BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1. Pengertian Menurut Ruky (2001), Kinerja atau prestasi adalah pengahlibahasaan dari kata Inggris performance. Bernardin dan Russel (1993) mendefenisikan performance sebagai berikut : Performance is defined as the record of outcomes produced on
a specified job
function or activity during a specified time period. (Prestasi adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu). Pengertian Kinerja dalam kalimat tersebut menekankan sebagai hasil atau apa yang keluar (outcomes) dari sebuah pekerjaan dan kontibusi mereka terhadap organisasi. Mink (1993) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang memiliki kinerja tinggi mempunyai beberapa karakteristik, yaitu diantaranya: (a) berorientasi pada prestasi, (b) memiliki percaya diri, (c) berpengendalian diri, (d) kompetensi. Menurut John Witmore dalam Coaching for Perfomance (2002), kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan”. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negative dari suatu kebijakan operasional. Sementara menurut Hasibuan (2005), mengemukakan kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.
24
Universitas Sumatera Utara
Menurut Rivai (2008), Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode waktu tertentu didalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan seperti standar hasil kerja, target atau sasaran yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik. Menurut Wibowo (2009), Kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kompetensi, motivasi, tujuan, standar, umpan balik, alat atau sarana dan peluang. Bagaimana organisasi menghargai dan memperlakukan sumber daya manusia yang akan mempengaruhi sikap dan perilaku dalam menjalankan kinerja. Berdasarkan beberapa defenisi kinerja diatas, maka dapat disimpulkan kinerja adalah catatan hasil kegiatan yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai pedoman yang dibebankan kepada seseorang didasari atas keterampilan yang dimiliki dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
2.1.1 Ruang Lingkup Kinerja Kinerja merupakan proses manajemen secara alamiah. Manajemen kinerja mengelola kinerja dalam konteks lingkungan bisnis baik internal maupun eksternal. Hal ini menyangkut bagaimana suatu usaha bisnis dikembangkan, apa yang ditetapkan untuk dilakukan dan bagaimana menjalankannya. Manajemen kinerja bersangkutan dengan masalah pengelolaan semua sumber daya dalam organisasi yang menjadi masukan, proses pelaksanaan kinerja, keluaran atau hasil kinerja dan manfaat atau dampak dari suatu kinerja (Wibowo, 2009). 1. Masukan
25
Universitas Sumatera Utara
Kinerja memerlukan masukan dalam bentuk tersedianya kapabilitas sumber daya manusia baik sebagai individu maupun sebagai tim. Kapabilitas sumber daya manusia diwujudkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan kompetensi. Sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses kinerja maupun hasil kerjanya. Sementara itu kompetensi diperlukan agar sumber daya manusia mempunyai kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan organisasi sehingga dapat memberikan kinerja terbaiknya. 2. Proses Kinerja mencakup suatu proses pelaksanaan kinerja tentang bagaimana kinerja dijalankan. Manajemen kinerja diawali dengan suatu perencanaan tentang bagaimana merencanakan tujuan yang diharapkan dimasa depan dan menyusun semua sumber daya dan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam perencanaan dirumuskan tentang tujuan dan harapan dimasa depan. Tujuan dan sasaran dirumuskan dalam rencana bisnis. Rencana dilaksanakan dan dilakukan monitoring dan pengukuran atas progress atau kemajuan yang diperoleh untuk mencapai tujuan. Penilaian dan peninjauan kembali dilakukan untuk mengoreksi dan menentukan langkahlangkah yang diperlukan apabila terdapat deviasi terhadap rencana. 3. Keluaran Kinerja sangat berkepentingan dengan keluaran yang merupakan hasil kerja organisasi. Hasil kerja yang dapat dicapai organisasi perlu dibandingkan dengan tujuan yang diharapkan organisasi untuk dicapai. Keluaran organisasi dapat lebih besar atau lebih rendah dari tujuan yang ditetapkan. Apabila terjadi deviasi antara hasil kerja dengan tujuan yang diharapkan, diberikan sebagai umpan balik untuk perencanaan tujuan yang akan datang dan implementasi
26
Universitas Sumatera Utara
kinerja yang sudah dilakukan. Keluaran merupakan hasil langsung dari kinerja organisasi baik dalam bentuk barang maupun jasa. 4. Manfaat Namun kinerja tidak hanya memfokuskan pada keluaran dan hasil kerja langsung dari sumber daya manusia. Manajemen kinerja perlu memerhatikan manfaat atau dampak dari hasil kerja. Dampak hasil kerja dapat bersifat positif bagi organisasi, misalnya karena keberhasilan seseorang mewujudkan prestasinya berdampak meningkatkan motivasi sehingga semakin meningkatkan kinerja organisasi. Namun demikian, dampak keberhasilan seseorang dapat bersifat negative misalnya karena bangga terhadap keberhasilannya, berdampak pada perubahan perilaku yang mengakibatkan suasana kerja menjadi tidak kondusif. 2.1.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Mathis dan Jackson (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu, adalah a) Kemampuan, b) Motivasi, c) Dukungan yang diterima d).Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5).Hubungan mereka dengan organisasi. Sementara Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain : a) Faktor kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya, b.) Faktor motivasi yang terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja (Wikipedia, 2010). Menurut Gibson (1987) dalam Illyas 2002), ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja : a) faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang, b)Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap,
27
Universitas Sumatera Utara
kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja c) Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system). Menurut Mahmudi (2007), faktor-faktor kinerja adalah : a) faktor individual meliputi pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu, b) faktor kepemimpinan meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan menejer dan team leader, c) faktor tim meliputi : kualitas dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim, d) faktor sistem meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infra struktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi, e) faktor kontekstual meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal. Berdasarkan banyaknya pendapat yang mengemukakan faktor yang mempengaruhi kinerja, maka dapat diambil kesimpulan, kinerja merupakan suatu konstruk multidimensional yang mencakup banyak faktor yang memengaruhinya. 2.1.3.Penilaian Kinerja Penilaian kinerja (performance appraisal) individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Menurut Bernardin dan Russel (1993), A way of measuring the contribution of individuals to their organization. Penilaian kinerja adalah cara mengukur konstribusi individu (karyawan) kepada organisasi tempat mereka bekerja. Menurut Cascio (1992) penilaian kinerja adalah sebuah gambaran atau deskripsi yang sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dari seseorang atau suatu kelompok (Ruky, 2001). Menurut Hasibuan (2005), penilaian kinerja adalah menilai rasio hasil kerja nyata dengan standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap karyawan dan menetapkan kebijaksanaan berarti apakah karyawan akan dipromosikan, didemosikan, atau balas jasanya dinaikkan. 28
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan penilaian kinerja merupakan evaluasi dan proses estimasi serta menetukan nilai terhadap prestasi kerja dalam melaksanakan tugas yang dilakukan oleh individu. 2.1.4.Tujuan Penilaian Kinerja Menurut Hasibuan (2005) Tujuan penilaian kinerja individu sebagai berikut : a) Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian, dan penetapan besarnya balas jasa. b) Untuk mengukur kinerja yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses dalam pekerjaannya. c) Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektifitas seluruh kegiatan didalam perusahaan d) Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja, dan peralatan kerja. e) Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan nilai bagi karyawan yang berada didalam organisasi f) Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai tujuan untuk mendapatkan performance kerja yang baik. g) Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan para atasan (supervisor, manager, administrator) untuk mengobservasi prilaku bawahan agar diketahui minat dan kebutuhankebutuhan bawahannya. h) Sebagai alat untuk bisa melihat kekurangan dan kelemahan-kelemahan di masa lampau dan meningkatkan kemampuan karyawan. i) Sebagai kriteria dalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan j) Sebagai alat mengidentifikasi kelemahan individu untuk bahan pertimbangan agar dapat diikut sertakan dalam program latihan kerja tambahan. k) Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan
29
Universitas Sumatera Utara
l) Sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan (job description) 2.2. Pelayanan Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas dan Community Mental Health Nurse (CMHN) 2.2.1. Pelayanan Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas Kesehatan jiwa masyarakat (community mental health) merupakan bagian dari masalah kesehatan masyarakat (public health) yang dihadapi semua negara. Salah satu pemicu terjadinya berbagai masalah dalam kesehatan jiwa adalah dampak modernisasi dimana tidak semua orang siap untuk menghadapi cepatnya perubahan dan kemajuan teknologi baru serta dampak bencana yang terjadi. Gangguan jiwa tidak menyebabkan kematian secara langsung tetapi menyebabkan penderita menjadi tidak produktif dan menimbulkan beban bagi keluarga serta lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan pasal (4) disebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal (Effendi, 2009). Menurut World Health Organization (WHO), sehat adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Maka kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari gangguan tetapi lebih kepada perasaan sehat, sejahtera dan bahagia, ada keserasian antara pikiran, perasaan, perilaku, dapat merasakan kebahagian dalam sebagian besar kehidupannya serta mampu mengatasi tantangan hidup seharihari. Sejalan dengan paradigma sehat yang dicanangkan Departemen Kesehatan RI yang lebih menekankan pada upaya proaktif dan berorientasi pada upaya kesehatan pencegahan (preventif) dan promotif maka penanganan masalah kesehatan jiwa telah tergeser dari hospital-based menjadi community-based psychiatric services. Gangguan jiwa dapat dicegah dan diatasi, untuk itu penyelesaiannya tidak hanya oleh tenaga kesehatan tetapi juga perlu melibatkan peran aktif 30
Universitas Sumatera Utara
semua pihak. Masyarakat mempunyai potensi untuk mengatasi masalah tersebut sehingga perlu diubah kesadarannya untuk terlibat dalam upaya preventif dan promotif. Tenaga kesehatan dan organisasi masyarakat peduli terhadap masalah kesehatan jiwa masyarakat (Effendi, 2009). Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1966, kesehatan jiwa adalah keadaan jiwa yang sehat menurut ilmu kedokteran sebagai suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan disemua segi dalam kehidupan manusia serta hubungannya dengan manusia lain. Maka dapat disimpulkan kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan merupakan kondisi untuk perkembangan fisik, mental dan sosial pada individu secara optimal dan selaras dengan perkembangan orang lain. Seseorang yang sehat jiwa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a) Merasa senang terhadap dirinya serta mampu menghadapi situasi, mampu mengatasi kekecewaan dalam hidupnya, puas dengan kehidupannya sehari-hari, mempunyai harga diri yang wajar, menilai dirinya secara realistis, tidak berlebihan dan tidak pula merendahkan. b) Merasa nyaman berhubungan dengan orang lain serta mampu mencintai orang lain, mempunyai hubungan pribadi yang tetap, dapat menghargai pendapat orang lain yang berbeda, merasa bagian dari suatu kelompok, tidak menipu orang lain dan juga tidak membiarkan orang lain menipu dirinya. c) Mampu memenuhi tuntutan hidup serta menetapkan tujuan hidup yang realistis, mampu mengambil keputusan, mampu menerima tanggung jawab, mampu merancang masa depan, dapat menerima ide dan pengalaman baru, puas dengan pekerjaannya.
31
Universitas Sumatera Utara
Mencapai jiwa yang sehat perlu usaha dan waktu untuk mengembangkan dan membinanya. Jiwa yang sehat dikembangkan sejak masih bayi hingga dewasa dalam berbagai tahapan perkembangannya. Pengaruh lingkungan terutama keluarga sangat penting dalam membina jiwa yang sehat. Apabila seseorang mengalami perubahan maka akan terjadi reaksi baik secara jasmani maupun kejiwaan yang disebut dengan stres. Stres dapat terjadi pada setiap orang dan setiap waktu karena stres merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat dihindari. Pada umumnya, seseorang menyadari adanya stres namun ada juga yang tidak menyadari bahwa dirinya sedang mengalami stres. Reaksi seseorang terhadap stres dapat bersifat positif maupun negatif. Reaksi bersifat negatif atau merugikan, jika terjadi keluhan atau gangguan pada orang tersebut. Reaksi bersifat positif, jika menimbulkan dampak yang menjadi pendukung seseorang untuk berusaha. Stres yang bersifat negatif atau merugikan dapat terjadi apabila stres terlalu berat atau berlangsung cukup lama. Indikator kesehatan jiwa masyarakat meliputi : kekerasan dalam rumah tangga, remaja putus sekolah, kriminalitas anak dan remaja, masalah anak jalanan, masalah NAPZA serta dampaknya, gangguan psikotik dan gangguan jiwa Skizofrenia, dan kasus bunuh diri. Pelayanan kesehatan jiwa adalah bagian dari pelayanan kesehatan yang memusatkan kegiatannya pada upaya memelihara dan meningkatkan kesehatan jiwa, mencegah dan mengobati gangguan jiwa serta memulihkan kesehatan jiwa perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Mengikuti pembagian dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN), pelayanan kesehatan jiwa sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, dibedakan atas dua macam yaitu: pelayanan kesehatan jiwa perorangan, yang lebih mengutamakan pada upaya penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan jiwa perorangan dan pelayanan kesehatan jiwa masyarakat
32
Universitas Sumatera Utara
yang lebih mengutamakan pada upaya peningkatan kesehatan jiwa dan pencegahan gangguan jiwa di masyarakat. 2.2.2 Community Mental Health Nurse (CMHN) CMHN merupakan salah satu strategi berupa program peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang diberikan kepada petugas kesehatan melalui pelatihan dalam rangka upaya membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan jiwa akibat dampak tsunami, gempa maupun bencana lainnya.
Pelatihan yang dilakukan terdiri dari tiga tahapan yaitu Basic,
Intermediate dan Advance Nursing Training. Sejalan dengan perkembangan ilmu kesehatan jiwa maka perawat CMHN perlu dibekali pengetahuan dan kemampuan untuk menstimulasi perkembangan individu di masyarakat maupun mengantisipasi dan mengatasi penyimpangan yang menyertai perkembangan psikososial individu di masyarakat. Perawat CMHN sebagai tenaga kesehatan yang bekerja di masyarakat dan bersama masyarakat harus mempunyai kemampuan melibatkan peran serta masyarakat terutama tokoh masyarakat dengan cara melatih para tokoh masyarakat untuk menjadi kader kesehatan jiwa (Depkes, 2006). Adapun tugas dan fungsi dari perawat/petugas CMHN meliputi : 1.
Perencanaan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa komunitas Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang hal-hal
yang akan dikerjakan dimasa mendatang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan (Siagian, 1990 dalam Keliat et. al, 2006). Perencanaan dapat juga diartikan sebagai suatu rencana kegiatan tentang apa yang harus dilakukan, bagaimana kegiatan itu dilaksanakan dan dimana kegiatan itu dilakukan. Perencanaan yang matang akan memberi petunjuk dan mempermudah
33
Universitas Sumatera Utara
dalam melaksanakan suatu kegiatan. Tanpa perencanaan kegiatan akan menjadi tidak terarah sehingga hasilnya tidak akan sesuai dengan yang diinginkan. Jenis perencanaan terdiri dari rencana jangka pendek, menengah dan panjang. Perencanaan jangka panjang disebut juga perencanaan strategis yang disusun untuk 3 sampai 10 tahun. Perencanaan jangka menengah dibuat dan berlaku 1 sampai 5 tahun sedangkan perencanaan jangka pendek dibuat 1 jam sampai dengan satu tahun (Marquia & Houston, 1998 dalam Depkes, 2006). Kegiatan perencanaan yang akan digunakan dipelayanan keperawatan kesehatan jiwa komunitas meliputi perumusan visi, misi, filosofi dan kebijakan. Untuk jenis perencanaan yang diterapkan adalah perencanaan jangka pendek yang meliputi rencana kegiatan tahunan dan bulanan. Perencanaan di pelayanan keperawatan kesehatan jiwa komunitas adalah perencanaan kegiatan yang akan dilakukan oleh perawat supervisor, perawat CMHN di puskesmas dan kader kesehatan jiwa. Rencana jangka pendek yang diterapkan pada pelayanan keperawatan kesehatan jiwa komunitas terdiri dari rencana bulanan dan tahunan (Keliat et.al, 2006). 1. Rencana bulanan perawat CMHN Rencana bulanan adalah kegiatan yang akan dilaksanankan oleh perawat CMHN dan kader dalam waktu satu bulan. Rencana bulanan perawat meliputi dua aspek, yaitu: a. Kegiatan manajerial Contoh kegiatan : supervisi kader, rapat/pertemuan b. Kegiatan asuhan keperawatan Asuhan keperawatan pada pasien dan keluarga, yang terdiri dari : 1) Pendidikan kesehatan bagi kelompok masyarakat yang sehat, kelompok yang berisiko masalah psikososial dan kelompok keluarga pasien gangguan jiwa. 34
Universitas Sumatera Utara
2) Asuhan keperawatan masalah psikososial 3) Asuhan keperawatan risiko masalah psikososial 4) Asuhan keperawatan gangguan jiwa 5) Kegiatan terapi aktifitas kelompok dan rehabilitasi untuk kelompok pasien yang mengalami gangguan jiwa. 2. Rencana tahunan perawat CMHN Setiap akhir tahun perawat melakukan evaluasi hasil kegiatan dalam satu tahun yang dijadikan sebagai acuan rencana tindak lanjut serta penyusunan rencana tahun berikutnya. Rencana kegiatan tahunan mencakup : a. Menyusun laporan tahunan yang berisi tentang kinerja pelayanan keperawatan kesehatan jiwa komunitas berupa kegiatan yang dilaksanakan dan hasil evaluasi (wilayah kerja puskesmas dan Desa Siaga Sehat Jiwa). b. Penyegaran terkait dengan materi pelayanan keperawatan kesehatan jiwa komunitas khusus kegiatan yang masih rendah pencapaiannya. Ini bertujuan untuk memantapkan hal-hal yang masih rendah. c. Pengembangan SDM (perawat CMHN dan kader kesehatan jiwa) dalam bentuk rekomendasi untuk melanjutkan pendidikan formal dan informal. 2. Pengorganisasian pelayanan keperawatan kesehatan jiwa komunitas Pengorganisasian adalah pengelompokkan aktivitas untuk mencapai suatu tujuan, penugasan suatu kelompok tenaga keperawatan untuk pengkoordinasian aktivitas yang tepat baik vertikal maupun horizontal, yang bertanggung jawab
(Keliat et.al, 2006).
Pengorganisasian kegiatan dan tenaga dalam pelayanan kesehatan jiwa komunitas menggunakan pendekatan lintas sektoral dan lintas program. Setiap perawat CMHN di puskesmas bertanggung jawab terhadap sejumlah desa yang menjadi area binaan. Desa siaga 35
Universitas Sumatera Utara
sehat jiwa dipimpin oleh perawat CMHN puskesmas yang bertanggung jawab terhadap dua desa atau lebih. Tokoh masyarakat didesa berperan sebagai penasehat atau pelindung kader kesehatan jiwa. Beberapa kader kesehatan jiwa bertanggung jawab terhadap masing-masing dusun yang melakukan kegiatan desa siaga sehat jiwa. Mekanisme pelaksanaan pengorganisasian desa siaga sehat jiwa adalah : a. Wilayah kerja puskesmas dibagi dua untuk 2 orang perawat CMHN. Misalnya ada 20 desa maka masing-masing perawat bertanggung jawab pada 10 desa. b. Perawat CMHN bersama tokoh masyarakat menetapkan satu desa untuk dikembangkan menjadi desa siaga sehat jiwa. c. Perawat CMHN bersama tokoh masyarakat pada tingkat desa menetapkan calon kader kesehatan jiwa pada tingkat dusun. Tiap dusun minimal 2 kader kesehatan jiwa. Pengelompokkan keluarga pada desa siaga sehat jiwa berdasarkan asuhan keperawatan yang diberikan yaitu asuhan keperawatan diberikan kepada keluarga yang sehat, risiko dan gangguan. Keluarga yang sehat dikelompokkan dalam usia: 1. Keluarga dengan bayi 0-18 bulan 2. Keluarga dengan kanak-kanak 18-36 bulan 3. Keluarga dengan pra sekolah 3-6 tahun 4. Keluarga dengan anak sekolah 6-12 tahun 5. Keluarga dengan remaja 12-18 tahun 6. Keluarga dengan dewasa muda 18-25 tahun 7. Keluarga dengan dewasa 25-65 tahun 8. Keluarga dengan lansia > 65 tahun 3. Pengarahan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa komunitas
36
Universitas Sumatera Utara
Pengarahan adalah langkah ketiga dari fungsi manajemen yaitu pelaksanaan perencanaan kegiatan dalam bentuk tindakan untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam pengarahan pekerjaan diuraikan dengan jelas dalam bentuk tugas yang harus dilaksanakan. Untuk memaksimalkan pelaksanaan pekerjaan diperlukan iklim kerja yang menyenangkan, pengelolaan waktu secara efisien, keterampilan komunikasi yang baik, pengelolaan konflik, memfasilitasi kolaborasi, melaksanakan pendelegasian dan supervisi, melakukan negosiasi dan advokasi lintas program dan sektor (Keliat et.al, 2006). Kegiatan pengarahan yang akan dilaksanakan pada pelayanan keperawatan kesehatan jiwa komunitas adalah menciptakan budaya motivasi, menerapkan manajemen waktu, melaksanakan pendelegasian, melaksanakan supervisi dan komunikasi yang efektif, melakukan manajemen konflik. 1. Manajemen waktu Manajemen waktu adalah penggunaan secara optimal waktu yang dimiliki. Pada desa siaga sehat jiwa manajemen waktu diterapkan dalam bentuk penerapan rencana kegiatan bulanan untuk perawat CMHN dan kader kesehatan jiwa masyarakat. Aktivitas manajemen waktu dievaluasi melalui instrumen evaluasi perencanaan.
2. Pendelegasian Pendelegasian adalah melakukan pekerjaan melalui orang lain. Dalam organisasi pendelegasian dilakukan agar aktivitas organisasi tetap berjalan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendelegasian dilaksanakan melalui proses : a. Buat rencana tugas yang perlu diselesaikan b. Identifikasi kemampuan kader kesehatan jiwa yang akan melaksanakan tugas c. Komunikasikan dengan jelas apa yang akan dikerjakan dan apa tujuannya
37
Universitas Sumatera Utara
d. Jika kader kesehatan jiwa tidak mampu melaksanakan tugas karena menghadapi masalah tertentu maka perawat CMHN harus bias menjadi contoh peran dan menjadi nara sumber untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi e. Evaluasi kinerja setelah tugas selesai 3. Supervisi Supervisi adalah proses memastikan kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan organisasi dengan cara melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut. Kegiatan supervisi dilaksanakan untuk menjamin kegiatan pelayanan kesehatan jiwa sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan. Fasilitator nasional, fasilitator provinsi dan dinas kesehatan melakukan supervise satu kali sebulan terhadap fasilitator lokal, perawat CMHN dan kader kesehatan jiwa masyarakat, fasilitator lokal dan kepala puskesmas melakukan supervisi dua kali seminggu terhadap perawat CMHN dan kader kesehatan jiwa. Sedangkan perawat CMHN melakukan supervisi satu kali seminggu terhadap kader kesehatan jiwa. Hal yang di supervisi adalah kemampuan fasilitator local, perawat CMHN dan kader kesehatan jiwa dalam melaksanakan tugasnya terkait aspek manajerial dan asuhan keperawatan. 4. Manajemen konflik Konflik adalah perbedaan pandangan dan ide antara satu orang dengan orang yang lain. Dalam organisasi yang dibentuk dari sekumpulan orang yang memiliki latar belakang yang berbeda konflik mungkin terjadi. Untuk mengantisipasi terjadinya konflik maka perlu dibudayakan manajemen konflik.
38
Universitas Sumatera Utara
Cara penanganan konflik ada beberapa macam yaitu bersaing, berkolaborasi, menghindar, mengakomodasi dan berkompromi. Penanganan konflik yang diterapkan dalam pelayanan keperawatan kesehatan jiwa komunitas adalah dengan cara kolaborasi. Cara ini adalah salah satu bentuk kerja sama berbagai pihak yang terlibat konflik dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dengan jalan mencari dan menemukan persamaan kepentingan dan bukan perbedaan. Untuk itu pembudayaan kolaborasi antar pihak-pihak terkait menjadi prioritas utama dalam menyelenggarakan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa komunitas. 4.
Asuhan keperawatan kesehatan jiwa komunitas Menurut Keliat et.al (2006), salah satu pilar praktek keperawatan kesehatan jiwa
komunitas adalah pelayanan keperawatan dengan menggunakan pendekatan asuhan keperawatan kesehatan jiwa komunitas. Asuhan keperawatan yang baik sangat dibutuhkan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan komunitas secara sistematis dan terorganisir. Perawat CMHN bertanggung jawab memberikan asuhan keperawatan jiwa komunitas kepada kelompok keluarga yang sehat jiwa, kelompok pasien dan keluarga yang risiko masalah psikososial dan kelompok pasien dan keluarga dengan gangguan jiwa. Perawat CMHN di NAD telah dibekali pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa di masyarakat. Dalam rangka mengaplikasikan konsep keperawatan kesehatan jiwa komunitas digunakan pendekatan proses keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Pendekatan yang digunakan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi : 1. Pengkajian
39
Universitas Sumatera Utara
Pengkajian awal dilakukan dengan menggunakan pengkajian 2 menit berdasarkan keluhan pasien. Setelah ditemukan tanda-tanda yang menonjol yang mendukung adanya gangguan jiwa maka pengkajian dilanjutkan dengan menggunakan format pengkajian kesehatan jiwa. Data yang dikumpulkan mencakup keluhan utama, riwayat kesehatan jiwa, pengkajian psikososial dan pengkajian status mental. Teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui wawancara dengan pasien dan keluarga, pengamatan langsung terhadap kondisi pasien serta melalui pemeriksaan. 2. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan dapat dirumuskan berdasarkan hasil pengkajian, baik masalah yang bersifat aktual (gangguan kesehatan jiwa) maupun yang berisiko mengalami gangguan jiwa. Jika perawat menemukan anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa maka perawat harus berhati-hati dalam penyampaiannya kepada pasien dan keluarga agar tidak menyebutkan gangguan jiwa karena hal tersebut merupakan stigma dalam masyarakat. Adapun diagnosa keperawatan yang diidentifikasi penting untuk pasca bencana adalah : a. Masalah kesehatan jiwa pada anak/remaja : 1) Depresi 2) Perilaku kekerasan b. Masalah kesehatan jiwa pada usia dewasa : 1) Harga diri rendah 2) Perilaku kekerasan 3) Risiko bunuh diri 4) Isolasi sosial 5) Gangguan persepsi sensori : halusinasi 6) Gangguan proses pikiran waham 40
Universitas Sumatera Utara
7) Defisit perawatan diri c. Masalah kesehatan jiwa pada lansia : 1) Demensia 2) Depresi 3. Perencanaan keperawatan Rencana tindakan keperawatan disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa yang mencakup tindakan psikoterapeutik yaitu penggunaan berbagai teknik komunikasi terapeutik dalam membina hubungan dengan pasien, pendidikan kesehatan tentang prinsipprinsip kesehatan jiwa dan gangguan jiwa; perawatan mandiri (aktivitas kehidupan seharihari) meliputi kebersihan diri, makan dan minum, buang air besar dan buang air kecil; terapi modalitas seperti terapi aktivitas kelompok, terapi lingkungan dan terapi keluarga; tindakan kolaborasi (pemberian obat-obatan dan monitor efek samping). Dalam menyusun rencana tindakan harus dipertimbangkan bahwa untuk mengatasi satu diagnose keperawatan diperlukan beberapa kali pertemuan hingga tercapai kemampuan yang diharapkan baik untuk pasien maupun keluarga. Rencana tindakan keperawatan ditujukan pada individu, keluarga, kelompok dan komunitas. a. Pada tingkat individu difokuskan pada peningkatan keterampilan dalam ADL dan keterampilan koping adaptif dalam mengatasi masalah. b. Pada tingkat keluarga difokuskan pada pemberdayaan keluarga dalam merawat pasien dan mensosialisasikan pasien dengan lingkungan. c. Pada tingkat kelompok difokuskan pada kegiatan kelompok dalam rangka sosialisasi agar pasien mampu beradaptasi dengan lingkungan.
41
Universitas Sumatera Utara
d. Pada tingkat komunitas difokuskan pada peningkatan kesadaran masyarakat tentang kesehatan jiwa dan gangguan jiwa, menggerakkan sumber-sumber yang ada dimasyarakat yang dapat dimanfaatkan oleh pasien dan keluarga. 4. Tindakan keperawatan Tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan rencana yang telah dibuat. Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien saat ini. Perawat bekerjasama dengan pasien, keluarga dan tim kesehatan lain dalam melakukan tindakan. Tujuannya adalah memberdayakan pasien dan keluarga agar mampu mandiri memenuhi kebutuhannya serta meningkatkan keterampilan koping dalam menyelesaikan masalah. Perawat bekerja dengan pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi kebutuhan mereka dan memfasilitasi pengobatan melalui kolaborasi dan rujukan. 5. Evaluasi asuhan keperawatan Evaluasi dilakukan untuk menilai perkembangan pasien dan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan masalah. Kemampuan yang diharapkan adalah : a. Pada tingkat individu diharapkan pasien mampu : 1) Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sesuai kemampuannya 2) Membina hubungan dengan orang lain dilingkungannya secara bertahap 3) Melakukan cara-cara menyelesaikan masalah yang dialami b. Pada tingkat keluarga diharapkan keluarga mampu : 1) Membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien hingga pasien mandiri 2) Mengenal tanda dan gejala dini terjadinya gangguan jiwa
42
Universitas Sumatera Utara
3) Melakukan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa atau kekambuhan 4) Mengidentifikasi perilaku pasien yang membutuhkan konsultasi segera 5) Menggunakan sumber-sumber yang tersedia di masyarakat seperti tetangga, teman dekat dan pelayanan kesehatan terdekat. 5.
Monitoring dan evaluasi Menurut Mockler (1984) dalam Keliat et.al (2006) pengendalian manajemen adalah
kegiatan sistematis yang terdiri dari menentukan standar prestasi kerja, menetapkan tujuan, perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan dan evaluasi kinerja. Hasil evaluasi kinerja dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, untuk mengetahui pencapaian tujuan dan penyimpangan serta mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk memastikan bahwa sumber daya yang digunakan efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Pengendalian manajemen merupakan proses untuk memastikan bahwa aktivitas yang telah dilakukan sesuai dengan aktivitas yang direncanakan dan berfungsi untuk menjamin kualitas penampilan kerja. Kegiatan monitoring dan evaluasi pada pelayanan keperawatan kesehatan jiwa komunitas ditujukan pada fasilitator lokal, perawat CMHN, kader kesehatan jiwa dan pasien dan keluarga.
2.3 Motivasi Kerja 2.3.1 Teori Motivasi Kerja Menurut Beck (1990) dalam Hamzah (2008), motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai tenaga penggerak yang memengaruhi kesiapan untuk memulai melakukan rangkaian kegiatan dalam suatu perilaku. Sementara menurut Hasibuan (2005), motif adalah
43
Universitas Sumatera Utara
suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Menurut Berelson dan Steiner (2005) mengartikan motivasi sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi mendorong kegiatan (moves) dan mengarah atau menyalurkan perilaku kearah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidak seimbangan. Sementara Griffin (2008), mengemukakan motivasi adalah sekelompok faktor yang menyebabkan individu berperilaku dengan cara-cara tertentu. Sedangkan Muhammad Ali (2003), mengatakan motivasi sebagai perilaku yang berorientasi tujuan. Tujuan ini mengajak karyawan mengikuti kemauan untuk menyelesaikan tugas (Ketaren, 2009). Menurut Mangkunegara (2009), motivasi kerja merupakan kondisi atau energi yang menggerakan diri pekerja yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan. Sikap mental karyawan terhadap situasi kerja memperkuat motivasi kerja untuk mencapai kinerja maksimal. Menurut Danim (2008), ada beberapa alasan mengapa manusia bekerja, yaitu: a.
Kebutuhan dan tuntutan akan hidup Manusia adalah makhluk hidup dan kemampuan bertahan hidup sangat tergantung pada
kesediaan makanan dan minuman, serta perangkat lain yang mendukung. Kebutuhan manusia terdiri dari sandang, pangan, perumahan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Akibat kebutuhan semakin mahal, orang terkadang tidak cukup lagi mengandalkan gaji resmi, tetapi mencari penghasilan tambalan. b.
Tugas pokok dan fungsi Tatakala seseorang mengikuti proses rekrutmen sehingga ditempatkan pada unit tertentu
telah ada kesadaran dalam dirinya bahwa dia direkrut dan ditempatkan untuk mengemban tugas pokok dan fungsi tertentu.Tugas pokok dan fungsi menjadi ukuran keberhasilannya. Manusia
44
Universitas Sumatera Utara
yang sudah dewasa dan matang akan sadar terhadap tugas pokok dan fungsinya. Dalam bekerja, tidak jarang mereka memiliki daftar kegiatan harian dan menjadi ukuran prestasi dari hari ke hari. c.
Dorongan untuk berprestasi Beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa besarnya keuntungan tidak
selalu memberi pengaruh yang positif bagi karyawan untuk bekerja. Dalam beberapa tempat ada tendensi kuat bahwa upah dan gaji memang memberikan motivasi yang sangat besat, tetapi lingkungan kerja memegang peranan yang besar pula. Motivasi sesorang dapat muncul dari dalam diri pribadi. Karena itu seorang manajer harus mampu mendorong perkembangan pribadi pekerja, baik perasaan, harapan maupun segisegi intelektual, di samping kebutuhan akan tata hubungan yang serasi, serta harapan terhadap dunia kerja berikut hasilnya. Besar atau kecilnya motivasi dalam diri seseorang ditentukan oleh keinginannya untuk berprestasi, rasa memiliki organisasi, serta faktor internal lainnya. d.
Rasa ingin mencapai tujuan secara cepat
Kecenderungan mencolok dari kehidupan manusia modern, ditandai oleh beberapa ciri. Pertama, memiliki kesediaan dan kesadaran yang tinggi untuk menerima ide dan memecahkan masalah-masalah bersama secara inovatif. Kedua, berani mengemukakan pendapat dan mempertanggungjawabkan demi kemajuan organisasi. Ketiga, menghargai dunia organisasi dan kepemimpinan orang lain. Keempat, rasa harga diri yang tinggi, dan tidak terjebak ke dalam fanatisme sempit. Kelima, menghargai data statistik sebagai hasil dari pengamatan langsung, menghargai prestasi diri sendiri dan orang lain secara wajar. Keenam, memiliki antisipasi atau berpikir ke depan dengan memperhatikan masa sekarang dan kearifan masa lalu. Ketujuh, memerhatikan kepentingan umum disamping kebutuhan individu. Jika dicermati secara saksama, yang paling mencolok akhir-akhir ini adalah adanya rasa ingin tahu (curriosity) manusia yang begitu kuat untuk mendapatkan informasi secara cepat sejalan dengan cepatnya arus informasi dan tingginya kebutuhan hidup manusia akan informasi itu. Orang akan bekerja keras, jika dia berusaha mencapai tujuan secara cepat. Rasa ingin cepat
45
Universitas Sumatera Utara
mencapai tujuan tertentu muncul jika tidak ada hambatan psikologis (psychological barrier). Mereka harus senang berbuat dalam kondisi yang menyenangkan pula. e.
Suasana atau iklim lingkungan kerja yang sehat
Lingkungan adalah bagian sangat penting bagi kehidupan seseorang. Manusia dibesarkan tidak terlepas dari lingkungannya. Lingkungan yang sehat memungkinkan manusia bekerja secara sehat dan bergairah. Lingkungan yang dimaksudkan disini terutama adalah lingkungan sosial yang melahirkan suasana psikologis yang menyenangkan. Di samping faktor-faktor internal, kreatif-tidaknya seseorang ditentukan pula oleh memungkinkan atau tidaknya seseorang itu berbuat pada lingkungannya. Lingkungan yang sehat bercirikan iklim yang bebas dan terarah, tidak ada rasa curiga, rasa puas di dalam diri, toleransi antar teman, dan kesadaran tinggi akan tugas-tugas. f.
Terpenuhinya kebutuhan pribadi, seperti rasa ingin tumbuh dan berkembang. Kebutuhan pribadi (personal need) adalah faktor penting bagi motivasi seseorang dan
tidak jarang hal ini harus terpenuhi terlebih dahulu sebelum memintanya bekerja secara optimal. Karena itu, administrator yang bijaksana akan senantiasa berusaha memberi kepuasan kepada bawahan, terutaam berkenaan dengan aspek-aspek kebutuhan pribadinya, seperti harga diri, rasa dilibatkan, rasa diterima
di dalam kelompok, penghargaan inmaterial atas prestasi, dan
sebagainya. Di dalam dunia kerja, kebutuhan pribadi berkaitan dengan rasa ingin berprestasi, keinginan menerima tanggung jawab, harga diri, kebutuhan biologis, dan penghargaan terhadap hasil yang dicapai. Berdasarkan Hamzah (2008) terdapat tiga unsur yang merupakan kunci dari motivasi yaitu (1) upaya, (2) tujuan organisasi, (3) kebutuhan. Unsur upaya merupakan ukuran intensitas, dalam hal ini apabila seorang termotivasi dalam melakukan tugasnya ia mencoba sekuat tenaga agar upaya yang tinggi tersebut menghasilkan kinerja yang tinggi pula. Oleh karena itu dalam pemberian motivasi terhadap seseorang diperlukan pertimbangan kualitas dan kuantitas yang dapat membangkitkan upaya dan diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi. Unsur lainnya adalah tujuan organisasi, unsur ini begitu penting sebab segala upaya yang dilakukan seseorang
46
Universitas Sumatera Utara
atau sekelompok orang semuanya diarahkan pada pencapaian tujuan. Tujuan organisasi dalam suatu organisasi haruslah ditetapkan secara jelas. Kejelasan tujuan akan mengarahkan segala aktivitas dan perilaku personal untuk tercapainya tujuan organisasi. Makin jelas perumusan tujuan organisasi maka makin mudah setiap personal untuk memahaminya. Unsur terakhir yang terdapat dalam motivasi adalah kebutuhan, adalah suatu keadaan internal yang menyebabkan hasil-hasil tertentu tampak menarik. Suatu kebutuhan yang tidak terpuaskan menciptakan keinginan yang merangsang dorongan-dorongan dalam diri individu untuk mencapainya. Dorongan inilah yang menimbulkan perilaku pencarian untuk menemukan tujuan-tujuan tertentu. Dengan demikian pemberian motivasi tidak dapat dipisahkan dengan kebutuhan manusia. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pemberian motivasi tidak dapat dipisahkan dengan konsep kebutuhan manusia. Salah satu teori yang berkaitan dengan kebutuhan adalah teori dari Maslow. Maslow mengatakan terdapat lima jenjang kebutuhan yaitu (1) kebutuhan fisiologis, (2) Kebutuhan rasa aman, harga diri dan
(3) Kebutuhan rasa memiliki dan rasa cinta, (4) kebutuhan (5) Kebutuhan perwujudan diri.
Sejalan dengan jenjang kebutuhan tersebut, Kenneth mengemukakan berbagai kebutuhan yang mempengaruhi perilaku individu dalam organisasi yaitu sebagai berikut : 1.
Kebutuhan hidup Adalah kebutuhan yang berkaitan dengan masalah fisik, seperti makan, minum dan perumahan yang dapat dipuaskan secara langsung atau secara tidak langsung melalui pendapatan berupa gaji yang diperoleh petugas.
2.
Kebutuhan keamanan Adalah kebutuhan yang melibatkan perlindungan dari ancaman fisik atau kehilangan pendapatan. Kebutuhan ini dapat diwujudkan melalui pengurangan tingkat bahaya dalam pelaksanaan pekerjaan, pengurangan terhadap ancaman kemiskinan dalam keluarga
47
Universitas Sumatera Utara
petugas, pemberian asuransi kesehatan bagi petugas dan keluarganya, asuransi cacat tubuh jika memperoleh kecelakaan dalam melaksanakan tugas, dan sebagainya. 3.
Kebutuhan berafiliasi Kebutuhan yang melibatkan keinginan untuk mencari teman dan hubungan antarpersonal yang didasari atas saling memberi dan menerima. Kebutuhan ini memungkinkan karyawan lainnya atau dengan mitra kerja serta orang lain disekitarnya.
4.
Kebutuhan akan adanya penghargaan Kebutuhan yang didasarkan bahwa manusia membutuhkan apresiasi, penghormatan dan status. Penghargaan seperti ini diwujudkan dalam bentuk pujian, penghargaan atas prestasi yang telah diraih dan pengakuan atas simbol status yang dimilikinya.
5.
Kebutuhan untuk tidak tergantung pada orang lain Kebutuhan yang dilandasi adanya penjelasan bahwa pada dasarnya manusia tergantung pada orang lain untuk memenuhi keinginannya. Agar eksistensinya diakui, manusia berusaha untuk berdikari dengan segala kemampuannya. Proses ini menentukan bagaimana seseorang menanggapi bentuk otoritas dan kesempatan untuk berdiri sendiri serta bertanggung jawab penuh atas pekerjaan yang dibebankan padanya.
6.
Kebutuhan akan prestasi dan kompetensi Kebutuhan dimana pada dasarnya manusia secara fitrah memiliki kompetensi yang mendorong untuk belajar berasosiasi dengan lingkungan disekitarnya. Kuat atau lemahnya motivasi tersebut tergantung pada pengalaman yang dimilikinya guna mendapatkan prestasi yang diinginkan. Berbagai ciri yang dapat diamati bagi seseorang yang memiliki motivasi kerja antara lain
adalah :
48
Universitas Sumatera Utara
1. Kinerja tergantung pada usaha dan kemampuan yang dimilikinya dibandingkan dengan kinerja melalui kelompok. 2. Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang sulit. 3. Seringkali terdapat umpan balik yang konkrit tentang bagaimana seharusnya ia melaksanakan tugas secara optimal, efektif dan efisien. Pemberian motivasi pada seseorang merupakan suatu mata rantai yang dimulai dari kebutuhan, menimbulkan keinginan, menyebabkan tensi, menimbulkan tindakan dan menghasilkan keputusan. Pada awalnya dari rantai motivasi memulai dengan kebutuhan yang dipenuhi, mencari jalan untuk memenuhi kebutuhan, perilaku yang berorentasi pada tujuan, pembangkitan kinerja, menimbulkan imbalan dan hukuman. Setiap individu memiliki kebutuhan yang kemudian mendorong keinginan untuk berusaha bagaimana caranya agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Keinginan yang belum terpenuhi akan menaikkan tensi atau menaikkan ketegangan, ketegangan yang terjadi dalam diri seseorang dapat menimbulkan tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan. Berdasarkan tindakan yang dilakukan individu tersebut akan memperoleh suatu hasil. Hasil inilah yang memberikan kepuasan bagi seseorang. Dengan kepuasan tersebut maka terpenuhilah kebutuhan yang diinginkan. Bertolak dari uraian teoritis sebagaimana dipaparkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa petugas yang memiliki motivasi kerja yang tinggi dapat dilihat melalui dimensi internal dan eksternal. 2.3.2 Indikator dan Dimensi Motivasi Kerja Mengacu pada uraian teoritis diatas dapat didefinisikan bahwa motivasi kerja merupakan salah satu faktor yang turut menentukan kinerja seseorang. Besar atau kecilnya pengaruh motivasi pada kinerja seseorang tergantung pada seberapa banyak intensitas motivasi yang diberikan. Perbedaan motivasi kerja bagi seorang petugas biasanya tercermin dalam berbagai kegiatan dan bahkan prestasi yang dicapainya (Hamzah, 2008).
49
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan definisi diatas dapat dirumuskan motivasi kerja petugas adalah suatu proses yang dilakukan untuk menggerakkan petugas agar perilaku mereka dapat diarahkan pada upayaupaya yang nyata guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dari berbagai bahasan serta paparan definisi konsep diatas secara implisit motivasi kerja petugas tampak melalui tanggung jawab dalam melakukan kerja, prestasi yang dicapainya, pengembangan diri serta kemandirian dalam bertindak. Keempat hal tersebut merupakan indikator penting untuk menelusuri motivasi kerja petugas. Menurut Hamzah (2008) motivasi kerja petugas memiliki dua dimensi yaitu : a) Motivasi internal adalah daya dorong dari dalam diri manusia untuk bekerja keras, dapat berupa kesadaran mengenai pentingnya makna pekerjaan yang dilaksanakan. Indikatornya meliputi : 1. Tanggung jawab petugas dalam melaksanakan tugas Tanggung jawab merupakan prinsip dasar pada kinerja, dengan memahami dan menerima tanggungjawab atas apa yang mereka kerjakan dan tidak kerjakan untuk mencapai tujuan mereka, pekerja belajar apa yang perlu diperbaiki. Dengan perkataan lain pekerja dapat mempengaruhi hasil dengan memperbaiki kecakapan dalam kompetensi perilaku. Mereka tidak memerlukan izin untuk memperbaiki kompetensi. Tanggung jawab muncul apabila ada rasa ikut serta memiliki sebuah pekerjaan dengan tujuan yang ingin dicapai. 2. Melaksanakan tugas dengan target yang jelas Target merupakan hasil yang diharapkan dapat dicapai secara kuantitatif yang dapat diukur dalam bentuk antara lain pendapatan, penjualan, tingkat pelayanan, pengurangan biaya atau tingkat penolakan. 3. Memiliki tujuan yang jelas dan menantang
50
Universitas Sumatera Utara
Tujuan adalah sebagai apa yang diharapkan untuk dicapai oleh suatu organisasi, fungsi, departemen, dan individu dalam periode waktu tertentu. Tujuan yang akan dicapai dalam melaksanakan pekerjaan harus jelas dan ditetapkan secara ideal. Adanya tantangan menjadi stimulus yang kuat bagi seseorang untuk mencapai tujuan ataupun mengatasi masalah/sasaran. Sasaran yang tidak menantang dan dapat dicapai dengan mudah cenderung menjadi kegiatan rutin. Semakin sulit tujuan akan semakin tinggi tingkat kinerjanya. 4. Ada umpan balik atas hasil pekerjaannya Kinerja memerlukan dukungan salah satunya adalah umpan balik. Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja dan pencapaian tujuan. Dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja. Umpan balik merupakan kemajuan baik kualitatif maupun kuantitas dalam mencapai tujuan terutama ketika mempertimbangkan tujuan sebenarnya. Tujuan yang dapat diterima oleh pekerja adalah tujuan yang bermakna dan berharga. Umpan balik berfungsi sebagai instruksional yaitu yang mampu berubah perilaku menjadi perilaku yang baru dan motivasional berupa adanya reward dan punishment. 5. Memiliki perasaan senang dalam bekerja Seseorang akan termotivasi jika mempunyai semangat kerja dengan adanya kebutuhan affiaksi, oleh karena setiap orang dalam bekerja mempunyai kebutuhan, yaitu: a. Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain dilingkungan ia tinggal dan bekerja b. Kebutuhan akan perasaan dihormati c. Kebutuhan akan perasaan ikut serta
51
Universitas Sumatera Utara
6. Selalu berusaha untuk mengungguli orang lain Manusia mempunyai ego yang ingin lebih dari manusia lain yang akan menimbulkan persaingan. Persaingan ditumbuhkan secara sehat oleh manajer dalam memotivasi bawahannya agar termotivasi untuk bekerja giat. 7. Diutamakan prestasi dari apa yang dikerjakannya Beberapa orang memiliki dorongan yang sangat kuat untuk sukses, namun mereka berusaha keras untuk meraih prestasi perorangan dari pada mendapat penghargaan karena keberhasilan yang diraihnya. Mereka memiliki hasrat untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik atau lebih efisien dari pada yang dilakukan sebelumnya. Seseorang untuk mengembangkan kreativitas akan mengerahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi prestasi kerja yang maksimal. Seseorang menyadari hanya dengan mencapai prestasi tinggi akan dapat memperoleh pendapatan yang besar. Dengan pendapatan yang besar akhirnya memiliki serta dapat memenuhi kebutuhankebutuhannya. b) Motivasi eksternal adalah daya dorong dari luar diri manusia untuk bekerja berupa kondisi yang mengharuskan melaksanakan pekerjaan secara maksimal. Indikatornya meliputi : 1. Selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan kerja Seseorang berperilaku bekerja karena adanya dorongan untuk memenuhi bermacammacam kebutuhan. Kebutuhan mempertahankan hidup merangsang seseorang berperilaku dan giat bekerja yang berlangsung terus tanpa disadari dan berkembang menurut besar kecilnya jenis kepuasan yang digemari. 2. Senang memperoleh pujian dari apa yang dikerjakannya
52
Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan akan perasaan dihormati oleh karena setiap manusia merasa dirinya penting. Serendah-rendahnya pekerjaan yang dilaksanakan perlu ada perlakuan pengakuan terhadap apa yang dikerjakan, yang termasuk penghargaan instrinsik berupa penghargaan terhadap prestasi kerja. 3. Bekerja dengan harapan ingin memperoleh insentif Tergantung adanya kekuatan dari motivasi seseorang melakukan upaya seberapa kuat dipercaya bahwa dia dapat mencapai apa yang diusahakannya dan jika dapat mencapai tujuan berharap diberi penghargaan yang memadai berupa tunjangan tambahan, gaji dan kesempatan untuk menggunakan bakat atau keterampilan. 4. Bekerja dengan harapan ingin memperoleh perhatian dari atasan dan teman. Atas pelaksanaan pekerjaan dan hasil yang diperoleh, pekerja mengharapkan adanya perhatian dari lingkungan kerja agar pekerja ikut serta dalam berpartisipasi demi kemajuan organisasi.
2.4 . Landasan Teori Menurut Wibowo (2009) Kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kompetensi, motivasi, tujuan, standar, umpan balik, alat atau sarana dan peluang. Ketujuh faktor tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja. Tetapi dua diantaranya mempunyai peran sangat penting yaitu tujuan dan motivasi. Kinerja ditentukan oleh tujuan yang hendak dicapai dan untuk melakukannya diperlukan adanya motivasi, tanpa dorongan motivasi untuk mencapai tujuan, kinerja tidak akan berjalan.
53
Universitas Sumatera Utara
Penilaian kinerja pada petugas CMHN didasarkan pada standar kinerja yang ditentukan oleh CMHN yaitu kemampuan petugas dalam melaksanakan program CMHN meliputi: perencanaan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa komunitas, pengorganisasian, pengarahan, pelaksanaan asuhan keperawatan jiwa, dan monitoring dan evaluasi jiwa. Pada penelitian ini motivasi kerja petugas kesehatan CMHN dilakukan sesuai teori Hamzah (2008) yang mengatakan bahwa motivasi kerja petugas memiliki dua dimensi yaitu dimensi dorongan internal dan dimensi dorongan eksternal. Dimensi internal dilihat dari indikator tanggung jawab petugas dalam melaksanakan tugas, melaksanakan tugas dengan target yang jelas, memiliki tujuan yang jelas dan menantang, ada umpan balik atas hasil pekerjaannya, memiliki perasaan senang dalam bekerja, selalu berusaha untuk mengungguli orang lain dan diutamakan prestasi dari apa yang dikerjakannya. Sedangkan dimensi eksternal dilihat dari indikator selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan kerjanya, senang memperoleh pujian dari apa yang dikerjakannya, bekerja dengan harapan ingin memperoleh insentif dan bekerja dengan harapan ingin memperoleh perhatian dari teman dan atasan.
2.5. Kerangka Konsep Penelitian Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas pada penelitian ini maka kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
54
Universitas Sumatera Utara
Variabel Independen
Variabel Dependen
Motivasi internal
Kinerja Petugas CMHN
Motivasi eksternal
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
55
Universitas Sumatera Utara