48
Bab IV Rekomendasi
Pada bab ini akan dipaparkan jalannya tahap 3 penelitian (Gambar III.1), yaitu mengenai pembentukan rekomendasi bagi UKM untuk langkah implementasi selanjutnya. Sebagai dasar pemberian rekomendasi, dilakukan analisis lebih lanjut terhadap hasil yang diperoleh, baik dari focus group maupun dari analisis data hasil survei. Selain bersumber dari hasil yang diperoleh, analisis lanjutan juga memperhatikan hasil investigasi terbatas mengenai sosialisasi dan penggunaan elearning di UKM. IV.1. Analisis Lanjutan Seperti telah dibahas pada Bab III, hasil dari survei menunjukkan bahwa tingkat kesiapan dosen dan mahasiswa secara umum berada pada tingkat Tinggi. Walaupun demikian, apabila dibandingkan dengan hasil focus group pada Lampiran A, terdapat perbedaan. Berdasar hasil focus group, fakultas yang menggunakan LMS yang disediakan universitas hanyalah fakultas IT dan fakultas teknik. Sedangkan fakultas yang jelas-jelas menyatakan kesiapan untuk e-learning hanya berasal dari fakultas IT. Fakultas teknik belum secara bulat menyatakan kesediaannya menggunakan LMS universitas, bahkan sebagian lebih suka menaruh bahan kuliah di web pribadi dan mengkhawatirkan ketidakmampuan sistem dalam pengajaran yang menggunakan berbagai simbol elektronika. Secara umum, hal-hal tersebut menunjukkan tingkat kesiapan yang rendah.
Agar dapat menjelaskan lebih jauh mengenai fenomena ini, dilakukan penelusuran kembali terhadap hasil focus group. Jika diteliti lebih jauh, sebenarnya hasil focus group, terutama pada Tabel III.2, menunjukkan persepsi para anggota focus group mengenai suatu hal. Oleh karena itu, maka analisis lanjutan difokuskan pada domain persepsi.
Sesuai rancangan instrumen survei, pada domain persepsi terdapat dua pertanyaan terbuka, D1 dan D2. Item D1 menanyakan mengenai penghalang terbesar untuk
49
mendayagunakan e-learning. Sedangkan item D2 menanyakan mengenai hal yang sangat berpengaruh pada keberhasilan mendayagunakan e-learning.
Tidak ada reward 2% Koneksi Internet terbatas 4% Kebijakan blm jelas, blm diharuskan 5%
Tdk mau mengubah kebiasaan 1%
Rekan tidak pakai 1%
Penghalang Penggunaan LMS
Fasilitas kurang 19%
Fasilitas kurang Tidak menjawab Keterbatasan waktu
Kemampuan komputer 6%
Keluhan mhsw Blm ada sosialisasi/pelatihan LMS menyulitkan
MK ajar tidak efektif dg LMS 7% Tidak menjawab 14%
MK ajar tidak efektif dg LMS Kemampuan komputer Kebijakan belum jelas, blm diharuskan Koneksi Internet terbatas
LMS menyulitkan 8%
Tidak ada reward
Blm ada sosialisasi/pelatihan 10%
Keterbatasan waktu 13%
Tdk mau mengubah kebiasaan Rekan tidak pakai
Keluhan mhsw 10%
Gambar IV.1. Dosen-Penghalang Penggunaan E-Learning
Gambar IV.1 menampilkan hasil tanggapan responden dosen terhadap item D1, penghalang pendayagunaan e-learning. Di luar yang tidak memberikan tanggapan, beberapa faktor penghalang terbesar berturut-turut adalah kurangnya fasilitas yang disediakan (19 %), keterbatasan waktu (13 %), belum adanya sosialisasi/pelatihan (10 %), dan karena memperhatikan keluhan mahasiswa dalam menggunakan LMS (10 %). Di samping itu, masih terdapat faktor lain yaitu LMS yang ada dianggap menyulitkan, mata kuliah ajar dipandang tidak efektif jika menggunakan e-learning, kebijakan universitas yang belum jelas mengenai keharusan penggunaan e-learning, koneksi Internet yang terbatas, ketiadaan reward untuk pendayagunaan e-learning, tidak mau mengubah kebiasaan dari manual ke komputerisasi, dan karena rekan dosen lain tidak menggunakan elearning. Terkait dengan penghalang berupa kemampuan komputer yang kurang memadai, persentasenya berkisar 6%. Hal ini sejalan dengan hasil survei yang
50
menyatakan bahwa kompetensi teknis dosen yang berada pada tingkat rendah hanya sebesar 3,6 % (Gambar III.2).
Pendorong Pendayagunaan E-Learning Nilai tambah nyata penggunaan e‐learning 2% Skill teknologi 4% Kecepatan akses internet 5% Membudayakan e‐learning 6%
Reward 1%
Sosialisasi/pelatihan Sosialisasi/pelatihan 19%
Fasilitas LMS yang user friendly Kebijakan,aturan Tidak menjawab/tidak tahu Niat baik
Fasilitas 19% Niat baik 7%
Membudayakan e‐ learning Kecepatan akses internet Skill teknologi Nilai tambah nyata penggunaan e‐learning Reward
Tidak menjawab /tidak tahu 11%
Kebijakan,aturan 12%
LMS yang user friendly 14%
Gambar IV.2. Dosen-Pendorong Penggunaan E-Learning
Selanjutnya, mengenai hal-hal yang dipandang sebagai pendorong pendayagunaan e-learning oleh dosen, faktor-faktor terbesar yang didapat dari item D2 adalah sosialisasi
dan
pelatihan
(19
%),
tersedianya
fasilitas
(19
%),
diimplementasikannya LMS yang user friendly (14 %), dan adanya kebijakan maupun aturan universitas yang jelas mengenai keharusan penggunaan e-learning (12%). Di luar itu, masih terdapat faktor-faktor lain dengan persentase responden masing-masing kurang dari 10 persen, yaitu niat baik untuk melaksanakan elearning, e-learning harus membudaya di organisasi, akses Internet yang lebih cepat, keahlian teknologi, nilai tambah penggunaan e-learning yang nyata, dan imbalan atas dijalankannya e-learning oleh dosen.
51
Content LMS kurang bernilai 2% LMS tidak user friendly Waktu 2% 3% Pelatihan 3% Tidak tahu ada e‐learning 3% Tidak ada penghalang 4%
Kemampuan komputer Kebiasaan Penghalang Penggunaan E-Learning dosen 1% 1% Butuh tatap muka Kesehatan mata/badan 1% 1% Virus Fasilitas & dukungan dr 0% kampus Tidak menjawab Fasilitas & dukungan dr kampus Skill 27% Biaya Kecepatan & stabilitas akses Malas Tidak ada penghalang Tidak tahu ada e‐ learning Pelatihan
Malas 5%
Waktu LMS tidak user friendly Kecepatan & stabilitas akses 7%
Content LMS kurang bernilai Kebiasaan Tidak menjawab 26%
Biaya 7%
Kemampuan komputer dosen Butuh tatap muka Kesehatan mata/badan
Skill 8%
Virus
Gambar IV.3. Mahasiswa-Penghalang Penggunaan E-Learning
Pada sisi mahasiswa, faktor-faktor yang dipandang sebagai penghalang terbesar penggunaan e-learning lebih bervariasi, seperti dapat dilihat pada Gambar IV.3. Persentase terbesar adalah pada kurangnya fasilitas dan dukungan dari kampus (27%). Hal-hal yang masuk pada faktor ini adalah jumlah titik-titik hotspot yang kurang memadai, kurangnya jam bebas pada laboratorium komputer yang tersedia, jumlah komputer di laboratorium yang kurang memadai, dan tidak adanya fasilitas kepemilikan komputer atau laptop beserta koneksinya yang disediakan oleh kampus.
Di samping faktor tersebut, terdapat dua hal yang cukup menarik di sini. Sebagian responden menyatakan bahwa penghalang terbesar pendayagunaan e-learning adalah karena responden malas menggunakan. Sebagian responden lain menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada penghalang untuk mendayagunakan elearning. Sementara, mengacu pada Gambar III.3 mengenai tingkat kesiapan mahasiswa pada tiap domain, kesiapan mahasiswa pada domain kompetensi adalah tinggi (82,7%), demikian pula pada domain kesediaan mahasiswa,
52
memperlihatkan kesediaan Tinggi sebesar 81,5 % dan Rendah sebesar 1 % saja. Dari sini dapat disimpulkan bahwa sebagian responden sebenarnya menyadari bahwa kompetensi yang dimiliki cukup untuk mendayagunakan e-learning dan mereka bersedia untuk mengikuti pelatihan dan mendayagunakan e-learning, hanya saja terdapat faktor-faktor lain sehingga pada akhirnya responden menjadi malas memanfaatkan e-learning.
Teman memakai juga LMS yang user friendly 1% 2% Biaya akses murah Pendorong Penggunaan E-Learning Waktu Kemampuan dosen 1% Kondisi tubuh 2% Kecepatan & stabilitas 1% 0% akses Jika diwajibkan 2% 0% Tidak menjawab Content LMS yg uptodate Dukungan & lengkap kampus,fasilitas Nilai tambah dr e‐ 3% learning Tidak menjawab Pelatihan/ sosialisasi 37% Kemauan Skill 7%
Skill Content LMS yg uptodate & lengkap Kecepatan & stabilitas akses LMS yang user friendly
Kemauan 8%
Waktu Biaya akses murah
Pelatihan/ sosialisasi 8%
Teman memakai juga Kemampuan dosen Jika diwajibkan
Nilai tambah dr e‐learning 11%
Dukungan kampus,fasilitas 17%
Kondisi tubuh
Gambar IV.4. Mahasiswa-Pendorong Penggunaan E-Learning
Dalam hal pendorong terbesar penggunaan e-learning, sebanyak 37 % responden mahasiswa tidak menyatakan pendapatnya. Sedangkan persentase jawaban lain yang relatif tinggi adalah dalam hal tersedianya dukungan dari kampus beserta fasilitasnya (17%), serta nilai tambah dari e-learning yang bisa didapat mahasiswa (11 %).
Di luar hasil responden mengenai penghalang dan pendorong terbesar pendayagunaan e-learning, dilakukan investigasi terbatas mengenai sosialisasi dan pelatihan e-learning beserta penggunaannya. Investigasi dilakukan dengan
53
melakukan wawancara singkat pada pengelola LMS universitas dan melakukan observasi pada mahasiswa fakultas IT.
Temuan yang didapat adalah bahwa sosialisasi mengenai keberadaan e-learning disampaikan melalui surat ke masing-masing fakultas, disertai dengan panduan penggunaan LMS. Mengenai apakah surat tersebut diteruskan hingga ke masingmasing dosen, tidak diketahui. Jika fakta ini dihubungkan dengan hasil focus group pada Tabel III.2, yaitu bahwa sebagian wakil fakultas menyatakan tidak mengetahui adanya LMS, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar fakultas tidak meneruskan informasi ini hingga ke tingkat dosen. Mengenai pelatihan yang telah dilakukan, hingga saat ini telah dilakukan 2 kali pelatihan bagi dosen untuk melatih kompetensi teknis penggunaan LMS. Interval antara pelatihan pertama dan kedua adalah 1 semester. Dari dua pelatihan tersebut, tingkat pendaftar yang diharapkan sangat jauh dari yang diharapkan, sehingga untuk sementara diputuskan untuk belum menyelenggarakan pelatihan lagi. Bagi mahasiswa, sosialisasi resmi dari kampus belum pernah dilaksanakan, demikian pula pelatihan. Alasan dari pengelola LMS adalah, jika dosen sendiri yang melakukan sosialisasi langsung pada mahasiswanya dan mendorong pendayagunaan LMS, maka mahasiswa diharapkan menurut. Terkait dengan hal ini, hasil observasi menunjang pernyataan tersebut. Perilaku yang ditunjukkan mahasiswa yang diobservasi menunjukkan bahwa mahasiswa menggunakan LMS sesuai instruksi yang mereka terima dari dosen.
Berikutnya, dilakukan analisis faktor pada data hasil survei untuk masing-masing domain untuk melihat item-item yang dominan di dalam masing-masing domain, sehingga diharapkan rekomendasi dapat tersusun sesuai urutan prioritas. Untuk itu, pada tiap domain dilakukan ekstraksi untuk 1 faktor. Hasil yang sudah diurutkan sesuai nilai factor loading terdapat pada Tabel IV.1. Pada tabel tersebut, khusus untuk domain persepsi, karena nilai persentase kumulatif variannya masih di bawah 50 persen, maka ekstraksi dilakukan untuk menghasilkan 3 faktor. Nilai absolut dari matriks komponennya untuk tiap item kemudian dirata-rata. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran E-Analisis Data.
54
Tabel IV.1. Analisis Faktor Dalam Tiap Domain
Dosen
Mahasiswa
Kompetensi A8 0,884 A7 0,877 A9 0,875 A3 0,855 A6 0,821 A10 0,808 A4 0,802 A11 0,748 A15 0,748 A5 0,723 A2 0,722 A12 0,714 A14 0,659 A13 0,553 A1 0,522 A2 0,835 A3 0,815 A4 0,815 A5 0,778 A6 0,699 A1 0,655
Persepsi B1 0,457 B6 0,450 B5 0,439 B8 0,427 B14 0,416 B13 0,414 B2 0,412 B4 0,411 B3 0,404 B11 0,352 B12 0,351 B7 0,339 B10 0,335 B9 0,290 B15 0,262 B2 0,471 B1 0,455 B5 0,453 B6 0,448 B7 0,420 B4 0,399 B8 0,399 B3 0,370 B9 0,234
Kesediaan C3 0,942 C2 0,911 C1 0,896 C4 0,819
C1 C2
0,922 0,922
Jika dikaitkan dengan Tabel III.6 dan Tabel III.7 mengenai item-item survei, maka dalam hal kompetensi dosen, urutan faktor yang paling berkontribusi dalam domain ini adalah : 1. Kompresi/dekompresi file. 2. Mengkonversi ke pdf. 3. Menentukan ukuran file yang sesuai untuk halaman web. 4. Menaruh file di halaman web. 5. Terbiasa menggunakan dokumen berformat pdf. 6. Membagi file dalam ukuran lebih kecil dan menyatukan kembali. 7. Melakukan instalasi aplikasi. 8. Membuat file presentasi multimedia. 9. Mengikuti instruksi di layar komputer. 10. Melakukan manipulasi gambar sederhana.
55
11. Membuat mind map menggunakan aplikasi tertentu. 12. Terbiasa menggunakan search engine. 13. Membuat kuis online. 14. Bertindak sebagai moderator online. 15. Menggambarkan isi GBPP/SAP dengan mind map. Sedangkan pada mahasiswa, dalam hal kompetensi, urutan kontribusi tiap item adalah sebagai berikut : 1. Kemampuan menjelajah Internet. 2. Mengirim email dengan attachment. 3. Berdiskusi melalui Internet. 4. Mengunduh file. 5. Mengikuti instruksi di layar komputer. 6. Kemampuan dasar komputer. Pada domain Persepsi, urutan kontribusi tiap faktor untuk dosen adalah sebagai berikut : 1. Aplikasi e-learning mudah digunakan. 2. Universitas menyediakan fasilitas yang memadai. 3. Universitas menyediakan pelatihan yang memadai. 4. Aplikasi e-learning mudah digunakan mahasiswa. 5. Dorongan dari rekan atau atasan untuk menggunakan e-learning. 6. Ada dana yang diberikan untuk mendayagunakan e-learning. 7. Aplikasi dapat memperkaya pembelajaran. 8. Universitas menyediakan infrastruktur yang memadai. 9. Mahasiswa antusias menggunakan e-learning. 10. Rekan dosen lain antusias akan e-learning. 11. Sistem e-learning yang digunakan adalah blended learning. 12. Universitas memiliki kebijakan jelas untuk e-learning. 13. Beban kerja dalam menerapkan e-learning. 14. Kemampuan komputer sudah memadai. 15. Adanya dukungan teknis dari universitas. Sedangkan pada mahasiswa sebagai berikut : 1. Universitas menyediakan pelatihan memadai.
56
2. Universitas menyediakan infrastruktur yang memadai. 3. Mencari informasi di Internet menyenangkan. 4. Diskusi mata kuliah dengan dosen atau mahasiswa lain melalui Internet menyenangkan. 5. Dosen dapat menggunakan aplikasi e-learning. 6. Penggunaan komputer sulit. 7. Akan kesulitan jika mata kuliah menggunakan aplikasi e-learning. 8. E-learning mendukung pembelajaran. 9. Terdapat dukungan teknis dalam menggunakan aplikasi e-learning. Untuk domain Kesediaan, urutan kontribusi masing-masing faktor untuk dosen adalah : 1. Melakukan perbaikan terus-menerus. 2. Memberi waktu untuk mendayagunakan e-learning. 3. Mengikuti pelatihan. 4. Mendorong mahasiswa menggunakan e-learning. Sedangkan untuk mahasiswa, dalam hal Kesediaan, memiliki kontribusi yang sama yaitu untuk mengikuti pelatihan dan mendayagunakan e-learning untuk pembelajaran.
Atas terkumpulnya fakta-fakta seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maka sesuai dengan kondisi yang ada, perlu disusun rekomendasi bagi langkah selanjutnya. Untuk memudahkan penyusunan rekomendasi, seluruh fakta yang ada disajikan dalam temuan-temuan kunci atas kondisi kesiapan e-learning dosen dan mahasiswa sebagai berikut : 1. Secara umum, kompetensi teknis yang diperlukan mahasiswa dan dosen sudah siap untuk menggunakan LMS yang disediakan universitas. Dosen-dosen yang mayoritas berada pada kesiapan teknis sedang dan rendah berasal dari fakultas sastra, psikologi, dan kedokteran. Sedangkan jika dilihat dari sisi status kepegawaian dan tingkat pendidikan, dari seluruh status dan tingkat pendidikan yang ada mayoritas berada pada kompetensi tinggi. Pada mahasiswa, seluruh fakultas yang ada memiliki mahasiswa dengan mayoritas kompetensi tinggi.
57
2. Secara umum, mayoritas dosen dan mahasiswa yang diteliti memiliki kesediaan yang tinggi untuk mengikuti pelatihan dan mendayagunakan LMS yang disediakan universitas. 3. Secara keseluruhan, tingkat persepsi atas e-learning berada pada tingkat sedang. Hal ini diperkuat dengan berbagai faktor yang muncul (Gambar IV.1 dan Gambar IV.3) sebagai penghalang dijalankannya e-learning. 4. Terdapat perbedaan persepsi mengenai penggunaan e-learning. Sebagian menganggap bahwa e-learning dapat membantu memperkaya pengajaran, sebagian menganggap bahwa e-learning tidak dapat digunakan untuk mata kuliah tertentu terutama yang memerlukan banyak simbol dan mengajarkan mengenai seni. 5. Terdapat perbedaan persepsi pada saat dosen memandang kemampuan dan kemauan mahasiswa maupun sebaliknya. Sebagian dosen memandang mahasiswa kurang mampu dan mau menggunakan LMS. Sebaliknya, sebagian mahasiswa memandang dosennya kurang memiliki kemampuan untuk menggunakan LMS. 6. Informasi mengenai e-learning, baik keberadaannya, pelatihan, dan dukungan yang disediakan, tidak tersampaikan secara merata ke seluruh dosen dan mahasiswa.
IV.2. Usulan Rekomendasi Menurut Rivard dan kawan-kawan dalam bukunya Information Technology and Organizational Transformation (2004), agar dapat menggunakan teknologi secara efektif, para manajer perlu memahami secara menyeluruh hal-hal yang ingin mereka capai dengan teknologi. Banyak organisasi menemukan bahwa ‘isu-isu manusia’ seperti nilai-nilai, kultur, perilaku, dan politik, memainkan peranan yang besar dalam seberapa baik teknologi digunakan. Dengan demikian, manajer harus menyadari bahwa jika mereka ingin menggunakan teknologi secara efektif, isu-isu tadi harus dipandang sebagai bagian dari strategi yang lebih besar untuk mengubah bisnis. Manajer juga harus memastikan bahwa insentif, perilaku, dan kultur yang ada konsisten dengan hal yang ingin dicapai melalui teknologi. Khusus dalam hal perangkat lunak pembelajaran, Rivard dkk. juga mengingatkan
58
bahwa manajer harus memastikan terdapatnya antarmuka yang efektif sehingga sistem yang ada dapat bekerja bersama dan para pengguna dapat mengakses data untuk keperluannya masing-masing.
Berdasar pada teori di atas dan hasil analisis lanjutan, maka dibuat rekomendasi bagi langkah selanjutnya. Rekomendasi dibuat dalam 2 tingkatan, yaitu rekomendasi strategis dan rekomendasi operasional. IV.2.1. Rekomendasi Strategis Rekomendasi secara strategis yang disarankan adalah : 1. Perlu dipertimbangkan mengenai pembentukan komite untuk e-learning. Dari definisi e-learning yang digunakan, penerapan e-learning di UKM masih ada pada tahap awal, sehingga masih banyak hal yang harus dilakukan dan keputusan yang harus diambil terkait penyelenggaraan e-learning jika memang e-learning ingin diintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran. Komite dapat bekerja sama dengan BPPJM (Badan Perencanaan Pengendalian Jaminan Mutu) dan TLC (Teaching and Learning Center) agar seluruh inisiatif e-learning yang telah dan akan ada dapat diukur terhadap sasaran yang diinginkan dalam peningkatan pengajaran dan pembelajaran. Di luar itu, komite dapat berperan dalam mengawal jalannya implementasi strategi elearning sehingga pembentukan budaya e-learning dapat relatif lebih cepat diwujudkan. 2. Perlu dipertimbangkan dibentuknya kebijakan mengenai pendayagunaan elearning di universitas. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan dapat diturunkan aturan-aturan yang jelas mengenai pendayagunaan e-learning, termasuk di dalamnya aturan mengenai reward and punishment. Selain itu, dengan adanya kebijakan yang jelas mengenai e-learning, dapat dipastikan akan terdapat pemberian anggaran yang jelas bagi implementasi e-learning. 3. Perlu dilakukan tinjauan ulang terhadap arsitektur teknologi informasi universitas. Hal ini dilakukan untuk mengetahui secara pasti dengan cara apakah arsitektur teknologi yang ada akan mendukung kebutuhan e-learning. Sejauh mana infrastruktur yang ada perlu dikembangkan, sejauh mana fasilitas
59
berkoneksi disediakan, dan dalam bentuk apakah integrasi LMS dan sistem utama akan dilakukan. 4. Perlu adanya perbaikan sistem komunikasi universitas. Baik universitas memutuskan untuk mengembangkan e-learning lebih lanjut maupun tidak, perbaikan dalam hal ini sangat diperlukan. Tidak tersampaikannya informasi terkait e-learning menunjukkan adanya rantai komunikasi yang terputus. Untuk itu dapat dipertimbangkan agar pada saat mengkomunikasikan hal yang harus diketahui seluruh dosen maupun mahasiswa, tidak hanya digunakan surat dan papan pengumuman, tetapi mendayagunakan juga
channel
komunikasi lain yang tersedia di universitas. 5. Perlu dipertimbangkan adanya mekanisme yang mendukung continuous improvement untuk e-learning. Dengan adanya komite, kebijakan, aturan, dan ukuran yang jelas dalam penyelenggaraan e-learning, diharapkan dapat dikumpulkan data-data yang diperlukan secara periodik untuk mengetahui kondisi yang ada dan menjadi dasar bagi pengambilan keputusan selanjutnya bagi perbaikan pelaksanaan e-learning.
IV.2.2. Rekomendasi Operasional Selanjutnya, rekomendasi secara operasional yang disarankan adalah : 1. Dilakukan sosialisasi ulang secara menyeluruh pada dosen dan mahasiswa mengenai e-learning. Poin-poin utama yang perlu disampaikan adalah : 1. Informasi adanya LMS di universitas. 2. Kebijakan dan aturan pendayagunaan LMS. 3. Fasilitas dan dukungan yang disediakan universitas. Jika universitas mensyaratkan penggunaan LMS secara wajib bagi dosen luar biasa dan luar biasa khusus, berarti penyediaan fasilitas harus meliputi juga penyediaan tempat akses khusus bagi para dosen tersebut. 4. Nilai tambah pendayagunaan e-learning bagi pembelajaran, termasuk bagi mata kuliah dengan banyak simbol maupun mata kuliah seni. Secara singkat, cara pendayagunaan LMS yang disarankan bagi tiap fakultas terdapat pada Tabel IV.2.
60
5. Hasil assessment terakhir mengenai kondisi kesiapan dosen dan mahasiswa. Hal ini untuk meningkatkan kepercayaan dosen dan mahasiswa dalam hal kemampuan melaksanakan e-learning, juga untuk menghindari terjadinya ketidakpercayaan dosen pada mahasiswa maupun sebaliknya, dalam mendayagunakan e-learning. 6. Jadwal-jadwal pelatihan yang tersedia.
Tabel IV.2. Rekomendasi Cara Pendayagunaan LMS Tiap Fakultas Fakultas Kedokteran, Teknik, Psikologi, Sastra, Ekonomi, Seni Rupa dan Disain, Teknologi Informasi
Kedokteran, Psikologi
Sastra
Seni Rupa dan Disain
Teknik, Teknologi Informasi
Cara Pendayagunaan Penempatan materi kuliah berupa teks, gambar, suara, dan video. Diskusi menggunakan fasilitas chat. Pemberian tugas dan kuis. Pemberian referensi dan links yang mendukung pembelajaran Sebagai contoh, dapat diberikan gambar atau video mengenai faal tubuh Sebagai contoh, dapat diberikan gambar atau video mengenai hurufhuruf Cina atau Jepang Video singkat atau link atas video tertentu untuk dianalisis mahasiswa dari sisi kesusastraannya. Sebagai contoh, dapat diberikan berbagai gambar yang mendukung materi kuliah, video atau links mengenai berbagai teknik yang digunakan untuk menghasilkan karya seni. Sebagai contoh, dapat diberikan gambar atau video mengenai cara kerja suatu komponen.
2. Diadakan pelatihan-pelatihan penggunaan LMS bagi dosen dan mahasiswa dengan jadwal-jadwal yang dapat dipilih dan telah direncanakan dengan baik. Untuk menghindari perbedaan kemampuan yang terlalu besar antar peserta pelatihan, pelatihan dapat dibuat dalam beberapa tingkatan, misalnya tingkat dasar dan mahir, dan dilakukan per fakultas. 3. Dibuat user group untuk dosen dan mahasiswa sehingga antar pengguna dapat saling berbagi tips dan saling membantu dalam mendayagunakan e-learning.
61
Hal ini juga sekaligus digunakan untuk menurunkan dampak isu bahwa LMS universitas kurang user friendly yang membawa persepsi bahwa LMS universitas sulit digunakan. 4. Dibentuk tim pendukung teknis di tiap fakultas yang dapat dihubungi dengan mudah baik oleh dosen maupun mahasiswa. 5. Diadakan program penyediaan laptop dan koneksi Internet dengan skema pembiayaan menarik bagi dosen dan mahasiswa. Hal ini untuk mengurangi dampak isu kurangnya fasilitas dan biaya koneksi yang mahal. 6. Jika aturan mengenai reward and punishment dalam penggunaan e-learning telah jelas, keharusan penggunaan e-learning dapat dimasukkan sebagai target kinerja dosen. Waktu untuk mendayagunakan e-learning juga harus diperhitungkan dalam jam kerja dosen.