BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kinerja Karyawan 2.1.1. Pengertian Kinerja Karyawan Menurut Wibowo (20011:7), kinerja berasal dari pengertian performance, ada pula yang memberikan pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja, namun sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung. Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan (Mangkunegara, 2005:67). Menurut Moeheriono (2009:60) kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, visi, misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. Menurut Rivai dan Basri (2005:14) kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang diharapkan. Robbins dalam Moeheriono (2009:61) mengatakan bahwa kinerja merupakan fungsi interaksi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja merupakan hal yang sangat penting dalam suatu perusahaan untuk mencapai tujuannya. Kinerja dapat berjalan baik dan meningkat apabila karyawan mendapatkan gaji sesuai harapan, mendapatkan pelatihan dan pengembangan,
lingkungan kerja yang kondusif, mendapat perlakuan yang sama, penempatan karyawan sesuai dengan keahliannya serta terdapat umpan balik dari perusahaan. Motivasi terbentuk dari sikap seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Mangkunegara (2005:68), berpendapat bahwa “ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi adalah suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik–baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji. Mangkunegara (2005:68), mengemukakan enam karakteristik dari seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu : 1. 2. 3. 4.
memiliki tanggung jawab yang tinggi, berani mengambil resiko, memiliki tujuan yang realistis, memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan tujuan, 5. memanfaatkan umpan baik yang konkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan, 6. mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan. 2.1.2. Penilaian Kinerja Dalam organisasi yang modern penilaian kinerja memberikan kontribusi penting bagi perusahaan untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan dan standar– standar kinerja dan memotivasi individu di waktu yang akan datang. Untuk mengetahui kinerja seorang karyawan diperlukan penilaian kinerja. Menurut Handoko (2000:135) penilaian kinerja adalah suatu proses dimana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi anggota organisasi yang salah satu kegunaannya adalah untuk memperbaiki kinerja. Jadi Penilaian kinerja adalah cara mengukur pelaksanaan kerja masing-masing individu yang berguna untuk pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, dan individu secara khusus.
2.1.3. Tujuan Penilaian Kinerja Penilaian kinerja sangat penting bagi setiap perusahaan dalam mengevaluasi hasil kerja masing-masing karyawan. Adapun tujuan penilaian kinerja menurut Dharma (2001:150) adalah pertanggungjawaban dan pengembangan. 1. Pertanggungjawaban Apabila standard dan sasaran digunakan sebagai alat pengukur pertanggungjawaban, maka dasar untuk pengambilam keputusan kenaikan gaji atau upah, promosi, penugasan khusus, dan sebagainya adalah kualitas hasil pekerjaan karyawan yang bersangkutan. 2. Pengembangan Jika standard dan sasaran digunakan sebagai alat untuk keperluan pengembangan, hal itu mengacu pada dukungan yang diperlukan kartawan dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Dukungan itu dapat berupa pelatihan, bimbingan, atau bantuan lainnya. 2.1.4. Manfaat Penilaian Kinerja Setiap karyawan di sebuah perusahaan merasa bahwa hasil kerja mereka dalam melaksanakan kewajiban dan tugas tidak terlepas dari penilaian atasan baik secara langsung maupun tidak langsung. Penilaian kinerja digunakan untuk mengetahui kinerja seorang karyawan serta untuk melihat bagaimana perbaikan ataupun pengembangan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja tersebut kearah yang lebih baik. Rivai (2005:55) manfaat penilaian kinerja terdiri dari manfaat bagi karyawan, manfaat bagi penilai, dan manfaat bagi perusahaan. 1. Adapun manfaat penilaian kinerja bagi karyawan yang dinilai antara lain adalah: a. meningkatkan motivasi, b. meningkatkan kepuasan kerja, c. adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan, d. adanya kesempatan berkomunikasi keatas, e. peningkatan pengertian tentang nilai pribadi. 2. Adapun manfaat penilaian kinerja bagi penilai antara lain adalah: a. meningkatkan kepuasan kerja, b. kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan, c. kecenderungan kinerja karyawan,
d. meningkatkan kepuasan kerja baik dari para manajer ataupun karyawan, e. sebagai sarana meningkatkan motivasi karyawan, f. bisa mengidentifikasikan kesempatan untuk rotasi karyawan, 3. Adapun manfaat penilaian kinerja bagi perusahaan antara lain adalah: a. untuk memperbaiki seluruh simpul unit-unit yang ada dalam perusahaan, b. untuk meningkatkan kualitas komunikasi, c. untuk meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan, d. untuk meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan untuk masing–masing karyawan. Menurut Hasibuan (2002:59) adapun unsur-unsur yang digunakan dalam penilaian kinerja karyawan disuatu perusahaan adalah prestasi, kedisiplinan, kreativitas, bekerja sama, kecakapan dan tanggung jawab. 1. Prestasi Penilaian hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan karyawan. 2. Kedisiplinan Penilaian disiplin dalam mematuhi peraturan–peraturan yang ada dan melakukan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang diberikan kepadanya. 3. Kreativitas Penilaian kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreatifitas untuk menyelesaikan pekerjaannya sehingga dapat bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna. 4. Bekerja sama Penilaian kesediaan karyawan berpartisipasi dan bekerjasama dengan karyawan lain secara vertikal atau horizontal didalam maupun diluar sehingga hasik pekerjaanya lebih baik. 5. Kecakapan Penilaian dalam menyatukan dan melaraskan bermacam–macam elemen yang terlibat dalam menyusun kebijaksaaan dan dalam situasi manajemen. 6. Tanggung jawab Penilaian kesediaan karyawan dalam mempertanggung jawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang digunakan, serta perilaku pekerjaannya.
2.2. Teori Tentang Motivasi 2.2.1. Pengertian Motivasi Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan kepada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Dalam melakukan suatu pekerjaan setiap karyawan membutuhkan motivasi. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan, Hasibuan (2012:141). Dengan motivasi yang tepat, karyawan akan terdorong untuk berbuat semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya karena karyawan meyakini bahwa dengan keberhasilan perusahaan mencapai tujuan dan sasarannya, maka kepentingan-kepentingan pribadi masing-masing karyawan tersebut akan dapat tercapai juga. Hal ini merupakan hubungan timbal balik antara karyawan dan perusahaan tempatnya bekerja. Abraham Sperling dalam Mangkunegara (2001:93) mengemukakan bahwa motivasi itu didefinisikan sebagai suatu kecendrungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Robbins dalam Wibowo (2011:378) menyatakan bahwa motivasi sebagai proses yang menyebabkan intensitas (intensity), arah (direction), dan usaha terus menerus (persistence) individu menuju pencapaian tujuan. Oleh karena itu, motivasi dapat berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang berlangsung secara wajar. Winardi (2007:6), mendefenisikan motivasi adalah suatu kekuatan potensial yang
ada didalam diri seorang manusia, yang dapat dikembangkannya sendiri atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang pada intinya sekitar imbalan moneter dan nonmoneter, yang dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau secara negatif, hal mana tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan. Berdasarkan pendapat para ahli diatas bisa dilihat bahwa tidak ada motivasi jika tidak dirasakan adanya kebutuhan dan kepuasan serta keseimbangan. Rangsangan terhadap hal tersebut akan menumbuhkan tingkat motivasi, dan motivasi yang telah tumbuh akan menjadi dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan. Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dari dalam diri karyawan yang perlu dipenuhi agar karyawan tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan karyawan agar mampu mencapai tujuan dari motifnya. Jadi Motivasi diperlukan sebagai pengarah, pendorong dan penggerak karyawan agar mampu melakukan kegiatan-kegiatan perusahaan dengan sebaikbaiknya dan menyisihkan kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan perusahaan yang telah ditentukan. 2.2.2. Teori Motivasi Teori motivasi merupakan teori yang membicarakan bagaimana motivasi manusia di dalam melaksanakan pekerjaan dan mencapi tujuan, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor pembentuk terciptanya motivasi. Ada beberapa teori motivasi yang dikembangkan oleh pakar ilmu perilaku administrasi yang menurut Gibson dkk dalam Hasibuan (2012:152) secara umum dikelompokkan pada dua kategori yaitu teori kepuasan dan teori proses.
1.
Teori kepuasan (Content Theory), yang memusatkan perhatian kepada faktor dalam diri orang yang menguatkan (energize), mengarahkan (direct), mendukung (sustain) dan menghentikan (stop) perilaku petugas.
2.
Teori proses (Process Theory) menguraikan dan menganalisa bagaimana perilaku itu dikuatkan, diarahkan, didukung dan dihentikan.
Adapun teori kepuasan yang dikemukakan diatas didalamnya terdiri dari Teori Hierarki Kebutuhan dari Abraham Maslow, Teori Dua Faktor dari Herzberg, Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Alderfer dan Teori Kebutuhan dari McClelland. A.
Teori Hierarki Kebutuhan dari Abraham Maslow Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas manusia bekerja adalah
karena adanya kebutuhan yang relatif tidak terpenuhi yang disebabkan adanya faktor keterbatasan manusia itu sendiri, untuk memenuhi kebutuhannya itu manusia bekerja sama dengan orang lain dengan memasuki suatu organisasi. Hal ini yang menjadi dasar bagi Maslow (1943) dengan mengemukakan teori hierarki kebutuhan sebagai salah satu sebab timbulnya motivasi karyawan. Maslow berpendapat bahwa kebutuhan manusia itu berjenjang. Abraham Maslow dalam Hasibuan (2012:154) membagi motivasi ke dalam lima tingkat kebutuhan, diantaranya : a). Kebutuhan fisik dan biologis yaitu kebutuhan untuk makan, minum, pakaian, tempat tinggal, udara dan kebutuhan fisik lainnya (kebutuhan untuk mempertahankan hidup). b). Kebutuhan akan keamanan yaitu, kebutuhan yang meliputi keamanan jiwa dan keamanan harta benda. c). Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan akan pertemanan, interaksi, dicintai dan mencintai serta diterima
lingkungan pergaulan. d). Kebutuhan akan penghargaan atau prestasi yaitu kebutuhan yang berupa status, kedudukan dan pengakuan. e). Kebutuhan akan aktualisasi diri yaitu kebutuhan dalam menggunakan kemampuan, skill, dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dan mengkritik terhadap sesuatu. Pada hakikatnya manusia tidak pernah puas pada tingkat kebutuhankebutuhan yang diperolehnya. Apabila kebutuhan tingkat pertama terpenuhi, maka kebutuhan tingkat kedua akan muncul menjadi kebutuhan yang utama, begitu seterusnya. B.
Teori Dua Faktor dari Herzberg. Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg (1950) yang
merupakan pengembangan dari teori hierarki kebutuhan menurut Maslow. Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hierarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan Leidecker and Hall dalam Timpe, (2002). Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat dari berbagai Industri, Herzberg dalam Hasibuan (2012:157) mengembangkan teori motivasi dua faktor. Menurut teori ini ada dua faktor kebutuhan yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang yaitu faktor motivasi dan faktor pemeliharaan. 1.
Faktor Motivasi (motivation factors) adalah faktor yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang adalah faktor yang meliputi serangkaian kondisi instrinsik, kepuasan pekerjaan, yang apabila terdapat didalam
pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik. Serangkaian faktor ini dinamakan satisfiers atau motivators yang meliputi prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan dan pengembangan potensi individu. 2.
Faktor Pemeliharaan (maintenance factors) adalah faktor ekstrinsik yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman dan kesehatan badaniah. Faktor-faktor pemeliharaan meliputi supervisi yang menyenangkan, kepastian pekerjaan, kondisi kerja fisik dan lain-lain. Hilangnya faktor ini dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan (dissatisfiers = faktor higienis). Teori Herzberg ini membagi karyawan dibagi menjadi dua golongan yaitu
mereka yang termotivasi oleh faktor-faktor intrinsik, yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing, dan faktor-faktor ekstrinsik, yaitu pendorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya berkarya. Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan lebih menyukai pekerjaan yang memungkinkannya menggunakan kreativitasnya, sedangkan karyawan yang termotivasi secara ekstrinsik cenderung lebih melihat apa yang akan diberikan organisasi kepadanya dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (Siagian, 2009:107). Menurut Herzberg dalam Hasibuan (2012:158) cara terbaik untuk memotivasi karyawan adalah dengan memasukkan unsur tantangan dan kesempatan guna mencapai keberhasilan dalam pekerjaan mereka.
C.
Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Alderfer Teori ERG (Existence, Relatedness, dan Growth) dikemukakan oleh
Clayton Aldefer (1960). Aldefer dalam Siagian (2009:108) menganggap bahwa kebutuhan manusia memiliki tiga kelompok kebutuhan inti, yaitu Eksistensi, Hubungan dan Pertumbuhan. a.
Existence (eksistensi) adalah kebutuhan yang berkaitan dengan pemuasan kebutuhan materi yang diperlukan dalam mempertahankan eksistensi seseorang.akan
pemberian
persyaratan
keberadaan
materiil
dasar.
Contohnya kebutuhan psikologis dan keamanan. b.
Relatednes (keterhubungan) adalah kebutuhan yang berkaitan dengan pentingnya pemeliharaan hubungan interpersonal. Contohnya kebutuhan sosial dan penghargaan.
c.
Growth (pertumbuhan) adalah kebutuhan untuk mengembangkan diri secara intelektual. Contohnya kebutuhan aktualisasi diri. Ketiga kelompok yang dikemukakan ini dapat timbul secara simultan dan
pemuasannya pun tidak dapat dilakukan sepotong-sepotong, akan tetapi ketigatiganya sekaligus, meskipun mungkin dengan intensitas yang berbeda-beda (Siagian, 2009:108). Kebutuhan-kebutuhan tingkat lebih tinggi dianggap mempengaruhi keinginan akan kebutuhan-kebutuhan tingkat lebih rendah (Winardi, 2007:78). D.
Teori Kebutuhan dari McClelland Teori kebutuhan McClelland dikemukakan oleh David McClelland. Teori
ini berfokus pada tiga kebutuhan. Hal-hal yang memotivasi seseorang menurut
Mc.Clelland dalam Hasibuan (2012) adalah kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi, dan kebutuhan akan kekuasaan. 1.
Kebutuhan akan prestasi (need for achievement). Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena kebutuhan akan prestasi akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya guna mencapai prestasi kerja yang maksimal, dan dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan memperoleh pendapatan yang besar yang akhirnya bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2.
Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation). Kebutuhan akan afiliasi menjadi daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena kebutuhan akan afiliasi ini akan merangsang gairah bekerja seseorang yang menginginkan kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain, perasaan dihormati, perasaan maju dan tidak gagal, dan perasaan ikut serta.
3.
Kebutuhan akan kekuasaan (need for power). Kebutuhan akan kekuasaan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Kebutuhan akan kekuasaan akan merangsang dan memotivasi
gairah
kerja
seseorang
serta
mengerahkan
semua
kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Seseorang dengan kebutuhan akan kekuasaan yang tinggi akan bersemangat bekerja apabila bisa mengendalikan orang yang ada disekitarnya.
Selain adanya teori kepuasan yang sudah diuraikan diatas, ada teori lain yang juga mempengaruhi motivasi yaitu disebut juga teori proses yang didalamnya terdiri atas Teori Harapan (Expectancy Theory) dan Teori Keadilan (Equity Theory). A.
Teori Harapan (Expectancy Theory) Teori harapan (expectancy theory) ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom
(1964). Vroom dalam Hasibuan (2012:165) mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting, yaitu harapan, nilai dan pertautan. a.
Harapan (expectancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku. Harapan dinyatakan dalam probabilitas (kemungkinan).
b.
Nilai (valence) adalah akibat dari perilku tertentu mempunyai nilai/martabat tertentu (daya atau nilai memotivasi) bagi setiap individu tertentu.
c.
Pertautan (instrumentality) adalah persepsi individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua. Teori ini merupakan proses sebab dan akibat bagaimana seseorang bekerja
serta hasil apa yang akan diperolehnya. Hasil yang dicapai tercermin pada bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang. Teori ini berpendapat bahwa motivasi seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan. Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya, jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjadi malas (Hasibuan, 2012:165). B.
Teori Keadilan (Equity Theory) Teori keadilan ini merupakan model tentang motivasi yang menerapkan
bagaimana orang-orang berupaya mendapatkan kelayakan dan keadilan dalam
pertukaran-pertukaran
sosial
atau
hubungan-hubungan
memberi-menerima
(Winardi, 2007:94). Ketidakadilan akan ditanggapi dengan bermacam-macam perilaku negatif yang merugikan perusahaan seperti penurunan prestasi kerja, mogok, tidak bertanggung jawabnya karyawan akan tugasnya dan sebagainya. Inti dari teori ini adalah karyawan membandingkan usaha mereka terhadap imbalan yang diterima karyawan lainnya dalam situasi kerja yang relatif sama. Disisi lain karyawan juga membandingkan pengorbanan mereka dengan besarnya imbalan yang mereka peroleh. Apabila mereka telah mendapatkan keadilan dalam bekerja, maka mereka termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya. Berdasarkan pembahasan tentang berbagai teori motivasi dan kebutuhankebutuhan yang mendorong manusia melakukan tingkah laku dan pekerjaan, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi karyawan adalah keseluruhan daya penggerak atau tenaga pendorong baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri yang menimbulkan adanya keinginan untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas yang positif dalam menjalankan tugas sebagai karyawan suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. 2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Faktor motivasi dibedakan menjadi dua, yang pertama dinamakan situasi motivasi yang “subjective” atau faktor intrinsik dan yang kedua adalah faktor “objective” atau faktor ekstrinsik. Faktor-faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang timbul dari individu karyawan dengan pekerjaanya. Faktor tersebut diantaranya meliputi keberhasilan dalam melaksanakan tugas, memperoleh pengakuan atas prestasinya, memperoleh tanggung jawab yang lebih besar dan memperoleh
kemajuan kedudukan melalui promosi jabatan. Sejauh mana semuanya itu dapat terpenuhi secara positif bagi karyawan, maka sejauh itu pula dorongan/daya motivasinya untuk bekerja bagi tercapainya tujuan organisasi. Penting diketahui bahwa manusia termotivasi untuk bekerja dengan bergairah ataupun bersemangat tinggi, apabila ia memiliki keyakinan akan terpenuhinya harapan-harapan yang ia inginkan serta tingkat manfaat yang akan diperolehnya dari pekerjaan tersebut. Faktor-faktor motivasi yang digunakan dalam penelitian ini dikutip dari teori motivasi dua faktor Herzberg. Adapun yang merupakan faktor-faktor motivasi menurut Herzberg dalam Hasibuan (2005:158) yang disebut faktor intrinsik adalah tanggung jawab, prestasi yang diraih, pengakuan orang lain, pekerjaan itu sendiri, pengembangan potensi individu, kemajuan. 1.
Tanggung jawab (Responsibility). Setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang yang berpotensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar.
2.
Prestasi
yang
diraih
(Achievement).
Setiap
orang
menginginkan
keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan untuk melakukan tugastugas berikutnya.
3.
Pengakuan orang lain (Recognition). Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi.
4.
Pekerjaan itu sendiri (The work it self). Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi karyawan, merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi motivasi untuk berforma tinggi, Leidecker dan Hall dala Timpe (2002).
5.
Pengembangan potensi individu (The possibility of growth). Karyawan hendaknya
diberi
kesempatan
untuk
meningkatkan
kemampuannya
misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih giat dalam bekerja, Rivai (2008). 6.
Kemajuan (Advancement). Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang karyawan dalam melakukan pekerjaan, karena setiap karyawan menginginkan adanya promosi kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan pengalaman dalam bekerja.
Faktor yang berhubungan dengan ketidakpuasan dalam bekerja menurut Herzberg dalam Luthans (2003) dihubungkan oleh faktor ekstrinsik seperti gaji, keamanan dan keselamatan kerja, kondisi kerja, hubungan kerja, prosedur perusahaan dan status.
1.
Gaji. Menurut Robert W Braid dalam Timpe (2002) tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem kompensasi yang realitis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi karyawan.
2.
Keamanan dan keselamatan kerja. Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh melalui kelangsungan kerja, Maslow dalam Robin (2007).
3.
Kondisi kerja. Dengan kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh peralatan yang memadai, karyawan akan merasa betah dan produktif dalam bekerja sehari-hari.
4.
Hubungan kerja. Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama karyawan maupun atasan dan bawahan. Robin, (2007).
5.
Prosedur perusahaan. Keadilan dan kebijakasanaan dalam mengahadapi pekerja, serta pemberian evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh terhadap motivasi pekerja, Gilmer dalam Wahjosumidjo, (1994).
6.
Status adalah posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain Status pekerja mempengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh klasifikasi jabatan, hak-hak istimewa yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat menunjukkan statusnya Myers dalam Robin (2007).
2.2.4. Manfaat Motivasi Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang ditetapkan dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya.
Sesuatu
yang
dikerjakan
dengan
adanya
motivasi
yang
mendorongnya akan membuat orang senang melakukannya. Orang pun akan merasa dihargai atau diakui, hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi (Arep dan Tanjung: 2003:16).
2.3. Kompensasi 2.3.1. Pengertian Kompensasi Pada mulanya segala bentuk usaha yang dilakukan oleh setiap karyawan pasti mempunyai maksud dan tujuan tertentu, misalnya keinginan untuk lebih maju dan berprestasi baik serta ingin mendapatkan hasil yang lebih besar dari pada sebelumnya. Untuk dapat melaksanakan maksud dan tujuan tersebut dibutuhkan adanya suatu dorongan yang berasal dari dalam diri karyawan itu sendiri maupun dorongan dari luar. Dorongan yang sberasal dari luar tersebut dapat berasal dari pimpinan perusahaan, misalnya dengan adanya pemberian
tambahan yang dapat berupa uang, barang dan sebagainya. Dimana hal ini disebut dengan istilah kompensasi. Menurut Werther dan Davis (dalam Wibowo 2011:348) kompensasi adalah apa yang diterima pekerja sebagai tukaran atas kontribusinya kepada organisasi, sedangkan menurut Wibowo (2011:348)
kompensasi merupakan
jumlah paket yang ditawarkan organisasi kepada pekerja sebagai imbalan atas penggunaan tenaga kerjanya. 2.3.2 Jenis - jenis Kompensasi Kompensasi dapat digolongkan atas dua cara, seperti yang dipaparkan oleh Wibowo (2011:348) dilihat dari cara pemberiannya yaitu kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung. 1.
Kompensasi langsung adalah kompensasi manajemen seperti upah, gaji, atau pay for performance, seperti insentif dan gain sharing.
2.
Kompensasi tidak langsung adalah dapat berupa tunjangan atau jaminan keamanan dan kesehatan. Dari pembagian jenis-jenis kompensasi di atas, banyak balas jasa yang
diterima karyawan atas pelaksanaan pekerjaannya dan dari hasil yang mereka lakukan. Kompensasi ditujukan sebagai balasan jasa dan hasil kerja karyawan agar karyawan mempunyai kinerja yang baik lagi untuk pencapaian tujuan organiasi. Kinerja dan produktivitas perusahaan akan meningkat dikarenakan dari hasil kerja karyawan yang bekerja optimal. 2.3.3. Macam-macam Kompensasi Pada dasarnya kompensasi itu terdiri dari bermacam-macam bentuk, adapun
macam-macam bentuk kompensasi menurut Wibowo (2011:352) adalah upah dan gaji, insentif, penghargaan dan tunjangan. 1.
Upah dan gaji Upah dan Gaji pada umumnya diberikan atas kinerja yang telah dilakukan berdasarkan standar kinerja yang ditetapkan maupun disetujui berdasarkan personal contract. Upah biasanya diberikan pada pekerja pada tingkat bawah sebagai kompensasi atas waktu yang telah diserahkan, sedangkan gaji diberikan sebagai kompensasi atas tanggung jawabnya terhadap pekerjaan tertentu dari pekerja pada tingkatan yang lebih tinggi.
2.
Insentif menurut Terry, G (dalam Hasibuan, 2012:184) “Latterally incentive means that wich incitas or a tendency to incite action”. Insentif merupakan sesuatu yang merangsang atau mempunyai kecenderungan minat untuk bekerja.
3.
Penghargaan atau reward adalah tambahan penerimaan yang lain yang diberikan pimpinan sebagai upaya untuk lebih menghargai kinerja pekerjaannya.
4.
Tunjangan atau benefits yaitu kompensasi lain diluar gaji dan upah yang dapat berupa rencana pensiun pekerja, dan jaminan sosial.
2.3.4. Tujuan Pemberian Kompensasi Pemberian kompensasi bertujuan untuk membantu organisasi mencapai keberhasilan strategis sambil memastikan keadilan internal yaitu memastikan bahwa jabatan yang lebih menantang atau orang yang mempunyai kualifikasi lebih baik dalam organisasi dibayar lebih tinggi dan keadilan eksternal yaitu
menjamin bahwa pekerjaan mendapatkan kompensasi secara adil dalam perbandingan dengan pekerjaan yang sama di pasar tenaga kerja (Wibowo, 2011:349). Tujuan pemberian kompensasi menurut Werther dan Davis (dalam Wibowo, 2011:350) adalah sebagai berikut: 1.
memperoleh personel berkualitas, yaitu tingkat pembayaran harus tanggap terhadap permintaan dan penawaran tenaga kerja dipasar kerja karena harus bersaing mendapatkan tenaga kerja,
2.
mempertahankan karyawan yang ada, yaitu perlu dipertimbangkan mana yang lebih baik dan menguntungkan antara meningkatkan kompensasi dengan mencari pekerja baru dengan konsekuensi harus melatih kembali pekerja baru,
3.
memastikan keadilan, yaitu berusaha keras menjaga keadilan internal dan eksternal,
4.
menghargai perilaku yang diinginkan, yaitu menghargai kinerja, loyalitas, keahlian dan tanggung jawab,
5.
mengawasi biaya, yaitu memelihara dan mempertahankan pekerja pada biaya yang wajar,
6.
mematuhi peraturan, yaitu sistem upah gaji yang baik mempertimbangkan tantangan legal pemerintah dan memastikan pemenuhan pekerja,
7.
memfasilitasi saling pengertian, yaitu sistem kompensasi harus mudah dipahami, dengan demikian terbuka saling pengertian dan menghindari kesalahan persepsi,
8.
efesiensi administrasi selanjutnya, yaitu program upah gaji harus dirancang dapat dikelola secara efisien.
2.4. Kepemimpinan 2.4.1 Pengertian Kepemimpian Kepemimpinan menurut Rauch dan Behling (dalam Sofyandi dan Garniwa, 2007:174) adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisaskan ke arah pencapaian tujuan, kemudian menurut Siagian (2009:62). Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, dalam hal ini para bawahannya sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpinan meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenanginya. Jika definisi itu disimak dengan cermat akan terlihat paling sedikit tiga hal (Siagian, 2009:63), yaitu : 1.
dari seseorang yang menduduki jabatan pemimpin dituntut kemampuan tertentu yang tidak dimiliki oleh sumber daya manusia lainnya dalam organisasi,
2.
kepengikutan sebagai elemen penting dalam penting dalam menjalankan kepemimpinan, dan
3.
kemampuan mengubah “egosentrisme” para bawahan menjadi “organisasisentrisme”. Selanjutnya menurut Istianto (2009:87) ada beberapa definisi kepemimpinan
yang dapat mewakili tentang kepemimpinan, yaitu sebagai berikut : 1.
kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam memimpin sedangkan pemimpin
adalah
orangnya
yang
memiliki
kemampuan
untuk
mempengaruhi orang lain sehingga orang lain tersebut mengikuti apa yang diinginkannya. Oleh karena itu pemimpin harus mampu mengatur dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama, 2.
kepemimpinan adalah dimana seorang pemimpin harus mampu mengatur dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama,
3.
kepemimpinan merupakan subjek yang penting di dalam manajemen dan ilmu administrasi karena kepemimpinan terkait dengan hubungan antara atasan dan bawahan di dalam organisasi,
4.
kepemimpinan merupakan proses berorientasi kepada manusia dan dapat diukur dari pengaruhnya terhadap perilaku organisasi,
5.
kepemimpinan pemerintahan adalah sikap, perilaku dan kegiatan pemimpin pemrintahan di pusat dan daerah dalam upaya mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara.
2.4.2. Tipologi Kepemimpinan Dalam Konteks kehidupan organisasi, manajer dan pemimpin merupakan dua hal yang berbeda. Dengan kata lain tidak semua pemimpin menduduki jabatan manajerial dan sebaliknya tidak semua manajer adalah pemimpin, maka dalam suatu perusahaan atau organisasi
diperlukan kepemimpinan yang tangguh
sekaligus berperan sebagai manajer yang handal (Siagian, 2009:64). Menurut Siagian (2009:75) dari berbagai studi kepemimpinan diketahui ada lima tipe pemimpin, masing-masing dengan ciri-cirinya, lima tipe itu adalah a). tipe otoriter; b). tipe paternalistik; c). tipe laissez faire; d). tipe demokratik; e). tipe kharismatik.
1.
Tipe Otoriter Pemimpin yang tergolong sebagai orang yang otoriter memiliki ciri-ciri pada umumnya negatif. Tipe ini suka dengan penonjolan diri yang berlebihan sebagai simbol keberadaan organisasi hingga cenderung bersikap bahwa dirinya dan organisasi adalah identik,
gemar menonjolkan diri sebagai
penguasa tunggal dalam organisasi, dan selalu dihinggapi penyakit megalomaniac yaitu gila kehormatan, menerapkan disiplin organisasi yang keras dan menjalankan dengan sikap yang kaku. 2.
Tipe Paternalistik Tipe ini merupakan tipe yang penonjolan keberadaannya sebagai simbol organisasi, sering menonjolkan sikap paling mengetahui, memperlakukan para bawahan sebagai seorang yang belum dewasa, dan melakukan pengawasan yang ketat pada bawahannya.
3.
Tipe Laissez Faire Tipe ini pemimpin bergaya santai yang berangkat dari pandangan bahwa organisasi tidak menghadapi masalah yang serius dan kalaupun ada dapat ditemukan penyelesaiannya, tidak senang mengambil resiko, gemar melimpahkan wewenang kepada para bawahannya, senang mengobral pujian dan memperlakukan bawahan sebagai rekan.
4.
Tipe Demokratik Tipe ini pemimpin mengakui harkat dan martabat manusia, menerima pendapat yang mengatakan sumber daya manusia merupakan unsur yang paling strategik dalam organisasi, para bawahannya adalah insan dengan jati
diri yang khas, demokratik dan tangguh dalam membaca situasi, gaya kepemimpinannya rela dan mau melimpahkan wewenang keputusan kepada para bawahannya, mendrong para bawahan mengembangkan kreativitas dan bersifat mendidik serta membina. 5.
Tipe Kharismatik Tipe ini adalah pemimpin bersedia membuat komitmen, mengambil resiko pribadi, mempertaruhkan reputasi, membayar ongos tinggi dan memberikan pengorbanan yang diperlukan demi terwujudnya visi yang ditetapkannya.
2.4.3. Teori Kepemimpinan. Kepemimpinan mempunyai peran yang dominan dan penting dalam aspek peningkatan kinerja bawahan yang disini adalah karyawan dalam perusahaan itu sendiri. Berikut ini ada tiga jenis teori kepemimpinan yang menonjol menurut Siagian (2009:83) ialah : a). teori ciri-ciri; b). teori keprilakuan; c). teori situasional. a.
Teori ciri-ciri Dalam teori ini pemimpin mempunyai pengetahuan yang luas, berpikir inkuisitif dan analitik, mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik, rasionalitas, bernaluri tepat waktu, mempunyai peranan sebagai panutan, menjadi pendengar yang baik, fleksibilitas, tegas, proaktif, antisipatif, dan visionaris. Dalam konteks ini betapapun matangnya persiapan seseorang menduduki posisi manajerial dan kepemimpinan, tidak ada seorang pun yang harus memiliki semua ciri itu.
b.
Teori Keperilakuan Dalam teori ini pandangan yang mengatakan bahwa kepemimpinan seseorang pada tingkat yang dominan ditentukan oleh kemampuannya untuk menekankan orientasi manusia di satu pihak dan orientasi tugas di pihak lain, jadi penggunaan alternatif yang tepat akan mendorong para karyawan meningkatkan kinerjanya.
c.
Teori Situasional Dalam teori ini kepemimpinan terdiri dari dua gaya, yaitu gaya situasional yang dikaitkan dengan tugas dan hubungan dan gaya yang dikaitkan dengan tingkat kedewasaan para bawahannya.
2.5. Komitmen Organisasi 2.5.1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi menurut Mahis dan Jackson (dalam Sopiah, 2008:155) adalah ”Organizational Commitment is the degree to which employees believe in and accept organizational goals and desire to remain with the organization”, yaitu komitmen organisasional adalah derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi, sedangkan Menurut Mowday (dalam Sopiah, 2008:155) Komitmen kerja sebagai istilah lain dari komitmen organisasional. Komitmen organisasional merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi. Komitmen organisasional merupakan identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi. Komitmen
organisasional adalah keinginan anggota organisasi untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi. Lincoln (dalam Sopiah, 2008:155) memberikan definisi bahwa komitmen organisasional mencakup kebanggaan anggota, kesetiaan anggota, dan kemauan anggota pada organisasi. Sedangkan menurut Blau dan Boal (dalam Sopiah, 2008:155) komitmen organisasional didifinisikan sebagai suatu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka dari karyawan terhadap organisasi. Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah suatu ikatan psikologis karyawan pada organisasi yang ditandai dengan adanya : 1.
sebuah kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai dari organisasi,
2.
sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna kepentingan organisasi,
3.
sebuah keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi.
2.5.2 Bentuk Komitmen Organisasi Ada beberapa bentuk komitmen organisasi, seperti yang dikemukakan oleh Kanter (dalam Sopiah, 2008:158), kanter mengemukakan bahwa : 1.
komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi,
2.
komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen anggota terhadap organisasi sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan anggota lain di dalam organisasi. Ini terjadi karena karyawan percaya bahwa normanorma yang dianut organisasi merupakan norma-norma yang bermanfaat,
3.
komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen anggota pada norma anggota organisasi yang memberikan perilaku yang diinginkannya. Norma yang dimiliki organisasi mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkannya. Menurut
Meyer,
Allen,
dan
Smith
(dalam
Sopiah,
2008:157) mengemukakan tiga komponen komitmen organisasional, yaitu: 1.
affective commitment terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional;
2.
Continuance commitment muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan lain, atau karena tidak menemukan pekerjaan lain;
3.
Normative commitment timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.
2.5.3. Faktor yang mempengaruhi Komitmen Organisasi Menurut
Mowday
(dalam
Januarti
dan
Bunyaanudin,
2006:15)
mengemukakan bahwa komitmen organisasi terbangun bila tiap individu mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan terhadap organisasi dan atau
profesi yaitu : Identification yaitu pemahaman atau penghayatan dari tujuan organisasi, Involment yaitu perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau perasaan bahwa pekerjaannya adalah menyenangkan, dan Loyality yaitu perasaan bahwa organisasi adalah tempat bekerja dan tempat tinggal. David (dalam Sopiah, 2008:163) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu faktor personal, karakteristik pekerjaan, karekteristik struktur dan pengalaman kerja. 1.
Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian.
2.
Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan, konflik, peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan.
3.
Karekteristik struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi (sentralisasi/desentralisasi), kehadiran serikat pekerja.
4.
Pengalaman kerja, pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi.
2.6. Penelitian Terdahulu Penelitian ini mendapat ide dan pengetahuan dari penelitian terdahulu yang beragam dari peneliti sebelumnya. Review atas penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No 1
Nama Peneliti Narani (C2C006067)
2
Reindi (080502204)
3
Sawitri (C2A607123)
Variabel Penelitian Variabel Dependen : Pemberdayaan, Motivasi, dan Kinerja Penilaian dampak umpan balik Independen : Insentif
Variebl Independen : Motivasi, Insentif, Kepemimpinan, dan Lingkungan Kerja Variabel Dependen : Prestasi Kerja Karyawan Variabel Independen : Motivasi, Komitmen Organisasi dan Budaya Organisasi Variabel Dependen: Kinerja Pegawai
Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua hipotesis yang diajukan diterima. Hipotesis 1 menunjukkan bahwa umpan balik secara signifikan berpengaruh positif terhadap pemberdayaan. Hipotesis 2 menunjukkan bahwa sistem penghargaan secara signifikan berpengaruh positif terhadap pemberdayaan. Hipotesis 3 menunjukkan bahwa pemberdayaan secara signifikan berpengaruh positif terhadap motivasi dan hipotesis 4 menunjukkan bahwa motivasi secara signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Motivasi, insentif, kepemimpinan dan lingkungan kerja berpengaruh positif terhadap prestasi kerja pada PT. Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pusat Medan Putri Hijau Motivasi, Komitmen Organisasi dan Budaya Organisasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah
Narani (C2C006067), Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Drake dkk. (2007) dan telah dimodifikasi oleh peneliti. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan pemberdayaan, motivasi, dan kinerja karyawan. Selain itu, dalam penelitian ini juga diuji dampak adanya umpan balik dan sistem penghargaan pada karyawan nonmanajerial. Penelitian ini
menggunakan teknik random sampling dalam pengumpulan data. Data dikumpulkan dengan survey terhadap 160 karyawan level nonmanajerial pada perusahaan swasta di Purwokerto. Data dianalisis menggunakan Model Persamaan Struktural dengan program AMOS 16.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua hipotesis yang diajukan diterima. Hipotesis 1 menunjukkan bahwa umpan balik secara signifikan berpengaruh positif terhadap pemberdayaan. Hipotesis 2 menunjukkan bahwa sistem penghargaan secara signifikan berpengaruh positif terhadap pemberdayaan. Hipotesis 3 menunjukkan bahwa pemberdayaan secara signifikan berpengaruh positif terhadap motivasi dan hipotesis 4 menunjukkan bahwa motivasi secara signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Reindi Yustikartini (080502204), Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Pengaruh Insentif, Kepemimpinan dan Lingkungan kerja terhadap Prestasi Kerja melalui Motivasi pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero Tbk Kantor Cabang Pusat Medan Putri Hijau. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Teknik Pengambilan sampel menggunakan metode simple random, yaitu sampel yang dipilih dengan kriteria tertentu. Pengujian Hipotesis dengan menggunakan metode analisis deskriptif, metode analisis regresi linier berganda dengan taraf singnifikan 5 %. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel bebas, yaitu variabel insentif, kepemimpinan, lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja melalui motivasi pada karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Pada pengujian secara serempak (Uji F) diketahui bahwa
variabel insentif, kepemimpinan, lingkungan kerja secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja melalui motivasi. Pada pengujian secara parsial (Uji t) diketahui bahwa variabel lingkungan kerja dan insentif yang berpengaruh paling dominan terhadap prestasi kerja. Berdasarkan nilai Adjusted R Square sebesar 65,5% prestasi kerja yang dapat dijelaskan oleh variabel insentif, kepemimpinan, lingkungan kerja, sedangkan sisanya 34,5% dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. R.A. Adi Puspa Sawitri (C2A607123), Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh motivasi, komitmen organisasi, dan budaya organisasi terhadap kinerja pegawai pada Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 75 responden. Metode sampling yang digunakan adalah judgment
sampling
yang
merupakan
salah
satu jenis purposive
sampling. Metode pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan wawancara. Teknik pengujian data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji validitas dengan analisis faktor, uji reliabilitas dengan Alpha Cronbach. Uji asumsi klasik, analisis regresi linear berganda, uji t untuk menguji dan membuktikan hipotesis penelitian. Data yang terkumpul diuji validitas dengan metode analisis faktor dan diuji reliabilitas dengan koefisien alpha (Alpha Cronbach), dimana hasilnya seluruh data dinyatakan valid dan reliabel. Hasil dari analisis dan pembahasan
menunjukkan bahwa: (1) Motivasi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja pegawai, (2) Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai, dan (3) Budaya organisai berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja pegawai.
2.7. Kerangka Konseptual Kerangka
konseptual
adalah
suatu
hubungan
atau
kaitan
yang
mencerminkan hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya dari penelitian yang sedang diteliti, adapun hubungan antara motivasi, kompensasi, kepemimpinan dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan dapat dilihat pada kerangka konseptual pada gambar berikut : Motivasi (X1) Kompensasi (X2) Kinerja Karyawan (Y) Kepemimpinan (X3) Komitmen Organisasi (X4)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Dalam suatu perusahaan hendaklah seorang pemimpin menyadari kebutuhan karyawan yang bersangkutan, dimana perusahaan memberikan imbalan atau jasa kepada karyawan untuk kemajuan suatu perusahaan, imbalan tersebut merupakan rangsangan yang meningkatkan motivasi agar memiliki kinerja yang baik. Insentif adalah penghargaan atau balas jasa yang diberikan perusahaan kepada karyawannya.
Pada
dasarnya
pemberian
insentif
bukanlah
hak
tetapi
penghormatan terhadap karyawan yang telah menunjukan kemampuannya dalam melaksanakan tugasnya, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja para karyawan dalam perusahaan.
Kinerja karyawan akan meningkat apabila kepada mereka diberikan kompensasi, disamping itu juga pimpinan maupun atasan harus memberikan petunjuk-petunjuk dan pengarahan-pengarahan cara bekerja yang baik kepada karyawan, hal ini penting sebab tanpa petunjuk serta arahan yang jelas mereka akan bekerja tanpa arah sehingga kerja karyawan tidak akan terlihat walaupun perusahaan telah memberikan kompensasi yang sesuai. Tujuan pemberian kompensasi adalah untuk merangsang karyawan meningkatkan kinerjanya dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan dengan menawarkan perangsang finansial dan melebihi gaji pokok, karena itu pemberian kompensasi harus dalaksanakan tepat pada waktunya, agar dapat mendorong setiap karyawan untuk bekerja secara lebih baik dari keadaan sebelumnya dan meningkatkan kinerja karyawan sehingga produktivitaspun meningkat. Motivasi akan tumbuh apabila kelayakan akan kebutuhan karyawan terpenuhi, motivasi merupakan hal yang pertama dalam peningkatan kinerja yang baik karena pada dasarnya manusia termotivasi untuk mendapatkan hal yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia supaya mau bekerja secara giat sehingga mencapai hasil yang optimal. Suatu perusahaan dapat berkembang dengan baik dan mampu mencapai tujuannya, jika para karyawan mempunyai motivasi yang tinggi dalam bekerja, karena seseorang yang termotivasi akan bekerja lebih giat dan mengarahkan kemampuannya dengan maksimal sehingga akan dapat menghasilkan kinerja kerja karyawan yang tinggi.
Kinerja adalah suatu ukuran tertentu untuk mengindikasikan hasil capaian suatu pihak terhadap tugas organisasional. Luthans (dalam Amin Wahyudi 2004) menyatakan bahwa baik penelitian masa lalu maupun penelitian terakhir mendukung pengaruh komitmen organisasi terhadap hasil yang diinginkan, seperti kinerja, serta pengaruh negatif terhadap keinginan untuk pindah serta kemangkiran kerja. Gregersen (dalam Amin Wahyudi 2004) telah menguji komitmen organisasi terhadap perilaku kewargaan organisasional (OCB), yang
merupakan manifestasi dari kinerja ekstra peran organisasional dari
karyawan. Hasil penelitian gregersen (1993) menunjukan bahwa setelah melewati masa kerja tertentu, terdapat pengaruh signifikan komitmen organisasi terhadap kinerja. Somers & Birnbaum (1998) juga membuktikan pengaruh berbagai konstruk
pekerjaan
Vinanugrahan
yang
(2010)
berkaitan dengan menunjukan
komitmen
terhadap
bahwa komitmen
kinerja.
organisasional
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
2.8. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiyono, 2007:51). Dari kerangka konseptual di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut: “Motivasi, Kompensasi, Kepemimpinan dan Komitmen Organisasi Berpengaruh Secara Parsial dan Simultan terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank SUMUT Cabang Kota Tebing Tinggi”.