BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Self regulated learning 2.1.1. Pengertian Self regulated learning Secara Harfiah self regulated learning terdiri atas dua kata, yaitu self regulated dan learning. Self regulated berarti terkelola, sedangkan learning berarti belajar. Jadi dapat disimpulkan bahwa self regulated learning secara keseluruhan berarti belajar mengatur diri atau pengelolaan atau pengaturan diri dalam belajar (Haryu, 2004) Barry J. Zimmerman yang merupakan salah satu tokoh yang dianggap paling otoritatif dalam membahas self-regulated learning mengatakan (1990), bahwa istilah tersebut dapat didefinisikan sebagai proses spesifik tertentu di mana peserta didik mengonseptualisasikan metakognisi, motivasi dan perilaku partisipatifnya dalam proses belajar. Dalam hal ini Zimmerman (1990) menjelaskan bahwa : “When defining self-regulated learning, it is important to distinguish between self-reglation procesess, such as perceptions of self-efficacy, and strategies designed to optimize these processes, such as intermediate goal-setting. Selfregulated learning strategies refer to actions and processes directed at acquisition of information or skill that involve agency, purpose, and instrumentality perceptions by learners. Undoubtedly, all learners use regulatory processes use to some degree, but self-reegulated learners are distinguished by (a) their awareness of strategic relations between regulatory processes or responses and learning outcomes and (b) their use of these strategic to achieve their academic goals”. Penekanan yang ditunjukkan Zimmerman dalam uraian tersebut adalah pelaku self-regulated learning selalu menyadari relasi strategis antara proses
9
meregulasi diri atau respon dalam belajar dengan hasil belajar, serta penggunaan strategi regulasi diri untuk mencapai tujuan. Self regulated learning merupakan suatu proses pengaturan diri dan strategi yang
melibatkan metakognisi,
motivasional, behavioral dalam mengoptimalkan proses pembelajaran. Secara metakognisi peserta didik membuat perencanaan, mengatur, mengorganisir, mengontrol, dan mengevaluasi tujuan. Peserta didik bertanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan mereka sendiri, memiliki ketertarikan intrinsik dalam mengahadapi tugas yang mengacu kepada motivasional. Secara behavioral, peserta didik mencari bantuan dan masukan, menciptakan lingkungan belajar optimal, dan memberikan instruksi serta penguatan terhadap dirinya (Aronson, 2002). Teori sosial kognitif menyatakan bahwa faktor lingkungan, personal, dan perilaku memainkan peran penting dalam proses pembelajaran individu (Pintrich & Schunk, 2002). Santrock (2009) mengatakan bahwa pembelajaran (learning) dapat didefinisikan sebagai pengaruh permanen atas perilaku, pengetahuan, dan keterampilan berpikir, yang diperoleh melalui pengalaman. Salah satu faktor yang melibatkan faktor sosial, kognitif serta faktor perilaku adalah
self regulated
learning. Self regulated learning terdiri atas pembangkitan diri dan pemantauan diri atas pikiran, perasaan, dan perilaku dengan tujuan untuk mencapai suatu sasaran. Menurut Pintrich (1995) self regulated learning adalah cara belajar peserta didik aktif secara individu untuk mencapai tujuan akademik dengan cara pengontrolan perilaku, memotivasi diri sendiri dan menggunakan kognitifnya
10
dalam belajar. Pintrich (dalam Yulkselturk, Eman, & Safture Bulut, 2009) mendefinisikan self regulated learning sebagai (a) berusaha keras untuk mengontrol perilaku, motivasi dan affect, dan kognisi mereka, (b) berusaha keras untuk mencapai tujuan tertentu, (c) individu harus mengendalikan tindakannya. Eggen (2004) menjelaskan bahwa peserta didik yang belajar dengan regulasi diri akan berpikir dan bertindak untuk mencapai tujuan pembelajaran akademik,
dengan
mengidentifikasi
tujuan-tujuannya,
menerapkan,
dan
mempertahankan strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut, serta mengaktifkan, mengubah, dan mempertahankan cara belajarnya dalam lingkungan. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa self regulated learning adalah proses belajar di mana peserta didik mengaktifkan kognisi, tindakan dan perasaan secara sistematis untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan.
2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self regulated learning Berdasarkan perspektif sosial kognitif yang dikemukakan Bandura (Zimmerman, 1989) bahwa self regulated learning ditentukan oleh 3 faktor yakni faktor personal, perilaku dan lingkungan. 1).Faktor Personal Self regulated learning terjadi di mana peserta didik menggunakan proses personal (kognitif) untuk mengatur perilaku dan lingkungan belajar di sekitarnya secara strategis. Self efficacy merupakan salah satu faktor personal dari self
11
regulated
learning
yang
mengacu
pada
penilaian
individu
terhadap
kemampuannya untuk melakukan tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi hambatan dalam belajar. Menurut Bandura dkk, 1997 (dalam Slavin 2011) Self efficacy atau daya hasil pribadi sering disebut dengan lokus kendali internal atau locus of control internal. Persepsi self-efficacy peserta didik tergantung kepada empat tipe yang mempengaruhi pribadi seseorang yaitu pengetahuan peserta didik, proses metakognitif, tujuan dan afeksi. Pengetahuan self regulated learning harus memiliki kualitas pengetahuan prosedural dan pengetahuan bersyarat.Pengetahuan prosedural
mengacu
kepada
pengetahuan
bagaimana
menggunakan
strategi,sedangkan pengetahuan bersyarat mengarah kepada pengetahuan kapan dan mengapa strategi tersebut berjalan efektif. Pengetahuan self regulated learning tidak hanya tergantung kepada pengetahuan peserta didik tetapi juga proses metakognitif pada pengambilan keputusan dan performa yang dihasilkan dengan melibatkan perencanaan atau analisis tugas yang berfungsi mengarahkan usaha dalam mengontrol belajar. Pengambilan keputusan metakognitif tergantung juga kepada tujuan jangka panjang peserta didik dalam belajar. Tujuan merupakan kriteria yang digunakan peserta didik untuk memonitor mereka dalam belajar. Tujuan dan pemakaian proses metakognitif dipengaruhi oleh persepsi terhadap self efficacy dan afeksi. Afeksi mengacu kepada kemampuan mengatasi emosi yang timbul dalam diri meliputi kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola pikir dalam mencapai tujuan.
12
2).Faktor Perilaku Faktor perilaku mengacu pada upaya individu menggunakan kemampuan yang dimiliki. Upaya yang besar dan optimal yang dilakukan individu dalam mengatur dan mengorganisasikan proses belajar akan meningkatkan self regulated learning pada diri individu. Menurut Bandura (dalam Nugroho, 2004) ada tiga tahap perilaku yang berkaitan dengan self regulated learning yaitu peserta didik mengatur pelajaran mereka sendiri dengan pengamatan yamg mereka lakukan (self-observation), kemudian membandingkannya dengan apa yang sudah mereka amati pada suatu standar dan membuat pertimbangan tentang mutu dari pencapaian ini (self-judgement), dan akhirnya membuat perencanaan mengenai harus berbuat apa berikutnya (self-reaction). 3).Faktor Lingkungan Lingkungan memiliki peran terhadap pengelolaan diri dalam belajar, yaitu sebagai tempat individu melakukan aktivitas belajar dan memberikan fasilitas kepada aktivitas belajar yang dilakukan, apakah fasilitas tersebut cenderung mendukung atau menghambat aktivitas belajar khususnya self-regulated learning. Strategi ini menunjuk pada sikap proaktif peserta didik untuk menggunakan strategi pengubahan lingkungan belajar seperti penataan lingkungan belajar, mengurangi kebisingan, penataan cahaya yang tepat, dan pencarian bantuan dari sumber yang relevan. Ketika seseorang dapat memimpin dirinya, faktor pribadi digerakkan untuk mengatur perilaku secara terencana dan lingkungan belajar dengan segera. Individu diperkirakan memahami dampak lingkungan selama proses penerimaan
13
dan mengetahui cara mengembangkan lingkungan melalui penggunaan strategi yang bervariasi. Individu yang menerapkan self-regulated learning biasanya menggunakan strategi untuk menyusun lingkungan, mencari bantuan dari dosen dan mencari sumber informasi.
2.1.3. Aspek-aspek Self-Regulated Learning Menurut Zimmerman (1990) self-regulated learning mencakup tiga aspek umum dalam pembelajaran akademis. Aspek-aspek tersebut antara lain : 1). Kognisi Kognisi dalam self-regulated learning adalah kemampuan mahasiswa merencanakan, menetapkan tujuan, mengatur, memonitor diri, dan mengevaluasi diri pada berbagai sisi selama proses penerimaan. Proses ini memungkinkan mereka menjadi menyadari diri, banyak mengetahui dan menentukan pendekatan dalam belajar. 2).Motivasi Motivasi dalam self-regulated learning pada mahasiswa diketahui saat mahasiswa merasakan self-efficacy yang tinggi, atribusi diri dan beminat pada tugas intrinsik. 3).Perilaku Perilaku dalam self-regulated learning ini merupakan upaya mahasiswa untuk memilih, menstruktur, dan menciptakan lingkungan belajar optimal. Mereka mencari nasehat, informasi dan tempat untuk belajar.
14
Pintrich, et. al (1991) juga menyebutkan bahwa ada dua aspek penting dalam self-regulated learning, yaitu : 1.Motivational strategies Motivational strategies adalah strategi-strategi yang digunakan peserta didik untuk mengatasi stres dan emosi-emosi yang kadang kala menguasai saat mereka lelah mengatasi kegagalan-kegagalan dan lelah menjadi pembelajar yang baik. Komponen-komponen yang termasuk dalam aspek ini adalah : a.Value component 1).Intrinsic goal orientation adalah persepsi peserta didik terhadap alasan-alasan yang membuatnya melibatkan diri dalam tugas belajar. Dalam Motivated Strategies for Learning Quesionare (MSLQ), goal orientation dimaksudkan sebagai tujuan umum atau orientasi peserta didik terhadap detail-detail sebagai bagian dari keseluruhan. Intrinsic goal orientation adalah tingkat di mana peserta didik merasa berpartisipasi dalam alasan-alasan semacam tantangan, rasa ingin tahu dan penguasaan. 2).Extrinsic goal orientation adalah pelengkap bagi intrinsic goal orientation, dan merupakan kondisi di mana alasan peserta didik untuk terlibat dalam tugas adalah hal-hal seperti nilai, ganjaran, unjuk diri, nilai baik dari orang lain, dan kompetisi. 3).Task value. Task value berbeda dengan goal orientation. Perbedaannya terletak pada evaluasi peserta didik tentang seberapa menarik, seberapa penting dan seberapa bergunanya tugas yang hendak ia kerjakan.
15
b.Expectancy component 1).Control of learning beliefs adalah keyakinan peserta didik bahwa upayanya dalam belajar akan berubah positif. Dengan ini ia percaya bahwa hasil yang ia peroleh merupakan bagian dari usahanya, dibandingkan akibat faktor-faktor eksternal seperti pendidik. 2).Self efficacy for learning and performance. Item-item dalam skala ini mencakup dua aspek dari ekspektasi, yaitu harapan kesuksesan dan self efficacy. Harapan kesuksesan mengacu pada harapan akan prestasi, dan secara spesifik berhubungan dengan prestasi tugas. Self efficacy adalah sebuah penghargaan terhadap kemampuannya menguasai tugas. c.Affective component Test anxiety. Test anxiety merupakan sisi negatif yang berhubungan dengan ekspektasi terhadap prestasi belajar. Test anxiety memiliki dua komponen, yaitu komponen kekhawatiran
dan emosi.Komponen kekhawatiran adalah
pikiran negatif peserta didik yang mengganggu prestasinya. Komponen emosi adalah sisi afektif dan fisiologis yang merupakan menifestasi dari kecemasan. 2.Learning strategies Learning strategies adalah metode-metode yang digunakan oleh peserta didik untuk mengembangkan pemahaman, integrasi dan retensi terhadap informasi-informasi baru yang mereka terima dalam proses belajar. Komponen-komponen yang termasuk dalam strategi ini adalah : a.Cognitive and metakognitive strategies 1). Rehearsal
16
Strategi dasar rehearsal (latihan) mencakup menerangkan kembali atau menamai item-item dari daftar hal-hal yang dipelajari. 2).Elaboration Strategi elaboration membantu peserta didik menempatkan informasi dalam long-term memory-nya dengan cara membangun hubungan internal di antara hal-hal yang dipelajari. Elaboration mencakup menginterpretasi, meringkas, membuat analogi dan membuat catatan umum. 3).Organization. Strategi organization membantu peserta didik memilih informasi yang tepat sambil membangun koneksi di antara wawasan yang dipelajari. Misalnya adalah mengelompokkan, outlining, dan memilih gagasan utama dari bacaan. 4).Critical
thinking.
Critical
thinking
dimaksudkan
sebagai
kesadaran,
pengetahuan dan kontrol kognisi. MSLQ memfokuskan diri pada aspek kontrol dan self-regulation dari metakognisi. Bukan pada aspek pengetahuan. Ada tiga proses general pembangkit aktivitas self-regulatory metakognisi, yaitu planning, monitoring, dan regulating. Aktivitas perencanaan seperti menentukan tujuan belajar dan analisis tugas membantu mengaktivasi aspek relevan dari pengetahuan utama yang mengorganisasi dan menginterpretasi materi menjadi lebih mudah. Aktivitas monitoring mencakup menelusuri perhatian peserta didik layaknya ketika ia membaca, menguji diri dan bertanya. Regulating berarti menyetel dan menyesuaikan aktivitas kognisi secara continue.
17
b.Resource management strategies 1).Time and study environtment. Di samping meregulasi sendiri kondisi, peserta didik harus mampu mengatur serta meregulasi waktu dan lingkungan belajarnya. Manajemen waktu mencakup penjadwalan, perencanaan dan mengatur waktu belajarnya. 2).Effort regulation. Self regulation mencakup kemampuan peserta didik untuk mengontrol usaha dan perhatiannya dalam menghadapi gangguan tugas yang tidak menarik. Upaya manajemen adalah self-management, dan mempunyai komitmen untuk menyelesaikan tujuan belajarnya, meski menghadapi kesulitan atau gangguan. 3).Peer learning. Bekerjasama dengan teman seangkatan terbukti memberi efek positif bagi prestasi.
Dialog dengan teman seangkatan membantu
menjelaskan materi dan mendalamkan pengertian yang mungkin tidak dapat diperoleh ketika belajar sendirian. 4).Help seeking. Aspek yang penting dari lingkungan yang mesti dipelajari untuk diatur oleh peserta didik adalah dukungan orang lain, termasuk teman dan guru. Peserta didik yang baik tahu ketika ia tidak memahami sesuatu, lalu mampu
mengidentifikasi seseorang yang mampu
memberi bantuan
kepadanya.
2.1.4. Pengukuran self-regulated learning Untuk mengukur self-regulated learning peneliti menggunakan instrumen MSLQ (Motivated Strategies for Learning Questionnare) yang dibuat oleh Paul
18
R.Pintrich dan kawan-kawan (1991). MSLQ adalah pengukuran yang diisi sendiri oleh responden untuk mengetahui tiga aspek dalam motivational strategies dan dua aspek dalam learning strategies (Pintrich dalam Kosnin, 2007). Pada jurnal assessing for regulated learning oleh Wolters, dkk (2003) menggunakan pengembangan pengukuran MSLQ. MSLQ merupakan jenis instrumen self-report yang memberikan pertanyaan kepada mahasiswa mengenai strategi kognitif dan metakognitifnya untuk pembelajaran. MSLQ menggunakan 7 point skala Likert yang memiliki rentangan 1 sampai 7, di mana 1 menyatakan sangat tidak sesuai, 7 menyatakan sangat sesuai.
2.1.5. Strategi Self-Regulated Learning Zimmerman dan Martinez-Pon akan memaparkan lebih jauh mengenai tipe-tipe strategi self-regulated learning (dalam Zimmerman, 1989). Strategi tersebut dikelompokkan menjadi 15 tipe : 1). Evaluasi diri (self-evaluating) Pernyataan yang mengindikasikan peserta didik berinisiatif mengevaluasi kualitas atau kemajuan pekerjaan yang dilakukan. 2). Pengorganisasian dan perubahan (organizing and transforming) Pernyataan yang mengindikasikan perserta didik berinisiatif menyusun kembali materi instruksional untuk meningkatkan proses belajar baik secara jelas maupun tersembunyi. 3). Penetapan tujuan perencanaan (goal-setting and planning)
19
Pernyataan yang mengindikasikan peserta didik menetapkan tujuan pendidikan atau subtujuan dan menrencanakan langkah selanjutnya, pengaturan waktu dan menyelesaikan aktivitas yang berhubungan dengan tujuan. 4). Pencarian informasi (seeking information) Pernyataan yang mengindikasikan peserta didik berinisiatif untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan tugas selanjutnya dari sumber-sumber non-sosial ketika mengerjakan tugas. 5). Latihan mencatat dan memonitor (keeping records and monitoring) Pernyataan yang mengindikasikan peserta didik berinisiatif mencatat kejadian atau hasil-hasil selama proses belajar. 6). Penyusunan lingkungan (environmental structuring) Pernyataan yang mengindikasikan peserta didik berinisiatif menyusun kondisi lingkungan fisik untuk mempermudah belajar. 7). Pemberian konsekuensi diri (self-consequating) Pernyataan yang mengindikasikan peserta didik memiliki susunan dan daya khayal (imagination) untuk memperoleh reward atau punishment apabila mengalami keberhasilan atau kegagalan. 8). Latihan dan mengingat (rehearsing and memorizing) Pernyataan yang mengidikasikan peserta didik berinisiatif mengingat materi dengan cara latihan secara overt maupun covert. 9). Pencarian bantuan sosial-teman sebaya (seeking social assistance-peers) Pernyataan yang mengindikasikan individu mencoba mendapatkan dari guru. 10). Pencarian bantuan sosial-dosen (seeking social assistance-lecturers)
20
Pernyataan yang mengindikasikan peserta didik mencoba mendapatkan bantuan dari dosen. 11). Pencarian bantuan sosial-orang dewasa (seeking social assistance-adult) Pernyataan yang mengindikasikan peserta didik mencoba mendapatkan bantuan dari orang dewasa. 12). Pemeriksaan ulang catatan (reviewing records-notes) Pernyataan yang mengindikasikan peserta didik memiliki inisiatif membaca kembali catatan. 13). Pemeriksaan ulang soal-soal ujian (reviewing records-tests) Pernyataan yang menidikasikan peserta didik memiliki inisiatif membaca kembali soal-soal ujian. 14). Pemeriksaan ulang buku teks (reviewing textbooks) Pernyataan yang mengindikasikan peserta didik memiliki inisiatif membaca kembali buku teks untuk mempersiapkan kelas atau ujian berikutnya. 15). Lain-lain Berupa pernyataan yang mnunjukkan perilaku belajar yang diajukan oleh orang lain seperti dosen atau orang tua, dan semua respon verbal yang tidak jelas.
2.1.6. Karakteristik Mahasiswa yang Memiliki Self-Regulated Learning Berdasarkan penjelasan Zimmerman (dalam Montalvo & Torres, 2004), secara umum mahasiswa yang menerapkan strategi self-regulaated learning
21
memiliki perbedaan dengan mereka yang tidak menerapkannya. Karakteristik yang membedakan mereka antara lain adalah : 1). Mengenali dan tahu bagaimana cara menggunakan aspek-aspek dari strategi kognitif (pengulangan, elaborasi, oganisasi),
yang mampu membantu
bertransformasi, mengalaborasi dan me-recover informasi. 2). Mengetahui cara merencanakan, mengontrol dan mengorientasi proses mentalnya untuk mencapai prestasi dalam tujuan belajarnya. 3). Memiliki perangkat motivasi dan emosi yang adaptif, seperti self-efficacy, adopsi terhadap tujuan belajar, mengmbangkan emosi positif dalam mengerjakan tugas, serta memiliki kapasitas untuk mengontrol. 4). Mampu merencanakan upaya dan waktu dalam melaksanakan tugas, serta mampu
menciptakan
dan
menstrukturisasi
lingkungan
belajar
yang
menyenangkan, seperti menemukan tempat yang nyaman untuk belajar, serta mau meminta bantuan dosen dan teman kelasnya ketika mengalami kesulitan. 5). Menunjukkan upaya untuk berpartisipasi dalam kontrol dan pengaturan tugas akademik, iklim dan struktur kelas. 6). Mampu mangatur kemauannya untuk menghindari gangguan internal demi mempertahankan konsentrasi, upaya dan motivasi dalam menyelesaikan tugas akademik. Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik mahasiswa yang menerapkan self-regulated learning, dapat dikatakan bahwa mereka adalah proses proaktif, mampu memotivasi diri dan menjalankan strategi untuk mencapai hasil belajar yang diinginkannya.
22
2.2. Locus of Control 2.2.1. Pengertian Locus of Control Konsep mengenai locus of control berasal dari teori konsep Julian Rotter atas dasar teori belajar sosial. Menurutnya, perilaku dan kepribadian dalam diri individu dilihat dari reinforcement dari luar dan proses kognitif dari dalam. Rotter (dikutip Schultz & Schultz, 2005), menjelaskan locus of control sebagai berikut : “when people believe that their reinforcers are controlled by another people and outside forces, it’s called locus of control” “Pada saat individu yakin bahwa penguat (reinforcement) perilaku mereka dikendalikan oleh orang lain atau kekuatan dari luar dirinya, maka hal ini disebut locus of control” Menurut Rotter (1966) dalam Feist & Feist 2012, locus of control adalah keyakinan individu mengenai sumber penentu perilaku. Locus of control terdiri dari dua bagian yaitu internal locus of control dan external locus of control. Internal locus of control adalah cara individu yakin kontrol terhadap peristiwa berasal dari kemampuannya, perilaku yang terjadi akibat perilaku dan tindakannya sendiri, memiliki kendali yang baik terhadap perilakunya sendiri, cenderung dapat mempengaruhi orang lain, yakin bahwa usaha yang dilakukannya dapat berhasil, aktif mencari informasi dan pengetahuan terkait situasi yang sedang dihadapi. External locus of control adalah cara bagaimana individu yakin kontrol terhadap peristiwa berasal dari luar kemampuannya yang meliputi keyakinan individu bahwa kekuasaan orang lain,takdir, dan kesempatan merupakan faktor utama yang mempengaruhi apa yang dialami, memiliki kendali yang kurang baik terhadap perilakunya sendiri, cenderung dipengaruhi oleh orang lain, seringkali tidak yakin
23
bahwa usaha yang dilakukannya dapat berhasil, kurang aktif mencari informasi dan pengetahuan terkait situasi yang sedang dihadapi. Lebih lanjut Rotter (dalam Nowicky, 1982) mengatakan bahwa locus of control adalah anggapan seseorang tentang sejauh mana orang tersebut merasakan adanya hubungan antara usaha-usaha yang telah dilakukan dengan akibat yang diterima. Seseorang yang merasakan adanya hubungan tersebut dikatakan mempunyai locus of control internal, sementara orang yang mempunyai locus of control eksternal akan beranggapan bahwa akibat yang diterima berasal dari kesempatan, keberuntungan, nasib, atau campur tangan orang lain. Slavin (2011) menyebutkan bahwa pengertian locus of control adalah ciri kepribadian yang menentukan apakah orang menghubungkan tanggungjawab atas kegagalan atau keberhasilan mereka sendiri ke faktor internal atau eksternal. Orang yang memiliki locus of control internal adalah orang yang percaya bahwa keberhasilan atau kegagalan terjadi karena upaya atau kemampuan sendiri. Seseorang yang mempunyai locus of control external lebih mungkin percaya bahwa faktor lain, seperti keberuntungan, kesulitan tugas, atau tindakan orang lain, menyebabkan keberhasilan atau kegagalan. Locus of control pada hakekatnya dapat mempengaruhi individu dalam mengamati dan berinteraksi dengan lingkungannya. Individu yang diminta pendapatnya mengenai pencapaian hasil perilakunya akan menghubungkan antara locus of control yang dimiliki dengan proses kognitif yang terjadi. Locus of control berdasarkan pada apa yang diamati dan hal ini telah dimiliki selama masa anak-anak dan cenderung berubah ke arah eksternal daripada internal selama masa
24
remaja dan dewasa. Orientasi locus of control selama masa remaja cenderung lebih internal daripada orang dewasa (Skinner et al, 1998). Secara lebih lanjut (Skinner et al) melaporkan bahwa individu yang memiliki locus of control internal lebih berhubungan dengan penalaran kognitif secara kongkrit. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa locus of control adalah keyakinan individu mengenai sumber penentu perilaku yang menjadi ciri kepribadian yang menentukan apakah orang menghubungkan tanggungjawab atas kegagalan atau keberhasilan mereka sendiri ke faktor internal atau eksternal.
2.2.2. Aspek Locus of Control Rotter (dalam Phares, 1992) menyatakan ada 2 aspek dalam locus of control, yaitu aspek internal dan eksternal. 1).Aspek Internal Seseorang yang memiliki apek internal percaya bahwa hasil dan perilaku mereka disebabkan faktor dari dalam dirinya. Faktor dalam aspek internal adalah kemampuan, minat dan usaha. a. Kemampuan Individu yang memiliki internal locus of control percaya pada kemampuan yang mereka miliki. Kesuksesan dan kegagalan sangat dipengaruhi oleh kemampuan mereka. b. Minat Individu yang memiliki locus of control internal memiliki minat yang besar terhadap kontrol perilaku, peristiwa dan tindakan mereka.
25
c. Usaha Individu yang memiliki locus of control internal bersikap pantang menyerah dan akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengontrol perilaku mereka. 2).Aspek eksternal Seseorang yang memiliki external locus of control percaya bahwa hasil dan perilaku mereka disebabkan faktor dari luar dirinya. Faktor dalam aspek ekternal adalah nasib, keberuntungan, sosial ekonomi, dan pengaruh orang lain. a. Nasib Individu yang memliki external locus of control percaya akan firasat baik dan buruk. Mereka menganggap kesuksesan dan kegagalan yang meraka peroleh sudah ditakadirkan dan meraka tidak dapat mengubah kembali peristiwa yang telah terjadi. b. Keberuntungan Individu yang memliki external locus of control menganggap setiap orang memiliki keberuntungan dan mereka sangat mempercayai adanya keberuntungan. c. Sosial ekonomi Individu yang memiliki external locus of control bersifat materialistik dan menilai orang lain berdasarkan tingkat kesejahteraan. d. Pengaruh orang lain
26
Individu yang memiliki external locus of control sangat mengharapkan bantuan dari orang lain dan menganggap bahwa orang yang memiliki kekuasaan lebih tinggi dari mereka, mempengaruhi perilakunya.
2.2.3. Faktor yang mempengaruhi Locus of Control 1).Stimulus Menurut Monks (2001), jika kekurangan stimulasi dari lingkungan maka hal ini dapat
menyebabkan
seseorang
mengalami
deprivasi
persepsual
(tidak
memperoleh stimulasi yang memadai). 2).Respon Menurut Monks (2001), memberikan respon dan reaksi pada saat-saat yang tepat terhadap tingkah laku dapat memberikan pengaruh penting terhadap rasa diri. Aspek ini sangat berpengaruh dalam pembentukan locus of control internal atau eksternal, karena ketika lingkungan selalu merespon perilaku maka seseorang akan merasa bahwa dirinyalah yang menguasai reinforcement. 3).Usia Rotter dan para ahli juga menemukan bahwa usia mempengaruhi locus of control yang dimiliki individu. Locus of control internal akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini berkaitan dengan tingkat kematangan berpikir dan kemampuan mengambil keputusan. Teori Rotter menitikberatkan pada penilaian kognitif terutama persepsi sebagai penggerak tingkah laku dan tentang bagaimana tingkah laku dikendalikan dan diarahkan melalui fungsi kognitif.
27
2.2.4. Karakteristik Locus of Control Menurut Crider (1983) perbedaan karakteristik antara locus of control internal dan eksternal adalah sebagai berikut : 1).Internal locus of control a. Suka bekerja keras b. Memiliki inisiatif yang tinggi c. Selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah d. Selalu mencoba untuk berpikir seefektif mungkin e. Selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin berhasil. f. Lebih bertanggungjawab terhadap kesalahan dan kegagalannya. g. Memiliki kepercayaan tinggi akan kemampuan dirinya. h. Rajin, ulet, mandiri dan tidak mudah terpengaruh begitu saja terhadap pengaruh dari luar. i. Merasa mampu untuk mengatur segala tindakan, perbuatan dan lingkungannya. j. Lebih efektif dalam menyelesaikan tugas. 2).External locus of control a. Kurang memiliki inisiatif b. Mudah menyerah, kurang suka berusaha karena percaya bahwa faktor luarlah yang mengontrol. c. Kurang mencari informasi d. Mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan kesuksesan e. Lebih mudah dipengaruhi dan tergantung pada petunjuk orang lain. f. Kurang bertanggungjawab terhadap kesalahan yang diperbuat.
28
g. Kurang percaya diri terhadap kemampuannya.
2.3. Karakteristik Mahasiswa Reguler 2 Pada usia sekitar 18 tahun, seseorang mulai mulai memasuki dunia mahasiswa. Mahasiswa adalah individu yang berusia 18 tahun atau lebih yang menempuh pendidikan di dalam lingkungan universitas atau perguruan tinggi (Handianto, 2006). Mahasiswa adalah individu dalam usia dewasa awal dan atau usia lanjut dengan karakteristiknya yang sedang menempuh pendidikan di suatu perguruan tinggi ( Papalia & Olds, 2001 ). Dalam teori perkembangan, mahasiswa dikategorikan ke dalam masa dewasa awal. Dariyo (2003) mengatakan bahwa secara umum mereka yang tergolong dewasa awal adalah mereka yang berusia antara 20 tahun sampai 40 tahun. Sebagai
seorang
individu
yang
sudah
tergolong
dewasa,
peran
dan
tanggungjawabnya tentu semakin bertambah besar. Menurut UU No. 12 Tahun 2012 Pasal 13 ayat 1, mahasiswa merupakan akademika yang diposisikan sebagai insan dewasa yang memiliki kesadaran sendiri dalam mengembangkan potensi diri di Perguruan tinggi untuk menjadi intelektual, ilmuan, praktisi, dan/atau profesional. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian mahasiswa adalah seorang peserta didik yang berusia 18 tahun sampai 40 tahun yang sedang menempuh pendidikan di dalam universitas atau perguruan tinggi dan aktif dalam mengikuti semua kegiatan perkuliahan untuk menjadi intelektual, ilmuan, praktisi, dan/atau profesional. .
29
Mahasiswa reguler 2 pada masa ini berada pada masa dewasa awal yang merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda diharapkan memainkan peran baru, seperti peran suami/istri, orang tua, pencari nafkah, dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas tugas baru ini. Sebagai orang dewasa mereka diharapkan mengadakan penyesuaian diri secara mandiri. Sebagian besar mahasiswa reguler 2 adalah sudah menikah, memiliki anak dan memiliki pekerjaan. Mahasiswa dengan jadwal kerja penuh (full time) cenderung memiliki waktu yang lebih sulit untuk bisa kuliah. Stamina yang terkuras setelah bekerja seringkali mendatangkan rasa malas ketika dihadapkan dengan setumpuk tugas. Mahasiswa kesulitan membagi waktu antara kuliah, bekerja, mengurus keluarga, mengurus anak dan istirahat. Mahasiswa kelas reguler 2 menggunakan sisa-sisa waktu dan tenaganya untuk mengerjakan tugas kuliah di mana kondisi seperti ini sangat bertolak belakang dengan mahasiswa kelas reguler 1 yang memiliki banyak waktu luang untuk belajar. Mahasiswa reguler 2 di Universitas Mercu Buana melaksanakan perkuliahan setiap hari sabtu dan minggu jam 07.30 sampai jam 18.30 sesuai jadwal masing-masing mahasiswa. Perkuliahan sabtu minggu merupakan perkuliahan tatap muka di mana mahasiswa bertemu dengan dosen dan mahasiswa lainnya di dalam kelas. Universitas juga mengadakan kelas elearning yang diadakan setiap Senin sampai Jumat di mana mahasiswa dapat memilih hari sesuai dengan mata kuliah yang diambil. Sistem kuliah elearning akan meringankan
30
beban bagi mahasiswa kelas reguler 2 di tengah-tengah kesibukannya di mana mahasiswa tidak harus jauh-jauh datang ke kampus untuk kuliah. Kelas elearning dibagi menjadi dua yaitu online dan tatap muka. Saat perkuliahan dilakukan online, mahasiswa wajib mengikuti kegiatan forum dan kuis yang diberikan oleh dosen. Forum dan kuis dapat dikerjakan kapan saja dalam waktu 24 jam dan diberi batas waktu pengerjaan selama satu minggu. Forum dan kuis akan ditutup setelah satu minggu di mana mahasiswa tidak dapat mengerjakan forum dan kuis lagi dan dosen akan memberikan forum dan kuis baru. Saat ada jadwal elearning tatap muka, mahasiswa diwajibkan datang ke kampus untuk mengikuti perkuliahan. Jadwal tatap muka dimulai dari jam 19.0021.30.
2.4. Kerangka Pemikiran Menurut Soldwedel (dalam Natakusuma, 2005) keberhasilan pada tingkat kuliah ditentukan oleh kemandirian seorang mahasiswa untuk mengatur dirinya atau yang biasa disebut dengan self regulation untuk mencapai tujuan seorang mahasiswa yaitu dalam belajar dan bersosialisasi. Dengan self regulation, mahasiswa dapat mencapai tujuannya dengan baik dan sistematis. Mahasiswa yang memiliki self regulated learning tinggi dan yang memiliki self regulated learning rendah dapat dibedakan melalui kemandirian mahasiswa melalui usaha untuk mengatur diri mereka sendiri secara aktif dan mandiri yang meliputi pengaturan kognisi, motivasi, dan perilaku. Self regulated learning memiliki dua aspek penting yang akan menentukan tinggi rendahnya tingkat self
31
regulated learning. Pertama, yaitu aspek motivational strategies adalah strategistrategi yang digunakan peserta didik untuk mengatasi stres dan emosi-emosi yang kadang kala menguasai saat mereka lelah mengatasi kegagalan-kegagalan dan lelah menjadi pembelajar yang baik. Kedua yaitu aspek learning strategies adalah metode-metode yang digunakan oleh peserta didik untuk mengembangkan pemahaman, integrasi dan retensi terhadap informasi-informasi baru yang mereka terima dalam proses belajar (Pintrich, et., al (1991). Setiap mahasiswa pada dasarnya sudah memiliki self-regulated learning, namun dalam tingkatan yang berbeda-beda. Salah satu penyebabnya adalah adanya daya kendali atau locus of control yang berbeda yang dimiliki mahasiswa. Sebagaimana disebutkan dalam Crider (1983) bahwa ciri-ciri locus of control internal antara lain suka bekerja keras, memiliki inisiatif yang tinggi, selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah, selalu mencoba untuk berpikir seefektif mungkin, selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin berhasil, lebih bertanggungjawab terhadap kesalahan dan kegagalannya, memiliki kepercayaan diri yang tinggi akan kemampuannya, rajin, ulet mandiri dan tidak mudah terpengaruh dari luar. Locus of control eksternal memiliki ciriciri kurang memiliki inisiatif, mudah menyerah, kurang suka berusaha karena percaya bahwa faktor luarlah yang
mengontrol, kurang mencari informasi,
mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan kesuksesan, lebih mudah dipengaruhi dan tergantung pada petunjuk orang lain, kurang bertanggungjawab terhadap kesalahan yang diperbuat, kurang percaya diri terhadap kemampuannya.
32
Cassidy dan Eachus (2000) yang dikutip oleh Parry (2006) menemukan bahwa locus of control eksternal dikaitkan dengan pembelajaran apatis, sedangkan locus of control internal dikaitkan dengan penerapan pendekatan strategis. Studi lain menunjukkan bahwa mahasiswa dengan locus of control internal lebih mungkin mengejar strategi belajar yang sukses dan mencapai nilai yang berorientasi eksternal seperti teman sekelas mereka. Rotter (1973) dan Owie (1978) (dalam Karwono dkk, 2007) menyimpulkan bahwa unsur-unsur orientasi locus of control yang dimiliki peserta didik berkorelasi positif dengan prestasi belajar yang dicapai. Seseorang yang memiliki locus of control internal mempunyai kecenderungan sifat lebih aktif dalam mencari, mengolah dan memanfaatkan berbagai informasi, serta memiliki motivasi intrinsik untuk berprestasi tinggi, sehingga akan memiliki peluang lebih besar untuk berprestasi lebih baik jika dibandingkan mereka yang memiliki locus of control eksternal. Mahasiswa dengan locus of control internal tinggi, akan berusaha untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi sehingga mampu untuk menerapkan teori dan ilmu yang diperoleh ke dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dengan adanya self-regulated learning diharapkan mahasiswa mampu menunjukkan langkah nyata yang ditujukan untuk pencapaian tujuan belajar dengan melakukan perncanaan secara terarah sesuai dengan tipe kepribadian masing-masing, yaitu locus of control internal atau locus of control eksternal. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa
antara self regulated
learning dengan locus of control berkorelasi. Mahasiswa yang memiliki locus of control internal diduga akan memiliki self regulated learning yang tinggi,
33
sebaliknya mahasiswa yang memiliki locus of control eksternal akan memiliki self regulated learning yang rendah. Berdasarkan penjelasan mengenai hubungan antara locus of control dengan locus of control di atas, maka dapat dibuat sebuah kerangka pemikiran berikut :
Kerangka Pemikiran
Locus of Control 1. Internal 2. External
Self Regulated Learning
2.6. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara locus of control dengan self regulated learning pada mahasiswa kelas reguler 2 Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Jakarta.
34