recurrent items form together total recurrent expenditure. Berdasarkan pendapat di atas bahwa pembiayaan pendidikan terbagi atas capital cost dan recurrent cost. Capital cost adalah pengeluaran tidak habis sekali pakai sedang recurrent cost adalah pengeluaran berulang-ulang atau habis sekali pakai. Menurut APBS SMU 12 Semarang tahun 2001/2002 biaya pendidikan terdiri
dari
pengeluaran
operasional
dan
pengeluaran
pembangunan.
Pengeluaran operasional terdiri dari belanja pegawai, barang, pemeliharaan, perjalanan, dan subsidi bantuan. Pengeluaran pembangunan terdiri dari pembangunan
(pavingisasi,
ruang
ganti),
pengadaan/pengembangan sarana/prasarana.
rehabilitasi
gedung,
129
Belanja pegawai terdiri dari gaji, tunjangan beras, lain-lain belanja pegawai yang terdiri dari honorarium dan kesejahteraan. Honorarium terdiri dari honorarium GTT, PTT, kelebihan jam mengajar, kegiatan ekstrakurikuler, tugas lainnya, dan kegiatan sekolah. Kesejahteraan terdiri kesejahteraan Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, GT/GTT, PT/PTT, Kepala TU/Kepala urusan, peningkatan kemampuan guru/pegawai, dan pembinaan. Belanja barang terdiri dari keperluan sehari-hari atau pengadaan bahan perkantoran,
inventaris kantor/pengadaan alat perkantoran
dan
pendidikan, langganan daya dan jasa, belanja barang lainnya (KBM, kegiatan pelajar, rapat, perpustakaan, dan sebagainya) Belanja pemeliharaan terdiri biaya pemeliharaan gedung, taman, pagar
sekolah,
kendaraan,
inventaris
kantor,
peralatan
pendidikan,
meubelair. Belanja perjalanan terdiri perjalanan dinas konsultasi, penataran, diklat untuk Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, guru, staf pendukung lainnya
baik
loka!
maupun
luar kota.
Sedang
yang terakhir adalah
pengeluaran untuk subsidi/bantuan yaitu bantuan siswa berprestasi dan kegiatan sosial. Berdasarkan berbagai pendapat di atas maka dalam penelitian ini akan dikaji biaya pendidikan langsung yang merupakan biaya yang berulang-ulang (recurrent
cost) yang dipergunakan untuk kegiatan belajar mengajar,
pengadaan/pemeliharaan
sarana
dan
prasarana,
gaji/honorarium/
kesejahteraan, kegiatan pelajar. Dengan demikian maka biaya pendidikan memiliki pengaruh yang besar terhadap mutu proses belajar mengajar karena
130
terkait langsung dalam penggunaan kegiatan belajar mengajar. Kuantitas sumber maupun penggunaan biaya antara sekolah yang satu dengan sekolah lainnya menunjukkan tingkat kecukupan yang berbeda, untuk itu persepsi guru terkait dengan tingkat kecukupan dalam penelitian ini juga diungkap sehingga akan memberikan kepuasan kepada guru.
E. Komite Sekolah Membicarakan Komite Sekolah tidak terlepas dari Dewan Pendidikan. Dewan Pendidikan merupakan badan yang mewadahi peranserta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di kabupaten/kota. Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi
peranserta
masyarakat dalam
rangka meningkatkan
mutu,
pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada
pendidikan
prasekolah,
jalur
pendidikan
sekolah
maupun jalur
pendidikan luar sekolah. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan badan yang bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan satuan pendidikan
maupun
lembaga
pemerintah
lainnya.
Posisi
Dewan
Pendidikan, Komite Sekolah, satuan pendidikan, dan lembaga-lembaga pemerintah
lainnya
mengacu
pada
kewenangan
masing-masing
berdasarkan ketentuan yang berlaku Tujuan dibentuknya Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah sebagai berikut:
131
a. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan dan program pendidikan di kabupaten/kota (untuk Dewan Pendidikan) dan di satuan pendidikan (untuk Komite Sekolah). b. Menigkatkan tanggung jawab dan peran serta aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. c. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di daerah kabupaten/kota dan satuan pendidikan. Peran yang dijalankan Dewan Pendidikan adalah sebagai pemberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan. Badan tersebut juga berperan sebagai pendukung baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan. Di samping itu juga Dewan Pendidikan berperan sebagai pengontrol dalam rangka
transparansi
dan
akuntabilitas
penyelenggaraan
dan
keluaran
pendidikan, serta sebagai mediator antara pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif) dengan masyarakat. Di lain pihak peran yang dijalankan Komite Sekolah adalah sebagai pemberi pertimbangan dalam
penentuan
dan
pelaksanaan
kebijakan
pendidikan
di
satuan
pendidikan. Badan tersebut juga berperan sebagai pendukung baik yang berwujud finansial,
pemikiran maupun tenaga dalam
penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidikan. Di samping itu juga Komite Sekolah berperan sebagai pengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan, serta
132
sebagai mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan. Untuk menjalankan perannya itu, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah memiliki fungsi mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat Badan
terhadap
itu juga
perorangan
penyelenggaraan
melakukan
maupun
kerja
organisasi,
pendidikan
sama dengan dunia
usaha
yang
bermutu.
masyarakat,
dan
dunia
baik
industri,
pemerintah, dan DPRD berkenan dengan penyelenggaraan pendidikan bermutu. Fungsi lainnya adalah menampung dan menganalisis aspirasi, pandangan, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat. Di samping itu, fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada
pemerintah
daerah/DPRD
dan
kepada
satuan
pendidikan
mengenai kebijakan dan program pendidikan; kriteria kinerja daerah dalam bidang
pendidikan;
kriteria tenaga kependidikan, khususnya
guru/tutor dan kepala satuan pendidikan; kriteria fasilitas pendidikan; dan hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan. Terakhir fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan dan menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. Anggota Dewan Pendidikan terdiri atas unsur masyarakat dan dapat ditambah dengan unsur birokrasi/legislatif. Unsur masyarakat dapat berasal
133
dari
Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM)
bidang
pendidikan;
tokoh
masyarakat (Ulama, budayawan, pemuka adat, dll); anggota masyarakat yang mempunyai perhatian pada peningkatan mutu pendidikan atau yang dijadikan figur di daerah: tokoh dan pakar pendidikan yang mempunyai perhatian pada pendidikan
peningkatan mutu pendidikan;
(sekolah,
luar
sekolah,
yayasan
madrasah,
penyelenggara
pesantren);
dunia
usaha/industri/asosiasi profesi (pengusaha industri, jasa, asosiasi, dan lainlain); organisasi profesi tenaga kependidikan (PGRI, ISPI, dan lain-lain); dan perwakilan dari Komite Sekolah yang disepakati. Unsur birokrasi, misalnya dari unsur dinas pendidikan setempat dan unsur legislatif yang membidangi pendidikan, dapat diiibatkan sebagai anggota Dewan Pendidikan maksimal 45 orang. Jumlah anggota Dewan Pendidikan sebanyak-banyaknya berjumlah 17 (tujuh belas) orang dan jumlahnya harus gasal. Syarat-syarat, hak dan kewajiban, serta masa bakti keanggotaan Dewan Pendidikan ditetapkan di dalam AD/ART. Dilain pihak anggota Komite Sekolah berasal dari unsurunsur yang ada dalam masyarakat. Disamping itu unsur dewan guru, yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan, Badan Pertimbangan Desa dapat pula dilibatkan sebagai anggota. Anggota Komite Sekolah dari unsur masyarakat dapat berasal dari perwakilan orang tua/wali peserta didik berdasarkan jenjang kelas yang dipilih secara demokratis; tokoh masyarakat (ketua RT/RW/RK. Kepala dusun, ulama, budayawan, pemuka adat); anggota masyarakat yang mempunyai perhatian akan dijadikan figur dan mempunyai perhatian
untuk
meningkatkan
mutu
pendidikan;
pejabat
pemerintah
134
setempat (Kepala Desa/Lurah, Kepolisian, Koramil, Depnaker, Kadin, dan Instansi lain); dunia usaha/industri (pengusaha industri, jasa, asosiasi, dan lain-lain); pakar pendidikan yang mempunyai perhatian pada peningkatan mutu pendidikan; organisasi profesi tenaga pendidikan (PGRI, ISPI, dan lainlain); perwakilan siswa bagi tingkat SLTP/SMU/SMK yang dipilih secara demokratis
berdasarkan jenjang
kelas;
dan
perwakilan forum alumni
SD/SLTP SMU/SMK yang telah dewasa dan mandiri. Anggota Komite Sekolah
yang
penyelenggaraan
berasal
dari
pendidikan,
unsur Badan
dewan
guru,
yayasan
Pertimbangan
Desa
lembaga sebanyak-
banyaknya berjumlah tiga orang. Jumlah anggota Komite Sekolah sekurangkurangnya 9 (sembilan) orang dan jumlahnya harus gasal. Syarat-syarat, hak, dan kewajiban, serta masa keanggotaan Komite Sekolah ditetapkan di dalam AD/ART. Pengurus
Dewan
Pendidikan
dan
Komite
Sekolah
ditetapkan
berdasarkan AD/ART yang sekurang-kurangnya terdiri atas seorang ketua, sekretaris,
bendahara.
Apabila dipandang perlu,
kepengurusan dapat
dilengkapi dengan bidang-bidang tertentu sesuai kebutuhan. Selain itu dapat pula diangkat petugas khusus yang menangani administrasi. Pengurus dewan dipilih dari dan oleh anggota secara demokratis. Khusus jabatan ketua Dewan Pendidikan bukan berasal dari unsur pemerintahan daerah dan DPRD dan ketua Komite Sekolah bukan berasal dari kepala satuan pendidikan. Syarat-syarat, hak, dan kewajiban, serta masa bakti kepengurusan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah ditetapkan di dalam AD/ART.
135
Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah hal; secara transparan, akuntabel, dan demokratis. Dilakukan secara^ adalah bahwa Komite Sekolah harus dibentuk secara terbuka dan diketahui oleh
masyarakat secara
luas
mulai
dari
tahap
pembentukan
panitia
persiapan, proses sosialisasi oleh panitia persiapan, kriteria calon anggota, proses
seleksi
calon
anggota,
pengumuman
calon
anggota,
proses
pemilihan, dan penyampaian hasil pemilihan dilakukan secara akuntabel adalah
bahwa
panitia
persiapan
hendaknya
menyampaikan
laporan
pertanggungjawaban kinerjanya maupun penggunaan dana kepanitiaan. Dilakukan secara demokratis adalah bahwa dalam proses pemilihan anggota dan pengurus dilakukan dengan musyawarah mufakat. Jika dipandang perlu permilihan anggota dan pengurus dapat dilakukan melalui pemungutan suara. Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah diawali dengan pembentukan
panitia
persiapan
yang
dibentuk,
oleh
kepala
satuan
pendidikan dan/atau oleh masyarakat. Panitia persiapan berjumlah sekurangkurangnya 5 (lima) orang yang terdiri atas kalangan praktisi pendidikan (seperti
guru,
kepala
satuan
pendidikan,
penyelenggara
pendidikan,
pemerhati pendidikan (LSM peduli pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dunia usaha dan industri), dan orang tua peserta didik. Komponen dan indikator kinerja Komite Sekolah terkait pada peran yang dilakukannya, yakni sebagai badan pertimbangan (advisory agency), pendukung (supporting agency), pengawas (controlling agency), dan badan
136
mediator (mediator agency). Berkaitan dengan peran Komite Sekolah tercakup di dalamnya pelaksanaan berbagai fungsi badan-badan tersebut dan fungsi manajemen pendidikan . 1. Komite Sekolah sebagai Badan Pertimbangan (Advisory Agency) Dalam perannya sebagai badan yang memberikan pertimbangan atau nasihat pada satuan pendidikan, Komite Sekolah memiliki fungsi yang berkesinambungan dalam hal perencanaan sekolah, pelaksanaan program, dan pengelolaan sumber daya di satuan pendidikan. Komite
Sekolah
dalam
fungsi
perencanaan
memiliki
peran
mengidentifikasi sumber daya pendidikan di sekolah serta memberikan masukan dan pertimbangan dalam menetapkan RAPBS, termasuk dalam penyelenggaraan
rapat
RAPBS.
Dalam
pelaksanaan
program,
yang
menyangkut: kurikulum, PBM, dan penilaian. Komite Sekolah sebagai badan penasihat
berperan
penting
dalam
memberikan
pertimbangan
dalam
pelaksanaan proses pengelolaan pendidikan di sekolah, termasuk proses pembelajarannya. Hal ini penting,
sebab dengan berlakunya otonomi
pendidikan dengan pengelolaan pendidikan yang lebih otonom di sekolah, guru memiliki peran yang penting dalam penciptaan proses pembelajaran yang kondusif bagi sarana demokratisasi pendidikan. Komite Sekolah dalam fungsinya sebagai badan penasihat bagi sekolah, dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber daya pendidikan antara
lain
berperan
mengidentifikasi berbagai
potensi sumber daya
pendidikan yang ada dalam masyarakat. Fungsi ini akan dapat berguna
137
dalam memberikan pertimbangan mengenai sumber daya pendidikan yang ada dalam masyarakat yang dapat diperbantukan di sekolah. Keseluruhan indikator kinerja Komite Sekolah dalam perannya sebagai badan pertimbangan dapat diamati pada tabel berikut; Tabel 2.3 Indikator Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya Sebagai Badan Pertimbangan PERAN KOMITE SEKOLAH
FUNGSI MANAJEMEN PENDIDIKAN
Badan Pertimbangan
1. Perencanaan sekolah
a. Identifikasi sumber daya pendidikan dalam masyarakat. b. Memberikan masukan untuk penyusunan RAPBS. c. Menyelenggarakan rapat RAPBS (sekolah, orang tua siswa, masyarakat) a. Memberikan pertimbangan perubahan RAPBS. b. Ikut mengesahkan RAPBS bersama kepala sekolah.
2. Pelaksanaan Program a. Kurikulum b. PBM c. Penilaian
a. Memberikan masukan terhadap proses pengelolaan pendidikan di sekolah. b. Memberikan masukan terhadap proses pembelajaran kepada para guru.
(Advisory Agency)
INDIKATOR KINERJA
3. Pengelolaan a. Identifikasi potensi sumber daya Sumber daya pendidikan dalam masyarakat Pendidikan b. Memberikan pertimbangan tentang tenaga kependidikan yang dapat a. SDM diperbantukan di sekolah. b. Sarana/Prasara c. Memberikan pertimbangan tentang c. Anggaran sarana dan prasarana yang dapat diperbantukan di sekolah. d. Memberikan pertimbangan tentang anggaran yang dapat dimanfaatkan di sekolah.
138
2. Komite Sekolah sebagai Badan Pendukung (Supporting Agency) Dalam perannya sebagai badan pendukung (supporting agency), Komite Sekolah berfungsi memantau kondisi tenaga
kependidikan di satuan
pendidikan. Ini penting karena akan dapat diketahui masalah tenaga kependidikan. Hal ini dimaksudkan agar kekurangan tenaga kependidikan di sekolah
tidak
dibiarkan
terus
terjadi,
sehingga
akan
mengganggu
pelaksanaan pendidikan. Melalui koordinasi dengan Dewan Pendidikan, Komite Sekolah diharapkan mendapat gambaran yang utuh mengenai persoalan yang terjadi di sekolah, yang kemudian dapat ditindak lanjuti bersama dengan Dewan Pendidikan melakukan memberdayakan guru sukarelawan, termasuk tenaga kependidikan non-guru. Komite Sekolah juga dapat mengidentifikasi tenaga ahli yang ada dalam masyarakat, yang dapat dimanfaatkan bagi sekolah. Dengan demikian, aspek integrasi sekolah dengan masyarakat yang selama ini menjadi persoalan dalam pengelolaan pendidikan di sekolah dapat diatasi, karena masyarakat dapat terlibat dalam upayanya meningkatkan mutu pendidikan. Sebagai bagian dari pelaksanaan proses pendidikan, sarana dan prasarana juga harus mendapat perhatian penting. Sekolah yang kurang memiliki sarana dan prasarana memadai tentu akan mengalami kendala dalam pencapaian hasil belajar. Karena itu, Komite Sekolah berfungsi memfasilitasi kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah. Tahap selanjutnya, tentu Komite Sekolah akan memberdayakan bantuan sarana dan prasarana yang diperlukan di sekolah melalui sumber daya yang ada pada masyarakat,
139
dengan berkoordinasi dengan Dewan Pendidikan. Memberdayakan bantuan sarana dan prasarana yang telah dilakukan
Komite Sekolah dengan
koordinasi pada Dewan Pendidikan akan dipantau perkembangannya melalui evaluasi pelaksanaan dukungan atau bantuan tersebut Anggaran pendidikan yang ada pada pemerintah (daerah) sangat terbatas. Karena itu pemanfaatan sumber-sumber anggaran pendidikan yang ada pada masyarakat menjadi kebutuhan yang mendesak. Dalam era otonomi pendidikan yang meletakkan otonomi sekolah sebagai hal yang terpenting,
sekolah
harus
merupakan
bagian
yang
terpenting
dari
masyarakat, sehingga masyarakat memiliki kepedulian dan rasa memiliki terhadap sekolah. Keseluruhan indikator kinerja Komite Sekolah dalam perannya sebagai 4
badan pendukung dapat diamati pada tabel berikut: Tabel 2.4 indikator Kinerja Komite Sekolah da am Perannya Sebagai Badan Pendukung PERAN DEWAN FUNGSI INDIKATOR KINERJA PENDIDIKAN MANAJEMEN PENDIDIKAN Badan 1. Pengelolaan a. Memantau kondisi ketenagaan Pendukung Sumber pendidikan di sekolah. (Supporting Daya b. Mobilisasi guru sukarelawan untuk Agency) menanggulangi kekurangan guru di sekolah. c. Mobilisasi tenaga kependidikan non guru untuk mengisi kekurangan di sekolah.
2. Pengelolaan Sarana dan prasarana
a. Memantau kondisi sarana dan prasarana yang ada di sekolah. b. Mobilisasi bantuan sarana dan parasarana sekolah.
140
3. Pengelolaan Anggaran
c. Mengkoordinasi dukungan sarana dan parasarana sekolah d. Mengevaluasi pelaksanaan dukungan sarana dan prasarana sekolah. a. Memantau kondisi anggaran pendidikan di sekolah. b. Memobilisasi dukungan terhadap anggaran pendidikan di sekolah. c. Mengkoordinasikan dukungan terhadap anggaran pendidikan di sekolah. d. Mengevaluasi pelaksanaan dukungan anggaran di sekolah.
3. Komite Sekoiah sebagai Badan Pengontrol (Controlling Agency) Bagian
yang
terpenting
dalam
manajemen
adaiah
Controlling.
Berkaitan dengan pengembangan kinerja ini, perlu dilihat sejauh mana peran pengontrol yang dilakukan Komite Sekolah berjalan dengan optimal terhadap pelaksanaan pendidikan. Beberapa fungsi yang dapat dilakukan Komite Sekoiah dalam hubungannya dengan perannya sebagai badan pengontrol terhadap perencanaan pendidikan antara lain: melakukan kontrol terhadap proses pengambilan keputusan dan perencanaan pendidikan di sekolah, termasuk kualitas kebijakan yang ada. Fungsi Komite Sekolah dalam melakukan
kontrol
terhadap
pelaksanaan
program
pendidikan
adalah
melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan program yang ada pada Sekolah, apakah sesuai dengan kebijakan yang disusun. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan program tersebut adalah bagaimana alokasi dana dan sumber-sumber daya bagi pelaksanaan program dilakukan Sekolah. Dalam
' „»-.k--^ .-i —
'v '
pengembangan kinerja ini, perlu dilihat sejauh mana melakukan fungsinya dalam mengontrol alokasi dana dan daya tersebut. Keseluruhan indikator kinerja Komite Sekolah dalam perannya sebagai badan pengontrol dapat diamati pada tabel berikut: Tabel 2.5 Indikator Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya Sebagai Badan Pengontrol PERAN KOMITE SEKOLAH
FUNGSI MANAJEMEN PENDIDIKAN
Badan Pengontrol
1. Mengontrol perencanaan pendidikan di sekolah
(Controlling Agency)
2.
Memantau pelaksanaan program sekolah
3. Memantau output
INDIKATOR KINERJA
a. Mengontrol proses pengambilan keputusan di sekolah. b. Mengontrol kualitas kebijakan di sekolah. c. Mengontrol proses perencanaan pendidikan di sekolah d. Pengawasan terhadap kualitas perencanaan sekolah e. Pengawasan terhadap kualitas program sekolah. a. Memantau organisasi sekolah b. Memantau penjadwalan program sekolah c. Memantau alokasi anggaran untuk pelaksanaan program sekolah. d. Memantau sumber daya pelaksana program sekolah. e. Memantau partisipasi stakeholder pendidikan dalam pelaksanaan program sekolah. a. Memantau hasil ujian akhir. b. Memantau angka partisipasi sekolah c. Memantau angka mengulang sekolah d. Memantau angka bertahan di sekolah.
142
4. Komite Sekolah sebagai Mediator (Mediator Agency) Komite Sekolah juga dapat berfungsi sebagai mediator dan menjadi penghubung Sekolah dengan masyarakat, atau antara sekolah dengan Dinas Pendidikan. Berbagai persoalan yang sering dialami orang tua dalam pelaksanaan pendidikan anak-anaknya di sekolah misalnya sering kali terbentur pada sebatas keluhan, kurang direspons sekolah. Karena itu, kehadiran Komite Sekolah pada posisi ini sangat penting dalam mengurangi berbagai keluhan orang tua tersebut Peran sebagai mediator yang dilakukan Komite Sekolah dalam pelaksanaan program pendidikan lebih kepada upaya memfasilitasi berbagai masukan dari masyarakat terhadap kebijakan dan program pendidikan yang ditetapkan Sekolah. Peran ini adalah antara lain dengan
mengkomunikasikan
masyarakat
terhadap
berbagai
sekolah.
Masukan
pengaduan ini
tentu
dan
keluhan
akan
menjadi
perhatian bagi pengambil kebijakan, yang selanjutnya akan dilakukan perbaikan
bagi
kebijakan
dan
program
pendidikan.
Bagi
Komite
Sekolah, hasil penyempurnaan kebijakan dan program tersebut juga harus disosialisasikan kepada masyarakat, sehingga terjadi umpan balik bagi keberhasilan pelaksanaan pendidikan. Peran yang dilakukan oleh Komite Sekolah sebagai mediator dalam pelaksanaan program sekolah akan menjadikan berbagai kebijakan dan program yang telah ditetapkan sekolah dapat akuntabel kepada masyarakat. Sumber-sumber daya pendidikan yang ada dalam masyarakat begitu besar,
143
namun pemanfaatannya kurang optimal. Peran Komite Sekolah yang harus dijalankan sebagai mediator adalah memberdayakan sumber daya yang ada pada orang tua bagi pelaksanaan pendidikan di sekolah. Keseluruhan indikator kinerja Komite Sekolah dalam perannya sebagai badan penghubung (mediator) dapat diamati pada tabel berikut:. Tabe 2.6 Indikator Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya Sebagai Badan Penghubung (Mediator) PERAN FUNGSI INDIKATOR KINERJA KOMITE MANAJEMEN SEKOLAH PENDIDIKAN Badan 1. Perencanaan a. Menjadi penghubung antara Komite Penghubung Sekolah dengan masyarakat, (Mediator Komite Sekolah dengan sekolah, Agency) dan Komite Sekolah dengan Dewan Pendidikan. b. Mengidentifikasi aspirasi masyarakat untuk perencanaan pendidikan. c. Membuat usulan kebijakan dan program pendidikan kepada sekolah 2. Pelaksanaan program
3. Pengelolaan Sumber Daya pendidikan
a. Mensosialisasikan kebijakan dan program sekolah kepada masyarakat b. Memfasilitasi berbagai masukan kebijakan program terhadap sekolah c. Menampung pengaduan dan keluhan terhadap kebijakan dan program sekolah d. Mengkomunikasikan pengaduan dan keluhan masyarakat terhadap sekolah a. Mengidentifikasi kondisi sumber daya di sekolah b. Mengidentifikasi suber-sumber daya masyarakat c. Memobilisasi bantuan masyarakat untuk pendidikan di sekolah d Meng koordinasikan bantuan masyarakat
144
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa apabila Komite Sekolah
dapat
berperan
sebagai
badan
pertimbangan,
pendukung,
pengawas, dan mediator maka akan dapat meningkatkan mutu proses belajar mengajar yang pada gilirannya akan meningkatkan mutu lulusan. Untuk mengungkap peran tersebut maka keterlibatan guru dalam menilai sangat diharapkan karena guru berpangkalan di sekolah.
F. Penelitian Terdahulu yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Dedi Supriyadi (1998) mengenai ciri-ciri sekolah yang bermutu di Jawa Barat, menemukan bahwa sekolah yang mutunya baik adalah sekolah unggul dan dikenal di masyarakat, memiliki cirri yang berbeda dengan sekolah yang mutunya biasa. Perbedaan itu dalam hal kinerja guru, iklim sekolah, gairah belajar siswa, dan prestasi belajar siswa, dimana sekolah yang mutunya baik maka kondisi di atas lebih baik bila dibandingkan dengan sekolah yang mutunya biasa. Hal ini disebabkan oleh adanya kepemimpinan yang diperankan oleh Kepala Sekolah. Walker (1995) hasil penelitian menyimpulkan bahwa perhatian Kepala Sekolah yang tinggi terhadap pembinaan mutu, perilakunya yang terpunji, dan sikap responsifnya dalam menangani persoalan yang timbul di sekolah secara signifikan menurunkan frekuensi perilaku tak terpuji pada siswa dan sebatiknya meningkatkan iklim kehidupan sekolah. Gaustad (1992) menemukan bahwa Kepala Sekolah terbukti menunjukkan peranan kunci dalam menegakkan disiplin
sekolah
melalui
kemampuannya
dalam
mengelola
sekolah,
145
memberikan teladan kepada siswa dan guru, serta melakukan teknik-teknik "social rewarcT kepada siswa dan guru. Stolps (1994) menemukan bahwa iklim kehidupan sekolah yang sehat berkaitan erat dengan meningkatnya prestasi dan motivasi belajar siswa serta dengan produktivitas dan kepuasan guru. Prakarsa kearah terciptanya healty school culture tersebut sebagaian berada pada tangan Kepala Sekolah. Penelitian yang dilakukan oleh Rasdi Ekosiswaoyo (2003) tentang pengaruh pemberdayaan, kepemimpinan, dan motivasi kerja terhadap kinerja guru SMK eks SMEA Pembina di Jawa Tengah. Temuan penelitian mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kinerja guru. Kepala Sekolah yang memiliki orientasi pada upaya peningkatan kinerja guru, selalu mendorong guru untuk berprestasi, mengaplikasikan prinsip-prinsip partisipasi, komunikasi dua arah, pengakuan terhadap andil
para guru,
pendelegasian wewenang,
dan
pemberian perhatian kepada kondisi guru. Penelitian yang dilakukan oleh Abdullah Alhadza (2004) tentang pengaruh motivasi berprestasi dan perilaku komunikasi antar pribadi terhadap efektivitas kepemimpinan Kepala Sekolah (survey terhadap Kepala SLTP di Propinsi Sulawesi Tenggara), temuan penelitian mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh positif dari motivasi berprestasi dan perilaku antar pribadi terdahap efektivitas kepemimpinan Kepala Sekolah. Berkaitan dengan hasil penelitian tentang Kepala Sekolah di atas maka kesempatan ini dilakukan penelitian lanjutan tentang kepemimpinan Kepala
146
Sekolah yang berkaitan dengan tugas-tugas operasional Kepala Sekolah yaitu Kepala Sekolah sebagai pengelola program pengajaran,
Kepala
Sekolah sebagai pengelola pelayan tenaga kependidikan, Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan siswa. Kepala Sekolah sebagai pengelola keuangan dan fasilitas, dan Kepala Sekolah sebagai pengelola hubungan sekolah dan masyarakat. Dengan penelitian ini dalam melihat Kepala Sekolah tidak hanya sifat dan perilaku yang melekat pada Kepala Sekolah (teras kinerja) tetapi melihat apa yang dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah (in action).
Berkaitan dengan pembiayaan pendidikan didukung oleh penelitian Moch Idochi Anwar (1990) tentang tranformasi biaya pendidikan dalam layanan pendidikan pada perguruan tinggi menyimpulkan bahwa meskipun biaya pendidikan total itu naik dari tahun ke tahun tetapi tidak mempunyai pengaruh yang berarti pada peningkatan mutu pendidikan dalam wujud layanan pendidikan. Hal ini disebabkan oleh nilai uang yang berkurang daya belinya, gaji tidak merangsang untuk meningkatkan semangat dan kualitas kerjanya, serta karena tergoda oleh demonstration effect. khusus biaya
personil tenaga edukatif memiliki
Secara lebih
persentase terbesar.
Penelitian oleh Kardoyo (1997) di SMK Kota Semarang menunjukkan bahwa dana dari pemerintah sebesar 75%, orangtua 25% dari jumlah anggaran, pemerintah provinsi dan kota/kabupaten dan masyarakat lain di luar orangtua 0%. Jika unsur gaji dan tunjangan tidak dimasukkan dalam analisis, sumbangan BP3 menduduki urutan pertama yitu 60%, pemerintah 40% (DIK
147
di luar gaji dan tunjangan, DPP, OPF, dan iain-lain), pemerintah provinsi dan kota/kabupaten serta masyarakat di luar orangtua masih 0%. Penelitian Kardoyo (2000) tentang analisis biaya pendidikan di S MA Negeri Kota Semarang
menunjukkan
besar/lebih tinggi
bahwa
partisiipasi
bila dibandingkan
orangtua
masih
pemerintah, sementara
sangat
partisipasi
masyarakat di luar orangtua masih 0% apabila gaji tidak masuk dalam analisis. Demikian juga studi yang dilakukan oleh Clark dan kawan-kawan (1998) menunjukkan bahwa sumber penerimaan sekolah negeri terbesar juga dari pemerintah (pusat) baik di SD, SLTP, SMU, dan SMK. Oangtua/keluarga menempati urutan kedua, sedang pemerintah daerah, dan masyarakat peranannya masih kecil sekali. Nanang Fattah (1999) melalui penelitiannya juga menemukan bahwa jumlah dana pendidikan yang diterima oleh sekolah (SD) dari berbagai sumber pemerintah pusat 90,73%; orangtua murid melalui BP3 6,88%; pemerintah daerah 2,17%; sumbangan masyarakat termasuk dunia usaha 0,40%. Temuan yang lain adalah pembiayaan pendidikan memberikan
kontribusi
pendidikan SD.
yang
signifikan
terhadap
peningkatan
mutu
Komponen biaya yang berkorelasi signifikan terhadap
peningkatan PBM di wilayah perkotaan adalah pengelolaan sekolah, di wilayah pedesaan adalah pembinaan guru. Kebijakan untuk anggaran untuk SD memperhatikan perbedaan kemampuan masyarakat di wilayah yang makmur dengan yang kurang makmur. Kebijakan anggaran yang tidak adil mengakibatkan perbedaan mutu antar SD perkotaan dengan SD pedesaan. Penelitian Kardoyo (1997 dan 2000) pengeluaran sekolah terbesar untuk
148
honorarium dan kesejahteraan pegawai.
Nanang
Fatah
(1999) dalam
penelitiannya juga menemukan bahwa jumlah pengeluaran biaya untuk penyelenggaraan pendidikan di SD sebagian besar (81,46%) dipergunakan untuk gaji/kesejahteraan pegawai. Demikian juga studi yang dilakukan oleh Clark dan kawan-kawan (1998) menunjukkan bahwa sebagian besar dana pendidikan di sekolah negeri dialokasikan bagi pengembangan system, administrasi, dan tenaga pengajar. Sementara itu, dana yang dialokasikan untu kegiatan operasional dan pemeliharaan masih sangat terbatas, terutama pada tingkat pendidikan yang lebih rendah. Demikian juga studi yang dilakukan oleh Bank Dunia (1998) menyarakan bahwa dalam jangka pendek, pembiayaan pendidikan seyogyanya diarahkan untuk melanjutkan investasi yang telah dilaksanakan di masa lalu, dan juga untuk melindungi kelompok masyarakat miskin dari dampak krisis. Dalam jangka panjang perhatian seyogyanya
diarahkan
kepada
pencapaian
pendidikan
dasar
yang
menyeluruh dan persiapan untuk desentralisasi. Berdasarkan hasil penelitian di atas yang menyangkut pembiayaan pendidikan
maka
penelitian
ini
akan
menambah
wawasan
tentang
pembiayaan pendidikan dan sekaligus mengetahui posisi pembiayaan pendidikan dibandingkan dengan kepemimpinan Kepala Sekolah, dan peran Komite Sekolah dalam berkontribusi terhadap mutu proses belajar mengajar dan mutu lulusan. Disamping itu juga mengetahui besarnya RAPBS dan komposisi pembiayaan pendidikan dilihat dari sumber dana, sekaligus melengkapi tentang komposisi pengggunaan pembiayaan pendidikan.
149
Berkaitan dengan partisipasi masyarakat melalui Komite Sekolah penelitian Kardoyo (1997) menunjukkan bahwa partisipasi orangtua masih terbatas dalam menyediakan dana dan BP3 saat itu juga hanya berperan dalam penyediaan dana, BP3 beranggapan bahwa proses belajar mengajar menjadi tanggungjawab fihak sekolah. Penelitian yang dilakukan oleh lim Wasliman
(2002) tentang pengaruh faktor-faktor kondisi
persekolahan
terhadap efektivitas sekolah ditinjau dari nilai-nilai kebijakan MBS di SD dan SLTP Jawa Barat, kesimpulannya efektivitas sekolah dipengaruhi oleh factorfaktor kondisi persekolahan dan nilai-nilai kebijakan secara signifikan 40,30%. Kondisi persekolahan meliputi: lokasi, gedung, sejarah berdirinya, usia, infrastruktur, siswa, guru, kepemimpinan atau Kepala Sekolah. Nilai kebijakan meliputi komitmen masyarakat sekolah, partisipasi masyarakat sekolah, penguasaan informasi, profesionalisasi tenaga kependidikan, penghargaan sekolah, administrasi sekolah, dan akuntabilitas profesional. Berkaitan dengan hasil di atas maka penelitiaan ini akan mengungkap partisipasi masyarakat terwadahi dalam organisasi Komite Sekolah yang merupakan pembaharuan dari BP3 apakah Komite Sekolah dapat bertindak sebagai badan pertimbangan, pendukung , pengontrol, dan penghubung. Berkaitan dengan kinerja sekolah yang dilihat dari mutu proses dan mutu lulusan penelitian terdahulu pendukung adalah yang dilakukan oleh Abin Syamsudin (1999) tentang
model pemberdayaan pengembangan
profesional staf untuk memperkuat penjaminan mutu pendidikan. Konsep dasar yang melandasi adalah kualitas lulusan (output) pendidikan dapat
150
dihasilkan
dari
kualitas
proses
lembaga
(performance
managerial
kelembagaan) dengan mengelola kualitas input (misal profesional anggota staf). Dengan kata lain kualitas yang baik dari masukan suatu lembaga pendidikan dapat mengembangkan kualitas performansi lulusan yang baik pula. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggota staf adalah salah satu faktor yang paling signifikan dapat berkontribusi dalam meningkatkan kualitas performasi pendidikan tinggi dan pengembangan profesional anggota staf telah diasumsikan sebagai strategi yang efektif untuk meningkatkan sistem penjaminan
mutu
dalam
rangka
meningkatkan
performansi
lembaga
termasuk kualitas performansi. Dari hasil di atas maka dalam penelitian ini akan dilihat kinerja sekolah dari mutu proses belajar mengajar dan mutu lulusan, dimana kedua unsur tersebut merupakan unsur pokok untuk melihat mutu satuan pendidikan. Disamping itu juga terkait dengan penelitian maka secara simultan maupun parsial kepemimpinan Kepala Sekolah, pembiayaan pendidikan, peran Komite Sekolah berkontribusi terhadap mutu proses belajar mengajar maupun mutu lulusan.
BAB III METODE PENELITIAN
1]
A. Pendekatan dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk ex post facto karena data yang dikumpulkan setelah semua yang dipersoalkan berlangsung. Penelitian ex post facto merupakan telaah empirik sistematis dimana ilmuwan tidak dapat mengontrol secara langsung variabel bebasnya karena manifestasinya telah muncul, atau karena sifat hakekat variabel itu memang menutup kemungkinan manipulasi. Pengujian tentang relasi antar variabel dibuat, tanpa intervensi langsung, berdasarkan variasi yang muncul seiring dalam variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepemimpinan
Kepala Sekolah,
pembiayaan
pendidikan, dan peran Komite Sekolah. Ketiga variabel bebas ini tidak dimanipulasi, sehingga pengamatan atas gejala yang muncul dilakukan berdasarkan pada apa yang terjadi di sekolah, dirasakan dan dialami oleh Kepala Sekolah dan Komite Sekolah. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kineija sekolah yang dilihat dari mutu proses dan mutu lulusan. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan deskriptif-evaluatifkorelasional. Penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh informasi tentang gejala pada saat penelitian berlangsung, tidak ada perlakuan yang diberikan atau kondisi yang dikendalikan seperti pada penelitian eksperiman (Ary, 1982: 17). Penelitian deskriptif merupakan suatu
151
152
metode untuk meneliti status pada sekelompok manusia, objek, -seperangkat kondisi, sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada saat sekarang. Tujuan penelitian deskriptif yaitu membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nasir, 1988: 25). Koentjaraningrat (1983 : 16) menyatakan bahwa penelitian deskriptif bertujuan
untuk
menggambarkan
secara tepat sifat-sifat individu,
keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Dalam penelitan deskriptif ini mungkin sudah dimunculkan hipotesis, mungkin belum, karena tergantung pada sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah yang bersangkutan. Penelitian evaluasi merupakan proses pengumpulan, analisis, dan penafsiran
data
yang
hasilnya
digunakan
untuk
perbaikan atau
pengambilan keputusan suatu program atau produk. Penelitian evaluasi berkaitan dengan perbaikan program atau produk (evalausi formatif) atau menentukan nilai atau kepatutan suatu program atau produk (evaluasi sumatif). Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui seberapa jauh feijuantujuannya telah tercapai. Informasi mengenai masalah ini kemudian diumpan balikkan kembali kepada proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu studi evaluasi pada intinya adalah lebih memfokuskan pada upaya peningkatan program atau hasil atau untuk menentukan nilai atau kepatutan. Evaluasi menggunakan metode penelitian namun dalam
153
evaluasi hasilnya lebih ditekankan dalam rangka untuk pengambilan keputusan. Evaluasi ada dua macam yaitu pemantauan program dan evaluasi program (Chadwick, 1991 : 25). Pemantauan dilaksanakan untuk dapat mengukur secara cermat seberapa baik program dilaksanakan untuk mencapai tujuan, dan untuk mengenali kekuatan dan kelemahan program yang telah berjalan. Evaluasi program dilaksanakan untuk menilai apakah suatu program memberi pengaruh pada populasi sasaran. Ditinjau dari segi ini, studi evaluasi dalam penelitian ini termasuk pemantauan program, yaitu pemantauan tentang kepemimpinan Kepala Sekolah, pembiayaan pendidikan di sekolah, dan peran Komite Sekolah. Penelitian evaluasi ada tiga macam metode yaitu pengamatan dan wawancara, catatan dan laporan, serta survai (Chadwick, 1991 : 26). Penelitian ini mempergunakan survai yang merupakan metode penelitian yang lebih dari pada sekedar pengumpulan data melalui kuesioner untuk memperoleh informasi atau data.
Survai juga
diperkenankan
menggunakan
pelbagai
macam
instrumen dan metode untuk mempelajari hubungan, akibat dari suatu perlakuan,
perubahan-perubahan
yang
bersifat
longitudinal
dan
perbandingan antar kelompok (Borg dan Gali, 1983). Selain bermanfaat untuk menentukan distribusi sampel berdasarkan variabel tunggal, survai juga dapat digunakan untuk menjajagi adanya hubungan antar dua variabel.
154
Pendekatan korelasional untuk mengukur perubahan saling berpola antara dua variabel yakni variabel terikat (variabel pengaruh) dan variabel bebas (terpengaruh). Variabel terikat merupakan akibat yang diperkirakan atau variabel yang terjadi kemudian. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah mutu proses dan mutu lulusan. Variabel bebas merupakan penyebab yang diduga atau variabel yang terjadi terlebih dahulu. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kepemimpinan Kepala Sekolah, pembiayaan pendidikan, dan peran Komite Sekolah. Berdasarkan tujuan penelitian dan hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini maka ada hubungan antar variabel dalam rancangan penelitian ini yaitu: (a) pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah, pembiayaan pendidikan, peran Komite Sekolah dengan mutu proses, (b) pengaruh antara kepemimpinan Kepala Sekolah dengan mutu proses, (c) pengaruh antara pembiayaan pendidikan dengan mutu proses, (d) pengaruh antara peran Komite Sekolah dengan mutu proses, (e) pengaruh antara kepemimpinan Kepala Sekolah, pembiayaan pendidikan, peran Komite Sekolah dengan mutu lulusan, (f) pengaruh antara kepemimpinan Kepala Sekolah dengan mutu lulusan, (g) pengaruh antara pembiayaan pendidikan dengan mutu lulusan, (h) pengaruh antara peran Komite Sekolah dengan mutu IDlusan, (i) pengaruh antara mutu proses dengan mutu lulusan.
155
B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan atau totalitas elemen yang dapat diamati atau dipelajari, yang dapat berupa manusia, rumah tangga, organisasi, sekolah, atau unit lainnya (Suwarno, 1987:23). Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam populasi adalah karakter yang melekat pada populasi karena pada hakekatnya permasalahan itu baru akan memiliki makna apabila dikaitkan dengan populasi. Populasi dalam penelitian ini guru di 16 SMA Negeri Kota Semarang, nampak dalam tabel sebagai berikut: Tabel 3.1 Jumlah Sekolah dan guru SMA Negeri di Kota Semarang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Sekolah SMA 1 SMA 2 SMA 3 SMA 4 SMA 5 SMA 6 SMA 7 SMA 8 SMA 9 SMA 10 SMA 11 SMA 12 SMA 13 SMA 14 SMA 15 SMA 16 Jumlah
Guru Lokasi 98 Pusat Kota 84 Pusat Kota 89 Pusat Kota Kawasan Perumahan 73 66 Pusat Kota 72 Pusat Kota Kawasan Perumahan 68 65 Pinggiran Kota Kawasan Perumahan 61 47 Kawasan Peumahan 44 Pinggiran Kota 40 Pinggiran Kota 33 Pinggiran Kota 42 Kawasan Perumahan 51 Kawasan Perumahan 34 Pinggiran Kota | 967
Sumber. Dinas Pendidikan Kota Semarang 2004
156
2. Sampel Penelitian Sampel penelitian merupakan sekelompok anggota yang menjadi bagian dari populasi, dan memiliki karakteristik populasi. Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa populasi penelitian ini adalah guru SMA Negeri di Semarang yang telah menjadi pegawai negeri dan jumlahnya 967 orang. Alasan penentuan guru sebagai populasi penelitian ini adalah karena: (a) Secara langsung guru berhadapan dengan kepemimpinan Kepala
Sekolah, (b) Kecukupan pembiayaan pendidikan tergantung
bagaimana guru menggunakan, (c) Kiprahnya Komite Sekolah yang mengetahui secara nyata adalah guru, (d) proses belajar mengajar melibatkan secara langsung aktivitas guru, (e) nilai hasil belajar yang menilai adalah guru. Oleh karena untuk mengetahui kebermaknaan kepemimpinan Kepala Sekolah, kecukupan pembiayaan pendidikan, dan peran Komite Sekolah akan diamati dari apa yang diketahui dan dirasakan oleh guru sehingga akan meningkatkan mutu proses dan mutu lulusan. Jumlah sampel seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 3.2 Jumlah Sampel Penelitian No 1 2 3
Sekolah SMA 1 SMA 12 SMA 15 Jumlah
Lokasi Pusat Kota Pinggiran Kota Kawasan Perumaha
Guru 98 40 51 189
Untuk memperoleh sampel yang benar-benar mewakili populasi, hingga dewasa ini belum ada patokan baku, misalnya berapa jumlah
157
sampel yang akan diambil pandangan
ini,
untuk mewakili populsi.
populasi yang telah dideskripsikan
Berdasarkan batasan
dan
karakteristiknya seperti tersebut di atas, kemudian ditarik sejumlah sampel untuk mewakili populasi dengan teknik area random sampling. Dari enam belas SMA Negeri di Kota Semarang diperoleh tiga sekolah masingmasing terdiri atas pusat kota yaitu SMA 1 Semarang, kawasan perumahan yaitu SMA 15 Semarang, dan pinggiran kota yaitu SMA 12 Semarang.
C. Variabel Penelitian Variabel yang diungkap dalam penelitian ini mencakup variabel bebas (independendent variable) dan
variabel terikat (dependent
variable) 1. Variabel Terikat Variabel terikat merupakan akibat yang diperkirakan atau variabel yang terjadi kemudian (Walizer, 1986: 121). Variabel terikat di dalam penelitian ini adalah mutu lulusan dan mutu proses. Mutu proses dengan indikator perencanaan pengajaran, pelaksaan pengajaran, hubungan antar pribadi, dan evaluasi. Mutu lulusan dengan indikator nilai evaluasi belajar, nilai ujian akhir nasional, tidak adanya siswa yang mengulang, dan tidak adanya siswa yang putus sekolah.
158
2. Variabel Bebas Variabel bebas merupakan penyebab yang diduga atau variabel yang terjadi terlebih dahulu. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kepemimpinan Kepala Sekolah, kecukupan pembiayaan pendidikan, dan peran Komite Sekolah. Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan indikator pengelola program pengajaran, pengelola pelayanan personel/staf, pengelola pelayanan siswa, pengelola keuangan dan fasilitas, pengelola hubungan sekolah dan masyarakat. Pembiayaan pendidikan dengan indikator pengeluaran untuk belanja pegawai, biaya untuk kegiatan belajar mengajar, pengeluaran untuk kegiatan pelajar, pengeluaran untuk rapat komite sekolah, pengeluaran untuk koordinasi dengan instansi lain, pengeluaran bahan habis pakai, pengeluaran untuk pemeliharaan, biaya transfer, pengeluaran untuk sarana/prasarana/inventaris, dan pengeluaran lainnya.
Peran Komite Sekolah dengan indikator sebagai badan
pertimbangan, badan pendukung, badan pengawas, dan badan mediator.
D. Instrumen dan Metode Pengumpulan Data Data tentang kepemimpinan Kepala Sekolah dikumpulkan dengan metode kuesioner yang bersumber dari guru. Untuk mengumpulkan data tentang pembiayaan pendidikan dilihat dari sumber dan penggunaannya digunakan
metode
pengumpulan
data
dokumentasi.
Dokumentasi
merupakan proses perolehan data yang bersumber dari tulisan, dalam penelitian ini bersumber dari RAPBS, pertanggungjawaban Kepala
159
Sekolah tentang pelaksanaan APBS, data ini bersumber dari arsip sekolah.
Disamping
itu
juga
tentang
kecukupan
sumber
dan
penggunaannya juga akan ditanyakan pada guru. Data tentang mutu lulusan juga dikumpulkan dengan metode dokumentasi yang berupa nilai evaluasi belajar, nilai UAN, angka mengulang, dan putus sekolah; data ini bersumber dari arsip sekolah dan tanggapan guru. Peran Komite Sekolah dikumpulkan dengan metode kuesioner yang mengungkap data tentang peran Komite Sekolah sebagai badan pertimbangan, badan pendukung, badan pengawas, dan badan mediator yang bersumber dari guru. Sedang mutu proses mempergunakan observasi, metode ini digunakan untuk mengungkap tentang perencaan pengajaran, pelaksanaan pengajaran, hubungan antar pribadi, dan evaluasi. Selanjutnya guru dimintai tanggapanya terhadap proses belajar mengajar dengan mempergunakan angket. 1. Kepemimpinan Kepala Sekolah (Instrumen I) Instrumen
ini
berupa
kuestioner
yang
digunakan
untuk
mengungkap variabel kepemimpinan Kepala Sekolah dengan lima subvariabel disertai sejumlah indikator dan butir pertanyaan, nampak dalam tabel berikut: Tabel 3.3 Variabel, Fungsi, Indikator Kepemimpinan Kepala Sekolah Variabel Kepemimpinan Kepala
Fungsi
Indikator
Butir
1. mempelajari dan menginterpre- 1,2 1. Pengelola tasikan kurikulum sesuai dengan Program kecenderungan perubahan Pengajaran
160
Sekolah
permintaan masyarakat. 2. menggambarkan kebutuhan umum siswa berdasarkan program pengajaran, secara langsung menaksir kebutuhan siswa yang unik untuk sekolah dan masyarakat, mengintegrasikan tujuan dan sasaran sekolah dengan kebutuhan siswa, tentang 5. memperkirakan kecukupan kebutuhan siswa dalam program rutin untuk pertemuan formal, 3. menguji dan menginterpretasikan program alternatif, prosedur, dan struktur perbaikan pengajaran, 7. menggunakan penelitian dan informasi dalam menentukan pilihan yang dapat dijalankan terhadap perubahan, 8. bekerja sama dengan yang lain dalam pengembangan alternatif pengajaran. 9. menempatkan staf untuk menetapkan tujuan pengajaran. 10. menginventarisir bahan-bahan, perlengkapan, dan fasilitas untuk mendukung tujuan pengajaran. 11. menjelaskan perubahan pengajaran kepada orangtua siswa dan masyarakat. 12. menguji dan merekomendasikan instrumen untuk program evaluasi proses dan hasil. 13. mengumpulkan, mengorganisir, dan menginterpretasikan data sekarang dibandingkan dengan kinerja siswa sebelumnya. 14. mempertanggungjawabkan kelangsungan hidup program atau inisiatif perubahan program dalam penetapan program pengajaran yang baru. 2. Pengelola
1. menjabarkan
secara
4,5
8
10,11 12,13 14 15 16,17 18,19
20,21
23,24
khusus 25,26
161
S&" Pelayanan Personnel
aturan perekrutan untuk lowongan jabatan, u ^ dan 2. mewancari menyeleKst. '^„y-. kandidat yang berkualifikasi paling baik untuk setiap posisi dan merekomendasi persetujuan, pengenalan 30,31 3. mengkoodinasikan staf baru terhadap sistem 32,33 persekolahan, tenaga yang lama, siswa dan organisasinya, serta masyarakat. 4. menilai kecocokan ijasah dengan 34,35 harapan dan kebutuhan siswa di sekolah. 5. menetapkan anggota staf yang 36,37 baru untuk mengoptimalkan pencapaian kedua tujuan organisasi dan tujuan individu anggota staf. d. menetapkan kembali pengalaman 38,39 anggota staf baru untuk posisi dan peran yang diijinkan dalam pencapaian tujuan organisasi dan individu. individu, 40 7. mengkoordinasikan program, tujuan sekolah, dan program serta tujuan sistem persekolahan. 8. mendesain kembali kegiatan 41,42 pengembangan pengetahuan professional dan ketrampilan yang berhubungan dengan pendidikan dan proses administrasi. 9. memimpin program perbaikan 43,44 sistematik dan mengobservasi kelas dan menyampaikan kepada staf yang lain. 10. mengorganisir seperti kegiatan 45 perbaikan staf sebagai kunjungan sekolah, kegiatan professional, perpustakaan professional, program pengajaran siswa, dan kegiatan in-service. 11. membimbing setiap anggota staf 46,47 untuk berkembang menuju
162
perbaikan. 12. menilai kegiatan pendidikan inservice individu dan kelompok serta merekomendasikan langkah perbaikan. 13. melibatkan staf jangkauan dan persetujuan evaluasi dan prosedur yang digunakan. 14. mengumpulkan, mengorganisir, dan menganalisis data yang berhubungan dengan proses dan produk pengajaran. 15. dalam mengambil keputusan didasarkan pada data evaluasi. Pengelola Pelayanan Siswa
1. menganalisis, menaksir, dan menjelaskan pengenalan nilai siswa di sekolah 2. mereview dan menjabarkan tujuan dan sasaran sekolah sebagai suatu tembaga. 3. menganalisis dan mempelajari pengenalan nilai staf sekolah dan dirinya. 4. melibatkan siswa dalam membuat keputusan yang berhubungan dan program sekolah. 5. mengkoordinasikan perencanaan, penyusunan staf, keuangan, dan evaluasi program kokurikuler di sekolah. 6. mendukung pengembangan kebijakan operasional dan menyediakan sumber untuk organisasi kesiswaan yang efektif di sekolah. mendorong pengembangan kegiatan terhadap penyediaan informasi siswa B. memprioritaskan penyuluhan terhadap individual murid, kelompok, guru, dan orangtua siswa. 9. berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan dan pencepatan
48
49 50,51 52,53 54,55 56 57 58 59 60
61,62 63,64 65,66 67
68 69,70 71,72 73,74
163
prosedur sekolah dan penempatan siswa. lO.berinisiatif melakukan penelitian dan penggunaan informasi penelitian untuk pebaikan bimbingan dan program perbaikan. kegiatan 11. menyusun yang interaksi mendukung antara siswa, guru, konselor, dan staf yang lain. 12. mempelajari dan memahami aturan-aturan dan keputusankeputusan yang disyahkan dalam pelaksanaan administrasi sekolah. 13. menggunakan data legal dan disyahkan sebagai dasar dalam melakukan perubahan tujuan, sasaran, prosedur sekolah, nilai, peran, tingkah laku anggota organisasi. 4. Pengelola Keuangan dan Fasilitas
1. menentukan kebutuhan, tujuan, dan sasaran sekolah dan menjabarkan ke dalam pengajaran dan mendukung hasil yang dapat diukur syarat-syarat kinerjanya. 2. memimpin staf dalam pengembangan format dan struktur program secara konsisten dengan tujuan yang dapat diukur. 3. mengidentifikasi, menganalisis, dan menentukan ongkos alternatif untuk pencapaian setiap tujuan. 4. merekomendasikan seleksi dan penyesuaian alternatif pengajaran optimal. 5. memimpin atau memilihara kecukupan inventaris perlengkapan, dan penyediaan bahan untuk pencapaian tujuan. S. menyiapkan anggaran yang
164
menetapkan prioritas kebutuhan untuk setiap program di sekolah. 7. mengevaluasi dan menyetujui permintaan untuk perlengkapan, persediaan, dan bahan untuk dibeli sekolah. 8. memperkirakan kebutuhan sumber beberapa tahun yang akan datang bagi sekolah. 9. mengerahkan input seperti guru, siswa, dan warga dalam perencanaan wilayah untuk fasilitas pendidikan. 10. memimpin staf dalam menentukan jumlah dan kualitas kebutuhan dalam pengajaran. 11. menggambarkan dan menentukan tempat dan fasilitas pelayanan 12. mengembangkan instrumen secara lengkap tentang kekhususan pendidikan sebagai masukan arsitek untuk perencanaan fasilitas model baru. 13. menilai kemajuan perencanaan dan bentuk perubahan yang dibutuhkan dalam penyediaan kegiatan pengajaran yang fleksibel. 14.menginterview, menentukan, dan mengawasi pemeliharaan dan tenaga pemeliharaan untuk penyediaan lingkungan fisik yang akan meningkatkan pengajaran. 5. Pengelola 1. berkoordinasi dengan dewan Hubungan penasehat atau kelompok Sekolah dan perwakilan masyarakat dalam Masyarakat menganalisis tujuan, sasaran, program, dan prosedur sekolah. 2. beserta staf memperkirakan persepsi warga tentang kebutuhan dan harapan warga terhadap sekolah. 3. berpartisipasi secara luas dalam kegiatan kelompok masyarakat
93
94 95,96 97 98
99 100
101
102
103, 104, 105, 106 107, 108. 109, 110
165
4. 5.
S.
7.
8.
9.
dan ambil bagian secara selektif dengan organisasi kemasyarakatan. melibatkan guru, murid, dan tenaga lainnya berkaitan dengan perannya di masyarakat. berkonsultasi dengan pimpinan dan anggota organisasi guru orangtua siswa (PTO) untuk efektivitas sekolah. menganalisis kebutuhan informasi, menyiapkan, mengajukan komunikasi pada pertemuan dengan masyarakat. mengklarifikasi kriteria kuantitatif dan kualitatif yang digunakan oleh warga untuk menilai proses dan produk sekolah. menggali program inovatif dan rencana-rencana kegiatan kerjasama keseluruhan sumber masyarakat. mendorong praktek pendidikan yang melibatkan masyarakat sebagai laboratorium belajar.
2. Pembiayaan Pendidikan (instrumen II) Instrumen ini berupa pedoman dokumentasi yang digunakan untuk mengungkap variabel pembiayaan pendidikan yang meliputi sumbersumber dan penggunaan pembiayaan pendidikan, nampak daiam tabel berikut: Tabel 3.4 Variabel, Sub-Variabel, Indikator Pembiayaan Pendidikan Variabel Pembiayaan Pendidikan
Sub-Variabel Sumber
Indikator 1. Pemerintah Pusat 2. Pemerintah Provinsi
166
3. 4. 5. 6.
Pemerintah Kota/Kab Orangtua/Keluarga Pengusaha/Industri Lainnya
Penggunaan 1. 2. 3. 4. 5.
Belanja pegawai Biaya KBM Kegiatan Pelajar Rapat Komite Sekolah Koordinasi dengan instansi lain 6. Bahan habis pakai 7. Pemeliharaan 8. Transfer 9. Fisik/sarana/prasarana 10. Lainnya
Setelah diketahui sumber dan penggunaan pembiayaan pendidikan dengan metode pengumpulan data dokumentasi maka akan diungkap kecukupan pembiayaan pendidikan yang bersumber dari persepsi guru dengan mempergunakan angket. 3. Peran Komite Sekolah (Instrumen III) instrumen
ini
berupa
kuestioner
yang
digunakan
untuk
mengungkap variabel peran Komite Sekolah dengan empat sub-variabel disertai sejumlah indikator dan butir pertanyaan, nampak dalam tabel berikut: Tabel 3.5 Variabel, Fungsi, Indikator Peran Komite Sekolah Variabel Peran Komite Sekolah
Fungsi Indikator Butir a. Identifikasi sumber daya 1,2,3 Badan pendidikan dalam masyarakat. Pertimbangan {Advisory b. Memberikan masukan untuk 4 Agency) penyusunan RAPBS.
167
c. Menyelenggarakan rapat RAPBS (sekolah, orang tua siswa, masyarakat) d- Memberikan pertimbangan perubahan RAPBS. e. Ikut mengesahkan RAPBS bersama kepala sekolah. Memberikan masukan terhadap proses pengelolaan pendidikan di sekolah. g. Memberikan masukan terhadap proses pembelajaran kepada para guru. h. Identifikasi potensi sumber daya pendidikan dalam masyarakat. Memberikan pertimbangan tentang tenaga kependidikan yang dapat diperbantukan di sekolah. Memberikan pertimbangan tentang sarana dan prasarana yang dapat diperbantukan di sekolah. k. Memberikan pertimbangan tentang anggaran yang dapat dimanfaatkan di sekolah. Badan Pendukung (Supporting Agency)
a. Memantau kondisi ketenagaan pendidikan di sekolah. b. Mobilisasi guru sukarelawan untuk menanggulangi kekurangan guru di sekolah. c. Mobilisasi tenaga kependidikan non guru untuk mengisi kekurangan di sekolah. d. Memantau kondisi sarana dan prasarana yang ada di sekolah. e. Mobilisasi bantuan sarana dan parasarana sekolah. f. Mengkoordinasi dukungan sarana dan parasarana sekolah g. Mengevaluasi pelaksanaan dukungan sarana dan prasarana sekolah.
8 9 10 11,12 13 14,15
16,17
18,19
20,21 22,23 24
25,26 27,28 29,30 31,32 33,34
168
i. Memantau kondisi anggaran pendidikan di sekolah. . Memobilisasi dukungan terhadap anggaran pendidikan di sekolah. . Mengkoordinasikan dukungan terhadap anggaran pendidikan di sekolah. k. Mengevaluasi pelaksanaan dukungan anggaran di sekolah. Badan Pengontrol {Controlling Agency)
35,36 37,38 39 40,41 42 43,44 45
a. Mengontrol proses pengambilan keputusan di sekolah. b. Mengontrol kualitas kebijakan di sekolah. c. Mengontrol proses perencanaan pendidikan di sekolah d. Pengawasan terhadap kualitas perencanaan sekolah e. Pengawasan terhadap kualitas program sekolah. f. Memantau organisasi sekolah g. Memantau penjadwalan program sekolah i. Memantau alokasi anggaran untuk pelaksanaan program sekolah. j. Memantau sumber daya pelaksana program sekolah. . Memantau partisipasi stakeholder pendidikan dalam pelaksanaan program sekolah. k. Memantau hasil ujian akhir.
46
a. Menjadi penghubung antara Komite Sekolah dengan masyarakat, Komite Sekolah dengan sekolah, dan Komite Sekolah dengan Dewan
64,65 66
47 48 49 50 51 52 53 54 55
56,57 58,59 L Memantau angka partisipasi 60,61 sekolah m. Memantau angka mengulang 62 sekolah n. Memantau angka bertahan di 63 sekolah.
II I1 iI
I
Badan Penghubung (Mediator Agency)
169
b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.
Pendidikan. Mengidentifikasi aspirasi masyarakat untuk perencanaan pendidikan. Membuat usulan kebijakan dan program pendidikan kepada sekolah Mensosiaiisasikan kebijakan dan program sekolah kepada masyarakat Memfasilitasi berbagai masukan kebijakan program terhadap sekolah Menampung pengaduan dan keluhan terhadap kebijakan dan program sekolah Mengkomunikasikan pengaduan dan keluhan masyarakat terhadap sekolah Mengidentifikasi kondisi sumber daya di sekolah Mengidentifikasi sumbersumber daya masyarakat Memobilisasi bantuan masyarakat untuk pendidikan di sekolah Mengkoordinasikan bantuan masyarakat
4. Mutu Proses (Instrumen IV) Untuk mengungkap proses belajar mengajar digunakan lembar observasi sehingga akan diketahui bahwa proses belajar mengajar sangat bermutu, di samping itu juga akan diungkap mutu proses belajar mengajar pada guru yang bersangkutan dengan mempergunakan angket.
170
Tabel 3.6 Variabel, Sub-Variabel, dan Indikator Mutu Proses VARIABEL Mutu Proses
SUB VARIABEL 1. Perencanaan Pengajaran
2. Pelaksanaan Pengajaran
3. Hubungan antar pribadi
•
INDIKATOR
NO. ITEM
a. Merencanakan pengorganisasian bahan pengajaran b. Merencanakan pengelolaan KBM c. Merencanakan pengelolaan kelas d. Merencanakan penggunaan dan sumber belajar
Alabe
a. Penggunaan metode, media, dan bahan pengajaran b. Berkomunikasi dengan siswa c. Mendemonstrasikan khasanah metode mengajar d. Mendorong dan menggalakkan keterlibatan siswa e. Mendemontrasikan penguasaan mata pelajaran/diklat f. Pengorganisasian waktu, ruang dan bahanpelajaran
B1abc
a. mengembangkan sikap positif b. bersikap terbuka pada stswa c. menampilkan kegairahan dalam PBM d. mengelola interaksi perilaku dalam kelas
A2abcd A3abc A4ab
B2abcde B3abc B4abc B5ab B6abc Clabcd C2abcd C3abc C4ab D1ab
4. Evaluasi
a. memberikan penilaian prestasi siswa untuk keperluan pengajaran b. melaksanakan evaluasi
D2ab
171
5. Mutu Lulusan (Instrumen V) Mutu lulusan dengan indikasi nilai evaluasi belajar, nilaij angka mengulang, dan putus sekolah; data ini bersumber dari arsT sekolah dengan pedoman dokumentasi, setelah itu ditanyakan kepada guru tentang kepuasannya terkait dengan nilai yang dicapai oleh siswasiswanya.
E. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 1. Validitas Instrumen yang valid dan reliabel harus diusahakan secara hati-hati sejak awal penyusunan dengan mengikuti langkah-langkah penyusunan instrumen, yakni menurunkan variabel menjadi sub variabel dan indikator, kemudian merumuskan butir-butir pertanyaan yang akan diungkap. Suharsimi Arikunto (1986) menyatakan bahwa apabila cara penyusunan instrumen yang dilakukan oieh peneliti sudah boleh berharap memperoleh instrumen yang memiliki validitas logis. Dikatakan validitas logis karena validitas ini diperoleh dengan upaya hati-hati melalui cara-cara yang benar, sehingga menurut logika akan dicapai suatu tingkat validitas yang dikehendaki. Validitas digolongkan ke dalam tiga jenis (Kerlinger, 1973: 90) yaitu validitas isi, kriteria, dan konstruk. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalan konstruk, yakni abstraksi dan generalisasi khusus dan merupakan konsep yang diciptakan untuk kebutuhan ilmah dan memiliki
172
pengertian terbatas. Konstruk tersebut diberi definisi sehingga dapat diamati dan diukur. Dalam validitas konstruk yang dilakukan peneliti adalah menjabarkan pertanyaan-pertanyaan tentang: (a) komponenkomponen atau dimensi apa saja yang membentuk konsep kepemimpinan Kepala Sekolah, pembiayaan pendidikan, peran Komite Sekolah, mutu proses, dan mutu lulusan; dan (b) landasan teoritis yang digunakan untuk mendukung dan merangkum kelima dimensi tersebut. Dalam penelitian ini ke lima dimensi tersebut telah diberikan definisi operasional berdasarkan pada landasan-landasan teoritik yang mendasarinya. Sebelum instrumen penelitian diuji cobakan, terlebih dahulu peneliti berkonsultasi dengan promotor, co-promotor, dan anggota, karena mereka memiliki keahlian di bidang penelitian ini. Dalam penelitian ini digunakan validitas internal, sehingga dapat diketahui validitas antar item. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis butir. Uji coba instrumen dilakukan pada 20 orang guru SMA 2 Semarang untuk instrumen kepemimpinan Kepala Sekolah, pembiayaan pendidikan, peran Komite Sekolah, mutu proses, dan mutu lulusan. Untuk menghitung validitas instrumen digunakan rumus product moment oleh Pearson (Suharsimi Arikunto, 1989: 82) perhitungannya mempergunakan program SPSS/PC+ release 10.0. Adapun rumusnya sebagai berikut: n IXY-(IX)(IY) **
V {nIX 2 - (IX) 2 KnIY 2 - (IY) 2 } (Sudjana, 1991)
173
Keterangan: XY = produk perkalian skor varabe! X dan Y X = skor variabel indpenden Y = skor variabel dependen n = jumlah sampel Hasil Analisis butir dan analisis faktor masing-masing instrumen penelitian disajikan sebagai berikut: a.
Kepemimpinan Kepala Sekolah Variabel kepemimpinan Kepala Sekolah terdiri dari sub-variabel
Kepala Sekolah sebagai pengelola program pengajaran, pengelola pelayanan tenaga kependidikan, pengelola pelayanan siswa, pengelola keuangan dan fasilitas, dan pengelola hubungan sekolah dan masyarakat. Sub-variabel kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai pengelola program pengajaran pada butir pertanyaan A 1 sampai dengan A 24 semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2001: 106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling kecil r. = 30), maka butir instrumen dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Sub-variabel kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai pengelola program pengajaran pada butir pertanyaan nomor A 1 sampai dengan nomor A17 semuanya valid. Sub-variabel kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan tenaga kependidikan pada butir pertanyaan B 25 sampai dengan B 56 semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi
174
yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2001:106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling keci! r = 30), maka butir instrumen dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Sub-variabel kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan tenaga kependidikan pada butir pertanyaan nomor B 1 sampai dengan nomor B 56 semuanya valid. Sub-variabel kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan siswa pada butir pertanyaan C 57 sampai dengan C 84 semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2001 :106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling kecil r = 30), maka butir instrumen dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Sub-variabel kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan siswa pada butir pertanyaan nomor C 57 sampai dengan nomor C 84 semuanya valid. Sub-variabel kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai pengelola keuangan dan fasilitan pada butir pertanyaan D 85 sampai dengan D 102 semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2001 : 106) bahwa bila koefisien korelasi sama
175
dengan 0,20 atau lebih (paling kecil r = 30), maka butir instrumen dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Sub-variabel kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai pengelola keuangan dan fasilitas pada butir pertanyaan nomor D 85 sampai dengan nomor D 102 semuanya valid. Sub-variabel kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai pengelola hubungan sekolah dan masyarakat pada butir pertanyaan E 103 sampai dengan D 121 semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2001:106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling kecil r = 30), maka butir instrumen dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Sub-variabel kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai pengelola hubungan sekolah dan masyarakat pada butir pertanyaan nomor E 103 sampai dengan nomor E 121 semuanya valid. Analisis faktor yang teridiri dari sub-variabel Kepala Sekolah sebagai pengelola program pengajaran, pengelola pelayanan tenaga kependidikan, pengelola pelayanan siswa, pengelola keuangan dan fasilitas, pengelola hubungan sekolah dan masyarakat dengan total yaitu kepemimpinan Kepala Sekolah dinyatakan valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30.
176
sebagaimana dinyatakan Sugiyono (2001: 106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling kecil r =30), maka faktor dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444 maka faktor pengelola
program
pengajaran,
pengelola
pelayanan
tenaga
kependidikan, pengelola pelayanan siswa, pengelola keuangan dan fasilitas, pengelola hubungan sekolah dan masyarakat dengan total yaitu kepemimpinan Kepala Sekolah dinyatakan valid. b.
Pembiayaan Pendidikan Variabel pembiayaan pendidikan pada butir pertanyaan 1 sampai
dengan 14 semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2001:106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling kecil r = 30), maka butir instrumen dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment untuk n - 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Variabel pembiayaan pendidikan pada butir pertanyaan nomor 1 sampai dengan nomor 14 semuanya valid. c.
Peran Komite Sekolah Variabel peran Komite Sekolah terdiri dari sub-variabel Komite
Sekolah sebagai badan pertimbangan,
badan pendukung, badan
pengontrol, dan badan penghubung. Sub-variabel peran Komite Sekolah sebagai badan pertimbangan pada butir pertanyaan A 1 sampai dengan A
177
17 semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2001 :106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling kecif r = 30), maka butir instrumen dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Sub-variabel peran Komite Sekolah sebagai badan pertimbangan pada butir pertanyaan nomor A 1 sampai dengan nomor A 17 semuanya valid. Sub-variabel peran Komite Sekolah sebagai badan pendukung pada butir pertanyaan B 18 sampai dengan B 45 semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2001: 106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling kecil r = 30), maka butir instrumen dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Sub-variabel peran Komite Sekolah sebagai badan pendukung pada butir pertanyaan nomor B 18 sampai dengan nomor B 45 semuanya valid. Sub-variabel peran Komite Sekolah sebagai badan pengontrol pada butir pertanyaan C 46 sampai dengan C 63 semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2001 : 106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling
178
kecil r = 30), maka butir instrumen dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Sub-variabel peran Komite Sekolah sebagai badan pengontrol pada butir pertanyaan nomor C 46 sampai dengan nomor C 63 semuanya valid. Sub-variabel peran Komite Sekolah sebagai badan penghubung pada butir pertanyaan D 64 sampai dengan D 69 semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2001: 106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling kecil r = 30), maka butir instrumen dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Sub-variabel peran Komite Sekolah sebagai badan penghubung pada butir pertanyaan nomor D 64 sampai dengan nomor D 69 semuanya valid. Analisis faktor yang teridiri dari sub-variabel peran Komite Sekolah sebagai badan pertimbangan, badan pendukung, badan pengontrol, dan badan penghubung dengan total yaitu peran Komite Sekolah dinyatakan valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. sebagaimana dinyatakan Sugiyono (2001 : 106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling kedi r =30), maka faktor dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r
179
= 0,444 maka peran Komite Sekolah sebagai badan pertimbangan, badan pendukung, badan pengontrol, dan badan penghubung dengan total yaitu peran Komite Sekolah dinyatakan valid, d.
Mutu Proses Variabel mutu proses belajar mengajar terdiri dari sub-variabel
perencanaan pengajaran, pelaksanaan pengajaran, hubungan antar pribadi, dan evaluasi pengajaran. Sub-variabel perencanaan pengajaran pada butir pertanyaan A1a sampai dengan A4b (12 butir pertanyaan) semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2001:106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling kecil r
30), maka butir instrumen
dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Sub-variabel perencanaan pengajaran pada butir pertanyaan nomor A1a sampai dengan nomor A4b (12 butir) semuanya valid. Sub-variabel pelaksanaan pengajaran pada butir pertanyaan B1a sampai dengan B6c (20 butir) semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2001 : 106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling kedi r = 30), maka butir instrumen dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Sub-
180
variabel pelaksanaan pengajaran pada butir pertanyaan nomor Bla sampai dengan nomor B6c (20 butir) semuanya valid. Sub-variabe! hubungan antar pribadi pada butir pertanyaan C1a sampai dengan C4b (13 butir) semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2001:106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling kecil r = 30), maka butir instrumen dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r - 0,444. Subvariabel hubungan antar pribadi pada butir pertanyaan nomor C1a sampai dengan nomor C4b (13 butir) semuanya valid. Sub-variabe! evaluasi pengajaran pada butir pertanyaan D1a sampai dengan D2c (5 butir) semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2001 :106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling kecil r = 30), maka butir instrumen dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel t product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Subvariabel evaluasi pengajaran pada butir pertanyaan nomor D1a sampai dengan nomor D2c (5 butir) semuanya valid. Analisis faktor yang
teridiri
dari
sub-variabel
perencanaan
pengajaran, pelaksanaan pengajaran, hubungan antar pribadi, dan evaluasi pengajaran dengan total yaitu mutu proses belajar dinyatakan
181
I f '*
valid, ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang d i h as^jklr^^^* 3s|k|r lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. sebagaimana dinyatakan^
^
(2001 : 106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih" (paling kecil r =30), maka faktor dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444 maka sub-variabei perencanaan pengajaran, pelaksanaan pengajaran, hubungan antar pribadi, dan evaluasi pengajaran dengan total yaitu mutu proses belajar dinyatakan valid, e.
Mutu Lulusan Variabel mutu lulusan pada butir pertanyaan 1 sampai dengan 4
semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2001:106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling kecil r = 30), maka butir instrumen dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Variabel mutu lulusan pada butir pertanyaan nomor 1 sampai dengan nomor 4 semuanya valid. 2. Reliabilitas Instrumen pengumpulan data harus memenuhi syarat reliabilitas yaitu memenuhi syarat kejituan atau ketepatan instrumen pengukur. Sugiyono (2003) menyatakan bahwa pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara eksternal maupun internal.
Eksternal berarti
;
¡i
182
pengujian dapat dilakukan dengan test-retest (stability), equivalent, dan gabungan keduanya. Internal reliabilitas instrumen berarti dapat diuji dengan menganlisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan teknik tertentu. Reliabilitas yang dipergunakan pada instrumen pengumpulan data penelitian ini adalah uji konsistensi internal. Dalam pengujian reliabilitas dengan konsistensi internal dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik Alpha dengan rumus sebagai berikut:
ICTb2
k
rn = [
}[1 (k-1)
0t
2
1
(Suharsimi Arikunto, 1989) Keterangan: rn = reliabilitas instrumen k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal 2 ICTb =jumlah varians butir 0\2 = varians total Penggunaan teknik Alpha karena rentangan skor pada masingmasing butir pertanyaan berkisar antara 1 - 4 dan 1 - 5 . Untuk menghitung reliabilitas instrumen digunakan program SPSS/PC+ release 10.0.
Hasil perhitungan reliabilitas instrument (lampiran 3.2) dengan teknik Alpha diringkas dalam bentuk tabel berikut:
183
Tabel 3.7 Hasil Uji Reliabititas Instrumen No
Instrumen untuk Variabel
1
Kepemimpinan Kepala Sekolah, sebagai Pengelola a. Program Pengajaran b. Pelayanan Tenaga Kependidikan c. Pelayanan Siswa d. Keuangan dan Fasilitas e. Hubungan Sekolah dan Masyarakat
0,9293 0,9430 0,9382 0,9133 0,9214
0,444 0,444 0,444 0,444 0,444
2
Pembiayaan Pendidikan
0,8843
0,444
3
Peran Komite Sekolah a. Badan Pertimbangan b. Badan Pendukung c. Badan Pengontrol d. Badan Penghubung
0,9057 0,9409 0,9229 0,7766
0,444 0,444 0,444 0,444
4
Mutu Proses a. Perencanaan Pengajaran b. Pelaksanaan Pengajaran c. Hubungan antar Pribadi d. Evaluasi Pengajaran
0,9460 0,9637 0,9415 0,8485
0,444 0,444 0,444 0,444
5
Mutu Lulusan
0,8173
0,444
Berdasarkan
perhitungan
Koefisien t.s. 5% Alpha
reliabilrtas
dengan
teknik
Alpha
sebagaimana tersaji di dalam tabel 3.7 tampak bahwa kelima instrument yang
mengungkap
kepemimpinan
Kepala
Sekolah,
pembiayaan
pendidikan, peran Komite Sekolah, mutu proses belajar mengajar, dan mutu lulusan semuanya reliable, karena skor koefisien Alpha lebih besar dibandingkan dengan harga kritis untuk taraf signifikansi 5%.
184
F. Análisis Data Data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan (1) analisis deskriptif, <2) analisis jalur. 1. Analisis Deskriptif Deskreptif digunakan untuk mendeskripsikan ciri-ciri sampel pada variabel
tunggal,
baik
variabel
bebas
maupun
variabel
terikat.
Pendeskripsian masing-masing variabel dilakukan dengan menggunakan bilangan statistika Mean, dan prosentase. Pembuatan tabel frekuensi dilakukan dengan menggunakan program SPSS/PC+ release 10.0. Untuk mengetahui derajat persepsi responden terhadap kepemimpinan Kepala Sekolah, pembiayaan pendidikan, peran Komite Sekolah, dan mutu lulusan dibuat kriteria atas empat klasifikasi yaitu baik, cukup baik, kurang baik, dan tidak baik. Kemudian mutu proses dibuat kriteria atas lima klasifikasi yaitu baik, cukup baik, sedang, kurang baik, dan tidak baik. Skor pada kriteria persepsi responden terhadap variabel-variabel yang diungkap adalah didasarkan pada skor maksimal yang mungkin dicapai oleh responden. Skor ini diperoleh dari perkalian jumlah item dengan skor pada alternatif jawaban. Untuk menetapkan klasifikasi pada kepemimpinan Kepala Sekolah adalah rentang skor maksimal dengan rentang skor di bawahnya kemudian dikelompokkan menjadi empat kualifikasi, berdasarkan perhitungan tersebut klasifikasi derajat persepsi responden terhadap kepemimpinan Kepala Sekolah digambarkan sebagai berikut:
185
Tabel 3.8 Klasifikasi Persepsi Responden Terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah Kualifikasi Baik Cukup Baik Sedang Kurang Baik Prosedur.
pengkualifikasian
Skor 387-476 297 - 386 207 - 296 119-207 persepsi
responden
terhadap
kecukupan pembiayaan pendidikan, peran Komite Sekolah, mutu proses, dan mutu lulusan adalah sama dengan penetapan kualifikasi persepsi responden terfiadap kepemimpinan Kepala Sekolah. 2. Analisis Jalur Anaslisis jalur digunakan untuk menganalisis data dengan tujuan menerangkan akibat langsung maupun tidak langsung seperangkat variable, sebagai variable penyebab terhadap variable akibat. Dengan analisis jalur dapat diketahui besarnya pengaruh masing-masing variable baik secara langsung maupun tidak langsung, dan dapat digambarkan digramatik struktur variable-variabel penyebab terhadap variable akibat, yang disebut diagram jalur (path diagram). Besarnya pengaruh (relative) dari variable bebas ke variable terikat akibat dinyatakan oleh besarnya bilangan koefisien jalur (path coefficienf), sedangkan besarnya pengaruh nyata
dinyatakan
oleh
besarnya
bilangan
koefisien
determinasi
(determinatif coefficienf}.. Asumsi yang mendasari digunakannya analisis jalur ini:
186
a. Hubungan antar variable harusiah linier dan aditif; b. Semua variable residu tak punya korelasi satu sama lain; c. Pola hubungan antara variable adalah rekursif (pola yang tidak melibatkan arah pengaruh yang timbale balik); d. Tingkat pengukuran semua variable sekurang-kurangnya berskala interval. Analisis jalur digunakan untuk menguji hipotesis pokok dan hipotesis penunjang serta sub-hipotesis penunjang. Sedangkan analisis jalur akan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut (Nirwana SK. Sitepu,1994:15-30): 1. Menentukan struktur hubungan analisis jalur
Bagan 3.1 Struktur Hubungan Analisis Jalur X1t X2, X3, dengan Y-t,Y2
187
2. Menentukan persamaan regresi multiple Yi atas X-i, X2, X3 sebagai berikut : Y-i = a + bAX-i + b2X2 + 1)3X3 + ei 3. Menentukan persamaan regresi muitiple V2 atas Xn, X2, X3 sebagai berikut : Y2 = a + biX1 + b2X2 + b3X3 + £1 Keterangan : Y1 = mutu proses belajar mengajar Y2 = mutu lulusan a = intersep b Xi
= koefisien regresi = kepemimpinan Kepala Sekolah
X2 = pembiayaan pendidikan X3 = peran Komite Sekolah e = epsilon (variabel sisa) 4. Menghitung Koefisien Jalur: Untuk Xi, X2, X3, terhadap Yi:
Untuk X!, X2, Xa. terhadap Y2: Py2X) - bi;
£Y2i2
; i = 1,2, 3
Keterangan: = koefisien jalur variabel X 1 2 3. terhadap variabel Yi pY2xi = koefisien jalur variabel X123, terhadap variabel Y2 b = koefisien regresi variabel X, terhadap variabel Yt dan Y2 Pyixi
5. Menghitung pengaruh parsial XA, X2, X3, terhadap Yi dan Y2 Pengaruh Langsung : Y1
Xi
* Y1
=
P y i » Pyixi
Y2"*
Xi
Y2
=
Py2xjPy2Xi
Pengaruh Tidak Langsung: Yi * Y, « Y^ < Y2 < Y2 + Y2 «
Xt Q X2 Xi Q X3 X2 Q X3 Xi Q X2 • Xi Q X3 X2 O Xa
* Y-i Yi • Y, • Y2 * Y2 + Y2
6. Menghitung R2 (pengaruh simultan X1t X2l X3 terhadap Y-j): R 2 Y1x1x2x3
=
RZY2X1X2X3 ~
spy1xi Tyixj | i = 1, 2, 3
SpY2Xi TY2Xi i i = 1, 2, 3
dimana: SXiYii V
(S^ZYIi2) £XjYa
rY2Xi
=
\}
;— 2
7. Menghitung Pengaruh variabel lain ( e ): Pyiei
=
1 - R V lx1x2x3
pY2r.1 = 1 " R2Y2X1X2X3 8. Menguji hipotesis :
189
Pengaruh simultan Xi, X2, X3, terhadap Y-r. Ho :
Pyixi
- Pvix2 =
Pyix3
=
dan Ho :
0
py2xi
=
Pyzx2 = Py2x3
=
0
H1 : Sekurang-kurangnya ada sebuah Pyi» atau pY2xi * 0 Rumus pengujian yang digunakan sebagai berikut:
F =
(n-k-1)R2Yixix2X3 k ( 1 - R y1x1x2x3)
terhadap Y2 F =
(n-k-1)R 2 y2x1x2x3 k ( 1 - R y2x1x2x3)
Pengaruh parsial Xi, X2, Xa, terhadap Yi dan
X2, X3, terhadap Y2
Ho : pYlXi. pY2Xi = 0 Hi : Pyi». Pv2Xi * 0 Rumus pengujian yang digunakan sebagai berikut: PyiXi t = /v
j V
(1-R^y 1x1x2x3) (n-k-1)(1-R2xi
Keterangan: pvi,xi,
=
Koefisien jalur atas variabel independen (X.) terhadap variabel dependen (Y1 dan Y2). 2 1-R Y1.Y2X1X2X3 = Koefisien yang menyatakan determinasi total dari semua variabel independen terhadap variabel dependen. 2 1-R xi = koefisien yang menyatakan determinasi multipel antara XStatistik uji mengikuti distribusi t dengan v = n-k-1. Kaidah keputusan tolak H0 dan terima H1 jika t^ng lebih besar dari ttabei.
190
9. Menguji hipotesis ada tidaknya perbedaan pengaruh X1 terhadap Y1, X2 terhadap Y1, dan X3 terhadap Y1 serta hipotesis ada tidaknya perbedaan pengaruh X1 terhadap Y2, X2 terhadap Y2, dan X3 terhadap Y2 Ho : pY1X1
=
PY1X2 = Py1X3
Hl : pY1X1 * pY1X2 * pY1X3
Ho : pY2X1 - pY2X2 - pY2X3 H-I : PY2X1 * PY2X2 * pY2X3 Rumus pengujian yang digunakan sebagai berikut: t=
PYIX1 - PYIX2- PY1X3
V
(1-R2y1,y2x123)
(n - k - 1)
+
(CRii+CRjj-2CRij)
Keterangan: pY1X1 = koefisien jalur atau besarnya pengaruh variabel independen X1 terhadap variabel dependen Y1. pY1X2 = koefisien jafur atau besarnya pengaruh variabel independen X1 terhadap variabel dependen Y1. pY1X3 = koefisien ialur atau besarnya pengaruh variabel independen X1 terhadap variabel dependen Y1. R2Y1 ,Y2X123 = koefisien yang menyatakan pengaruh simultan dari variabel independen X1, X2, dan X3 terhadap variabel dependen Y. CRii = unsur pada baris ke-i dan kolom ke-i dari matrik invers. Statistik uji mengikuti distribusi t dengan v=n-k-1. Kaidah keputusan tolak H0 dan terima H-i jika thitung
lebih besar dari ttabef.
191
G. Keterbatasan Penelitian Penelitian
II 5" »w'W**"" :
ini tidak terlepas dari keterbatasan
yaitu\ -
menyangkut mutu proses belajar mengajar itu dipengaruhi oleh beri masukan yaitu masukan utama (siswa), instrumental input terdiri dari guru, Kepala Sekolah, sarana prasarana, kurikulum, tenaga pendukung, dan sebagainya. Environmental input terdiri dari sosial, ekonomi, budaya, politik,
teknologi,
dan
sebagainya.
Penelitian
ini
terfokus
pada
kepemimpinan Kepala Sekolah, pembiayaan pendidikan, dan peran Komite Sekolah yang ketiganya merupakan bagian kecil dari proses belajar mengajar. Disamping itu juga dengan mutu lulusan disamping dipengaruhi oleh proses belajar mengajar juga dipengaruhi oleh kegiatan penunjang, namun penelitian ini terfokus pada mutu proses belajar mengajar. Keterbatasan berikutnya adalah penggunaan instrumen kuesioner yang tertutup. Jenis instrument ini tidak dapat mengungkap informasi tentang fenomena yang -dialami responden secara mendalam, karena responden cenderung dibatasi di dalam menyampaikan informasi walaupun instrumen penelitian tersebut sudah diuji validitas dan reliabilitasnya,
namun
ada kemungkinan
kurang
peka di
manangkap fenomena yang terjadi dan dialami oleh responden.
dalam
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Kepemimpinan Kepala Sekolah Kepemimpinan Kepala Sekolah SMA Negeri di Kota Semarang tergolong baik. Skor mean yang diperoleh yaitu sebesar 399,77 (lampiran 4.1) yang berarti masuk dalam klasifikasi baik (393,26 - 484,00). Kepemimpinan Kepala Sekolah menurut guru dengan klasifikasi baik yaitu SMA 1 Semarang (skor rata-rata 405,01), sedangkan SMA 12 Semarang dengan klasifikasi baik (skor rata-rata 401,35), kemudian SMA 15 Semarang dengan klasifikasi cukup baik (skor rata-rata 388,47). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kepemimpinan Kepala Sekolah menurut responden ternyata di SMA 1 dan SMA 12 Semarang lebih baik dibandingkan dengan di SMA 15 Semarang. Tabel 4.1 Kepemimpinan Kepala Sekolah Kriteria
Klasifikasi
393,26 - 484,00
Baik
SM A l % f 54 55,10
302,51 - 393,25
Cukup baik
34
SMA 12 f % 25 62,50
34,69
14
35
SMA 15 f % 17 33,33
• Semarang ; F ! % i 96 j 50,79 ;
34
; 82
i 43,39 ;
11
i 5,82 ;
66,67
211,76- 302,50
Kurang baik
10
10,21
1
2,50
121,00- 211,75
Tidak baik
0
0
0
0
i 0 i0 0 jo
98
100
40
100
51 j 100
Total Sumber:
Hasil Penelitian Lapangan,
;
s 0
'o
: 189 j 100
2004
Berdasarkan tabel 4.1. menunjukkan variasi kepemimpinan Kepala Sekolah SMA di Kota Semarang. Di dalam tabel tersebut menurut responden bahwa kepemimpinan Kepala Sekolah dengan baik yaitu SMA 12 Semarang (62,50%), SMA 1 Semarang (55,10%), dan SMA 15
192
j
193
Semarang (33,33%). Kepemimpinan Kepala Sekolah cukup baik yaitu SMA 15 Semarang (66,67%), S MA 12 (35%), dan SMA 1 Semarang (34,69%). Kurang baik kepemimpinan Kepala Sekolah di SMA 1 Semarang (10,21%), dan SMA 12 Semarang (2,50%). Untuk Kota Semarang menurut guru bahwa kepemimpinan Kepala Sekolah yang baik (50,79%), cukup baik (43,39%), kurang baik ( 5,82%), sedang yang tidak baik tidak ada. Aspek kepemimpinan Kepala Sekolah SMA meliputi pengelola
program
pengajaran,
pengelola
pelayanan
tenaga
kependidikan, pengelola pelayanan siswa, pengelola keuangan dan fasilitas, pengelola hubungan sekolah dan masyarakat. 1. Pengelola Program Pengajaran Kepala Sekolah sebagai pengelola program pengajaran SMA Negeri di Kota Semarang tergolong baik. Skor mean yang diperoleh yaitu sebesar 81,29 (lampiran 4.1) yang berarti masuk dalam klasifikasi baik (78 - 96).
Kepala Sekolah sebagai pengelola program pengajaran menurut
guru dengan klasifikasi baik yaitu SMA 1 Semarang (skor rata-rata 81,95), sedangkan SMA 12 Semarang dengan klasifikasi baik (skor rata-rata 81,55), kemudian SMA 15 Semarang dengan klasifikasi baik (skor ratarata 79,80). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa Kepala Sekolah sebagai pengelola program pengajaran menurut responden ternyata di SMA 1, SMA 12, dan SMA 15 Semarang dalam klasifikasi baik. Berdasarkan tabel 4.2. menunjukkan variasi Kepala Sekolah sebagai pengelola program pengajaran SMA di Kota Semarang. Di dalam
194
tabel tersebut menurut responden bahwa Kepala Sekolah sebagai pengelola program pengajaran dengan baik yaitu SMA 12 Semarang (75%), SMA 1 Semarang (69,39%), dan SMA 15 Semarang (60,78%). Kepala Sekolah sebagai pengelola program pengajaran cukup baik yaitu SMA 15 Semarang (39,22%), SMA 1 Semarang (29,59%), dan SMA 12 (17,50%). Kepala Sekolah sebagai pengelola program pengajaran kurang baik di SMA 12 Semarang (7,50%), SMA 1 Semarang (1,02%), dan SMA 15 Semarang (0%). Untuk Kota Semarang menurut guru bahwa Kepala Sekolah sebagai pengelola program pengajaran yang baik (68,25%), cukup baik (29,63%), kurang baik ( 2,12%), sedang yang tidak baik tidak ada (0%). Tabel 4.2 Kepala Sekolah sebagai Pengelola Program Pengajaran Kriteria
Klasifikasi
78-96
Baik
SMA 1 f % 68 69,39
60-77
Cukup baik
29
29,59
7
17,50
20
42-59
Kurang baik
1
1,02
3
7,50
0
24-41
Tidak baik
0
0
0
0
98
100
40
100
Total
SMA 12 f % 30 75
SMA15 % f 31 60,78
Semarang F % 129 68,25 56
29,63
0
4
2,12
0
0
0.
0
51
100
39,22
189
100
2. Pengelola Pelayanan Tenaga Ke pendidikan Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan tenaga kependidikan SMA Negeri di Kota Semarang tergolong baik. Skor mean yang diperoleh yaitu sebesar 106,04 (lampiran 4.1) yang berarti masuk dalam klasifikasi baik (104 - 128). Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan tenaga
195
kependidikan menurut guru dengan klasifikasi baik yaitu SMA 1 Semarang (skor rata-rata 107,33), sedangkan SMA 12 Semarang dengan klasifikasi baik (skor rata-rata 106,05), kemudian SMA 15 Semarang dengan klasifikasi baik (skor rata-rata 103,55). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan tenaga kependidikan menurut responden di SMA 1, SMA 12, dan SMA 15 Semarang dalam klasifikasi baik. Tabel 4.3 Kepala Sekolah sebagai Pengelola Pelayanan Tenaga Kependidikan Klasifikasi Baik
SMA 1 I SMA 12 F ! f 69,39 ! 25 62,50 68
80-103
Cukup baik
20
56-
79
Kurang baik
10
32-
55 Tidak baik
Kriteria
%
%
104-128
Total
20,41 ! 14 10,20 : 1
0
0
i
0
98
100
j
40
Semarang I SMA 15 f F 29 56,87 ! 128 64,55 j %
%
17
33,33
51
26,98 !
2,50
5
9,80
16
8,47
0
0
0
100
51
100
35
0 189
0
I
100
!
Berdasarkan tabel 4.3. menunjukkan variasi Kepala Sekolah sebagai
!
pengelola pelayanan tenaga kependidikan SMA di
Kota
Semarang. Di dalam tabel tersebut menurut responden bahwa Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan tenaga kependidikan dengan baik yaitu SMA 1 Semarang (69,39%), SMA 12 Semarang (62,50%), dan SMA 15 Semarang (56,87%). Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan tenaga kependidikan cukup baik yaitu SMA 12 (35%), SMA 15 Semarang (33,33%), dan SMA 1 Semarang (20,41%).
Kepala Sekolah sebagai
pengelola pelayanan tenaga kependidikan kurang baik di SMA 1
196
Semarang (10,20%), SMA 15 Semarang (9,80%), dan S MA 12 Semarang (2,50%). Untuk Kota Semarang menurut guru bahwa Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan tenaga kependidikan yang baik (64,55%), cukup baik (26,98%), kurang baik ( 8,47%), sedang yang tidak baik tidak ada (0%). 3. Pengelola Pelayanan Siswa Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan siswa SMA Negeri di Kota Semarang tergolong cukup baik. Skor mean yang diperoleh yaitu sebesar 90,12 (lampiran 4.1) yang berarti masuk dalam klasifikasi cukup baik (70 - 90).
Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan siswa
menurut guru dengan klasifikasi baik yaitu SMA 1 Semarang (skor ratarata 91,23), sedangkan klasifikasi cukup baik SMA 12 Semarang (skor rata-rata 90,42) dan SMA 15 Semarang (skor rata-rata 87,73). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan siswa menurut responden di SMA 1
lebih baik bila
dibandingkan SMA 12 dan SMA 15 Semarang. Tabel 4.4 Kepala Sekolah sebagai Pengelola Pelayanan Siswa Kriteria
SMA 1 ! SMA 12 f % f % 59 60,21 24 60
SMA 15
31
31,63
15
37,50
25
49,02
71
37,57
8
8,16
1
2,50
3
5,88
12
6,35
2 8 - 48 Tidak baik
0
0
0
0
0
0
Total
98
100
40
100
51
100
Klasifikasi
91-112
Baik
7 0 - 90 Cukup baik 4 9 - 69
Kurang baik
f
%
23 45,10
;
Semarang F % 106 56,08
0 189
0 100
197 . .«-. -0cm/w " V
Berdasarkan tabel 4.4. menunjukkan variasi Kepala^ sebagai pengelola pelayanan siswa SMA di Kota Semarang. tabel tersebut menurut responden bahwa Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan siswa dengan baik yaitu SMA 1 Semarang (60,21%), SMA 12 Semarang (60%), dan SMA 15 Semarang (45,10%). Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan siswa cukup baik yaitu SMA 15 Semarang (49,02%), SMA 12 (37,50%), dan SMA 1 Semarang (31,63%). Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan siswa kurang baik di SMA 1 Semarang (8,16%), SMA 15 Semarang (5,88%), dan SMA 12 Semarang (2,50%). Untuk Kota Semarang menurut guru bahwa Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan siswa yang baik (56,08%), cukup baik (37,57%), kurang baik (6,35%), sedang yang tidak baik tidak ada (0%). 4. Pengelola Keuangan dan Fasilitas Kepala Sekolah sebagai pengelola keuangan dan fasilitas SMA Negeri di Kota Semarang tergolong baik. Skor mean yang diperoleh yaitu sebesar 61,29 (lampiran 4.1) yang berarti masuk dalam klasifikasi baik (58,51 - 72,00).
Kepala Sekolah sebagai pengelola keuangan dan
fasilitas menurut guru dengan klasifikasi baik yaitu SMA 1 Semarang (skor rata-rata 62,28), SMA 12 Semarang (skor rata-rata 61,03), dan SMA 15 Semarang (skor rata-rata 59,61). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa Kepala Sekolah sebagai pengelola keuangan dan fasilitas menurut responden di SMA 1, SMA 12, dan SMA 15 Semarang tergolong baik.
\
198
Tabel 4.5 Kepala Sekolah sebagai Pengelola Keuangan dan Fasilitas Kriteria
Klasifikasi
58,51 - 72,00
Baik
SMA 1 % f 69,39 68
45,01 -58,50
Cukup baik
20
20,41
13
32,50
20
39,22
53
28,04
31,51 -45,00
Kurang baik
10
10,20
3
7,50
1
1,96
14
7,41
18,00-31,50
Tidak baik
Tota!
SMA 12 f % 24 60
SMA 15 f % 30 58,82
0
0
0
0
0
0
98
100
40
100
51
100
Semarang F % 122 64,55
0 189
0 100
Berdasarkan tabel 4.5. menunjukkan variasi Kepala Sekolah sebagai pengelola keuangan dan fasilitas SMA di Kota Semarang. Di dalam tabel tersebut menurut responden bahwa Kepala Sekolah sebagai pengelola keuangan dan fasilitas dengan baik yaitu SMA 1 Semarang (69,39%), SMA 12 Semarang (60%), dan SMA 15 Semarang (58,82%). Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan siswa cukup baik yaitu SMA 15 Semarang (39,22%), SMA 12 (32,50%), dan SMA 1 Semarang (20,41%).
Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan siswa kurang
baik di SMA 1 Semarang (10,20%), SMA 12 Semarang (7,50%), dan SMA 15 Semarang (1,96%). Untuk Kota Semarang menurut guru bahwa Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan siswa yang baik (64,55%), cukup baik (28,04%), kurang baik (7,41%), sedang yang tidak baik tidak ada (0%).
5. Pengelola Hubungan Sekolah dan Masyarakat Kepala Sekolah sebagai
pengelola hubungan sekolah dan
masyarakat di SMA Negeri Kota Semarang tergolong cukup baik. Skor mean yang diperoleh yaitu sebesar 61,04 (lampiran 4.1) yang berarti
199
masuk dalam klasifikasi cukup baik (47,51 - 61,75).
Kepaia Sekolah
sebagai pengelola keuangan dan fasilitas menurut guru dengan klasifikasi baik yaitu S MA 1 Semarang (skor rata-rata 62,22), SMA 12 Semarang (skor rata-rata 62,30), klasifikasi cukup baik yaitu SMA 15 Semarang (skor rata-rata 57,78). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa Kepala Sekolah sebagai pengelola hubungan sekolah dan masyarakat menurut responden di SMA 1 dan SMA 12 lebih baik bila dibandingkan dengan SMA 15 Semarang. Tabel 4.6 Kepala Sekolah sebagai Pengelola Hubungan Sekolah dan Masyarakat ! f : 22
55
,: p oems rang : OIVl/-1 f % % , 15 29,41 89 47,09
I 37,76
: 16
40
31
60,78
84
44,44
! 9,18 i 0
• 2
5
5
9,80
16
8,47
; o
0
0
0
; 100
; 40
100
51
100
Kriteria
Klasifikasi
6176-76,00
Baik
SMA 1 f ; % 52 i 53,06
47,51 - 6 1 7 5
Cukup baik
37
33,26-47,50
Kurang baik
19,00 - 33,25
Tidak baik
9 0
Total
98
f bWA 1Z
%
0 189
0 100
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan variasi Kepala Sekolah sebagai pengelola hubungan sekolah dan masyarakat di SMA Kota Semarang. Di dalam tabel tersebut menurut responden bahwa Kepala Sekolah sebagai pengelola hubungan sekolah dengan masyarakat tergolong baik yaitu SMA 1 Semarang (53,06%), SMA 12 Semarang (55%), dan SMA 15 Semarang (29,41%). Kepala Sekolah sebagai pengelola hubungan sekolah dengan masyarakat tergolong cukup baik yaitu SMA 15 Semarang (60,78%), SMA 12 Semarang (40%), dan SMA 1
200
Semarang (37,76%).
Kepala Sekolah sebagai pengelola hubungan
sekolah dengan masyarakat kurang baik di SMA 15 Semarang (9,80%), SMA 1 Semarang (9,18%), dan SMA 12 Semarang (5%). Untuk Kota Semarang menurut guru bahwa Kepala Sekolah sebagai pengelola hubungan sekolah dengan masyarakat yang baik (47,09%), cukup baik (44,44%), kurang baik (8,47%), sedang yang tidak baik tidak ada (0%).
B. Deskripsi Pembiayaan Pendidikan 1. RAPBS SMA Negeri Semarang Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa SMA 1 Semarang pada tahun 2002/2003 RAPBS sebesar Rp 2.683.938.660,00 tahun 2003/2004 RAPBS sebesar Rp 3.616.179.000,00 tahun 2004/2005 sebesar Rp 4.317.299.000,00 dari tahun 2002/2003 ke tahun 2003/2004 naik 25,78% dari tahun 2003/2004 ke tahun 2004/2005 naik 16,24%. SMA 12 Semarang pada tahun 2002/2003 RAPBS sebesar Rp 925.209.670,00 tahun Rp 2003/2004 sebesar Rp 1.245.888.000,00 tahun 2004/2005 sebesar Rp 1.698.915.500,00 dari tahun 2002/2003 ke tahun 2003/2004 naik 25,74% dari tahun 2003/2004 ke tahun 2004/2005 naik 26,67%. SMA 15
Semarang
pada
tahun
2002/2003
RAPBS
sebesar
Rp
1.246.215.000,00 tahun Rp 2003/2004 sebesar Rp 1.504.519.000,00 tahun 2004/2005 sebesar Rp 2.069.668.000,00 dari tahun 2002/2003 ke tahun 2003/2004 naik 17,17% dari tahun 2003/2004 ke tahun 2004/2005 naik 27,31%.
201
Tabel 4.7 RAPBS SMA Negeri di Semarang (dalam Rupiah) 2003/2004 NO SEKOLAH 2002/2003 1 2 3
SMA 1 Kenaikan SMA 12 Kenaikan SMA 15 Kenaikan Rata-rata Kenaikan Pada
2.683.938.660,00 3.616.179.000,00 25,78% 925.209.670,00 1.245.888.000,00 25,74% 1.246.215.000,00 1.504.519.000,00 17,17% 1.618.454.443,00 j 503.740.890,00 ! 31,12% tahun
2002/2003
RAPBS
rata-rata
2004/2005 4.317.299.000,00 16,24% 1.698.915.500,00 26,67% 2.069.668.000,00 27,31% 573.098.833,00 27,00% jumlahnya
Rp
1.618.454.443.00 tahun 2003/2004 RAPBS rata-rata jumlahnya Rp 503.740.890,00 pada tahun 2004/2005 RAPBS rata-rata jumlahnya Rp 573.098.833,00 dari tahun 2002/2003 ke tahun 2003/2004 naik 31,12% dari tahun 2003/2004 ke tahun 2004/2005 naik 27,00%. Dengan demikian SMA 1 Semarang (pusat kota) memiliki RAPBS yang jauh lebih tinggi dari pada SMA 15 (pinggir kota/dekat dengan kawasan perumahan) maupun SMA 12 Semarang (pinggiran kota/pedesaan). Menurut responden jumlah dana dalam RAPBS di SMA Negeri Semarang tergolong sedang. Skor yang diperoleh yaitu sebesar 9,07 (lampiran 4.1) yang berarti masuk dalam klasifikasi sedang (8,76 - 12,50). Berdasarkan tabel 4.8 bahwa 60,85% responden menyatakan RAPBS jumlahnya sedang, 37,04% responden menyatakan jumlahnya sedikit, sedangkan 2,11% responden menyatakan jumlahnya cukup, sementara yang menyatakan jumlahnya banyak tidak ada (0%). Menurut responden jumlah dana dalam RAPBS di SMA 1 Semarang tergolong sedang. Skor
202
yang diperoleh yaitu sebesar 9,21 (lampiran 4.1) yang berarti masuk dalam klasifikasi sedang (8,76 - 12,50). 66,33% responden menyatakan RAPBS jumlahnya sedang, 30,61% responden menyatakan jumlahnya sedikit, sedangkan 3,06% responden menyatakan jumlahnya cukup, sementara yang menyatakan jumlahnya banyak tidak ada (0%). Menurut responden jumlah dana dalam RAPBS di SMA 12 Semarang tergolong sedang. Skor yang diperoleh yaitu sebesar 8,65 (lampiran 4.1) yang berarti masuk dalam klasifikasi sedikit (5,00 - 8,75). 52,50% responden menyatakan RAPBS jumlahnya sedikit, 47,50% responden menyatakan jumlahnya sedang, sedangkan responden menyatakan jumlahnya cukup dan yang menyatakan jumlahnya banyak tidak ada (0%). Menurut responden jumlah dana dalam RAPBS di SMA 15 Semarang tergolong sedang. Skor yang diperoleh yaitu sebesar 9,11 (lampiran 4.1) yang berarti masuk dalam klasifikasi sedang (8,76 - 12,50). 60,78% responden menyatakan RAPBS jumlahnya sedang, 37,26% responden menyatakan jumlahnya sedikit sedangkan 1,96% responden menyatakan jumlahnya cukup, sementara yang menyatakan jumlahnya banyak tidak ada (0%). Tabel 4.8 Persepsi Responden tentang RAPBS Kriteria
Klasifikasi
16,26 - 20,00
Banyak
12,51-16,25
Cukup
SMA 1 f % 0 0
SMA 12 f % 0 0
3
3,06
0
0
SMA 15 ..
Semarang %
%
0
0
0
1
1,96
4
2,11
0
8,76 -12,50
Sedang
65
66.33
19
47,50
31
60,78
115
60,85
5 , 0 0 - 8,75
Sedikit
30
30,61
21
52,50
19
37,26
70
37,04
98
100
100
51
100
Total
40
189
100
203
2. Sumber Dana Berdasarkan tabel 4.9 SMA Negeri di Semarang pada tahun 2002/2003
RAPBS sebesar
Rp 4.855.363.330,00 bersumber dari
Pemerintah Kota Semarang Rp 2.787.926.330,00 (57,42%) dan orangtua siswa/keluarga
sebesar
Rp
2.067.437.000,00
(42,58%)
sementara
pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan masyarakat industri dan pengusaha tidak berpartisipasi dalam pendanaan pendidikan. Pada tahun 2003/2004
RAPBS
sebesar
Rp
6.366.586.000,00 bersumber dari
Pemerintah Kota Semarang Rp 3.436.710.000,00 (53,98%) dan orangtua siswa/keluarga
sebesar
Rp
2.821.196.000,00
(44,31%)
sementara
pemerintah pusat Rp 66.520.000,00 (1,04%) dalam bentuk pemberian beasiswa, pemerintah propinsi Rp 40.000.000,00 (0,63%) untuk biaya supervisi/pembinaan koordinasi/K3S, IKKS, MKKS, MGMP, Rapat Dewan Guru dan karyawan; dan masyarakat industri dan pengusaha Rp 2.160.000,00 (0,03%). Pada tahun 2004/2005 RAPBS sebesar Rp 8.085.882.500,00
bersumber dari
4.291.105.000,00
(53,07%);
Pemerintah
orangtua
Kota Semarang
siswa/keluarga
sebesar
Rp Rp
3.690.077.500,00 (45,64%); pemerintah pusat Rp 24.000.000,00 (0,30%) dalam bentuk pemberian beasiswa, pemerintah propinsi sebesar Rp 16.500.000,00
(0,20%)
dalam
bentuk
pemberian
beasiswa;
dan
masyarakat industri dan pengusaha sebesar Rp 64.200.000,00 (0,79%).
204
Tabel 4.9 Sumber Dana S MA Semarang (dalam rupiah) NO SUMBER 2002/2003 1 Pusat o 0 2 Propinsi | 3 Kota !2787926330 4 Orang tua | 2067437000 i 0 5 Inus Jumlah^ 4855363330 i
2003/2004 0 66520000 0 40000000 57.42 3436710000 42.58 2821196000 0 2160000 100 6366586000 %
% 1.04 0.63 53.98 44.31 0.03 100
2004/2005 L % 24000000 0.30 16500000 0.20 4291105000 53.07 3690077500 45.64 64200000 0.79 100 8085882500
Berdasarkan tabel 4.10 SMA 1 Semarang pada tahun 2002/2003 RAPBS sebesar Rp 2.683.938.660,00 bersumber dari Pemerintah Kota Semarang Rp 1.509.538.660,00 (56,24%) dan orangtua siswa/keluarga sebesar Rp 1.174.400.000,00 (43,76%) sementara pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan masyarakat industri dan pengusaha tidak berpartisipasi dalam pendanaan pendidikan. Pada tahun 2003/2004 RAPBS sebesar Rp 3.616.179.000,00 bersumber dari Pemerintah Kota Semarang Rp 1.912.429.000,00 (52.89%) dan orangtua siswa/keluarga sebesar Rp 1.639.750.000,00 (45,34%) sementara pemerintah pusat Rp 24.000.000,00 (0,66%) dalam bentuk pemberian beasiswa, pemerintah propinsi Rp 40.000.000,00 (1,11%) untuk biaya supervisi/pembinaan koordinasi/K3S, IKKS, MKKS, MGMP, Rapat Dewan Guru dan karyawan; dan masyarakat industri dan pengusaha tidak berpartisipasi dalam pendanaan pendidikan.
205
Tabel 4.10 Sumber Dana SMA 1 Semarang (dalam rupiah) NO 1 2 3 4 5
2004/2005 % SUMBER 2002/2003 % 2003/2004 % 24000000 0.56 24000000 0.66 Pusat 0 16500000 0.38 'Propinsi 40000000 1.11 0 1509538660 56.24 1912429000 52.89 2210399000 51.20 Kota Ortu 1174400000 43.76 1639750000 45.34 2066400000 47.86 0 Inus 0 100 : JUMLAH 2683938660 100 3616179000 100 4317299000
Pada tahun 2004/2005 RAPBS sebesar Rp 4.317.299.000,00 bersumber dari Pemerintah Kota Semarang Rp 2.210.399.000,00 (51,20%) dan orangtua
siswa/keluarga
sebesar
Rp
2.066.400.000,00
(47,86%)
sementara pemerintah pusat Rp 24.000.000,00 (0,56%) dalam bentuk pemberian beasiswa, pemerintah propinsi sebesar Rp 16.500.000,00 (0,38%) dalam bentuk pemberian beasiswa dan masyarakat industri dan pengusaha tidak berpartisipasi dalam pendanaan pendidikan. Berdasarkan tabel 4.11 SMA 12 Semarang pada tahun 2002/2003 RAPBS sebesar Rp 925.209.670,00 bersumber dari Pemerintah Kota Semarang Rp 627.598.670,00 (67,83%) dan orangtua siswa/keluarga sebesar Rp 297.611.000,00 (32,17%) sementara pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan
masyarakat industri dan pengusaha tidak
berpartisipasi dalam pendanaan pendidikan. Pada tahun 2003/2004 RAPBS sebesar Rp 1.245.888.000,00 bersumber dari Pemerintah Kota Semarang Rp 763.664.000,00 (61,29%) dan orangtua siswa/keluarga sebesar Rp 482.224.000,00 (38,71%) sementara pemerintah pusat, pemerintah propinsi, dan masyarakat industri dan pengusaha tidak
206
berpartisipasi dalam pendanaan pendidikan. Pada tahun 2004/2005 RAPBS sebesar Rp 1.698.915.500,00 bersumber dari Pemerintah Kota Semarang Rp 954.848.000,00 (56,20%) dan orangtua siswa/keluarga sebesar Rp 744.067.500,00 (43,80%) sementara pemerintah pusat, pemerintah propinsi, dan masyarakat industri dan pengusaha tidak berpartisipasi dalam pendanaan pendidikan. Tabel 4.11 Sumber Dana SMA 12 Semarang (dalam rupiah) NO 1 2 3 4 5
SUMBER Pusat Propinsi Kota Ortu Inus JUMLAH
2003/2004; % : 2004/2005 % 0 0 0 0 0 ! o 627598670 67.83 763664000 61.29 954848000 56.20 297611000: 32.17 482224000 38.71 744067500 43.80 0 0 i 0 925209670! 100 1245888000 100 1698915500 100
2002/2003
j
%
Berdasarkan tabel 4.12 SMA 15 Semarang pada tahun 2002/2003 RAPBS sebesar Rp 1.246.215.000,00 bersumber dari Pemerintah Kota Semarang Rp 650.789.000,00 (52,22%) dan orangtua siswa/keluarga sebesar Rp 596.426.000,00 (47,78%) sementara pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan masyarakat industri dan pengusaha tidak berpartisipasi dalam pendanaan pendidikan. Pada tahun 2003/2004 RAPBS sebesar Rp 1.504.519.000,00 bersumber dari Pemerintah Kota Semarang Rp 760.617.000,00 (50,56%) dan orangtua siswa/keluarga sebesar Rp 699.222.000,00 (46,47%) sementara pemerintah pusat sebesar Rp 42.520.000,00 dalam bentuk pemberian beasiswa, dan masyarakat industri dan pengusaha (PT.
Sampurna) sebesar Rp
207
2.160 000,00 dalam bentuk pemberian beasiswa, sedangkan pemerintah propinsi tidak berpartisipasi dalam pendanaan pendidikan. Pada tahun 2004/2005
RAPBS
sebesar
Rp
2.069.668.000,00
bersumber dari
Pemerintah Kota Semarang Rp 1.125.858.000,00 (54,40%) dan orangtua siswa/keluarga sebesar Rp 879.610.000,00 (42,50%), masyarakat industri dan
pengusaha
pemerintah
sebesar
pusat,
Rp
64.200.000,00
(3,10%),
sementara
pemerintah
propinsi tidak
berpartisipasi
dalam
pendanaan pendidikan.
NO SUMBER 1 Pusat 2 Propinsi 3 Kota 4 Ortu 5 Inus JUMLAH
Tabel 4.12 Sumber Dana SMA15 Semarang (dalam rupiah) 2002/2003 % 2003/2004 i- % 0! 42520000 2.83 0 0| 52.22I 760617000 50.56 650789000 699222000 46.47 595426000 47.78! 0| 2160000 0.14 1246215000 looi 1504519000 100
2004/2005 1125858000 879610000 64200000 2069668000
%
0 0 54.40 42.50 3.10 100
Berdasarkan tabel 4.13, sumber dana SMA Negeri di Semarang dari pemerintah pusat menurut responden jumlahnya sedikit 53,97%, yang menyatakan jumlahnya sedang 43,91%, yang menyatakan jumlahnya cukup 1,06%; dan yang menyatakan jumlahnya banyak 1,06%. Sumber dana SMA 1 Semarang dari pemerintah pusat menurut responden jumlahnya sedikit 53,06%, yang menyatakan jumlahnya sedang 42,86%, yang menyatakan jumlahnya cukup 2,04%; dan yang menyatakan jumlahnya banyak 2,04%. Sumber dana SMA 12 Semarang dari pemerintah pusat menurut responden jumlahnya sedikit 65%, yang
208
3
»
menyatakan jumlahnya sedang 35%, yang menyatakan jumlahnya cukup dan yang menyatakan jumlahnya banyak 0%. Sumber dana SMA 15 Semarang dari pemerintah pusat menurut responden jumlahnya sedang 52,94%, yang menyatakan jumlahnya sedikit 47,06%, yang menyatakan jumlahnya cukup, dan yang menyatakan jumlahnya banyak 0%. Tabel 4.13 Persepsi Responden tentang Sumber Dana dari Pemerintah Pusat j Skor i
Klasifikasi
!4
Banyak
i3
Cukup
2
I2
Sedang
42
42,86
!1
Sedikit Total
\
i
SMA1 f 2
SMA 12 F ! % 2,04 j 0 i 0
%
SMA 15 0
% 0
0
0
0
35
27
52
53,06 i 26 ; 65
98
100
2,04 I
0 ^ 14
I 40 I 100
:
Semarang % --F;-:'' 1,06 2 2
1,06
52,94
83
43,91
24
47,06
102
53,97
51
100
189
100
Berdasarkan tabel 4.14, sumber dana SMA Negeri di Semarang dari pemerintah propinsi menurut responden jumlahnya sedikit 89,95%, yang
menyatakan
jumlahnya
sedang
10,05%,
yang
menyatakan
jumlahnya cukup dan yang menyatakan jumlahnya banyak 0%. Sumber dana SMA 1 Semarang dari pemerintah propinsi menurut responden jumlahnya sedikit 87,76%, yang menyatakan jumlahnya sedang 12,24%, yang menyatakan jumlahnya cukup dan yang menyatakan jumlahnya banyak 0%. Sumber dana SMA 12 Semarang dari pemerintah propinsi menurut responden jumlahnya sedikit 97,50%,
yang
menyatakan
jumlahnya sedang 2,50%, yang menyatakan jumlahnya cukup dan yang menyatakan jumlahnya banyak 0%. Sumber dana SMA 15 Semarang dari
209
pemerintah propinsi menurut responden jumlahnya sedikit
*
menyatakan jumlahnya sedang 11,76%, yang menyatakan j u m l a f y ^ ^ - ^ ^ , cukup, dan yang menyatakan jumlahnya banyak 0%. Tabel 4.14 Persepsi Responden tentang Sumber Dana dari Pemerintah Propinsi Skor
Klasifikasi
SMA 1
4
Banyak
0
0
3
Cukup
0
o
2
Sedang
12
1
Sedikit Total
%
SMA 12 % F 0 0
SMA 15 ; Semarang % % 'm m 0 0 0 0 0
0
0
o
0
0
12,24
1
2,50
6
11,76
19
10,05
86
87,76
39
97,50
45
88,24
170
89,95
98
100
40
100
51
100
189
100
Berdasarkan tabel 4.15, sumber dana SMA Negeri di Semarang dari pemerintah kota menurut responden jumlahnya sedang 55,56%; yang menyatakan jumlahnya cukup 28,57%; yang menyatakan jumlahnya sedikit 13,76%; dan yang menyatakan jumlahnya banyak 2,21%. Sumber dana SMA 1 Semarang dari pemerintah kota menurut responden jumlahnya sedang 44,90%; yang menyatakan jumlahnya cukup 33,67%; yang menyatakan jumlahnya sedikit 17,35%; dan yang menyatakan jumlahnya banyak 4,08%. Sumber dana SMA 12 Semarang dari pemerintah kota menurut responden jumlahnya sedang 55%, yang menyatakan jumlahnya cukup 27,50%; yang menyatakan jumlahnya sedikit 17,50%, dan yang menyatakan jumlahnya banyak 0%. Sumber dana SMA 15 Semarang dari pemerintah kota menurut responden
210
jumlahnya sedang 76,47%; yang menyatakan jumlahnya cukup 19,61%; yang menyatakan jumlahnya sedikit 3,92%, dan yang menyatakan jumlahnya banyak 0%. Tabel 4.15 Persepsi Responden tentang Sumber Dana dari Pemerintah Kota Skor
Klasifikasi
4
Banyak
3
Cukup
33
33,67
11
27,50
10
19,61
54
28,57
2
Sedang
44
44,90
22
55
39
76,47
105
55,56
1
Sedikit
17
17,35
7
2
3,92
26
13.76
Total
SMA1 —•f. 4
98
%
4,08
100
SMA 12 % F 0 0
40
17.50 100
SMA 15 f % 0 0
51
100
Semarang F % 2,21 4
189
100
Berdasarkan tabel 4.16, sumber dana SMA Negeri di Semarang dari orangtua menurut responden jumlahnya cukup 67,72%; yang menyatakan jumlahnya sedang 18,52%; yang menyatakan jumlahnya banyak 12,17%; dan yang menyatakan jumlahnya sedikit 1,59%. Sumber dana SMA 1 Semarang dari orangtua menurut responden jumlahnya cukup 64,28%; yang menyatakan jumlahnya sedang dan banyak 16,33%; yang menyatakan jumlahnya sedikit 3,06%. Sumber dana SMA 12 Semarang dari orangtua menurut responden jumlahnya cukup 77,50%, yang menyatakan jumlahnya sedang 17,50%; dan yang menyatakan jumlahnya banyak 5%. Sumber dana SMA 15 Semarang dari orangtua menurut
responden
jumlahnya
cukup 66,67%;
yang
menyatakan
211
jumlahnya sedang 23,53%; dan yang menyatakan jumlahnya banyak 9,80%. Tabel 4.16 Persepsi Responden tentang Sumber Dana dari Orangtua Klasifikasi
4
Banyak
16
16,33
3
Cukup
63
64,28
31
77,50
34
66,67
128
67,72
2
Sedang
16
16,33
7
17,50
12
23,53
35
18,52
1
Sedikit
3
3,06
0
o 100
0
3
1.59
Total
SMA 1
98
%
SMA 12 F % 5 2
SMA 15 Semarang % t h&à. 9,80 5 23 12,17
Skor
100
40
51
0 100
189
100
Berdasarkan tabel 4.17, sumber dana SMA Negeri di Semarang dari industri dan pengusaha menurut responden jumlahnya sedikit 62,43%, yang menyatakan jumlahnya sedang 37,04%, yang menyatakan jumlahnya cukup 0,53%; dan yang menyatakan jumlahnya banyak 0%. Sumber dana SMA 1 Semarang dari industri dan pengusaha menurut responden jumlahnya sedikit 62,24%, yang menyatakan jumlahnya sedang 37,76%, yang menyatakan jumlahnya cukup dan banyak 0%. Sumber dana SMA 12 Semarang dari industri dan pengusaha menurut responden jumlahnya sedikit 70%, yang menyatakan jumlahnya sedang 30%, yang
menyatakan jumlahnya cukup dan. yang menyatakan
jumlahnya banyak 0%. Sumber dana SMA 15 Semarang dari industri dan pengusaha
menurut
responden
jumlahnya
sedikit 56,86%,
yang