Annual Report 2014
BAB IX PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERACUN DAN BERBAHAYA 9.1. Latar Belakang Pemerintah baru saja mengesahkan Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang merupakan pengganti dari peraturan sebelumnya Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 jo PP 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) merupakan kewajiban bagi setiap individu penghasil limbah B3 sesuai dengan PP No. 101 Tahun 2014,Pasal 3 (1), bahwa Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib melakukan Pengelolaan Limbah B3 yang dihasilkannya. Pengelolaan Limbah B3 dimaksudkan agar Limbah B3 yang dihasilkan dari aktivitas/kegiatan seminimalkan mungkin dan bahkan diupayakan sampai dengan nol, yaitu dengan melakukan reduksi pada sumber dengan pengolahan bahan, substitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan, dan digunakannya teknologi bersih.Jika masih dihasilkan Limbah B3 maka diupayakan pemanfaatan Limbah B3, namun dengan tetap menjaga agar limbah B3 tersebut tidak mencemari lingkungan dan membahayakan bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya. Kegiatan industri besi baja merupakan salah satu kegiatan yang dapat menimbulkan limbah B3. Limbah B3 tidak dapat begitu saja ditimbun, dibakar atau dibuang ke lingkungan, karena mengandung bahan yang dapat mencemari lingkungan dan membahayakan manusia serta makhluk hidup lain. Limbah ini memerlukan cara penanganan yang lebih khusus dibanding limbah yang bukan B3. Limbah B3 tersebut perlu diolah, baik secara fisik, biologi, maupun kimia sehingga menjadi tidak berbahaya atau berkurang daya racunnya. Setelah diolah limbah B3 masih memerlukan metode pembuangan yang khusus untuk mencegah resiko terjadi pencemaran.
9.1.1. Pengertian Sesuai dengan PP No. 101 Tahun 2014, pengertian Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). 133
Annual Report 2014
Sedangkan Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
9.2. Tujuan dan Sasaran Tujuan pengelolaan limbah B3 pada industri besi/baja dan logam adalah untuk mengetahui sejauh mana limbah yang dihasilkan dari proses produksi baja masuk dalam katagori B3 dengan: 1. Menginventarisasi limbah B3 di industri baja. 2. Mengidentifikasi limbah dan limbah B3 pada industri baja. 3. Mengkarakterisasi limbah B3 pada limbah industri baja. 4. Mengevaluasi pengelolaan limbah dan limbah B3 pada industri baja. Sasaran dari kegiatan ini adalah keluarnya rekomendasi untuk pengelolaan limbah B3 sektor industri besi dan baja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Adapun untuk mencapai sasaran tersebut, lingkup pekerjaan yang dilakukan selama studi ini adalah ; a. Kunjungan lapangan ke salah satu pabrik besi baja PT. Krakatau Steel. b. Pengumpulan data dan pengambilan sampel. c. Analisis laboratorium uji limbah B3 pabrik besi/baja. d. Studi literatur dan kajian peraturan yang berlaku.
9.3. Hasil Kegiatan 9.3.1. Peraturan Perundang-Undangan Yang Berlaku dan Terkait Ada beberapa peraturan yang terkait dengan pengelolaan limbah B3 di sektor industri besi dan baja, yaitu 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2. Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. 134
Annual Report 2014
3. Per Men LH No. 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 4. Per Men LH No.33 Tahun 2009 tentang Tata cara pemulihan lahan terkontaminasi limbah bahan berbahaya dan beracun. 5. Per MenLH No. 02 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya Beracun. 6. Kep No. 255/BAPEDAL/08/1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas. 7. Kep No. 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3. 8. Kep No. 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 9. Kep No. 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 10. Kep No. 04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 11. Kep No. 05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label Limbah B3.
9.3.2. Jenis dan Proses Produksi Pabrik Besi/Baja Secara umum, ada tiga produk akhir kegiatan produksi PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk, yaitu hot rolled coil, cold rolled coil, dan wire rod. Perusahaan ini memiliki 7 (tujuh) buah fasilitas produksi yang membuat perusahaan ini menjadi satusatunya industri baja terpadu di Indonesia. Ketujuh buah pabrik tersebut menghasilkan berbagai jenis produk baja dari bahan mentah, yaitu: 1. Pabrik Besi Spons (Direct Reduction Plant) 2. Pabrik Billet Baja (Billet Steel Plant) 3. Pabrik Baja Slab 1 (Slab Steel Plant 1) 4. Pabrik Baja Slab 2 (Slab Steel Plant 2) 5. Pabrik Pengerolan Canai Panas (Hot Strip Mill) 6. Pabrik Pengerolan Canai Dingin (Cold Rolling Mill) 7. Pabrik Batang Kawat (Wire Rod Mill)
135
Annual Report 2014
Produksi baja PT Krakatau Steel diawali dari pengolahan bijih besi atau pellet menjadi besi dengan memanfaatkan gas alam di Pabrik Besi Spons. Besi yang telah dihasilkan ini diproses lagi dengan menggunakan Electric Arc Furnace (EAF) di Pabrik Slab Baja dan Pabrik Billet Baja. Pada pemrosesan dengan EAF, besi dicampur dengan bahan lainnya seperti scrap, hot bricket iron (HBI), dan material tambahan sehingga menghasilkan slab baja dan billet baja. Produk slab baja selanjutnya diolah dengan pemanasan ulang dan pengerolan di Pabrik Baja Lembaran Panas (Hot Strip Mill).Hasil dari Pabrik Baja Lembaran Panas banyak dimanfaatkan untuk pipa, bangunan, bahan konstruksi kapal, dan lainnya. Lebih lanjut lagi, baja lembaran panas diolah melalui proses pengerolan ulang dan proses secara kimia di Pabrik Baja Lembaran Dingin (Cold Rolling Mill). Produk baja yang dihasilkan berupa baja lembar dingin yang banyak digunakan untuk komponen bagian dalam mobil atau motor.Selain itu, produk baja lembaran dingin juga digunakan sebagai badan kendaraan, peralatan rumah tangga, kaleng, dan lainnya. Di sisi lain, produk baja billet yang dihasilkan oleh Pabrik Baja Billet, mengalami proses pengerolan di Pabrik Batang Kawat (Wire Rod Mill) sehingga dihasilkan batang kawat baja yang banyak diaplikasikan untuk senar piano, mur, paku, baut, pegas, kawat baja, dan lainnya.
Tabel 9.1. Nama-Nama Unit Produksi Pabrik Besi Baja PT. Krakatau Steel No
Unit Produksi
1
Pabrik Besi Sponge
2
Pabrik Billet Baja
3
Pabrik Slab Baja (I dan II)
4
5
6
Pabrik Baja Lembaran Canai Panas Pabrik Baja Lembaran Canai Dingin Pabrik Baja Batang Kawat
Kapasitas
Produk
2.000.000 MT/Thn Besi Sponge 600.000 MT/Thn Baja Billet 2.000.000 MT/Thn Baja Slab 2.400.000 MT/Thn
950.000 MT/Thn
Baja Lembaran Panas (Coil & Plates) Baja Lembaran Canai Dingin (Coil & Sheets)
450.000 MT/Thn Baja Batang Kawat (Coil)
Sumber: Manual Sistem Manajemen Krakatau Steel (SMKS)
136
Annual Report 2014
Sumber: www.krakatausteel.com Gambar 8.2. Alur Proses Produksi PT. Krakatau Steel
9.3.3. Jenis Limbah B3 pada Pabrik Besi Baja Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah proses untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak berbahaya dan/atau tidak
beracun
dan/atau
immobilisasi
limbah
B3
sebelum
ditimbun
dan/atau
memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali (daur ulang). Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara pengolahan fisika dan kimia, stabilisasi/solidifikasi, dan insinerasi. Tata cara penetapan limbah B3 berdasarkan PP No. 101 Tahun 2014 adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan daftar lampiran limbah B3 2. Uji karakteristik 3. Uji toxicity characteristic leaching procedure (TCLP), dan 4. Uji lethal dose 50 (LD50) 5. Uji toksisitas sub-kronis
Uji Karakteristik adalah suatu uji yang dilakukan dilaboratorium, jika limbah mengandung salah satu atau lebih sifat, dan/atau salah satu atau lebih pencemar yang melebihi ambang batasnya. Uji TCLP adalah cara untuk menentukan kecenderungan limbah mengalami pelindian atau leaching yang merupakan salah satu cara untuk menentukan karakteristik limbah beracun. Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 1 jika 137
Annual Report 2014
Limbah memiliki konsentrasi zat pencemar lebih besar dari TCLP-A sebagaimana tercantum dalam Lampiran III PP No.101 Tahun 2014 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Sedangkan limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 2 jika Limbah memiliki konsentrasi zat pencemar sama dengan atau lebih kecil dari TCLP-A dan lebih besar dari TCLP-B sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Uji LD50 adalah salah satu cara untuk mengukur potensi jangka pendek keracunan (toksisitas akut) dari suatu material. Toksikologi dapat menggunakan berbagai jenis hewan, tetapi paling sering pengujian dilakukan dengan tikus dan mencit. Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 1 jika memiliki nilai sama dengan atau lebih kecil dari Uji Toksikologi LD50 oral 7 (tujuh) hari dengan nilai lebih kecil atau sama dengan 50 mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat badan pada hewan uji mencit. Nilai Uji Toksikologi LD50 dihasilkan dari uji toksikologi, yaitu penentuan sifat akut limbah melalui uji hayati untuk mengukur hubungan dosis-respon antara limbah dengan kematian hewan uji. Nilai Uji Toksikologi LD50 diperoleh dari analisis probit terhadap hewan uji. Sedangkan limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 2 jika memiliki nilai lebih besar dari Uji Toksikologi LD50 oral 7 (tujuh) hari dengan nilai lebih kecil atau sama dengan 50 mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat badan pada hewan uji mencit dan lebih kecil atau sama dari Uji Toksikologi LD50 oral 7 (tujuh) hari dengan nilai lebih kecil atau sama dengan 5000 mg/kg (lima ribu miligram per kilogram) berat badan pada hewan uji mencit. Uji toksisitas sub-kronis adalah Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 2 jika uji toksikologi sub-kronis pada hewan uji mencit selama 90 (sembilan puluh) hari menunjukkan sifat racun sub-kronis, berdasarkan hasil pengamatan terhadap pertumbuhan, akumulasi atau biokonsentrasi, studi perilaku respon antarindividu hewan uji, dan/atau histopatologis. Setelah kandungan/parameter fisika dan/atau kimia dan/atau biologi yang terkandung dalam limbah B3 tersebut di ketahui, maka terhadap selanjutnya adalah menentukan pilihan proses pengolahan limbah B3 yang dapat memenuhi kualitas dan baku mutu pembuangan dan/atau lingkungan yang ditetapkan. Jenis limbah B3 yang dihasilkan di PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk., adalah sebagai berikut:
138
Annual Report 2014
1. Limbah B3 dari sumber spesifik Limbah B3 dari sumber spesifik adalah limbah B3 sisa proses suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan.
a) Debu EAF(Electric Arc Furnace) Berasal dari BSP, SSP I dan SSP II. Pada perkembangannya debu tersebut dapat dimanfaatkan oleh pihak ketiga yang telah mempunyai izin pemanfaatan limbah B3 dari KLH, sebagai bahan baku.
Gambar 8.3. Timbunan Limbah Fly Ash
b) Sludge (Lumpur) Limbah sludge di PT. KrakatauSteel (Persero) Tbk, berasal dari pengolahan air buangan
dari
proses
produksi
yang
Wastewater Treatment Plant (WWTP).
139
dilakukan
dengan
menggunakan
Annual Report 2014
c) Slag Limbah Slag di PT. KrakatauSteel (Persero) Tbk, berasal dari proses Steel Making dari SSP I, SSP II, dana BSP yang dilakukan dengan menggunakan teknologi Slag Atomizing Technologi (SAT) dan Material Recovery Plant (MRP)
Gambar 8.4. Timbulan limbah Slag 140
Annual Report 2014
d) Mill Scale Mill scale adalah serpihan dari besi baja yang terbentuk pada permukaan ketika sedang diproduksi.
Gambar 8.5. Limbah Mill Scale
e) Water Pickle Liquor (WPL) WPL merupakan hasil dari pembersihan permukaan baja pada pabrik Cold Rolling Mill (CRM).WPL tersebut dimanfaatkan oleh pihak ketiga yang telah mempunyai izin pemanfaatan limbah B3 di KLH.
f) Catalyst Berasal dari pabrik DR dimana catalist berasal dari hasil penyerapan sulfur pada proses reformasi (pembuatan gas reduktor).
g) PS (Precious Slag) Ball Produk yang dihasilkan dari metode SAT yaitu berupa PS Ball. PS Ball merupakan produk ramah lingkungan dengan struktur molekul yang stabil dari pengolahan slag cair. Pemanfaatan produk dari pengelolaan limbah slag dengan 141
Annual Report 2014
menggunakan metode SAT sampai saat ini baru dimanfaatkan sebagai abrasive (blasting naterial).
Gambar 8.6. PS Ball
142
Annual Report 2014
h) Fines Sponge Iron Fines Sponge Iron bukanlah termasuk limbah karena merupakan bahan bakusponge iron yang kurang dari 5 mm lewat proses pengayakan di Direct Reduction Plant. Fines sponge iron dapat digunakan kembali melalui proses pemadatan agar ukurannya lebih dari 5 mm danselanjutnya masuk kembali ke dalam proses.
(a) Sponge Iron
(a) Fines Sponge Iron Gambar 8.7. Sponge Iron (a) dan Fines Sponge Iron (b) 143
Annual Report 2014
i) Iron Concentrate Iron concentrate adalah konsentrat besi yang berasal dari sludge dan/atau debu yang ditangkap di dedusting system dari proses pembuatan besi dan baja (iron and steel making)yang sudah ditingkatkan kandungan besinya dengan menggunakan
teknik-teknik
pengolahan
mineral
(mineral
processing
/concentration), seperti grinding, magnetic separator, atau flotasi.
Gambar 8.8. PS Ball Halus
2. Limbah B3 dari sumber non spesifik Limbah B3 dari sumber non spesifik adalah limbah B3 yang pada umumnya berasal bukan dari proses utama, tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi, pelarutan kerak, pengemasan dan lain-lain.
a) Oli dan grease bekas Oli dan grease bekas berasal dari mein-mesin pada seluruh pabrik di PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk. Oli tersebut diserahkan pada pihak ketiga yang sudah mempunyai izin dari KLH untuk mengelola.
144
Annual Report 2014
b) Majun Majun merupakan limbah B3 berupa kain bekas yang terkontaminasi oli dan minyak.Majun tersebut diserahkan pada pihak ketiga yang sudah mempunyai izin dari KLH untuk mengelola.
9.3.4. Uji Karakteristik Limbah Sebelum melakukan pengolahan, terhadap limbah B3 harus dilakukan uji analisa kandungan/parameter fisika dan/atau kimia dan/atau biologi guna menetapkan prosedur yang tepat dalam proses pengolahan limbah B3 tersebut. Limbah dikatagorikan sebagai limbah B3 jika memiliki sifat diantara yang disebut dibawah yaitu : Mudah meledak, Sangat mudah sekali menyala, Sangat mudah menyala, Mudah terbakar, Reaktif, Beracun,Korosif, Infeksi, Pengujian toksikologi Hasil analisa laboratorium uji karakteristik limbah B3 PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk.yang dilakukan di Laboratorium Sucofindo adalah sebagai berikut.
Tabel 9.2. Karakteristik Beberapa Limbah PT. Krakatau Steel Jenis limbah Slag
PS Ball
Eksplosive
Tidak mudah meledak
Flammable
Tidak mudah terbakar
Karakteristik
Reactive terhadap air Negatif
Standar
Tidak mudah meledak
Fines sponge Iron Tidak mudah meledak
Tidak mudah meledak
Tidak mudah terbakar
Tidak mudah terbakar
Tidak mudah terbakar
Negatif
Negatif
Negatif
145
Metode
Mill Scale PPRI No Organoleptic 85/1999 jo PPRI No 18 /1999 PPRI No US EPA SW85/1999 846-1010 jo PPRI No 18 /1999 PPRI No 85/1999 jo PPRI No 18 /1999
Thermometric and Organoleptic
Annual Report 2014
Test H2S
Positif
Positif
Positif
Positif
Test CN
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
PPRI No 85/1999 jo PPRI No 18 /1999 PPRI No
US EPA SW846-9030
85/1999 jo
846-9010
US EPA SW-
PPRI No 18 /1999 Physical dan Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
PPRI No
Color
85/1999 jo
Forming
PPRI No
Organoleptic
18 /1999 Corrosive
10.0
(pH≤2.5 atau (tidak pH ≥12.5
9.3 (tidak 10.7
9.7 (tidak PPRI No
US EPA SW-
korosive) (tidak
korosive)
846-9045
korosive)
85/1999 jo
korosive
PPRI No
)
18 /1999
Sumber: Hasil Uji Lab Sucofindo, 2013
Dari uji karakteristik diatas memperlihatkan bahwa limbah industri besi baja dan logam dari PT. Krakatau Steel tidak termasuk limbah yang mudah meledak, mudah terbakar, tidak bereaksi dengan air, tidak bereaksi dengan CN dan tidak korosif, namun bereaksi positif terhadap H2S. Apabila limbah B3 tersebut akan dimanfaatkan lebih lanjut maka harus dipastikan bahwa limbah tersebut dihindarkan dari kondisi lingkungan asam atau dibawah pH<2. Selain itu, limbah tersebut jika bercampur dengan air berpotensi menimbulkan menghasilkan gas, uap, atau asap berbahaya.
9.3.5. Uji Toksisitas Limbah B3 beracun adalah Limbah yang memiliki karakteristik beracun berdasarkan uji penentuan karakteristik beracun melalui TCLP, Uji Toksikologi LD50, dan uji sub-kronis. Nilai Uji Toksikologi LD50 dihasilkan dari uji toksikologi, yaitu penentuan sifat akut limbah melalui uji hayati untuk mengukur hubungan dosis-respon antara limbah
146
Annual Report 2014
dengan kematian hewan uji.Nilai Uji Toksikologi LD50 diperoleh dari analisis probit terhadap hewan uji. Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 1 jika memiliki nilai sama dengan atau lebih kecil dari Uji Toksikologi LD50 oral 7 (tujuh) hari dengan nilai lebih kecil atau sama dengan 50 mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat badan pada hewan uji mencit. Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 2 jika memiliki nilai lebih besar dari Uji Toksikologi LD50 oral 7 (tujuh) hari dengan nilai lebih kecil atau sama dengan 50 mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat badan pada hewan uji mencit dan lebih kecil atau sama dari Uji Toksikologi LD50 oral 7 (tujuh) hari dengan nilai lebih kecil atau sama dengan 5000 mg/kg (lima ribu miligram per kilogram) berat badan pada hewan uji mencit. Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 2 jika uji toksikologi sub-kronis pada hewan uji mencit selama 90 (sembilan puluh) hari menunjukkan sifat racun subkronis, berdasarkan hasil pengamatan terhadap pertumbuhan, akumulasi atau biokonsentrasi, studi perilaku respon antarindividu hewan uji, dan/atau histopatologis.
9.3.6. Uji Kimia TCLP Untuk menentukan suatu senyawa baik organik maupun anorganik, uji Toxicity Characteristic Leachet Procedures (TCLP), dapat digunakan untuk menentukan suatu bahan/limbah memiliki kandungan polutan baracun yang mobilitasnya tinggi bila bercampur dengan air. Jika limbah/bahan ini ditimbun diatas atau didalam tanah, maka air hujan akan dengan mudah melarutkan (leach out) polutan racun tersebut . Hasil Uji laboratorium (tabel 2), baik yang dilakukan oleh PT. Krakatau Steel maupun BPPT melalui Laboratorium Sucofindo menunjukkan bahwa limbah dari PT. Krakatau Steel Cilegon, Banten, masih jauh dibawah baku mutu yang diijinkan.
147
Annual Report 2014
Tabel 9.3. Hasil Uji TCLP Limbah B3 dari Produksi Besi/Baja
148
Annual Report 2014
149
Annual Report 2014
9.3.7. Kandungan Unsur dan Senyawa Dalam Limbah Hasil uji kimia yang dilakukan oleh BPPT melalui Laboratorium Sucofindo maupun oleh laboratorium di PT. Krakatau Steel diperlihatkan senyawa seperti pada tabel berikut.
Tabel 9.4. Kandungan Kimia Limbah PT. Krakatau Steel Kandungan
Unit
debu EAF
Fe2+
%
12.93
Fe Total
%
47.78
Fe Metal
%
2.45
FeO
%
Fe2O3
%
83.43
SiO
%
3.38
CaO
%
MgO
sludge
Slag *)
58.4
36.06
Mill
Mil
Scale
Scale**)
74.24
60.9
0.2
PS Ball
20.83
Ferro Oxide 68.6
<0.10 3.35
52.02
87.08
26.06
98.08
3.8
0.25
4.14
12.69
0.39
8.68
2.66
0.97
40.3
0.32
%
9.47
0.256
td
<0.01
7.95
0.19
Al2O3
%
4.1
0.9
0.99
2.2
TiO2
%
0.24
V2O5
%
0.12
Na2O
%
Cr2O3
%
0.08
MnO
%
2.17
MnO2
%
0.13
K2O
%
0.57
<0.01
V2O5
%
0.14
0.01
P
%
0.106
0.01
0.03
0.01
S
%
1.08
0.01
0.03
0.04
Zn
%
C
%
Cu
%
0.01
Mn
%
0.22
H2O
%
0.02 <0.01 0.24
0.02 <0.10
0.02 0.1
0.085
1
0.02 150
Annual Report 2014
Kandungan
Unit
debu
sludge
EAF
Slag *)
Mill
Mil
Scale
Scale**)
Bulk Density
PS Ball
Oxide
2.64
LOI
td
<0.01
Kekerasan
739.8
Diameter
0.1-
0.2- 4.5
Massa Jenis
2.3
Permeabilitas Air
530
Kekuatan Tekan
323
Moisture content (MC)
Ferro
% AR
0.54
Sumber: PT. Krakatau Steel
Sedang hasil analisa laboratorium yang di analisa oleh laboratorium Sucofindo mendapatkan data sebagai berikut.
Tabel 9.5. Kandungan Bahan Kimia Limbah Slag Retained Kandungan
Cas #
Unit
Mesh 200 (8.15 %)
Iron (Fe)
Passing Mesh 200
Composite
Metode
-91.85%
%
5.47
30.58
36.06
ICP
Iron oxide
1309-37-1
Alumunium (Al)
7429-90-5
%
0.2
2.89
3.09
ICP
Calcium (Ca)
7440-70-2
%
1.64
21.75
23.39
ICP
%
0.28
3.19
3.46
ICP
Magnesium (Mg) Manganese (Mn)
7439-96-5
%
0.08
1
1.08
ICP
Chromium (Cr)
7440-47-3
%
0.03
0.4
0.43
ICP
%
<0.01
<0.01
<0.01
ICP
%
<0.01
<0.01
<0.01
ICP
Silicon (Si)
%
0.38
1.61
1.98
ICP
Titanium (Ti)
%
0.02
0.17
0.2
ICP
Cobalt (Co)
%
<0.01
<0.01
<0.01
Sodium (Na) Potassium (K)
9-7-7440
151
Gravimetric
Annual Report 2014
Nickel (Ni)
7440-02-0
%
<0.01
0.01
0.01
ICP
Phosphorus (P)
%
0.02
0.21
0.23
ICP
Vanadium (V)
%
0.02
0.24
0.26
ICP
<0.01
0.03
0.03
Combustion
Sulfur (S)
7704-34-9
%
Arsenic
7440-38-2
%
Zinc oxide
1314-13-2
Copper
7440-50-8
Tungsten
7440-33-7
Lead
7439-92-1
Titanium dioxide
13463-67-7
Cadmium oxide
1306-19-0
Sumber: data primer
Sedang untuk limbah Mill Scale kandungan bahan kimianya adalah sebagai berikut:
Tabel 9.6. Kandungan Kimia Mill Scale Kandungan
Unit
Mill Scale
MIL
Metode
SCALE**)
Fe Total
%
74.24
Fe Metal
%
0.2
Fe2O3
%
52.02
87.08
ICP
SiO
%
0.25
4.14
ICP
CaO
%
0.97
6.28
ICP
MgO
%
td
<0.01
ICP
Al2O3
%
0.99
ICP
TiO2
%
0.02
ICP
K2O
%
0.57
ICP
Na2O
%
<0.01
ICP
Cr2O3
%
0.24
ICP
MnO2
%
0.13
ICP
K2O
%
0.57
ICP
V2O5
%
0.14
ICP
152
60.90
ICP ICP
Annual Report 2014
Kandungan
Unit
Mill Scale
MIL SCALE**)
Metode
P
%
0.01
0.03
ICP
S
%
0.01
0.03
COMBUSTION
H2O
%
0.02
ICP
2.64
ICP
Bulk Density LOI
td
Moisture content (MC)
<0.01
% AR
0.54
GRAVIMETRI ICP
AR= as Receive Basis Sumber: data primer
Dari data tersebut diatas terlihat bahwalimbah mill scale masih banyak kandungan logam dan oksida sehingga limbah berpotensi dapat dimanfaatkan oleh industri lain.
9.4. Pengelolaan Limbah B3 Besi Baja Berdasarkan Peraturan yang Berlaku Berdasarkan PP No. 101 Tahun 2014, beberapa limbah dari industri besi baja termasuk dalam limbah khusus. Kategori Limbah: Kategori 1 : Limbah B3 yang berdampak akut dan langsung terhadap manusia dan dapat dipastikan akan berdampak negatif terhadap lingkungan hidup. Kategori 2 : Limbah B3 yang mengandung B3, memiliki efek tunda (delayed effect), dan berdampak tidak langsung terhadap manusia dan lingkungan hidup serta memiliki toksisitas sub-kronis atau kronis.
Tabel 9.7. Limbah B3 yang statusnya menjadi limbah khusus sesuai PP No. 101 Tahun 2014 Kode Limbah B402
Jenis limbah
Sumber Limbah
Slag baja, fine
Peleburan bijih/logam besi
sponge
baja berteknologi electric arc furnace 153
Kategori Bahaya 2
Annual Report 2014
B405
Konsentrat besi
Peleburan bijih/logam besi
2
baja berteknologi EAF B406
Mill scale
Peleburan bijih/logam besi
2
baja berteknologi EAF B407
Debu EAF
Peleburan bijih/logam besi
2
baja berteknologi EAF B408
PS Ball
Peleburan bijih/logam besi
2
baja berteknologi EAF Sumber: PP No.101 Tahun 2014
Tabel 9.8. Daftar Limbah B3 dari Industri Besi Baja yang tidak Spesifik No
Kode Limbah
Nama Limbah
Kategori
1.
A102d
Aki/baterai bekas
1
2.
B107d
Limbah elektronik termasuk cathode ray
2
tube (CRT), lampu TL, printed circuit board (PCB), karet kawat (wire rubber) 3.
B109d
Filter bekas dari fasilitas pengendalian
2
pencemaran udara 4.
Kain majun bekas (used rags) dan yang
B110d
2
sejenis Sumber: PP No.101 Tahun 2014
Tabel 9.9. Daftar Limbah B3 dari Sumber Spesifik Umum Kode
Jenis
Industri/
Industri/
Kegiatan
Kegiatan
09
Peleburan
Sumber Limbah
Proses peleburan besi
Kode Limbah A309-1
Uraian Limbah
Fluxing agent
Kategori Bahaya 1
bekas
besi dan baja dan baja 1. Proses casting besi
A309-2
Limbah amonia,
dan baja
fenol, sianida &
2. Proses rolling,
hidrogen sulfida
drawing, sheeting 154
A309-3
Spent pickle
1
1
Annual Report 2014
Kode
Jenis
Industri/
Industri/
Kegiatan
Kegiatan
Sumber Limbah
Kode Limbah
3. Manufakturing Coke 4. IPAL yang mengolah
Kategori Bahaya
liquor A309-4
efluen dari coke oven atau blast furnace
Uraian Limbah
Sludge spent
1
pickle liquor A309-5
Sludge amonia
1
still lime A309-6
Residu dari
1
proses produksi kokas (tar) A309-7
Sludge ammonia
1
still lime B309-1
Dross dari
2
peleburan B309-2
Debu dari
2
fasilitas pengendalian pencemaran udara B309-3
Pasir foundry
2
(sand foundry) & debu cupola B309-4
Emulsi minyak
2
dari fasilitas pendingin B309-5
Sludge IPAL yang mengolah efluen dari coke oven atau blast furnace.
Sumber: PP No.101 Tahun 2014
155
2
Annual Report 2014
9.5. Pemanfaatan Limbah B3 Saat ini Limbah yang dihasilkan oleh pabrik besi baja PT. Krakatau Steel mengandung beberapa unsur dan senyawa bahan kimia yang masih dapat dimanfaatkan, baik oleh PT. Krakatau steel sendiri maupun oleh pabrik lain, misal debu EAF mempunyai kandungan Zn yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan menjadi Zinc Oksida melalui proses thermal dengan temperature di atas 1300 oC. Berikut pemanfaat limbah B3 dari pabrik besi baja saat ini.
Tabel 9.10. Pemanfaatan Limbah B3 di PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk. No 1.
Nama Limbah Mill Scale
Sumber Hot Strip Mill (HSM)
Perlakuan a. Dimanfaatkan untuk industri magnet domestik b. Diekspor ke cina
2.
Steel Slag
Slab Steel Plant (SSP) dan Billet Steel Plant
a. Diolah menjadi produk PS Ball b. Dimanfaatkan untuk roadbase
(BSP)
c. Dimanfaatkan pihak ketiga 3.
Debu EAF dan
Slab Steel Plant (SSP)
Dimanfaatkan oleh industri
Sludge
Billet Steel Plant (BSP)
semen
dan Water Treatment Plant (WTP) yang ada pada masing-masing pabrik 4.
5.
Oli dan pelumas
Setiap pabrik yang
Diserahkan pada pihak ketiga
bekas
menggunakan pelumas
berizin
Waste Pickle
Cold Rolling Mill (CRM)
Diserahkan ke pemanfaat yang
Liquor (WPL) 6.
berizin
Resin Catalyst dan
Direct Reduction Plant
Diserahkan ke pemanfaat yang
karbon aktif
(DRP)
berizin
Sumber : PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk
156
Annual Report 2014
9.6. Teknologi Pengolahan Limbah B3 Tujuan dari pengolahan limbah B3 adalah untuk mengurangi bahaya dari limbah terhadap manusia dan lingkungan. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah limbah menjadi material yang tidak berbahaya atau ramah lingkungan melalui proses kimia, fisika, biologis dan termal. Teknologi pengolahan Limbah B3secara umum dapat dibagi empat macam, meliputi proses fisika/fisikokimia, proses kimia, proses biologi, dan proses termal. Secara umum skema teknologi pengolahan limbah B3 terhadap jenis limbah B3 yang berbeda-beda dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Pemilihan teknologi pengolahan limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik limbah B3 tersebut.
Gambar 9.10. Skema Pengolahan dan Disposal Limbah B3 157
Annual Report 2014
Upaya pengelolaan limbah B3 di industri besi dan baja dapat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: 1. Reduksi limbah dengan mengoptimalkan penyimpanan bahan baku dalam proses kegiatan atau house keeping, substitusi bahan, modifikasi proses, maupun upaya reduksi lainnya. 2. Kegiatan pengemasan dilakukan dengan penyimbolan dan pelabelan yang menunjukkan karakteristik dan jenis limbah B3 berdasarkan acuan Keputusan Kepala
Badan
Pengendalian
Dampak
Lingkungan
Nomor
:
Kep-
05/Bapedal/09/1995. 3. Penyimpanan dapat dilakukan di tempat yang sesuai dengan persyaratan yang berlaku acuan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep-01l/Bapedal/09/1995. 4. Pengumpulan dapat dilakukan dengan memenuhi persyaratan pada ketentuan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep-01/Bapedal/09/1995 yang menitikberatkan pada ketentuan tentang karakteristik limbah, fasilitas laboratorium, perlengkapan penanggulangan kecelakaan, maupun lokasi. 5. Kegiatan pengangkutan perlu dilengkapi dengan dokumen pengangkutan dan ketentuan teknis pengangkutan. 6. Upaya pemanfaatan dapat dilakukan melalui kegiatan daur ulang (recycle), perolehan kembali (recovery) dan penggunaan kembali (reuse) limbah B3 yang dlihasilkan ataupun bentuk pemanfaatan lainnya. 7. Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan dengan cara thermal, stabilisasi, solidifikasi secara fisika, kimia, maupun biologi dengan cara teknologi bersih atau ramah lingkungan. 8. Pengangkutan Limbah B3 dilakukan dengan alat angkut yang bersifat tertutup, untuk menghindari pencemaran lingkungan. 9. Kegiatan penimbunan limbah B3 wajib memenuhi persyaratan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999.
Berikut ini contoh desain bangunan untuk penimbunan sementara dan penimbunan akhir limbah B3.
158
Annual Report 2014
Sumber: United States Environmental Protection Agency, 2005
Gambar 9.9. Penampang Melintang Standar Desain Tumpukan Limbah (waste pile)
Sumber: United States Environmental Protection Agency, 2005
Gambar 9.10. Penampang Melintang Standar Desain Waste impoundment
159
Annual Report 2014
Sumber: United States Environmental Protection Agency, 2005
Gambar 9.11. Desain Standar Pembuangan Akhir (landfill)
160
Annual Report 2014
9.7. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan PP No. 101 Tahun 2014, beberapa limbah B3 yang dihasilkan dari industry besi baja termasuk dalam limbah khusus, dimana limbah tersebut didorong untuk dimanfaatkan lebih lanjut menjadi limbah yang lebih bermanfaat namun dengan tetap memperhatikan pencemaran terhadap lingkungan dan kesehatan keselamatan manusia dan makhluk hidup lain. Berdasarkan hasil analisis uji laboratorium, limbah-limbah B3 yang masuk dalam kategori tersebut positif mempunyai sifat reaktif pada saat uji sulfida, yaitu slag, PS Ball, Fines Sponeg iron dan mill scale. Limbah-limbah tersebut selama ini dapat dimanfaatkan menjadi produk lain. Oleh karena itu, agar limbah-limbah B3 tersebut tidak mencemari lingkungan dan membahayakan terhadap kesehatan, maka beberapa hal berikut yang harus diperhatikan: 1. Limbah tersebut dipastikan dijauhkan dari kondisi asam/basa dan kontak dengan air 2. Limbah disimpan dalam bangunan pelindung yang kuat, tidak mencemari lingkungan sekitarnya 3. Melakukan monitoring lingkungan di sekitar tempat penimbunan sementara limbah B3 tersebut. 4. Memastikan produk hasil pemanfaatan limbah B3 tidak mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia dan makhluk hidup lain.
161
Annual Report 2014
Daftar Pustaka 1. United States, Environmental Protection Agency, 2005. Introduction to Land Disposal Units (40 CFR Parts 264/265, Subparts K, L, M, N). 2. Manual Sistem Manajemen Krakatau Steel (SMKS) PT. Krakatau Steel 3. Hazardouswaste treatment technologies, G. Eduljee, Waste Management and Minimisation - Volume 1. Encyclopedia of Life Support Systems (EOLSS).
162