BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI Dalam bab ini akan dipaparkan tektonostratigrafi dari daerah penelitian. Tektonostratigrafi adalah suatu analisis yang menghubungkan antara peristiwa tektonik dan rekamannya dalam bentuk tatanan stratigrafi pada saat beberapa fase seperti: fase pre-rift,fase syn-rift, dan fase post rift. Informasi stratigrafi diperoleh dari studi literatur dan data log sumur yaitu log gamma ray, dari studi literatur dan data sumur di ketahui batas-batas lapisan yang diperkirakan merupakan lapisan prerift, syn-rift, dan post rift. Sedangkan data seismik digunakan untuk membuat beberapa peta seperti: -
Peta bawah permukaan (dalam waktu) - Peta horizon pre-rift atau basement - Peta horizon top syn-rift - Peta horizon post-rift - Peta isochrone (ketebalan dalam waktu) antara horizon pre-rift dan top synrift - Peta isochrone (ketebalan dalam waktu) antara horizon top syn-rift dan post-rift
-
Model 3D dari struktur-struktur yang terdapat di daerah penelitan
-
Peta atribut seismik (untuk menganalisis fasies daerah penelitian)
Pola sedimentasi adalah suatu analisis mengenai proses-proses sedimentasi yang terjadi
meliputi
litologi,
lingkungan
pengendapan,
source
sediment,
dan
paleocurrent. Pada skripsi ini penulis membatasi pola sedimentasi yang terjadi selama fase syn-rift, berdasarkan analisis data log sumur, peta isochrone dan peta atribut seismik. Pada daerah penelitian yaitu Blok Tanjung Jabal terdapat 6 data sumur yaitu sumur N-TJ-1, NW-TJ-1, TJ-1, TJ-2, TJ-3, dan SW-TJ-1. Dari data sumur ini di lakukan korelasi detail berdasarkan marker stratigrafi yang sudah ada. Dari hasil korelasi kemudian dianalisis dan diketahui batas-batas untuk horizon top syn-rift, dan postrift yang kemudian dilakukan pengikatan dari data sumur dengan data seismik. 52
Sedangkan untuk penentuan horizon pre-rift, dilakukan berdasarkan analisis dari interpretasi data seismik, hal ini dikarenakan data sumur pemboran tidak mencapai interval basement (pre-rift).
Gambar 4.1 Peta koordinat dan lokasi sumur-sumur daerah penelitian.
4.1 Tektonostratigrafi Blok Tanjung Jabal Terdapat 3 fase dalam analisis tektonostratigrafi Blok Tanjung Jabal, yaitu fase prerift, syn-rift, dan post-rift. Fase pre-rift merupakan fase awal dimana cekungan belum terbentuk sehingga tidak ada proses sedimentasi yang terjadi. Fase syn-rift merupakan fase dimana sudah terbentuknya cekungan dan proses sedimentasi berlangsung selama fase rifting masih terjadi. Sedangkan fase post-rift adalah fase yang terjadi setelah fase rifting berhenti sehingga proses sedimen yang terjadi menghasilkan endapan yang relatif paralel dan selaras (gambar 4.2). 4.1.1 Analisis Data Log Sumur Tahap awal dalam menentukan tektonostratigrafi di daerah Tanjung Jabal, Jambi dilakukan korelsi detail pada data log sumur di daerah penelitian berupa korelasi SB (sequence boundary) dan MFS (maximum flooding surface). Dari hasil korelasi sumur ini terlihat adanya penebalan dan menipisan pada interval Top Formasi LahatMFS 3 dan pada interval MFS 3-Top Formasi Talangakar Bawah terlihat korelasi memiliki ketebalan yang relatif sama. 53
Gambar 4.2 (a) fase pre-rift; (b) fase syn-rift; (c) fase post-rift.
Dari data sumur-sumur yang telah dilakukan korelasi, kemudian dilakukan analisis untuk menentukan horizon top syn-rift dan post-rift. Analisis untuk fase syn-rift berdasarkan data sumur yang terlihat penipisan dan penebalan pada marker yang telah dilakukan korelasi (gambar 4.3). Penentuan horizon top syn-rift dilakukan berdasarkan batas MFS yang memperlihatkan bahwa lapisan atau interval di atasnya terlihat memiliki ketebalan yang relatif sama. Penentuan batas top syn-rift berdasarkan MFS dilakukan karena MFS lebih bersifat global sehingga dalam interpretasi horizon pada data seismik horizon top syn-rift terlihat lapisan di atasnya yang paralel dan continous. Analisis untuk penentuan horizon post-rift dilakukan berdasarkan hasil data korelasi log sumur yang memperlihatkan ketebalan hasil korelasi yang relatif sama (gambar 4.4). Penarikan horizon top post-rift untuk Daerah Blok Tanjung Jabal dilakukan berdasarkan marker stratigrafi Top Formasi Talangakar Bawah, hal ini dikarenakan Top Formasi Talangakar Bawah merupakan marker stratigrafi terdekat setelah marker untuk top syn-rift. Penentuan marker top post-rift yaitu Top Formasi Talangakar Bawah dilakukan karena formasi-formasi yang diendapkan setelah Formasi Talangakar Bawah diendapkan secara selaras yang merupakan penciri dari hasil endapan post-rift (gambar 2.3). 54
Top syn-rift
Top F.Lahat
Gambar 4.3 Korelasi log sumur Daerah Blok Tanjung Jabal interval syn-rift.
Top post-rift
Top F. Talangakar Bawah
Top syn-rift
Gambar 4.4 Korelasi log sumur Daerah Blok Tanjung Jabal interval post-rift.
55
4.1.2 Pengikatan Data Sumur dengan Data Seismik Setelah ditentukan marker horizon untuk top syn-rift dan top post-rift berdasarakan hasil analisis korelasi log sumur kemudian marker untuk top syn-rift dan top post-rift diikat dengan data seimik. Sumur yang dapat diikat dengan data seimik harus memiliki data log sonik dan log density. Terdapat 3 sumur yang memiliki log sonik dan log density yaitu sumur TJ-1, TJ-2, dan NW-TJ-1 sehingga hanya ketiga sumur ini yang dapat diikat dengan data seimik. Metode yang umum dipakai untuk melakukan pengikatan data sumur ke data seimik adalah dengan memanfaatkan seismogram sintetik dari hasil survei kecepatan (well velocity survey) (Sukmono, 1999). Metode well seismic tie dalam penelitian ini menggunakan check shot survey, yaitu berdasarkan data check shot yang dimiliki oleh ketiga sumur di atas.
Gambar 4.5 Metode well to seimic tie menggunakan seismogram sintetik dan check shot.
56
Dari hasil analisis pengikatan data sumur ke data seismik menggunakan metode seismogram sintetik dan check shot terdapat perbedaan perbedaan terutama pada sumur TJ-2. Hasil dari analisis seismogram sintetik hasil yang sangat baik diperlihatkan pada sumur TJ-1. Sedangkan berdasarkan dari hasil menggunakan metode check shot hasil yang sangat baik di hasilkan oleh sumur TJ-1,dan TJ-2, namun untuk sumur NW-TJ-1 terlihat perbedaan namun tidak begitu signifikan. Hasil analisis pengikatan data sumur ke data seismik yang digunakan pada penelitian ini adalah hasil analisis menggunakan metode check shot karena hasilnya lebih baik dan koreksi kesalahan yang lebih kecil. 4.1.3 Horizon Pre-Rift Setelah diketahui marker untuk batas top syn-rift dan top post-rift dari data log sumur kemudian melakukan marker untuk batas pre-rift (basement). Karena data log sumur pemboran tidak mencapai batuan dasar (basement) sehingga dalam menentukan batas pre-rift berdasarkan konfigurasi refleksi seismik yang terlihat pada penampang seismik. Dalam penentuan batas-batas untuk lapisan pre-rift dapat dianalisis berdasarkan refleksi seismik terutama batas-batas sekuens pengendapan yaitu downlap dan onlap yang terlihat pada penanpang seismik.(gambar 4.6)
Gambar 4.6 Batas-batas sekuens pengendapan pada suatu cekungan. (Mitchum,1986)
Berdasarkan data stratigrafi diketahui bahwa batuan dasar (basement) dari Subcekungan Jambi adalah batuan beku granit (Simanjuntak, dkk., 1991). Oleh karena itu dalam menentukan batas untuk lapisan pre-rift terlihat perbedaan dari hasil
57
refleksi data seismik yang terlihat pada penampang berbentuk tidak beraturan. Berbeda dengan batuan sedimen yang terlihat bentuk perlapisan dan relatif paralel.(gambar 4.7)
Gambar 4.7 Penentuan horizon pre-rift daerah penelitian.
Gambar 4.8 Penentuan horizon pre-rift daerah penelitian.
Dari gambar di atas terlihat perbedaan lapisan batuan dasar (basement) dengan lapisan sedimen yang diendapkan di atasnya. Batas sekuens onlap dan downlap
58
terlihat jelas sehingga dapat disimpulkan bahwa gambar di atas merupakan batas cekungan. Pada lapisan batuan dasar terlihat bentuk yang tidak beraturan (chaotic), sedangkan lapisan sedimen terlihat bentuk perlapisan dan relatif paralel. Hal ini dapat dipergunakan juga sebagai penentuan horizon pre-rift bila tidak ditemukan batas onlap atau downlap pada penampang seismik.(gambar 4.8) Setelah diketahui batas-batas horizon pre-rift maka dilakukan analisis penarikan horizon pre-rift yang terdapat pada Blok Tanjung Jabal yang berjumlah 2000 penampang seismik berupa data seismik 3D, jumlah penampang seismik yang dianalisis pada daerah penelitian berjumlah sekitar 85 line seismik dengan interval penarikan horizon yaitu per 25 penampang seismik dan beberapa penampang seismik yang memiliki struktur yang jelas dan data check shot dari data log sumur pemboran. Dari hasil analisis penarikan horizon pre-rift pada data seismik, kemudian dilakukan pembuatan peta horizon pre-rift dalam bentuk time structure (gambar 4.9). Peta horizon pre-rift sangat penting untuk menentukan bentuk atau geometri cekungan sebelum terjadinya proses sedimentasi di Blok Tanjung Jabal. Dari peta pre-rift (gambar 4.9) bentuk atau geometri cekungan belum terlihat dengan jelas, terdapat tinggian (basement high) di bagian utara dan di bagian selatan terlihat adanya cekungan. Peta pre-rift ini memiliki nilai terendah -2093ms dan nilai tertinggi -1327ms. Bila dikalibrasi menjadi data kedalaman dalam meter, dengan nilai kalibrasi dari ms (milisekon) menjadi meter sekitar 1.2 (1ms = 1,2 meter) untuk batuan klastik kompak (Taner, dkk (1977)). Berarti kedalaman terendah sekitar 2511,6 meter dan kedalaman tertinggi sekitar -1592,4 meter.
59
Gambar 4.9 Peta Struktur Waktu Horizon Pre-Rift (Basement) Blok Tanjung Jabal, Jambi.
60
4.1.4 Horizon Top Syn-Rift Dalam penerikan horizon top syn-rift yang sudah memiliki marker yaitu MFS3 (berdasarkan data log sumur) maka setelah data log sumur diikat dengan data seismik horizon top syn-rift dapat diinterpretasi berdasarkan data sumur MFS3. Kesulitan dalam penarikan horizon ini disebabkan karena letak sumur yang dapat diikat dengan data seismik saling berdekatan sehingga hasil interpretasi untuk daerah yang jauh dari data sumur bisa terjadi kesalahan. Oleh karena itu dalam melakukan interpretasi horizon ini harus dilakukan penarikan yang detail pada penampang-penampang seismik yang dekat dengan sumur dan kemudian untuk penampang seimik yang jauh dari data sumur harus mengikuti hasil interpretasi pada penampang seismik yang berada di dekat sumur. Dari hasil analisis seismogram sintetik dan check shot terlihat bahwa wavelet untuk MFS 3 berada di fase zero crossing (gambar4.5). Maka pada data seismik dalam analisis penarikan horizon top syn-rift mengikuti fase zero crossing pada panampang-penampang seimik yang terdapat di daerah penelitian. (gambar 4.10)
Gambar 4.10 Penarikan horizon Top syn rift berdasarkan hasil check shot sumur TJ-1 inline 923.
61
Gambar di atas merupakan analisis penarikan horizon top syn-rift pada penampang seismik inline 923 yang melewati sumur TJ-1. Dalam analisis penarikan horizon top syn-rift selain berdasarkan data check shot dari 3 data sumur, horizon top syn-rift dapat pula dibedakan berdasarkan pola refleksi dari penampang seismik di daerah penelitian. Dari gambar di atas terlihat bahwa di atas horizon top syn-rift memiliki pola refleksi yang lebih kuat dibandingkan pola refleksi di bawah horizon top synrift. Dari gambar di atas terlihat bahwa sumur TJ-1 merupakan sumur vertikal, marker MFS 3 pada sumur TJ-1 berada pada kedalaman 5620 kaki di bawah permukaan. Sedangkan pada penampang seismik marker MFS 3 berada pada -1460 ms. Sedangkan untuk sumur TJ-2 marker MFS 3 berada pada kedalaman 5484 kaki di bawah permukaan, dan pada penampang seismik sumur TJ-2 dilewati oleh penampang seismik inline 976, dan marker MFS 3 berada pada pada kedalaman 1439 ms pada penampang seismiknya. Untuk sumur NW-TJ-1 marker MFS 3 berada pada kedalaman 5733 kaki di bawah permukaan, sumur NW-TJ-1 di lewati oleh penampang seismik inline 995, dan marker MFS 3 berada pada kedalaman -1481 ms. Berdasarkan analisis penarikan horizon top syn-rift ini terlihat bahwa MFS 3 berada pada kedalaman yang berbeda-beda. Pada sumur TJ-1 dan TJ-2 perbedaan kedalaman tidak terlalu jauh, namun pada sumur NW-TJ-1 kedalaman marker MFS 3 memiliki kedalaman yang cukup jauh, hal ini karena sumur NW-TJ-1 berada di zona hanging wall dari sesar turun yang berarah barat daya β timur laut (gambar 4.11). Setelah dilakukan penarikan horizon top syn-rift pada seluruh data seismik berdasarkan batas-batas dan acuan yang ada. Hasil analisis penarikan horizon top syn-rift pada data seismik 3D Blok Tanjung Jabal yang berjumlah sekitar 85 penampang seismik dengan interval penampang seismik yaitu per 25 penampang seismik menghasilkan data yaitu peta top syn-rift. Peta ini yang kemudian akan dianalisis geometri cekungan yang ada di Blok Tanjung Jabal dengan menggunakan peta pre-rift juga agar geometri cekungan jelas terlihat. Data isochrone atau
62
ketebalan lapisan antara peta top syn-rift dan peta pre-rift ini yang digunakan untuk menganalisis tektonostratigrafi dan pola sedimentasi Blok Tanjung Jabal.
Gambar 4.11 Sumur NW-TJ-1 dan Sumur TJ-2 pada inline 995.
Namun sebelum dilakukan analisis tektonostratigrafi dan pola sedimentasi Blok Tanjung Jabal, dilakukan penarikan horizon post-rift untuk dapat menentukan apakah cekungan pada Blok Tanjung Jabal ini sudah berhenti atau masih mengalami proses sedimentasi fase syn-rift, oleh karena itu penarikan horizon post-rift penting juga untuk dilakukanagar analisis pola sedimentasi fase awal post-rift dapat dilakukan. Peta top Syn-rift memiliki nilai terendah -1827,59 ms dan nilai tertinggi -1297,04 ms. Bila data di atas dikalibrasi menjadi data kedalaman dalam meter, dengan nilai kalibrasi dari ms (milisekon) menjadi meter sekitar 1.2 (1ms = 1,2 meter) untuk batuan klastik kompak (Taner, dkk (1977)), maka kedalaman terendah sekitar 2193,11 meter dan kedalaman tertinggi sekitar -1556.45 meter.
63
Gambar 4.12 Peta Struktur Waktu Horizon Top Syn-Rift Blok Tanjung Jabal, Jambi.
64
4.1.5 Horizon Post-Rift Dalam analisis penarikan horizon post-rift yang sudah memiliki marker yaitu Top Formasi Talangakar Bawah (L-TAF). Marker ini diambil karena Formasi Talangakar Atas diendapkan secara selaras di atas Formasi Talangakar Bawah (gambar 2.3). Analisis horizon post-rift ditentukan berdasarkan marker yang sudah pasti (top formasi) sehingga dapat diketahui proses dan waktu terjadinya fase postrift pada Blok Tanjung Jabal, Jambi ini. Fase post-rift yang memiliki endapan yang relatif sudah selarah karean endapan tidak lagi dipengaruhi oleh struktur yang terjadi pada cekungan tersebut. Dalam melakukan interpretasi horizon post-rift ini, terdapat kesulitan-kesulitan yang hampir sama dengan kesulitan dalam menginterpretasi horizon top syn-rift. Oleh karena itu dalam menginterpretasi horizon post-rift dilakukan penarikan yang detail pada penampang-penampang seismik yang dekat dengan sumur dan untuk penampang-penampang seismik yang jauh dari data sumur mengikuti hasil interpretasi horizon post-rift yang berada jauh dari data sumur. Dari hasil analisis seismogram sintetik dan check shot terlihat bahwa wavelet untuk marker Top Formasi Talangakar Bawah berada di fase zero crossing (gambar4.5). Maka pada data seismik dalam analisis penarikan horizon post-rift mengikuti fase zero crossing pada panampang-penampang seimik yang terdapat di daerah penelitian. (gambar 4.13). Gambar 4.13 merupakan analisis penarikan horizon post-rift pada penampang seismik inline 923 yang melewati sumur TJ-1 sama seperti analisis penarikan horizon top syn-rift. Dalam analisis penarikan horizon post-rift selain berdasarkan data check shot dari 3 data sumur, horizon post-rift dapat pula dibedakan berdasarkan pola refleksi dari penampang seismik di daerah penelitian. Dari gambar di atas terlihat bahwa Formasi Talangakar Bawah memiliki pola refleksi yang lebih kuat dibandingkan pola refleksi dari Formasi Talangakar Atas, sehingga dalam melakukan interpretasi penarikan horizon post-rift dapat juga dibedakan berdasarkan pola refleksi dari penampang seismik yang terdapat pada Blok Tanjung Jabal ini.
65
Gambar 4.13 Penarikan horizon post-rift berdasarkan hasil check shot sumur TJ-1 inline 923.
Pada sumur TJ-1 marker Top L-TAF berada pada kedalaman 5232 kaki di bawah permukaan. Sedangkan pada penampang seismik marker Top L-TAF berada pada 1375 ms. Sedangkan untuk sumur TJ-2 marker Top L-TAF berada pada kedalaman 5100 kaki di bawah permukaan, dan pada penampang seismik sumur TJ-2 dilewati oleh penampang seismik inline 976, dan marker Top L-TAF berada pada pada kedalaman -1370 ms pada penampang seismik inline 976. Untuk sumur NW-TJ-1 marker Top L-TAF berada pada kedalaman 5287 kaki di bawah permukaan, sumur NW-TJ-1 berada pada penampang seismik inline 995, dan marker Top L-TAF berada pada kedalaman -1392 ms. Hasil analisis check shot pada sumur-sumur lain menunjukkan hasil yang tidak berbeda jauh dengan analisis check shot pada sumur TJ-1. Hal ini dikarenakan marker Top L-TAF merupakan marker yang sudah sesuai dengan data pemboran juga (cutting) sehingga hasil marker untuk Top L-TAF sudah benar. Hasil analisis check shot pada penampang inline 995 menunjukkan hasil seperti gambar di bawah ini.
66
Gambar 4.14 Sumur NW-TJ-1 dan Sumur TJ-2 pada inline 995.
Setelah dilakukan interpretasi penarikan horizon post-rift pada penampangpenampang seismik yang terdapat pada Blok Tanjung Jabal maka analisis peta horizon post rift sudah dapat dilakukan. Penarikan horizon post-rift penting untuk dapat mengetahui cekungan-cekungan yang sudah tidak mengalami fase syn-rift lagi. Marker Top L-TAF diambil sebagai acuan untuk menentukan horizon post-rift dikarenakan berdasarakan data stratigrafi Sub-cekungan Jambi, Formasi Talangakar Atas diendapakan secara selarah di atas Formasi Talangakar Bawah. Hal inilah yang menjadi acuan penting Top L-TAF ditentukan sebagai marker untuk horizon postrift. Dari horizon post-rift kemudian dianalisis peta isochrone antara horizon post-rift dan horizon top syn-rift, untuk menentukan geometri cekungan yang tidak terpengaruh lagi proses sedimentasi akibat struktur atau menentukan geometri cekungan yang sudah tidak dipengaruhi fase syn-rift. Hasil dari interpretasi penarikan horizon post-rift kemudian dilakukan pembuatan peta horizon post-rift berdasarkan waktu (time structure) (gambar 4.15).
67
Gambar 4.15 Peta Struktur Waktu Horizon Post-Rift Blok Tanjung Jabal, Jambi.
68
Peta Post-rift memiliki nilai terendah sekitar -1722,48 ms dan nilai tertinggi 1259,70 ms. Berdasarkan data kalibrasi ke dalam satuan meter, dengan nilai kalibrasi dari ms (milisekon) menjadi meter sekitar 1.2 (1ms = 1,2 meter) untuk batuan klastik kompak (Taner, dkk (1977)), maka kedalaman terendah sekitar 2066,98 meter dan kedalaman tertinggi sekitar -1511,64 meter. 4.1.6 Struktur Geologi Blok Tanjung Jabal Struktur geologi pada Blok Tanjung Jabal, Jambi dipengaruhi oleh 3 pola utama yang berkembang di Cekungan Sumatra Selatan. Struktur-struktur yang terdapat di Blok Tanjung Jabal yang dipengaruhi oleh 3 pola utama struktur-struktur di Cekungan Sumatra ini sebagian besar mengikuti pola-pola yang sudah ada. Oleh karena itu pola struktur yang terdapat di Blok Tanjung Jabal mengikuti pola-pola struktur geologi Sumatra seperti: ο·
Struktur geologi berarah timur laut-barat daya (Pola Jambi)
ο·
Struktur geologi berarah utara-selatan (Pola Sunda)
ο·
Struktur geologi berarah barat laut-tenggara (Pola Sumatra)
Struktur yang terdapat di Blok Tanjung Jabal memiliki pola-pola yang mengikuti pola struktur geologi seperti di atas. Pada Blok Tanjung Jabal memiliki sesar-sesar besar yang mempengaruhi pembentukan struktur-struktur di Blok Tanjung Jabal. Terdapat 3 sesar yang mempengaruhi geometri cekungan di Blok Tanjung Jabal, sesar-sesar ini mengikuti pola-pola struktur yang terdapat di Sumatra. Dari 3 pola struktur geologi Sumatra pada Blok Tanjung Jabal, sesar Pola Jambi dan Pola Sunda yang mempengaruhi pola sedimentasi dan geometri cekungan di Blok Tanjung Jabal ini. Hal ini dikarenakan struktur yang mengikuti Pola Jambi dan Pola Sunda membentuk sesar normal sehingga cekungan ini membentuk half graben dan dapat
mempengaruhi
pola
sedimentasi.
Sedangkan
untuk
Pola
Sumatra
menghasilkan sesar naik dan tidak mempengaruhi geometri cekungan dan pola sedimentasi pada Blok Tanjung Jabal. Sesar-sesar pada Blok Tanjung Jabal diinterpretasi berdasarkan data seismik dan dalam melakukan interpretasi sesar dilakukan pada satu garis penampang saja (bila
69
sesar terlihat pada penampang inline maka interpretasi dilakukan hanya pada penampang inline, begitu juga pada penampang xline). Oleh karena itu pada beberapa penampang terdapat struktuk yang sangat buruk karena berada pada garis sesar yang terdapat di Blok Tanjung Jabal. Terdapat banyak sesar di daerah penelitian namun yang mempengaruhi pola sedimentasi dan geometri cekungan hanya sesar-sesar yang besar dan memiliki arah-arah tertentu. Sesar-sesar yang mempengaruhi geometri cekungan dan pola sedimentasi seperti gambar di bawah ini (gambar 4.16).
Gambar 4.16 Struktur sesar-sesar di Blok Tanjung Jabal.
Gambar di atas ini merupakan gambar interpretasi sesar pada daerah penelitian dalam tampilan 3D, agar terlihat arah kemiringan dari sesar-sesar tersebut. Dari gambar di atas terlihat bahwa sesar-sesar di atas memiliki kemiringan yang relatif tidak besar, hanya sesar berarah timur laut-barat daya (Pola Jambi) yang memiliki kemiringan yang relatif besar, sedangkan sesar-sesar denga arah lain memiliki kemiringan yang relatif kecil. Sesar yang berarah timur laut-barat daya merupakan sesar normal dan juga mempengaruhi geometri dari cekungan yang terdapat pada Blok Tanjung Jabal. Struktur lain pada Blok Tanjung Jabal dapat dilihat pada peta isochrone interval synrift yang mencirikan geometri cekungan pada saat fase syn-rift masih berlangsung.
70
Struktur geometri lain seperti dataran tinggi (basement high), cekungan, dan perlipatan juga terdapat di Blok Tanjung Jabal. Struktur-struktur yang timbul di Blok Tanjung Jabal ini dihasilkan oleh pola-pola sturktur utama yang mempengaruhi pembentukan cekungan-cekungan di dearah penelitian, yaitu Pola Jambi, Pola Sunda, dan Pola Sumatra.
Gambar 4.17 Jenis-jenis sesar Blok Tanjung Jabal, Jambi
4.1.7 Geometri Endapan Syn-Rift Blok Tanjung Jabal Geometri atau bentuk suatu lapisan dapat dilihat berdasarkan data ketebalan lapisan tersebut. Analisis geometri endapan syn-rift dilakukan untuk menentukan tektonostratigrafi yang terjadi di daerah penelitian. Berdasarkan geometri dari endapan syn-rift dapat diketahui sesar-sesar yang mempengaruhi proses sedimentasi yang sedang berlangsung di daerah penelitian. Geometri endapan syn-rift pada Blok Tanjung Jabal dianalisis berdasarkan data isochrone (ketebalan lapisan dalam waktu) antara horizon pre-rift dengan horizon syn-rift, sehingga diketahui geometri atau ketebalan lapisan pada interval syn-rift. Berdasarkan peta isochrone interval syn-rift dapat dianalisis sesar-sesar yang mempengaruhi sedimentasi dan juga sesar-sesar yang tidak mempengaruhi 71
sedimentasi. Sesar-sesar yang mempengaruhi sedimentasi berarti sesar tersebut terbentuk dan aktif pada saat fase syn-rift, sehingga sedimen mengisi cekungancekungan yang terbentuk akibat dari sesar-sesar tersebut. Adapun sesar yang tidak mempengaruhi proses sedimentasi fase syn-rift berarti sesar tersebut terbentuk setelah fase syn-rift selesai atau sesar terbenuk dan aktif pada saat fase post-rift. Sesar yang mempengaruhi proses sedimentasi dapat dilihat bahwa sesar tersebut memotong lapisan dan terjadi perbedaan ketebalan lapisan interval syn-rift pada foot wall dan hanging wall (gambar 4.18), perbedaan ketebalan pada interval syn-rift terjadi karena sedimen mengisi cekungan yang terbentuk akibat aktivitas sesar. Ketebalan lapisan interval syn-rift pada foot wall lebih tipis dibandingkan tebal lapisan interval syn-rift pada hanging wall.
Gambar 4.18 Sesar-sesar yang mempengaruhi proses sedimentasi fase syn-rift.
Pada gambar di atas terdapat 2 sesar yang mempengaruhi proses sedimentasi, kedua sesar ini merupakan sesar normal, arah dari kedua sesar adalah sesar SW-NE dan sesar N-S. Perbedaan ketebalan pada fase syn-rift inilah yang dapat menentukan tektonostratigrafi pada Blok Tanjung Jabal. Kedua sesar ini mempengaruhi geometri 72
cekungan yang terdapat di Blok Tanjung Jabal. Pada gambar di atas perbedaan ketebalan pada interval syn-rift membuktikan bahwa sesar SW-NE dan sesar N-S mempengaruhi sedimentasi yang terjadi. Kedua sesar tersebut memiliki arah yang relatif sama dengan arah pola struktur Sumatra, sesar SW-NW merupakan sesar dengan Pola Jambi dan sesar N-S merupakan sesar denga Pola Sunda. Analisis geometri endapan syn-rift berdasarkan peta isochrone interval syn-rift pada Blok Tanjung Jabal membuktikan bahwa sesar SW-NE dan sesar N-S mempengearuhi ketebalan lapisan interval syn-rift di Blok Tanjung Jabal (gambar 4.19). Pada peta isochrone interval syn-rift terlihat adanya 2 cekungan yang dipengaruhi oleh 2 sesar pembatas (border fault) yaitu sesar NE-SW dan sesar N-S. Analisis peta isochrone interval syn-rift Blok Tanjung Jabal terlihat ada 2 cekungan yang terdapat di Blok Tanjung Jabal ini. Cekungan tersebut terdapat di sebelah barat laut dan selatan dari Blok Tanjung Jabal, Jambi. Kedua cekungan ini terbentuk akibat pengaruh struktur sesar yang berkembang di Blok Tanjung Jabal. Struktur yang mempengaruhi kedua cekungan ini merupakan sesar normal yang berarah barat daya-timur laut dan sesar yang berarah relatif utara-selatan. Menurut de Coster, 1974 aktivitas tektonik berarah NE-SW (Pola Jambi) dan N-S (Pola Sunda) menghasilkan konfigurasi dasar termasuk formasi half graben, horst, dan sesar blok. Struktur half graben inilah yang membentuk cekungan-cekungan baru yang terdapat di sepanjang Sumatra, sedangkan Pola Sumatra lebih menghasilkan sesar-sesar naik dan tidak membentuk cekungan-cekungan baru. Pada daerah Blok Tanjung Jabal aktivitas tektonik berarah NE-SW (Pola Jambi) sangat mempengaruhi struktur-struktur yang terbentuk di Blok Tanjung Jabal, Jambi.
73
Gambar 4.19 Peta isochrone interval syn-rift Blok Tanjung Jabal, Jambi.
74
Berdasarkan
peta
isochrone
interval
syn-rift
dapat
dilakukan
analisis
tektonostratigrafi Blok Tanjung Jabal, analisis tektonostratigrafi menentukan sesarsesar yang mempengaruhi proses sedimentasi di Blok Tanjung Jabal dan juga sedimen-sedimen yang mengisi interval syn-rift pada Blok Tanjung Jabal, Jambi ini. Berdasarkan data sumur, dan data seismik terbukti bahwa interval syn-rift berisi sedimen-sedimen Formasi Lahat dan sebagian dari Formasi Talangakar Bawah. Hal ini dapat dianalisis dari data sumur dan data seismik. Pada gambar 4.3 terbukti bahwa marker untuk Top syn-rift merupakan marker MFS 3 yang merupakan bagian dari Formasi Talangakar Bawah, sedangkan pada data seismik juga dapat dilihat pada interval syn-rift mencirikan endapan-endapan yang terjadi selama proses rifting (aktivitas penurunan sesar) masih berlangsung sehingga menghasilkan endapanendapan dengan ciri-ciri tidak selaras, dan adanya penebalan sedimen pada daerah yang dekat dengan sesar pembatas (border fault). 4.1.8 Geometri Endapan Post-Rift Blok Tanjung Jabal Analisis peta isochrone interval post-rift digunakan untuk menganalisis cekungancekungan yang sudah tidak terpengaruh proses rifting oleh sesar-sesar di Blok Tanjung Jabal. Interval post-rift merupakan lapisan dimana sedimen yang mengisi cekungan sudah relatif paralel dan selaras. Geometri dari endapan post-rift mengindikasikan cekungan-cekungan yang sudah tertutup atau sudah tidak menampung sedimen lagi karena sudah berisi sedimen pada fase syn-rift. Sedimen syn-rift mengisi cekungan yang terbentuk akibat sesar-sesar normal di Blok Tanjung Jabal. Lapisan post-rift merupakan lapisan setelah proses rifting selesai, oleh karena itu lapisan post-rift merupakan lapisan yang tebal dan berisi sedimen dari formasiformasi setelah fase syn-rift. Namun dalam penelitian kali ini marker post-rift merupakan marker dari Top Formasi Talangakar Bawah, yang merupakan marker formasi setelah fase syn-rift selesai. Dalam data seismik terlihat bahwa endapan post-rift sudah tidak dipengaruhi lagi oleh struktur sesar yang membentuk cekungan di Blok Tanjung Jabal. Endapan postrift mencirikan endapan yang memiliki ketebalan yang sama. Ketebalan endapan post-rift pada foot wall dan hanging wall relatif sama (gambar 4.18), karena proses pengendapan sedimen tidak dipengaruhi oleh sesar-sesar pembatas (border faults).
75
Analisis peta isochrone interval post-rift memperlihatkan bahwa cekungancekungan yang ada di Blok Tanjung Jabal telah terisi oleh sedimen dan geometri endapan post-rift mengindikasikan bahwa fase rifting telah selesai dan sedimen yang mengisi cekungan sudah tidak dipengaruhi oleh sesar-sesar pembatas. Peta isochrone interval post-rift yang mencirikan geometri endapan post-rift, geometri interval post-rift memiliki ketebalan lapisan yang relatif sama. Hal ini yang dapat di buktikan pada data sumur dan data seismik. Interval post-rift mencirikan endapan yang memiliki ketebalan yang relatif sama (gambar 4.4), dari data sumur dapat dibedakan antara interval syn-rift dengan interval post-rift. Berdasarkan data seismik interval post-rift juga terlihat dari reflektor seismik yang relatif paralel, sejajar dan selaras. Berdasarkan peta isochrone interval post-rift, tektonostratigrafi Blok Tanjung Jabal dapat diketahui bahwa sesar-sesar yang aktif pada saat fase syn-rift, sudah berhenti sehingga endapan yang diendapan pada fase post-rift relatif sejajar dan memiliki ketebalan yang relatif sama (gambar 4.20). Fase post-rift juga mengindikasikan bahwa cekungan-cekungan yang terbentuk saat fase syn-rift sudah terisi penuh oleh sedimen endapan syn-rift. Berdasarkan peta isochrone interval post-rift (gambar 4.20) terlihat bahwa cekungan-cekungan yang terbentuk pada fase syn-rift telah terisi sedimen dan pada fase post-rift cekungan-cekungan tersebut relatif memiliki ketebalan yang sama, walaupun cekungan yang terdapat di sebelah selatan Blok Tanjung Jabal masih terlihat adanya penebalan sedimen, namun ketebalan sedimen pada cekungan ini relatif tidak jauh berbeda. Pada cekungan yang terjadi akibat sesar yang berarah SW-NE (Pola Jambi) pada fase post-rift cekungan ini terlihat sudah tidak memiliki bentuk cekungan lagi (ketebalan sedimennya sama), sehingga dapat disimpulkan bahwa geometri cekungan yang terjadi akibat sesar SW-NE pada fase post-rift cekungan sudah terisi penuh. Fase post-rift pada Blok Tanjung Jabal terbukti telah terjadi saat terendapkannya sebagian dari sedimen Formasi Talangakar Bawah sampai terendapkannya formasi-formasi yang mengisi Cekungan Sumatra Selatan. Karena fase post-rift berlangsung terus setelah fase rifting atau sedimen endapan syn-rift berakhir. 76
Gambar 4.20 Peta isochrone interval post-rift Blok Tanjung Jabal, Jambi.
77
4.1.9 Klasifikasi Tektonostratigrafi Blok Tanjung Jabal Berdasarkan analisis-analisis yang sudah dilakukan sebelumnya, maka analisis mengenai tektonostratigrafi Blok Tanjung Jabal dapat disimpulkan seperti berikut: - Fase Pre-Rift : fase pre-rift pada Blok Tanjung Jabal terjadi pada endapan PraTersier, sehingga endapan yang mengisi fase pre-rift merupakan batuan dasar dari Cekungan Sumatra Selatan. Batuan dasar dari Cekungan Sumatra Selatan, Sub-cekungan Jambi terdiri dari kompleks batuan Paleozoikum dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku dan batuan karbonat. - Fase Syn-Rift : fase syn-rift terendapkan secara tidak selaras di atas endapan prerift, hal ini dikarenakan pada fase syn-rift proses rifting masih berlansung, sehingga geometri cekungan terus berubah bentuknya. Berdasarkan analisis data sumur dan data seismik fase syn-rift diisi oleh sedimen-sedimen dari Formasi Lahat dan sebagian kecil dari Formasi
Talangakar
Bawah.
Formasi
Lahat
terdiri
dari
konglomerat, tufa, breksi vulkanik andesitik, endapan lahar, aliran lava dan batupasir kuarsa, sedangkan sebagian dari Formasi Talangakar Bawah yang terdiri dari batupasir konglomeratan, batupasir kuarsa, serpih dan sisipan batubara dengan struktur sedimen berupa struktur perlapisan bersusun. Ciri-ciri dari endapan syn-rift yang menjadi bukti bahwa fase syn-rift terjadi pada Formasi Lahat dan sebagian dari Formasi Talangakar Bawah adalah distribusinya terbatas dan keterdapatannya berasosiasi dengan sesar normal (yang membentuk graben atau half-graben). Lingkungan pengendapan dalam lingkungan tertutup dan terbatas, seperti yang ditunjukkan dengan endapan lakustrin (danau), atau alluvial fan yang berasosiasi dengan gawir sesar pada Anggota Konglomerat Formasi Lahat, dan juga memiliki hubungan tidakselaras, baik terhadap formasi batuan di maupun di atasnya bawah
78
- Fase Post-Rift : fase post-rift terendapkan secara selaras di atas fase syn-rift hal ini dikarenakan endapan fase post-rift merupakan endapan saat proses rifting telah berakhir dan cekungan sudah terisi penuh oleh sedimen fase syn-rift. Formasi yang mengisi fase post-rift merupakan formasi setelah fase syn-rift yaitu dari sebagian Formasi Talangakar Bawah, Formasi Talangakar Atas, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, sampai formasi paling muda pada Cekungan Sumatra Selata, Sub-cekungan Jambi ini. Fase post-rift ditandai dengan formasi yang diendapkan secara selaras terhadap formasi batuan di bawah maupun di atasnya.
Berdasarkan analisis-analisis tersebut tektonostratigrafi Blok Tanjung Jabal, Jambi dapat disimpulkan seperti pada gambar 4.21 di bawah ini:
Gambar 4.21 Klasifikasi tektonostratigrafi Blok Tanjung Jabal.
Berdasarkan stratigrafi Blok Tanjung Jabal menurut M. N. Alamsyah, dkk. (2008) (gambar 4.22) terbukti bahwa fase pre-rift terjadi pada batuan Pra-Tersier, yang terdiri dari batuan dasar Sub-cekungan Jambi. Fase syn-rift terjadi pada EosenTengah-Oligosen Awal yang terdiri dari batuan Formasi Lahat dan sebagian dari Formasi Talangakar Bawah, sedangkan fase post-rift terjadi pada Oligosen Akhir-Resen yang terdiri dari formasi-formasi yang diendapkan setelah fase syn-rift berakhir. Namun pada penelitian ini batas post-rift diambil berdasarkan batas formasi terdekat setelah batas fase syn-rift. Oleh karena itu batas post-rift pada Blok Tanjung Jabal merupakan marker Top L-TAF.
79
Gambar 4.22 Stratigrafi Blok Tanjung Jabal. (M. N. Alamsyah, dkk. (2008))
4.2 Pola Sedimentasi Blok Tanjung Jabal Analisis pola sedimentasi Blok Tanjung Jabal dilakukan untuk menentukan prosesproses sedimentasi yang terjadi di daerah penelitian yaitu Blok Tanjung Jabal yang meliputi litologi, lingkungan pengendapan, source sediment, dan paleocurrent. Analisis pola sedimentasi dilakukan berdasarkan analisis data sumur, peta isochrone dan peta atribut seismik, pada penelitian ini pola sedimentasi yang dianalisis merupakan pola sedimentasi pada saat fase syn-rift dan fase immediate post-rift (post-rift awal). Berdasarkan peta isochrone interval syn-rift dan post-rift, batas endapan sedimen yang terjadi pada fase syn-rift dan fase post-rift sudah dapat dibedakan. Pada fase syn-rift yang mengandung sedimen dari Formasi Lemat dan sebagian dari Formasi Talangakar Bawah, berarti pada fase syn-rift berisi endapan-endapan dari 80
lingkungan darat seperti danau, sungai menganyam, dan sungai meander. Sedangkan untuk fase post-rift mengandung endapan-endapan yang terjadi setelah fase syn-rift berakhir dan berisi formasi-formasi yang mencirikan endapan darat, transisi, laut dangkal, hingga laut dalam. Maka dari itu analisis pola sedimentasi pada fase postrift hanya awal dari pengendapan fase post-rift (immediate post-rift). 4.2.1 Analisis Atribut Seismik Data seismik yang terdapat di Blok Tanjung Jabal, merupakan data seismik 3D. Biasanya data seismik 3D digunakan untuk pengembangan lapangan dari blok tersebut. Pada data seismik 3D ntuk melakukan analisis atribut seismik hasilnya akan jauh lebih baik dibandingkan melakukan analisis seismik pada data seismik 2D. Definisi dari atribut seismik menurut Taner (2001) adalah segala informasi yang bisa didapatkan dari data seismik baik melalui pengukuran secara langsung maupun dengan melakukan analisis berdasarkan pengalaman. Informasi yang tersedia pada data seismik bersifat kuantitatif dan deskriptif sehingga atribut seismik yang ditampilkan merupakan representasi data seismik orisinil pada skala yang sama. Ahmed dkk. (2006), menyatakan bahwa informasi yang dapat dibangkitkan dari pengukuran khas atribut seismik antara lain: fitur geometri, kinematik, dinamik dan statistik. Secara umum atribut seismik dapat menampilkan data seismik termanipulasi yang digunakan untuk mempermudah proses interpretasi geologi sehingga analisis terhadap geologi bawah permukaan dapat ditingkatkankualitasnya (Sukmono, 2007). Carter (1995), membagi tiga jenis atribut seismik yang dapat dibangkitkan dari data post-stack seismik, yaitu: -
Atribut seismik instantaneous Atribut instantaneous mendiskripsikan bentuk tunggal di dalam volume 3D dan biasanya digunakan untuk menghasilkan irisan (slice) horison.
-
Atribut seismik single-trace windowed
-
Atribut seismik multi-trace windowed
Atribut single-trace widowed dan multi-trace windowed mendeskripsikan variasi karakter seismik di ruang 3D. Karakter ini dapat digunakan untuk melakukan interpretasi sikuen atau system tracts dan untuk menampilkan variasi internal fasies seismik.
81
Untuk analisis pola sedimentasi Blok Tanjung Jabal, analisis atribut seismik yang digunakan adalah atribut seismik dari volume atribut dari envelope. Volume atribut seismik envelope merupakan total energi seketika (tiba-tiba) dari sinyal analitik, dalam bidang geofisika Envelope biasa disebut juga dengan Instantaneous Amplitude, Magnitude atau Reflection strength. πΈππ£ =
f 2 + g2
βfβ dan βgβ merupakan bilangan asli dan imaginer dari komponen-komponen reflektor seismik. Jadi, jika βfβ adalah bagian dari bilangan asli, yang merupaka reflektor dari seismik asli, sedangkan βgβ akan menjadi sampel dari perubahan Hilbert (biasa disebut amplitude quadrature) dari reflektor. Atribut seismik envelope berguna untuk menentukan bright spots (perangkap gas), mendeteksi perubahan litologi berdasarkan perubahan energi refleksi yang kuat, dan untuk mendeteksi sekuen boundaries. Envelope dapat juga digunakan untuk membantu menentukan perbedaan fase antara beberapa versi data seismik, energi puncak menunjukan fase bebas dari data seismik. Penampang atribut seismik dari envelope seperti gambar 4.23 di bawah ini.
Gambar 4.23 Penampang seismik envelope inline 923.
82
Banyak peneliti-peneliti yang menggunakan atribut seismik untuk melakukan kegiatan eksplorasi bawah permukaan, Thanatit & Ronghe (1999), menggunakan atribut amplitudo seismik untuk mencitrakan distribusi penyebaran hidrokarbon dan untuk mengkarakterisasi reservoar yang berasosiasi dengan channel. Ahmed dkk. (2006),
menerapkan
atribut
amplitude
reflection,
instantaneous
frequency,
instantaneous phase dan instantaneous envelope untuk mendeteksi channel tubuh batupasir dan pelamparannya di Cekungan Muglad, Sudan. Manan dkk. (2006), melakukan studi fasies sedimentasi untuk mengidentifikasi reservoar yang bernilai ekonomis, dikontrol dengan atribut reflection strength, instantaneous frequency dan instantaneous phase. Solihulhadi & Tolioe (2007), melakukan interpretasi struktur patahan dengan lebih baik melalui atribut seismik dengan menampilkan diskontinuitas reflektor sepanjang permukaan patahan. Susilo dkk. (2007), menggunakan atribut seismik berbasis CWT untuk memperjelas kenampakan anomali seismik untuk pembuatan model fasies dan struktur geologi. Bunyamin dkk. (2008), melakukan penentuan jenis litologi batuan menggunakan atribut RMS amplitude dan sweatness. Pada penentuan pola sedimentasi di Blok Tanjung Jabal analisis atribut seismik yang dilakukan adalah analisis atribut amplitudo seismik. Atribut amplitudo seismik biasanya digunakan untuk menentukan fasies dan pemetaan properti reservoir. Perubahan lateral dari amplitudo data seismik dapat digunakan untuk membedakan antara satu fasies dengan fasies yang lain. Sebagai contoh, lapisan berbentuk konkordan cenderung memiliki amplitudo yang lebih besar, dibandingkan bentuk hummocky dan chaotic (berantakan). Lingkungan yang kaya dengan batu pasir biasanya cenderung memiliki amplitudo yang besar. Dalam penelitian kali ini menggunakan perhitungan RMS amplitude untuk menentukan pola sedimentasi daerha penelitian. Secara umum, fungsi utama dari atribut amplitudo seismik adalah mengidentifikasi beberapa parameter seperti berikut: -
Akumulasi hidrokarbon
-
Lithologi gross
-
Porositas kasar
-
Batupasir sungai dan delta
-
Tipe spesifik dari reef (karang)
-
Ketidakselarasan
-
Perubahan dari stratigrafi sekuen
83
Rumus perhitungan RMS amplitude adalah akar kuadrat dari penjumlahan kuadrat amplitudo data seismik.
π
ππ ππππππ‘π’ππ =
1 π
π
A2i π=1
Dimana, N = jumlah dari sempel amplitudo di dalam jendela analisis A = nilai amplitude
π
ππ ππππππ‘π’ππ =
1 2 (5 + 02 + β18 8
2
+ β― + β― + 252 )
Gambar 4.24 Prinsip perhitungan RMS amplitude. (Sukmono, 2003)
4.2.2 Analisis Atribut Seismik Berdasarkan Data Sumur Pada analisis ini lebar jendela yang akan dilakukan perhitungan RMS amplitude, diperkirakan berdasarkan analisis check shot yang sudah diikat ke data seismik. Hal ini diperkirakan dari 3 sumur yaitu TJ-1, TJ-2, dan NW-TJ-1 yang memiliki data check shot dan bisa diikat ke data seismik. Analisis pola sedimentasi pada endapan syn-rift pada data sumur dilihat berdasarkan kurva respon log gamma ray yang dihubungkan dengan lingkungan pengendapannya. Untuk endapan syn-rift analisis diukur dari 1 sekuen dari SB ke SB, yang terdekat dari MFS 3 sebagai marker top syn-rift Blok Tanjung Jabal. Sehingga analisis endapan syn-rift bisa disebut juga sebagai analisis endapan late syn-rift pada Blok Tanjung Jabal, yaitu analisis kurva respon log gamma ray dari SB-2 ke SB-1 (gambar 4.25).
84
Gambar 4.25 Kurva respon log gamma ray dari SB-2 ke SB-1.
Berdasarkan kurva respon log gamma ray SB-2 ke SB-1 dari sumur-sumur yang terdapat di Blok Tanjung Jabal. Terlihat bahwa endapan SB-2 ke SB-1 mencirikan endapan darat. Hal ini dapat diketahui berdasarkan analisis Kendall (1995) yang mendefinisikan respon log gamma ray terhadap variasi ukuran butir, yang terlihat pada gambar 4.26.
Gambar 4.26 Kurva respon log gamma ray terhadap variasi ukuran butir. (Kendall, 1995)
85
Kemudian menurut Kendall, respon log gamma ray dapat mencerminkan lingkungan pengendapan seperti yang terlihat pada gambar 4.27 sebagai berikut:
Gambar 4.27 Respon log terhadap sistem lingkungan pengendapan klastik: lingkungan fluvial, delta, laut dangkal hingga laut dalam. (Kendall, 1995)
Kurva respon log gamma ray pada sumur-sumur di Blok Tanjung Jabal, menunjukkan tipe bell shape atau fining upward dan biasanya tipe demikian dijumpai pada pengendapan sungai, alluvial, atau fluvial. Berdasarkan analisis-analisis yang sudah dilakukan dalam penentuan lebar jendela atribut untuk menentukan pola sedimentasi endapan syn-rift Blok Tanjung Jabal yaitu dari SB-2 ke SB-1. Maka lebar jendela pada data seismik dapat dianalisis berdasarkan data check shot yang ada pada sumur TJ-1, TJ-2, dan NW-TJ-1. Analisis lebar jendela tergantung nilai lebar jarak antara SB-2 ke SB-1 pada sumur TJ-1, TJ-2, dan NW-TJ-1 yang terdapat di data seismic. Bentuk jendela berdasarkan horizon top sy-rift yang sudah dilakukan analisisnya (gambar 4.29).
86
Gambar 4.28 Pola kurva log gamma ray SB-2 β SB-1 yang berbentuk fining upward.
Setelah besar jendela atribut diketahui nilainya dari ketiga data sumur yang memiliki data check shot,
maka peta atribut seimik RMS amplitude dapat dianalisis,
berdasarakan acuan dari lebar jendela pada ketiga sumur di inline 923 untuk sumur TJ-1, inline 976 untuk sumur TJ-2, dan inline 995 untuk sumur NW-TJ-1.
Gambar 4.29 Contoh lebar jendela SB-2 β SB-1 pada penampang seismik envelope pada inline 923.
87
Kemudian ketiga nilai lebar jendela tersebut dihitung dan didapatkan nilai lebar jendela seperti pada tabel 4.1 seperti berikut. Tabel Analisis Peta Atribut Seismik RMS Amplitude Interval SB-2-SB-1 penampang seismik
lebar nama peta jendela atribut 20-10 inline 923 ms RMS 1 inline 976 5-10 ms RMS 2 10-15 inline 995 ms RMS 3 ketebalan SB-2 -SB-1 pada sumur (feet)
NWTJ-1
TJ-1
TJ-2
TJ-3
SWTJ-1
NTJ-1
3.54 5.22
2.39 2.11
3.24 4.06
4.42 2.54
4.8 5.18
3.68 3.19
1.51
1.11
1.97
4.69
2.16
3.72
164
87
100
57
142
111
Pada tabel 4.1 data diperoleh dari data sumur (untuk ketebalan) dan nilai RMS diperoleh dari data peta atribut seismik amplitudo. Dari data-data pada tabel 4.1 dilakukan analisis koefisien korelasi pada ketiga peta RMS amplitude, bila nilai koefisien korelasi antara 0.75 β€ R2 β€ 0.9 maka peta tersebut yang memiliki penyebaran data yang cukup baik, dan dapat digunakan sebagai analisis pola sedimentasi Blok Tanjung Jabal. Grafik 4.1, 4.2, dan 4.3 menunjukkan penyebaran data dan koefisien korelasi dari data-data pada tabel 4.1. Grafik 4.1 Penyebaran data dan keofisien korelasi peta RMS 1 interval SB-2-SB-1
Ketebalan Target (feet)
RMS 1 200 150
y = 6.287x + 87.04 RΒ² = 0.019
100
rms 1
50
Linear (rms 1)
0 0
2
4 RMS
88
6
Grafik 4.2 Penyebaran data dan keofisien korelasi peta RMS 2 interval SB-2-SB-1
Ketebalan Target (feet)
RMS 2 200 150
y = 25.49x + 15.42 RΒ² = 0.771 rms 2
100 50
Linear (rms 2)
0 0
1
2
3
4
5
6
RMS
Grafik 4.3 Penyebaran data dan keofisien korelasi peta RMS 3 interval SB-2-SB-1
Ketebalan Target (feet)
RMS 3 200 150
y = -14.80x + 147.5 RΒ² = 0.284
100
rms 3 50
Linear (rms 3)
0 0
1
2
3
4
5
RMS
Berdasarkan grafik 4.1, 4.2, dan 4.3 terbukti bahwa peta atribut seimik RMS 2 memiliki penyebaran data dan nilai koefisien korelasi yang cukup bagus, yaitu dengan nilai R2=0,771 dengan rumus y = 25.49x + 15.42. Dengan demikian peta atribut seimik RMS 2 digunakan untuk melakukan analisis pola sedimentasi endapan syn-rift Blok Tanjung Jabal. Pada grafik 4.2 menunjukkan bahwa nilai ketebalan berbanding lurus dengan nilai RMS, artinya jika nilai ketebalan semakin tinggi maka nilai RMS juga semikin tinggi. Nilai koefisien korelasi yang cukup bagus dan nilai yang berbanding lurus pada peta atribut seimik RMS 2 dapat digunakan untuk menganalisis peta ketebalan SB2-SB1 berdasarkan rumus dari penyebaran data peta atribut seimik RMS 2, sehingga peta ketebalan SB 2-SB 1 inilah yang lebih akurat untuk menggambarkan pola sedimentasi endapan syn-rift Blok Tanjung Jabal.
89
Gambar 4.30 Peta Atribut Seismik RMS 2 dan Peta Ketebalan Interval SB2-SB1 Blok Tanjung Jabal.
90
Pembuatan peta ketebalan interval SB 2-SB 1 menggunakan rumus koefisien korelasi yaitu y = 25.49x + 15.42, dimana βyβ adalah peta ketebalan interval SB 2-SB 1 yang dicari dan nilai βxβ adalah peta atribut seismic RMS 2 (gambar 4.30). Sehingga di dapat peta baru berupa data ketebalan interval SB 2- SB 1 di Blok Tanjung Jabal. Pada gambar 4.30 peta atribut seismik RMS 2 telah di-overlay dengan peta isochrone interval syn-rift, sehingga menggambarkan geometri dari cekungan atau Blok Tanjung Jabal. Dalam melakukan interpretasi pola sedimentasi geometri dari suatu daerah sangatlah penting, karena geometri dapaat menggambarkan lingkungan pengendapan pada daerah tersebut. Peta atribut seismik RMS 2 memperlihatkan bahwa sepanjang cekungan yang terbentuk dari sesar SW-NE (Pola Jambi) menghasilkan nilai RMS yang tinggi, oleh karena itu memiliki ketebalan interval SB 2-SB 1 yang tinggi pula, dengan ketebalan sekitar 200 hingga 500 kaki. 4.2.3 Interpretasi Pola Sedimentasi Endapan Syn-Rift Setelah melakukan analsis peta atribut seismik RMS amplitude dan membuat peta ketebalan interval SB-2 β SB-1 kemudian interpretasi pola sedimentasi endapan synrift dapat dilakukan. Pada gambar 4.30 terlhat bahwa nilai RMS dan ketebalan interval SB-2βSB-1 yang tinggi, nilai RMS dan ketebalan interval SB-2βSB-1 yang tinggi ini mencirikan adanya proses sedimentasi yang berlangsung pada daerah tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa akumulasi sedimen terjadi pada daerah flexural margin atau cekungan yang dihasilkan akibat pensesaran. Menurut Leeder dan Gawthrope (1987) cekungan yang dihasilkan akibat gaya extensional (tarikan) menghasilkan cekungan yang dapat menampung sedimen, cekungan ini biasanya disebut flexural margin. Flexural margin berisi endapanendapan sedimen yang bersumber dari bagian sisi-sisi cekungan, sumber sedimen dari footwall menghasilkan endapan berbentuk alluvial fan dan sumber sedimen dari hanging wall berbentuk alluvial cones (gambar 4.31). Untuk mengetahui pola sedimentasi lebih detail lagi, dapat digunakan metode upscaling property log gamma ray. Metode ini merupakan metode yang terdapat pada softwere Petrel yang dapat memberikan gambaran peta penyebaran properti kurva log gamma ray dari sumur-sumur yang ada pada Blok Tanjung Jabal. 91
Dikarenakan letak sumur-sumur yang ada pada Blok Tanjung Jabal saling berdekatan dan tidak menyebar pada daerah penelitian, maka dalam melakukan penyebaran properti kurva log gamma ray menggunakan acuan peta atribut seismik RMS 2 atau peta ketebalan interval SB-2 β SB-1. Pada penelitian ini penulis menggunakan peta atribut seismik RMS 2 sebagai acuan dalam melakukan penyebaran properti kurva log gamma ray.
Gambar 4.31 Pola sedimentasi endapan syn-rift (Leeder dan Gawthorpe, 1987)
Contoh metode upscaling property log gamma ray dapat dilihat pada gambar 4.32, metode upscaling property log gamma ray memberikan gambaran penyebaran properti kurva log gamma ray dalam satu zona atau grid.
1 zona
Gambar 4.32 Contoh upscaling property log gamma ray (Schlumberger, 2007)
92
Gambar 4.33 Contoh upscaling property log gamma ray pada interval syn-rift pada sumur TJ-2, NWTJ-1, TJ-3.
Menurut I.N. Suta dan Xiaoguang (2005) cut off v-shale untuk Formasi Talangakar Bawah adalah 45%, sehingga pada metode upscaling property log gamma ray yang sudah
dilakukan
untuk
membedakan
antara
batupasir
dan
batulempung
menggunakan cut off v-shale sebesar 45%. Artinya nilai gamma ray yang di bawah dari 45% (<45%) dianalisis sebagai batupasir, dan nilai gamma ray di atas 45% (>45%) dianalisis sebagai batulempung. Pada gambar 4.33 terlihat warna kuning menggambarkan lapisan batupasir dan warna hijau menggambarkan lapisan batulempung. Setelah melakukan pemodelan 3D untuk horizon pre-rift, syn-rift, dan post-rift dalam bentuk kedalaman sebenarnya (depth structure) menggunakan software HRS dan Petrel, metode upscaling property log gamma ray dapat digambarkan dalam bentuk 3D. Metode upscaling property log gamma ray menggambarkan penyebaran batupasir yang dianalisis dari data log sumur, yang kemudian dapat menganalisis 93
pola sedimentasi endapan syn-rift yang terjadi di Blok Tanjung Jabal. Pola sedimentasi endapan syn-rift yang dianalisis hanya mencakup pola sedimentasi di daerah flexural margin (cekungan) yang dibentuk dari sesar-sesar yang membentuk cekungan (sesar SW-NE dan sesar N-S). Pemodelan 3D menggambarkan geometri cekungan syn-rift di Blok Tanjung Jabal. Geometri cekungan syn-rift digunakan untuk mencirikan pola pengendapan atau pola sedimentasi yang terjadi pada fase syn-rift. Pada pemodelan 3D, interpretasi pola sedimentasi seperti arah pengendapan, sumber sediment, lingkungan pengendapan dapat dianalisis berdasarkan bentuk atau geometri dari cekungannya (gambar 4.34).
Gambar 4.34 Model 3D interval syn-rift Blok Tanjung Jabal.
Berdasarkan analisis-analisis yang sudah dilakukan sebelumnya untuk menentukan pola sedimentasi endapan syn-rift dan berdasarkan bukti-bukti yang ada maka interpretasi pola sedimentasi Blok Tanjung Jabal harus berdasarkan data-data yang telah dianalisis, data-data menunjukkan bahwa pola sedimentasi endapan syn-rift yang terjadi pada saat diendapkan Formasi Lahat dan sebagian dari Formasi Talangakar Bawah yang mencirikan lingkungan pengendapan darat seperti sungai dan kipas alluvial. Sehingga dalam menginterpretasi pola sedimentasi endapan syn94
rift pada Blok Tanjung Jabal ini mengacu pada analisis-analisis tersebut. Oleh karena itu pola sedimentasi endapan syn-rift Blok Tanjung Jabal, Jambi dapat diinterpretasikan seperti gambar 4.35. Berdasarkan gambar 4.35 terlihat bahwa hasil analisis menggunakan metode upscaling property log gamma ray menunjukkan hasil yang sama dengan analisis pola sedimentasi menggunakan metode atribut seismik RMS amplitude. Hasil dari metode upscaling property log gamma ray menunjukkan bahwa penyebaran batupasir pada endapan syn-rift terjadi pada daerah-daerah yang memiliki ketebalan yang cukup besar bila dilihat dari hasil analisis atribut seismik. Dapat disimpulkan bahwa pola sedimentasi endapan syn-rift Blok Tanjung Jabal terjadi pada cekungan (flexural margin) akibat sesar SW-NE (Pola Jambi) membentuk endapan-endapan fluvial channel berupa sungai meander di sepanjang sesar SW-NE dan dipengaruhi juga oleh alluvial fan dari gawir-gawir sesar SW-NE (Pola Jambi) ini.
95
Gambar 4.35 Pola sedimentasi endapan syn-rift Blok Tanjung Jabal, Jambi.
96