60
BAB IV PERUSAHAAN DODOL PUSAKA DESA SUCI KALER KECAMATAN KARANGPAWITAN KABUPATEN GARUT TAHUN 1985-1998
Bab ini merupakan uraian analisis dari hasil penelitian di Desa Suci Kaler Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut terhadap perusahaan Dodol Pusaka pada tahun kajian 1985-1998. Uraian dalam bab ini terdiri dari beberapa sub judul yaitu: 1) gambaran umum Desa Suci kaler, Kecamatan Karangpawitan serta Kabupaten Garut, 2) latar belakang berdirinya perusahaan Dodol Pusaka, 3) manajemen perusahaan Dodol Pusaka di daerah Suci Kaler Kecamatan Karangpawitan Garut, 4) ketertarikan masyarakat Karangpawitan menjadi pekerja perusahaan Dodol Pusaka, dan 5) dampak keberadaan perusahaan Dodol Pusaka terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat Desa Suci Kaler, Kecamatan Karangpawitan Garut. Semua pembahasan yang akan dikaji tersebut berisi mengenai seluruh informasi dan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Kemudian setiap sub judul dipaparkan dalam bentuk uraian deskriptif yang ditujukan agar semua keterangan yang diperoleh dari bab ini dapat dijelaskan secara rinci dan menyeluruh. Pembahasan pertama akan memaparkan mengenai gambaran umum Kecamatan Karangpawitan meliputi keadaan geografis dan demografis kecamatan tersebut. Uraian mengenai keadaan geografis mengemukakan mengenai letak geografis, batas wilayah, luas wilayah, serta hal-hal lainnya yang termasuk dalam kondisi geografis Kecamatan Karangpawitan. Uraian mengenai keadaan
61
demografis memaparkan mengenai masalah jumlah penduduk, keadaan penduduk, mata pencaharian, aspek pendidikan dan lainnya. Peneliti mengkaji mengenai gambaran umum Kecamatan Karangpawitan untuk memberikan gambaran mengenai kondisi masyarakat yang tentunya memberi pengaruh terhadap perkembangan perusahaan Dodol Pusaka ini. Pemaparan selanjutnya mengenai latar belakang berdirinya perusahaan Dodol Pusaka di wilayah Suci kaler Kecamatan Karangpawitan. Pembahasan kedua yaitu mengenai manajemen perusahaan Dodol Pusaka pada tahun 19851998 dilihat dari segi pendapatan yang dijabarkan dalam faktor permodalan, proses produksi dan pemasaran, serta kemajuan-kemajuan lain yang terjadi pada periode 1985-1998. Kemudian faktor pendorong ketertarikan masyarakat Karangpawitan menjadi pekerja perusahaan Dodol Pusaka yang dilihat dari jumlah tenaga kerja, pendapatan tenaga kerja dan aspek lainnya. Pada pembahasan terakhir akan diuraikan mengenai dampak keberadaan perusahaan dodol ini terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat Karangpawitan pada tahun 1985-1998. Bab ini juga berisi mengenai seluruh jawaban-jawaban atas rumusan masalah yang telah dibuat.
Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Karangpawitan Kondisi Geografis dan Administrasi Pembahasan mengenai keadaan geografis Kecamatan Karangpawitan dikembangkan untuk mengetahui kaitan antara kondisi geografi dengan keberadaan perusahaan Dodol Pusaka serta dampaknya terhadap kondisi sosial
62
ekonomi masyarakat Kecamatan Karangpawitan. Sebelum membahas mengenai kondisi Kecamatan Karangpawitan khususnya Desa Suci Kaler, peneliti terlebih dahulu mengemukakan tentang letak administratif Kabupaten Garut pada tahun 1985-1998. Untuk lebih jelasnya mengenai Kabupaten Garut dapat dilihat pada peta berikut: Gambar 4.1 Kab. Sumedang .Limbangan Selaawi Malangbong
Kadungora
Cibatu
L. Goong
Leles
Sukawening
Kab. Bandung Banyuresmi
Wanaraja
Tarogong Samarang
Kr.Pawitan
Garut Kota Cisurupan Bayong bong
Talegong
Cilawu
Kab. Tasikmalaya
Cikajang
Kab. Cianjur
Banjarwangi
Cisewu
Pakenjeng Singajaya
Bungbulang Cikelet
Cisompet
Pameung peuk
Cibalong
Samudera Indonesia
---------- Batas Kecamatan Batas Kabupaten Jalan Utama Peta Kabupaten Garut Sumber: Diolah dari Kantor BAPPEDA Kabupaten Garut. 1986: Tanpa halaman. Ket:
IbuKotaKabupaten
63
Kabupaten Daerah Tingkat II Garut secara administratif termasuk dalam lingkungan Daerah Tingkat I Jawa Barat dengan luas ± 306.519 km² dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Sumedang sebelah utara sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia. Sebelah barat Kabupaten Garut berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur serta berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya di sebelah timur. Kabupaten Garut secara geografis berada diantara garis median 107°46´- 107°6´ Bujur Timur dan 5°50´-1°20´ Lintang Selatan. Pada kurun waktu tersebut Kabupaten Garut terdiri dari 28 kecamatan, salah satunya adalah Kecamatan Karangpawitan. Sebagian besar wilayah Garut merupakan dataran yaitu 60%, daerah perbukitan sebesar 10% dan 30% merupakan pegunungan. Wilayah Garut memiliki curah hujan yang cukup tinggi sehingga hampir semua dataran yang ada diusahakan menjadi lahan pertanian. Wilayah-wilayah terpadat di Kabupaten Garut berada di sebelah utara atau yang berada di pusat kota (Pemerintah Kabupaten Garut, 1985: 5). Kecamatan Karangpawitan adalah salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Garut dengan jarak 9 Km dari ibukota kabupaten. Wilayah Kecamatan Karangpawitan adalah 6.466,15 Ha, yang terdiri dari tanah sawah seluas 1.964 Ha, tanah kering seluas 2.828 Ha, tanah basah seluas 66,15 Ha, tanah hutan seluas 1.504 Ha dan tanah fasilitas keperluan umum seluas 104 Ha. Bentuk wilayah Kecamatan Karangpawitan datar sampai berombak sebesar 49%, berombak sampai berbukit sebesar 29% dan berbukit sampai bergunung 25% dengan ketinggian rata-rata 721 meter dari permukaan laut dan suhu rata-rata antara 20° C
64
s/d 27° C. Kecamatan Karangpawitan memiliki curah hujan yang cukup tinggi yaitu 10.985 mm/thn. Batas wilayah Kecamatan Karangpawitan adalah sebelah Utara dengan Kecamatan Banyuresmi, sebelah Timur dengan Kecamatan Wanaraja, sebelah Selatan dengan Kabupaten Tasikmalaya, dan sebelah Barat dengan Kecamatan Garut Kota. Kecamatan Karangpawitan secara administratif terdiri dari 20 Desa/Kelurahan (16 desa, 4 kelurahan) yang terbagi ke dalam 69 dusun. Hal ini sesuai dengan data yang terdapat pada tabel berikut ini : Tabel 4.1 Jumlah RW/RT Kecamatan Karangpawitan tahun 1988-1998 Tahun 1988 1992 1994 1996 1997 1998
Desa 20 20 20 20 20 20
RK/RW 152 156 172 160 160 174
RT 469 481 467 480 480 516
Sumber: Kantor Statistik Kabupaten Garut (Garut Dalam Angka Tahun 19851998). Data dalam tabel di atas mengenai jumlah RW/RT Kecamatan Karangpawitan pada kurun waktu 1988-1998. Data disajikan tidak berurutan berdasarkan tahun kajian dikarenakan keterbatasan sumber. Untuk lebih jelasnya mengenai wilayah Karangpawitan dapat dilihat pada peta di bawah ini:
65
Gambar 4.2
Peta Kecamatan Karangpawitan Sumber: Diolah dari Peta Wilayah Kecamatan Karangpawitan. 2006: Tanpa halaman. Di Kecamatan Karangpawitan ini terdapat salah satu desa yang merupakan sentra industri Dodol Garut yaitu Desa Suci Kaler. Luas wilayahnya adalah 146 Ha. Desa Suci Kaler sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Kota Wetan, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Suci dan Lebak Jaya, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Kota Wetan, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Karang Mulya dan Lengkong Jaya. Desa ini pun memiliki ketinggian tanah dari permukaan laut 750 meter dengan jarak dari pusat pemerintahan kecamatan sejauh 2 km. Berkaitan dengan tema dalam penelitian ini, maka pembahasan selanjutnya akan difokuskan pada perkembangan perusahaan Dodol Pusaka yang ada di Kecamatan Karangpawitan, tepatnya di Desa Suci Kaler. Daerah ini dikenal sebagai sentra industri dodol Garut yang merupakan salah satu mata pencaharian
66
atau sumber ekonomi yang diandalkan oleh masyarakat sekitar dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
4.1.2 . Kondisi Demografis Kecamatan Karangpawitan Keadaan demografis merupakan salah satu faktor yang cukup penting dalam perkembangan suatu wilayah selain kondisi geografis. Penduduk dalam jumlah yang besar dapat menjadi sumber penggerak suatu perubahan, akan tetapi dapat pula menjadi masalah dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan. Kemunculan industri dodol Garut, salah satunya perusahaan Dodol Pusaka sedikit banyaknya telah membantu dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduk sekitar. Pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor jumlah dan kwalitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Suatu daerah dengan kwalitas sumber daya manusia yang memadai akan mengalami kemajuan yang cepat dan begitu juga sebaliknya. Pendapat ini didasarkan pada anggapan bahwa masyarakat dengan segala kemampuannya merupakan pelaksana pembangunan di daerahnya. Pada tabel berikut ini akan diuraikan mengenai jumlah penduduk Kecamatan Karangpawitan pada kurun waktu 1986-1998 :
67
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Karangpawitan tahun 1986-1998 Tahun 1986 1988 1992 1994 1996 1997 1998
Laki-laki 32.070 32.205 34.934 34.850 38.831 42.222 42.334
Perempuan 34.862 34.971 37.769 37.998 42.037 43.039 43.141
Jumlah 66.932 67.176 72.703 72.848 80.868 85.261 85.475
Sumber: Badan Statistik Kabupaten Garut (Garut Dalam Angka Tahun 19861998). Data pada tabel tersebut disajikan tidak berurutan berdasarkan tahun kajian dikarenakan keterbatasan sumber, namun melihat data penduduk pada tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Karangpawitan mengalami peningkatan untuk setiap tahunnya. Jumlah penduduk Karangpawitan yang tercantum dalam tabel tersebut merupakan jumlah secara keseluruhan penduduk produktif dan tidak produktif. Penduduk produktif dapat dijadikan sebagai sumber tenaga kerja yang dapat dijadikan sebagai modal sumber daya manusia dalam proses pembangunan daerah Karangpawitan. Akan tetapi, permasalahan yang kemudian muncul adalah apakah dengan adanya peningkatan jumlah penduduk tersebut dapat memberikan perubahan terhadap kehidupan masyarakat Karangpawitan untuk lebih maju dan sejahtera dilihat dari berbagai aspek khususnya sosial dan ekonomi. Perkembangan suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh jumlah penduduk saja, akan tetapi oleh berbagai aspek seperti pendidikan dan mata pencaharian yang ada. Tingkat pendidikan di suatu daerah sangat berpengaruh terhadap perkembangan daerah tersebut. Artinya kwalitas sumber daya manusia sangat
68
berperan penting dalam menciptakan kemajuan dan kesejahteraan suatu daerah. Oleh karena itu, pemerintah Kabupaten Garut berupaya meningkatkan pendidikan masyarakat dengan membangun sekolah-sekolah secara bertahap, seperti pembangunan SD, SMP dan SMA yang secara langsung dapat berpengaruh terhadap tingkat intelektualitas SDM masyarakat setempat. Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia, yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi, sejalan dengan perubahan kehidupan itu sendiri. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan, pada semua aspek perlu terus menerus dilakukan. Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan dimasa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga peserta didik mampu menghadapi dan memecahkan permasalahan kehidupan yang dihadapinya (Ismail: 2003). Kabupaten Garut merupakan kabupaten yang memiliki perhatian cukup tinggi dalam usaha peningkatan mutu pendidikan. Usaha tersebut dapat dilihat dari adanya peningkatan dalam pembangunan sarana dan prasarana pendidikan. Pada tabel berikut diperoleh data mengenai jumlah sekolah di Kabupaten Garut dari tahun 1986-1998. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini :
69
Tabel 4.3 Jumlah Sekolah di Kabupaten Garut Periode 1986-1998
Tahun
SD
SMP
SMA
Sekolah Murid Sekolah Murid Sekolah Murid 1986 1.510 273.621 65 13.214 21 4.889 1987 1.510 265.937 68 12.598 20 4.734 1988 1.530 265.687 94 39.406 42 13.392 1990 1.522 226.048 108 29.348 52 14.353 1991 1.524 264.412 101 28.341 51 14.786 1992 1.538 258.778 100 11.201 52 14.833 1993 1.531 263.173 101 33.218 46 14.020 1994 1.562 256.661 102 38.416 46 15.233 1996 1.563 256.703 102 51.838 41 17.455 1997 1.565 257.282 103 54.037 40 18.371 1998 1.568 261.212 110 56.047 39 7.112 Sumber: Kantor Statistik Kabupaten Garut. (Garut Dalam Angka Tahun 19861998). Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada kurun waktu 19861998 sebagian besar masyarakat Kabupaten Garut sudah mampu mengenyam pendidikan minimal sampai jenjang pendidikan sekolah dasar. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya lembaga pendidikan yang didirikan pemerintah terutama sekolah-sekolah untuk tingkat pendidikan dasar. Untuk tingkat SMP atau SMA jumlah siswa sangat kecil apabila dibandingkan dengan jumlah siswa SD. Hal ini dikarenakan jumlah murid yang melanjutkan sekolah dari tingkat SD ke SMP atau dari SMP ke SMA sangatlah sedikit, sehingga pemerintah mengambil tindakan untuk melakukan merger sebagai upaya efesiensi biaya operasional sekolah. Tentu saja upaya ini dilakukan karena jumlah murid yang sedikit dan juga jumlah guru yang ada di Kabupaten Garut pada waktu itu masih terbatas.
70
Berdasarkan pemaparan di atas, maka persentase setiap tahun rata-rata siswa SD yang melanjutkan ke SMP di Kabupaten Garut adalah 12,9% dan ratarata siswa yang melanjutkan pendidikan dari SMP ke SMA adalah 37,9%. Persentase tersebut menunjukkan bahwa jumlah siswa dari setiap jenjang pendidikan yang melanjutkan ke jenjang lebih tinggi tidak mencapai 50%. Kondisi ini pun hampir sama terjadi di daerah Karangpawitan yaitu jumlah siswa masyarakat Karangpawitan yang mengenyam pendidikan dari sekolah dasar sampai sekolah lanjutan atas, setiap tahunnya mengalami naik turun. Berikut adalah jumlah siswa di Karangpawitan pada kurun waktu 1988-1998: Tabel 4.4 Jumlah Sekolah di Kecamatan Karangpawitan Periode 1988-1998
Tahun
SD
SMP
SMA
Sekolah Murid Sekolah Murid Sekolah Murid 1988 60 10.960 3 1.335 1 36 1990 63 10.552 3 1.545 1 113 1996 63 10.501 3 2.118 1 98 1997 65 10.935 4 1.750 1 103 1998 66 11.027 4 1.717 1 247 Sumber: Kantor Statistik Kabupaten Garut. (Garut Dalam Angka Tahun 19881998). Pada tabel jumlah sekolah pada Kecamatan Karangpawitan di atas menunjukkan bahwa adanya perbedaan jumlah siswa pada jenjang pendidikan tingkat dasar sampai tingkat atas. Hal tersebut menunjukkan adanya dinamika masyarakat yang terjadi dalam berbagai aspek. Perubahan dalam aspek ekonomi turut mempengaruhi besar kecilnya jumlah siswa setiap tahun. Berdasarkan tabel tersebut pula, dapat dipahami bahwa minat masyarakat untuk mengenyam pendidikan sekolah dasar lebih besar daripada ke jenjang sekolah menengah dan
71
atas. Apabila dipersentasikan setiap tahun rata-rata siswa SD yang melanjutkan ke SMP di Kecamatan Karangpawitan adalah 15,7% dan rata-rata siswa yang melanjutkan pendidikan dari SMP ke SMA adalah 7,05%. Persentase tersebut menunjukkan bahwa minat siswa SD untuk melanjutkan ke SMP lebih tinggi dibandingkan dari SMP ke SMA. Jumlah siswa yang mengalami penurunan dari sekolah dasar ke jenjang pendidikan yang lebih dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah cara pandang masyarakat dan faktor ekonomi. Mereka beranggapan bahwa pendidikan tinggi tidak dapat menjamin seseorang mendapat pekerjaan yang layak. Bahkan lebih miris lagi apabila menyimak anggapan bahwa daripada menghabiskan biaya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang tinggi lebih baik mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Di samping itu faktor ekonomi atau tingkat kesejahteraan keluarga yang rendah juga menjadi salah satu faktor bagi keberlangsungan pendidikan masyarakat Karangpawitan. Para orang tua hanya mampu menyekolahkan anakanak mereka sampai SD. Hanya sedikit dari mereka yang mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu bagi masyarakat setempat dapat membaca dan menghitung dirasakan sudah cukup untuk bekal mendapatkan pekerjaan atau membantu orang tuanya meringankan beban ekonomi keluarga. Jenjang pendidikan yang ditempuh oleh mayoritas penduduk Kecamatan Karangpawitan sangat mempengaruhi kesempatan kerja yang akan dimasuki mereka. Mengingat jenjang pendidikan yang banyak ditempuh oleh masyarakat adalah sebatas SD, maka kesempatan kerja pun terbatas pada pekerjaan yang tidak
72
memerlukan kualifikasi tingkat pendidikan yang khusus. Sehingga mereka pun banyak yang bekerja sebagai tenaga kerja di industri kecil yang berbasis rumah tangga seperti industri dodol Garut yang tidak memerlukan kualifikasi pendidikan tertentu ataupun persyaratan khusus. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Badan Pusat Statistik (1998 : 1), bahwa usaha kecil dan usaha rumah tangga yang terdapat disemua sektor ekonomi merupakan usaha yang banyak memberikan lapangan usaha tanpa harus mempunyai jenjang pendidikan maupun keahlian khusus. Kebutuhan akan penyediaan lapangan pekerjaan adalah faktor utama yang harus lebih diperhatikan. Hal ini yang kemudian menjadi salah satu faktor dari munculnya industri rumah tangga pengolahan makanan yaitu dodol Garut di samping motivasi-motivasi lainnya. Pada tabel berikut terdapat data mengenai jumlah industri dodol Garut yang mampu menyerap tenaga kerja pada masyarakat di Kabupaten Garut, sebagai berikut: Tabel 4.5 Jumlah Data Potensi Industri Dodol di Kabupaten Garut Tahun 1988-2003 Jumlah Industri Jumlah Tenaga kerja Dodol Garut 1988 31 699 1992 46 782 1994 53 916 1996 57 951 1997 63 10.86 2000 70 1.261 2003 83 2.439 Ket : Data tahun 1985-1987, 1989-1991, 1993, 1995 dan 1998 tidak ada. Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut. (Garut Dalam Angka Tahun 1988-2000) dan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kab. Garut tahun 2003. Tahun
73
Berdasarkan data di atas dapat terlihat bahwa dari tahun ke tahun jumlah industri dodol Garut mengalami kenaikan, hal ini didukung pula dengan kenaikan jumlah tenaga kerja yang tertarik untuk bekerja di industri dodol tersebut. Kenaikan tersebut dikarenakan adanya perkembangan pemasaran dalam industri dodol tersebut yang semakin meluas ke berbagai daerah, bukan hanya dalam kota tapi sudah keluar kota, bahkan ke luar negeri. Data mengenai matapencaharian masyarakat Karangpawitan pada kurun waktu 1985-1998 tidak ditemukan, sehingga peneliti menggunakan data potensi Kecamatan Karangpawitan pada tahun 2006. Berdasarkan data tersebut terdapat beberapa jenis mata pencaharian pada masyarakat Karangpawitan diantaranya adalah: petani, pengusaha sedang/besar, pengrajin/industri kecil, buruh industri, buruh bangunan, pedagang, pengangkutan, pekerja negeri sipil, ABRI, pensiunan pekerja negeri/ABRI) dan peternak. Di
Kecamatan
Karangpawitan
mayoritas
penduduknya
bermata
pencaharian sebagai petani dengan jumlah sebanyak 43.790 orang. Para Petani tersebut dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu petani pemilik tanah sebanyak 21.625 orang, petani penggarap tanah sebanyak 5.598 orang dan buruh tani sebanyak 16.567 orang. Petani pemilik tanah merupakan petani yang memiliki tanah untuk dijadikan lahan pertanian. Biasanya petani pemilik tanah, mempunyai buruh tani untuk menggarapnya. Petani penggarap tanah yaitu petani yang tidak memiliki tanah pertanian. Biasanya ia menyewa tanah pertanian dari petani pemilik tanah untuk digarapnya sendiri. Kemudian untuk buruh tani adalah petani yang bekerja pada petani
74
pemilik tanah dan ia mendapatkan upah atas pekerjaannya tersebut. Para petani tersebut tersebar di daerah Cicurug, Kiarakoneng, Sukatani, Rawa, Pasir Uncal dan Citeras. Penduduk yang bermatapencaharian sebagai pedagang sebanyak 1.957 orang. Para pedagang tersebut tersebar sekitar Suci Kaler, Ciparay, Cihuni, Cimurah dan Suci Kidul. Di daerah Suci Kaler kebanyakan pedagang menjual produk dodol, minuman dan aneka snack. Di daerah Ciparay, terdapat pedagang grosir gula serta pedagang dodol. Pedagang yang menjual tahu berlokasi di daerah Suci Kidul. Untuk daerah Cimurah terdapat pedagang bahan bangunan atau material. Kemudian di daerah Cihuni, banyak yang berdagang opak dan kolontong. Masyarakat Karangpawitan yang bermatapencaharian sebagai peternak sebanyak 2.749 orang. Para peternak tersebut dikelompokkan berdasarkan jenis hewan ternaknya. Peternak sapi perah sebanyak 311 orang dengan hewan ternaknya sekitar 447 ekor, peternak sapi biasa sebanyak 19 orang dengan hewan ternaknya sekitar 30 ekor, peternak kerbau sebanyak 78 orang dengan hewan ternaknya sekitar 96 ekor. Terdapat 56 orang peternak kambing dengan hewan ternaknya sebanyak 219 ekor, peternak domba sebanyak 978 orang dengan hewan ternaknya sekitar 5.728, peternak kuda sebanyak 59 orang dengan hewan ternaknya sekitar 71 ekor. Peternak ayam sebanyak 1.172 orang dengan hewan ternak sekitar 35.317 ekor, peternak itik sebanyak 76 orang dengan hewan peliharaannnya sekitar 569 ekor.
75
Para peternak tersebut tersebar di daerah Paledang, Wates, Cicurug, Kiarakoneng dan Ciparay Kudang. Mata pencaharian sebagai pengusaha sebanyak 911 orang dengan tenaga kerja industri sebanyak 765 orang. Para pengusaha tersebut terdiri atas kelompok pengusaha industri besar dan menengah sebanyak 399 orang dan pada industri kecil sebanyak 512 orang yang didalamnya terdapat pengusaha dodol. Para pengusaha industri ini tersebar di daerah Suci Kaler, Paledang, Ciparay, dan Suci Kidul. Matapencaharian sebagai pengakutan sebanyak 798 orang. Diantaranya ada yang menarik ojeg, angkutan umum, becak dan andong. Selain itu ada juga yang bermata pencaharian sebagai buruh bangunan sebanyak 441 orang, pekerja negeri sipil (PNS) sebanyak 1.383 orang, ABRI sebanyak 173 orang dan pensiunan (PNS/ABRI) sebanyak 689 orang (Kantor Kecamatan Karangpawitan, 2006: 25-26). Berdasarkan pemaparan data tersebut memberikan pemahaman kepada peneliti bahwa kehidupan masyarakat Karangpawitan tidak dapat dilepaskan dari kegiatan ekonomi seperti mereka yang bekerja pada industri dodol Garut yang cenderung memiliki pandangan terhadap aspek materi yang dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan hidup.
76
4.2. Latar Belakang Berdirinya Perusahaan Dodol Pusaka Pada sub bab ini dipaparkan mengenai hasil analisis terhadap pertanyaan penelitian mengenai bagaimanakah latar belakang berdirinya perusahaan Dodol Pusaka yang terletak di Desa Suci kaler, Kecamatan Karangpawitan. Ibu Hj. Nunung merupakan orang yang dianggap sebagai salah satu perintis berdirinya industri dodol di daerah Suci Kaler, Kecamatan Karangpawitan melalui perusahaannya yaitu Pusaka. Alasan dijadikannya Ibu Hj Nunung dijadikan sebagai salah satu narasumber dalam penelitian ini dikarenakan beliau adalah pendiri perusahaan Dodol Pusaka. Pada awalnya Ibu Hj. Nunung mempunyai usaha sebagai pedagang kupat tahu, sedangkan suaminya Bapak. Alm. H. Engka Sudjana berprofesi sebagai penarik andong. Untuk memulai membuka warung kupat tahu ini Ibu Hj. Nunung pada dini hari harus sudah mempersiapkan dan mengolah bahan-bahan kupat tahu tersebut. Semuanya beliau siapkan seorang diri, sedangkan suaminya pagi hari harus sudah mempersiapkankan perlengkapan untuk menarik andong. Mengelola usaha warung kupat tahu menurut Ibu Hj. Nunung mempunyai keuntungan yang cukup dan dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Itu pun ditambah dengan penghasilan dari suaminya. Dalam benaknya, Ibu Hj. Nunung ingin membuka satu usaha lagi yang dapat memperoleh keuntungan banyak, sehingga dapat menyisihkan uang dari keuntungan tersebut untuk meningkatkan taraf hidup keluarganya sendiri.
77
Pada saat itu usaha yang terbersit adalah usaha memproduksi dodol. Hal ini dikarenakan di daerah Suci Kaler belum ada yang membuka usaha dodol dan menurut Ibu Hj. Nunung sendiri mengatakan bahwa hampir sebagian masyarakat Garut menyukai jenis panganan ini, termasuk beliau sendiri. Keahlian membuat dodol diperoleh dari temannya yang bernama Ibu Pupu. Setelah Ibu Hj. Nunung mantap dengan dodol hasil buatannya, maka beliau pun memulai membuka usaha dodol ini sebagai usaha sampingan selain usaha kupat tahu. Keinginan Ibu Hj. Nunung untuk memulai usaha dodol ini semakin terdorong oleh keberadaan beras ketan yang cukup di daerah Garut. Sehingga akhirnya sekitar tahun 1960-an beliau mulai membuat dodol angleng sebagai produk pertamanya (Wawancara dengan Ibu Hj. Nunung pada tanggal 10 September 2008 dan menurut majalah Sunda Midang yang ditulis oleh Andian, 2006 : 32). Dodol angleng merupakan makanan yang terbuat dari tepung ketan, gula merah dan kelapa parut. Dodol tersebut dibuat sendiri melalui kompor dan wajan ukuran besar. Pada saat itu, Ibu Hj. Nunung belum mempunyai tenaga kerja, hanya ia dan suaminya yang mengelola serta menjualnya sendiri. Pembagian kerja diantara keduanya, yaitu: Ibu Hj. Nunung yang membuat dodol dan membungkusnya, sedangkan Bapak Alm. H. Engka Sudjana yang membeli bahan baku dodol di pasar tradisional dengan ditarik oleh andongnya. Pada akhir tahun 1968-an, Ibu Hj. Nunung mulai memiliki tenaga kerja sebanyak empat orang yaitu Ibu Iyah, Ibu Tirah, Ibu Inoh dan Bapak Tarmedi. Berdasarkan jumlah tenaga kerja tersebut, maka perusahaan Dodol Pusaka termasuk ke dalam industri rumah
78
tangga dengan klasifikasi menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai berikut: (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang; (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih (BPS, 1999:250). Ibu Hj. Nunung menjajakan dodol angleng tersebut di warung kupat tahunya dengan harga per biji dijual sebesar Rp.8 perak. Respon pertama dari konsumennya sangat menggembirakan. Hal ini terbukti dengan cepat habisnya dodol angleng yang dijajakan. Apabila dodol angleng yang dijajakannya habis, maka konsumen Ibu Hj. Nunung ini rela mengantri untuk menunggu dodolnya sampai masak. Konsumen yang sering banyak membeli dodolnya merupakan konsumen kupat tahunya juga. Di samping itu banyak penarik andong yang beristirahat di warung kupat tahu Ibu. Hj. Nunung untuk makan siang sambil menikmati dodol angleng
yang dijajakan.
Akhirnya permintaan untuk
memproduksi dodol angleng semakin banyak, hal ini diungkapkan oleh para konsumen kupat tahunya. Tentu saja hal ini dijadikan motivasi untuk membuat dodol dalam skala yang lebih besar dari sebelumnya (wawancara dengan Ibu Hj. Nunung, tanggal 10 September 2008). Perusahaan dodol dengan merk Pusaka ini sudah mulai memiliki pabrik dan toko dalam skala kecil sekitar tahun 1970-an, sehingga layak untuk dijadikan sebuah perusahaan kecil dengan nama Pusaka. Dikarenakan komoditas pertama yang diproduksi adalah dodol angleng, sehingga tak jarang banyak konsumen yang menyebut perusahaan Dodol Pusaka sebagai perusahaan Dodol Angleng Pusaka. Lokasi pabrik dan toko juga tempat tinggal berada di sebelah timur Kota
79
Garut, tepatnya di Jln. Ahmad Yani No. 457 Desa Suci Kaler Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep “Pusaka” dapat diartikan harta benda peninggalan orang yang telah meninggal, warisan yang ditinggalkan kepada anaknya atau barang yang diturunkan dari nenek moyang (2002: 910). Menurut Ibu Hj. Nunung nama Pusaka memiliki arti akan adanya harapkan agar usaha yang dirintis ini menjadi usaha besar yang dapat diwariskan secara turun-temurun (10 September 2008).
4.3. Manajemen Perusahaan Dodol Pusaka di Desa Suci Kaler, Kecamatan Karangpawitan Tahun 1985-1998 Sub bab ini merupakan jawaban analisis dari pertanyaan penelitian kedua yaitu mengenai bagaimanakah manajemen perusahaan Dodol Pusaka di Desa Suci Kaler Kecamatan Karangpawitan Tahun 1985-1998. Pengertian manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsifungsi manajemen itu. Unsur-unsur manajemen yang diatur yaitu: men, money, method, material, machines and market. Perusahaan Dodol Pusaka ini harus diatur agar lebih berdaya guna, berhasil guna, terintegrasi dan terkoordinir dalam mencapai tujuan yang optimal. Menurut Drs. Malayu S.P Hasibuan mengartikan manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan menurut G.R. Terry, manajemen adalah suatu
80
proses
yang
khas
pengorganisasian,
yang
terdiri
pengarahan,
dan
dari
tindakan-tindakan
pengendalian
yang
perencanaan,
dilakukan
untuk
menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya. Perkembangan perusahaan Dodol Pusaka pada tahun 1985-1997 mengalami perkembangan yang sangat baik sampai akhirnya pada tahun 1998 perusahaan yang dimiliki oleh Ibu Hj. Nunung mengalami kemunduran karena adanya dampak krisis moneter. Untuk mengetahui secara detail mengenai perkembangan perusahaan Dodol Pusaka pada tahun 1985-1998, akan dijabarkan dalam sub bagian berikut yang dibagi dalam beberapa bagian yaitu segi permodalan, proses produksi dan pemasaran, serta kemajuan-kemajuan lain yang terjadi pada periode 1985-1998. Sebelum membahas mengeni faktor-faktor di atas maka akan dibahas terlebih dahulu mengenai perkembangan perusahaan Dodol Pusaka dilihat dari jenis produk dari tahun 1960 sampai 1990-an. Jenis produk dari perusahaan Dodol Pusaka dari tahun ke tahun semakin beragam. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis dodol yang diproduksi oleh Perusahaan Dodol Pusaka. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
81
Tabel 4. 6 Data Perkembangan Jenis Produk Dodol Pusaka Kurun Waktu 1960-1990 Tahun 1960-an 1970-an 1980-an
Jenis Dodol yang Diproduksi Angleng Angleng, Wajit, Kacang Angleng, Wajit , Kacang, Sirsak, Nanas, Arben, Zebra (pandan, mocha, duren), dan Dodol Garut (wijen dan susu coklat) 1990-an Angleng, Wajit , Kacang, Sirsak, Nanas, Arben, Zebra (pandan, mocha, duren), dan Dodol Garut (wijen dan susu coklat), Kentang dan Labu. Sumber : Wawancara dengan Ibu Hj. Nunung dan Bapak Hinda Japar sekitar bulan September dan Nopember 2008. Tabel di atas memperlihatkan mengenai perkembangan Dodol Pusaka dilihat dari segi perkembangan produk. Pada tahun 1960-an memproduksi dodol angleng. Kemudian pada tahun 1970-an, perusahaan ini selain memproduksi angleng juga sudah mulai memproduksi dodol wajit dan kacang. Pada tahun 1980, Ibu Hj. Nunung mulai berkonsentrasi penuh terhadap usaha dodolnya dengan menghentikan usaha kupat tahunya. Hal ini dikarena usaha dodol dianggap lebih menjanjikan. Pada tahun 1980, dodol yang diproduksi adalah dodol zebra dan dodol Garut (dodol kombinasi dan wijen). Pada tahun 1981 perusahaan Dodol Pusaka ini sudah mulai memproduksi jenis dodol lainnya seperti dodol buah-buahan yang terdiri dari dodol sirsak, arben, dan nanas. Menurut Ibu Ida Farida yang merupakan pekerja yang sudah bekerja sekitar 28 tahun di perusahaan Pusaka dan Ibu Aisyah selaku konsumen Dodol Pusaka selama 25 tahun mengemukakan bahwa perusahaan Dodol Pusaka merupakan perusahaan pertama di Garut yang memproduksi dodol buah-buahan.
82
Latar belakang Ibu Hj. Nunung memproduksi dodol buah-buahan yaitu adanya kedatangan konsumen dari Tasikmalaya ke Toko Dodol Pusaka untuk membeli dodol angleng. Kedatangan konsumen tersebut menarik perhatian Ibu Hj. Nunung. Hal tersebut dikarenakan konsumen dari Tasikmalaya tersebut membawa dodol sirsak dan arben yang ia beli di Bandung. Ibu Hj. Nunung pun bertanya kepada konsumen tersebut produk apa yang dibawanya itu dan darimana ia mendapatkannya. Ibu Hj. Nunung pun mencicipi dodol buah-buahan tersebut dan beliau berusaha menggambarkan bahan-bahan apa saja yang terkandung di dalam dodol buah-buahan tersebut. Kemudian Ibu Hj. Nunung pun mencoba memproduksi dodol sirsak dan arben sesuai dengan gambaran rasa dari hasil cicipan tersebut. Ternyata respon konsumen terhadap produk yang baru launching tersebut sangat baik (wawancara dengan Ibu Hj. Nunung, tanggal 10 September 2008). Menurut Ibu Aisyah dan Ibu Rohayati selaku konsumen tetap Toko Dodol Pusaka mengemukakan bahwa produk dodol Pusaka bervariasi dan memiliki kwalitas yang baik apabila dibandingkan dengan produk dodol dari toko lainnya yang berada di Karangpawitan, khususnya dodol angleng, dodol kacang, wajit dan dodol buah-buahan yang merupakan produk unggulan perusahaan Dodol Pusaka (wawancara pada tanggal 4 Nopember 2008). Tahun 1990-an sudah mulai memproduksi dodol kentang dan labu, sehingga dari tahun ke tahun jumlah produk Dodol Pusaka semakin bertambah. Pengembangan produk tersebut merupakan salah satu strategi perusahaan Dodol Pusaka yang selalu berinovasi agar perusahaannya mampu bertahan diantara
83
perusahaan-perusahaan dodol lainnya yang hanya menggantungkan pada satu jenis dodol saja. Inovasi ini merupakan proses menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda melalui ide-ide sendiri sampai terus berkembang, Pada tahap ini seorang pengusaha biasanya sudah mulai bosan dengan proses produksi yang ada, keingintahuan dan ketidakpuasan terhadap hasil yang sudah ada mulai timbul sehingga tercipta semangat dan keinginan untuk mencapai hasil yang lebih unggul. Pada tahap ini organisasi usaha juga mulai diperluas dengan skala yang lebih luas, penciptaan produk sendiri berdasarkan pengamatan pasar dan kebutuhan konsumen. Pada tahun 1983, Ibu Hj. Nunung melakukan penggabungan perusahaan dengan menantu dan anaknya yaitu Bapak H. Dadang Abdul Rahman dan Ibu Hj. E. Suminarsih. Penggabungan tersebut merupakan permintaan dari Bapak Alm. H. Engka Sudjana karena menurutnya usaha ini adalah usaha keluarga yang harus berjalan dan diteruskan oleh anak cucu. Dalam menjalankan perusahaan Dodol Pusaka ini, disepakati oleh pihak Ibu Hj. Nunung dengan Bapak Alm. H. Engka serta Bapak H. Dadang Abdul Rahman dan Ibu Hj. E. Suminarsih. Kesepakatan tersebut meliputi pengelolaan perusahaan harus dilakukan oleh kedua belah pihak dengan satu nama perusahaan yaitu Pusaka, akan tetapi memiliki dua pabrik yaitu satu pabrik milik Ibu Hj. Nunung dengan Bapak Alm. H. Engka serta pabrik yang satunya adalah milik Bapak H. Dadang Abdul Rahman dan Ibu Hj. E. Suminarsih (wawancara dengan Bapak H. Dadang Abdul Rahman, tanggal 12 September).
84
Penggabungan tersebut ternyata memberikan manfaat yang besar bagi keberlangsungan perusahaan Dodol Pusaka. Hal ini didasarkan atas meningkatnya permintaan barang dari konsumen. Sehingga dengan penggabungan ini mempercepat penyediaan barang yang dipesan oleh konsumen. Pada saat itu, selain memproduksi dodol untuk dijual sendiri juga sudah melakukan pemasaran kepada agen dalam kota yaitu toko-toko yang berada di Tarogong maupun di Terminal Garut. Pada tahun 1995 sampai sekarang, perusahaan Dodol Pusaka dijalankan oleh Ibu Hj. Nunung beserta anaknya yang ke tiga yaitu Bapak Hinda Japar. Sedangkan Bapak H. Dadang Abdul Rahman dan Ibu Hj. Suminarsih memisahkan diri dengan perusahaan Dodol Pusaka dengan mengganti nama perusahaannya dengan nama Dodol Minarsih.
4.3.1. Faktor Modal Modal adalah salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi setiap usaha, baik skala kecil, menengah, maupun besar (Tambunan, 2002 : 61). Tentu saja setiap perusahaan yang melakukan kegiatan ekonomi akan selalu membutuhkan modal. Modal tersebut digunakan untuk membiayai kebutuhan operasional perusahaan sehari-hari, yaitu seperti pembelian bahan baku, pembayaran upah pekerja, membayar hutang, dan pembayaran lainnya. Untuk lebih jelasnya, berikut ini terdapat tabel mengenai perkembangan modal yang diperoleh perusahaan Dodol Pusaka pada kurun waktu 1960-1998:
85
Tabel 4.7 Data Modal Perusahaan Dodol Pusaka Tahun 1960-1998 Tahun
Modal
Nama Instansi yang Memberikan Pinjaman
1960 1970 1975
Pribadi Rp. 8000,Rp. 50.000,-
Pinjaman Rp. 350.000,-
1985 1990
Rp.500.000,-
Rp. 9.000.000,-
BRI
1996
-
Rp. 10.000.000,-
PT. Telkom
Bank Rakyat Indonesia (BRI) -
1998 Rp. 10.000.000,- PT. Pos Sumber: Wawancara dengan Ibu Hj. Nunung dan Bapak Hinda Japar pada tanggal 18 Desember 2008. Pada saat memulai usaha pembuatan dodol yaitu sekitar tahun 1960-an modal yang digunakan berasal dari modal pribadi sebesar Rp 8.000,-. Modal tersebut merupakan modal pribadi yang didapat dari keuntungan berjualan kupat tahu. Sebagian modal tersebut kemudian mampu membuat sebanyak 3 Kg dodol angleng. Sisanya digunakan untuk membeli alat produksi dodol yang sederhana. (wawancara Ibu Hj. Nunung, tanggal 10 September 2008). Sekitar
tahun
1970-an,
perusahaan
Dodol
Pusaka
mengalami
perkembangan sehingga modal yang dibutuhkan tidak sedikit. Pada tahun 1970an, perusahaan ini mengalami perkembangan modal sebesar Rp. 50.000,- dan tahun 1975 perusahaan mendapat bantuan melalui pinjaman dari pemerintah. Bentuk bantuannya pun tidak secara langsung pemerintah yang turun tangan, akan tetapi melalui Bank Republik Indonesia (BRI) sebesar Rp. 350.000. Walaupun bantuan yang diberikan pemerintah tidak begitu besar, namun sangat membantu untuk menambah modal usaha. Uang pinjaman tersebut dipergunakan untuk
86
membeli bahan baku produksi dodol dan menambah peralatan produksi yang masih kurang dan keperluan lainnya. Modal
yang dimiliki oleh
Ibu Hj. Nunung bertambah seiring
berkembangnya perusahaan Dodol Pusaka. Pada tahun 1985, Ibu Hj. Nunung mempunyai modal pribadi sebesar Rp. 500.000,- dan pada tahun 1990-an mendapatkan pinjaman modal dari berbagai instansi. Pada tahun 1990 mendapat pinjaman modal dari BRI sebesar Rp. 9.000.000,- tahun 1996 mendapat pinjaman modal dari PT.Telkom sebesar Rp.10.000.000,- dan pada tahun 1998 mendapat pinjaman modal pula dari PT. Pos sebesar Rp. 10.000.000. Pinjaman modal tersebut didapat melalui keikutsertaannya Bapak Hinda Japar dalam program pelatihan dan pendidikan pengusaha kecil yang diselenggarakan oleh Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (KUKM). Pelatihan tersebut membuka peluang Perusahaan Dodol Pusaka dalam meminta bantuan berupa pinjaman modal untuk mengembangkan usahanya (wawancara dengan Bapak Hinda Japar pada tanggal 18 Desember 2008). Berdasarkan pemaparan di atas, ternyata perusahaan Dodol Pusaka mengalami perkembangan modal yang cukup signifikan pada kurun wakru 19601998.
Hal
ini
tentu
saja
memberikan
perkembangan
pula
terhadap
keberlangsungan perusahaan ini. Artinya keuntungan yang berasal dari modal tersebut bukan hanya dapat membeli peralatan baru dan membayar upah pekerja, akan tetapi sudah mampu membeli sarana transportasi untuk melakukan kanvas ke luar kota. Menurut Ibu Hj. Nunung, mengkanvas adalah istilah pekerjaan
87
memasok barang ke luar kota kepada agen, kios maupun toko (wawancara pada tanggal 10 Sepetember 2008). Modal yang dimiliki oleh Ibu Hj. Nunung merupakan tabungan sendiri dan ditambah dengan pinjaman dari bank ini dapat bertambah seiring dengan adanya penjualan dari dalam dan luar kota. Pada tahun 1985 ini sudah mulai mengembangkan usaha ke luar daerah seperti : Bandung, Cianjur dan Bogor. Jadi dapat dikatakan bahwa modal yang dimiliki oleh Ibu Hj. Nunung mendapatkan tambahan jumlah yang signifikan. Perkembangan perusahaan Dodol Pusaka pada tahun 1985 sampai dengan akhir tahun 1997 mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Hal tersebut tentu saja mampu memberikan perubahan yang cukup besar dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, kondisi tersebut menunjukkan bahwa perkembangan perusahaan Dodol Pusaka pada tahun 1985-1998 dapat berjalan dengan baik dikarenakan sebagian modal didapatkan dari bantuan pemerintah yang merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam mengembangkan usaha ini. Berkembangnya sebuah perusahaan selain dipengaruhi oleh faktor modal yang berbentuk uang juga modal berupa peralatan yang mendukung proses produksi. Pada perusahaan Dodol Pusaka, peralatan yang digunakan yaitu: a. Wajan besar adalah tempat atau wadah dilakukannya proses pengadonan bahan-bahan pembuatan dodol. Biasanya wajan yang digunakan adalah yang berdiameter 1,2 m. Wajan tersebut berbahan dasar stainles steel.
88
b. Tungku adalah sumber api yang digunakan untuk membantu proses pemasakan dodol. Pada umumnya tungku yang digunakan yang berukuran 110 m. c. Alat pengaduk adalah alat untuk membantu dalam proses pengadukan adonan dodol. d. Mesin parut adalah alat yang digunakan untuk menghaluskan buah-buahan dan kelapa. Alat ini merupakan mesin yang berbhan bakar bensin yang dihubungkan dengan silinder yang berbentuk parut. e. Mesin penggiling tepung adalah alat untuk menghaluskan beras ketan agar jadi tepung. f. Mesin penggiling kacang-kacangan adalah alat untuk menghaluskan kacangkacangan. g. Wadah adalah tempat menyimpan adonan dodol setelah dodol tersebut diangkat dari wajan. h. Pisau stainless adalah alat untuk memotong adonan dodol sehingga berbentuk persegi sesuai ukuran tertentu. i. Nampan kayu adalah alat yang dijadikan alas dalam proses pemotongan adonan. Pemaparan mengenai modal peralatan yang dimiliki oleh perusahaan Dodol Pusaka pada kurun waktu 1985-1998 digambarkan pada tabel berikut ini:
89
Tabel 4.8 Jumlah Rata-Rata Alat Produksi Pada Kurun Waktu 1985-1998 Tahun
1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998
Wajan Besar
Alat Mesin Pengaduk Parut
Mesin Penggilingan Tepung
Mesin Wadah Pisau Nampan Penggilingan kayu Kacangkacangan 3 buah 3 buah 1 buah 1 buah 1 buah 30 buah 5 buah 5 buah 3 buah 3 buah 1 buah 1 buah 1 buah 30 buah 5 buah 5 buah 3 buah 3 buah 1 buah 1 buah 1 buah 30 buah 5 buah 5 buah 3 buah 3 buah 1 buah 1 buah 1 buah 30 buah 5 buah 5 buah 3 buah 3 buah 1 buah 1 buah 1 buah 30 buah 5 buah 5 buah 3 buah 3 buah 1 buah 1 buah 1 buah 30 buah 5 buah 5 buah 3 buah 3 buah 1 buah 1 buah 1 buah 30 buah 5 buah 5 buah 5 buah 5 buah 1 buah 2 buah 2 buah 40 buah 8 buah 8 buah 5 buah 5 buah 1 buah 2 buah 2 buah 40 buah 8 buah 8 buah 5 buah 5 buah 1 buah 2 buah 2 buah 40 buah 8 buah 8 buah 5 buah 5 buah 1 buah 2 buah 2 buah 40 buah 8 buah 8 buah 5 buah 5 buah 1 buah 2 buah 2 buah 40 buah 8 buah 8 buah 5 buah 5 buah 1 buah 2 buah 2 buah 40 buah 8 buah 8 buah 5 buah 5 buah 1 buah 2 buah 2 buah 40 buah 8 buah 8 buah Sumber: Diolah berdasarkan wawancara dengan Ibu Hj. Nunung dan Bapak Hinda Japar pada bulan Nopember 2008. Pada awalnya alat produksi yang dimiliki Ibu Hj. Nunung hanya mempunyai satu buah wajan, alat pengaduk, belum memiliki mesin penggiling, mepunyai 15 wadah, serta 2 buah pisau dengan 2 buah alas pemotong. Peralatan yang dimiliki oleh Ibu Hj. Nunung pada tahun 1985-1998 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1985-1991, Ibu Hj. Nunung memiliki peralatan seperti: wajan sebanyak tiga buah, alat pengaduk sebanyak tiga buah, mesin penggilingan (tepung dan kacangkacangan) beserta mesin parut satu buah, wadah sebanyak 30 buah, pisau sebanyak 5 buah dan alas pemotong sebanyak 5 buah. Dari tahun 1992-1998 kepemilikan untuk beberapa peralatan produksi ada yang mengalami peningkatan secara kwantitas, seperti: wajan beserta alat pengaduknya masing-masing sebanyak 5 buah, mesin penggilingan (tepung dan
90
kacang-kacangan) masing-masing dua buah, mesin parut 1 buah, sedangkan wadah sebanyak 40 buah, pisau sebanyak 8 buah dan alas pemotong sebanyak 8 buah (wawancara dengan Ibu Hj. Nunung, tanggal 10 Septemeber 2008).
4.3.2. Proses Produksi Faktor lain yang mendukung terhadap majunya suatu industri selain modal adalah faktor proses produksi. Proses produksi ini dilakukan secara bertahap dengan jumlah produksi yang dihasilkan tidak dapat diperkirakan secara pasti. Proses produksi Dodol Pusaka dapat digambarkan pada bagan di bawah ini: Bagan 4.1 Proses Produksi Dodol Pusaka Penyediaan bahan-baku
Pengupasan +pemarutan dan penggilingan
Pemasakan (Adonan)
Pencetakan Pendinginan Pemotongan
Dodol siap untuk dipasarkan
Pembungkusan Pengemasan Sumber : Diolah dari wawancara dengan Ibu Hj. Nunung, Bapak Hinda Japar dan Ibu Hj. E. Suminarsih pada bulan Nopember 2008. Proses produksi Dodol Pusaka berawal dari proses pembelian bahan-baku. Secara garis besar bahan-bahan utama yang diperlukan dalam pembuatan dodol angleng, kacang, wajit adalah sama yaitu beras ketan, gula pasir, gula merah, margarin, susu murni, dan kelapa. Untuk dodol kacang ditambahkan bahan-bahan seperti kacang hijau dan kacang merah. Sedangkan bahan-bahan untuk membuat
91
dodol Garut (rasa susu-coklat dan wijen) yaitu beras ketan, susu murni, coklat, wijen, margarin dan gula pasir. Di samping itu bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan dodol buah-buahan. Untuk rasa sirsak bahan-bahannya yaitu:
buah sirsak,
pepaya, perasa makanan rasa sirsak, dan gula pasir. Kemudian untuk rasa arben, bahan-bahannya adalah buah pepaya, perasa makanan rasa arben, dan gula pasir. Begitu pula dengan bahan-bahan dodol nanas yaitu buah nanas, pepaya, perasa makanan rasa nanas, dan gula pasir. Setelah semua bahan telah tersedia, maka dilakukanlah proses produksi. Proses produksi yang akan dikemukakan di bawah ini adalah proses pemasakan dodol sirsak dengan langkah-langkah sebagai berikut: a). Tahap penyediaan bahan baku seperti buah sirsak, pepaya, perasa makanan rasa sirsak dan gula pasir. b). Buah sirsak dan pepaya terlebih dahulu dicuci dan setelah itu proses pengupasan dan pemarutan. Apabila proses pemarutan sudah selesai, maka tahap selanjutnya adalah proses pemasakan. c). Pemasakan dilakukan secara bertahap dengan menggunakan wajan besar serta alat pengaduknya. Tahap pertama yaitu memasukan buah sirsak dan pepaya yang sudah diparut ke dalam wajan sambil diaduk. Tahap berikutnya memasukan gula pasir. Setelah mencapai kekentalan tertentu kemudian masukan perasa makanan rasa nanas ke dalam wajan. Setelah masak baru dimasukan ke dalam wadah.
92
d). Pengemasan dan pengepakan dilakukan dua tahap yaitu pengepakan awal dan akhir. Untuk pengepakan awal dilakukan dengan cara membungkus dodol menggunakan plastik mika. Setelah tahap pembungkusan awal selesai, dodol sirsak tersebut kemudian didinginkan. Proses pendinginan tersebut dilakukan oleh alat bantu seperti kipas angin. Apabila telah selesai, kemudian dikemas dalam berbagai bentuk seperti: parcel (ukuran kecil, sedang maupun besar) dan dus (wawancara dengan Ibu Mae dan Ibu Iyah pada tanggal 3 Nopember 2008).
4.3.3. Pemasaran Kunci penting dalam perusahaan adalah pemasaran. Pemasaran merupakan suatu kegiatan meneliti kebutuhan dan keinginan konsumen, menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen, menentukan tingkat harga, mempromosikan agar produk dikenal konsumen, dan mendistribusikan produk ke tempat konsumen supaya barang disukai, dibutuhkan dan dibeli oleh konsumen (Suryana, 2006 : 162-163). Menurut Ibu Hj. Nunung, kelancaran dalam proses pemasaran dapat menentukan faktor keberhasilan sebuah perusahaan dalam menjual produknya. Selain itu ketepatan waktu sangatlah penting dalam hal pemasaran produk agar sampai ke tangan konsumen. Sehingga konsumen pun tidak kecewa dan merasa puas dengan pelayanan yang diberikan.
93
Cara pemasaran yang dilakukan oleh Perusahaan Dodol Pusaka yaitu melalui: kanvas (menyalurkan barang ke luar kota kepada agen, kios maupun toko) dan membuka toko sendiri. Pemasaran ini biasanya dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pemasaran langsung terjadi apabila barang dari produsen langsung jatuh ke tangan konsumen, sedangkan pemasaran melalui agen dan kios atau toko lain merupakan pemasaran yang tidak langsung. Untuk lebih jelasnya mengenai proses pemasaran dapat dilihat pada bagan di bawah ini: Bagan 4.2 Saluran Distribusi Dodol Pusaka
Secara tidak langsung
Pabrik Dodol Pusaka
Pabrik Dodol Pusaka
Agen
Toko-toko yang menjual Dodol Pusaka
Toko-toko yang menjual Dodol Pusaka
Konsumen
Konsumen
Secara Langsung Toko Dodol Pusaka
Konsumen
Sumber: Diolah dari hasil wawancara dengan Ibu Hj. Nunung, Bapak H. Dadang Abdul Rahman, serta Bapak Hinda Japar pada Nopember 2008.
94
Proses pemasaran perusahaan Dodol Pusaka ke luar kota dari tahun 19851998 dilakukan oleh Bapak H. Dadang Abdul Rahman (menantu Ibu Hj. Nunung) dengan Bapak Hinda Japar (anak ketiga Ibu Hj. Nunung). Untuk dalam kota biasanya dilakukan seorang diri oleh Bapak Hinda Japar. Berdasarkan bagan di atas peroses pemasaran baik langsung maupun tidak langsung mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Untuk kelebihan pemasaran secara langsung adalah: harga yang ditetapkan oleh produsen adalah harga pasaran untuk konsumen, produsen tidak perlu mengeluarkan biaya operasional transportasi, dan tidak perlu menunggu pesanan dari pihak agen karena produk dapat langsung dinikmati oleh konsumen. Kekurangan pemasaran langsung adalah produsen tidak mempunyai relasi bisnis untuk memperkenalkan produknya ke luar daerah Garut dan konsumen melakukan pembelian terhadap produk dodol lebih sedikit dibandingkan pemesanan yang dilakukan oleh agen, biasanya konsumen dalam sekali belanja dodol berkisar antara satu sampai sepuluh kilo perorang. Pemasaran tidak langsung kelebihannya yaitu: pemesanan produk dalam jumlah besar rata-rata sebesar lima kwintal seminggu sekali, dan harga yang diberikan kepada agen atau toko lebih murah dibandingkan kepada konsumen langsung. Kekurangannya, pembayaran tidak selamanya bersifat tunai karena kadang-kadang dibayar dalam bentuk giro atau cek. Jadi dapat dikatakan bahwa pemasaran yang dilakukan baik secara langsung kepada konsumen maupun melalui agen atau toko lain ternyata memiliki perbedaan dalam hal harga maupun strategi pemasarannya. Menurut ketiga
95
narasumber di atas mengungkapkan bahwa diantara ketiga macam saluran distribusi tersebut yang paling disenangi adalah saluran distribusi secara langsung yaitu dari Toko Dodol Pusaka langsung ke konsumen. Hal tersebut dikarenakan saluran distribusi secara langsung dianggap lebih mudah dalam mendapatkan keuntungan. Artinya harga jual dodol terhadap konsumen dapat ditentukan sendiri oleh pemilik Dodol Pusaka tanpa ada campur tangan dari agen atau toko-toko yang barangnya disupply dari Toko Dodol Pusaka. Berikut ini adalah daftar harga Dodol Pusaka kurun waktu 1983-1998: Tabel 4.9 Rata-Rata Harga Per Kilo Dodol Pusaka Tahun 1985-1998 Tahun
D. Angleng +D.Kacang+Wajit+D.Buah-buahan+ D.Garut+ D.Zebra Agen Toko-toko Konsumen yang disupply oleh Dodol Pusaka 1983 Rp. 1.600 Rp. 1.800 Rp. 2.000 1984 Rp. 1.600 Rp. 1.800 Rp. 2.000 1985 Rp. 2.100 Rp. 2.300 Rp. 2.500 1986 Rp. 2.100 Rp. 2.300 Rp. 2.500 1987 Rp. 2.100 Rp. 2.300 Rp. 2.500 1988 Rp. 3.100 Rp. 3.300 Rp. 3.500 1989 Rp. 3.600 Rp. 3.800 Rp. 4.000 1990 Rp. 3.600 Rp. 3.800 Rp. 4.000 1991 Rp. 4.100 Rp. 4.300 Rp. 4.500 1992 Rp. 5.100 Rp. 5.300 Rp. 5.500 1993 Rp. 5.600 Rp. 5.800 Rp. 6.000 1994 Rp. 5.600 Rp. 5.800 Rp. 6.000 1995 Rp. 6.600 Rp. 6.800 Rp. 7.000 1996 Rp. 6.600 Rp. 6.800 Rp. 7.000 1997 Rp. 8.100 Rp. 8.300 Rp. 8.500 1998 Rp. 8.100 Rp. 8.300 Rp. 8.500 Sumber: Diolah berdasarkan wawancara dengan Bapak Hinda Japar, Bapak H. Abdul Rahman dan Ibu Hj. E. Suminarsih pada bulan Nopember 2008.
96
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa terdapat kenaikan harga tiap tahun baik terhadap agen maupun konsumen. Kenaikan tajam terjadi pada tahun 1988, 1992, 1995, dan 1997. Tentu saja kenaikan tersebut ada penyebabnya, hal tersebut dikarenakan adanya kenaikan harga bahan baku terutama gula pasir di pasaran. Tentu saja untuk menyeimbangkan harga gula pasir yang naik maka perusahaan pun menaikkan harga dodol perkilonya. Pada tahun 1998, timbul permasalahan mengenai pemasaran. Hal ini dikarenakan dampak dari krisis moneter. Krisis tersebut menyebabkan sulitnya pengusaha dodol dalam mendapatkan bahan baku atau input lainnya. Keterbatasan bahan baku dengan kwalitas terbaik dan terjangkau ini menjadi salah satu kendala serius bagi kelangsungan produksi pengusaha UKM, khususnya pengusaha dodol di Garut. Keterbatasan tersebut dikarenakan harga rupiah menjadi sangat mahal akibat depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Hal tersebut mengakibatkan banyak pengusaha dodol yang gulung tikar, sehingga mereka terpaksa menghentikan usaha dan berpindah profesi ke usaha lainnya (wawancara dengan Bapak Hinda Japar pada bulan Nopember 2008). Pemasaran pada kurun waktu 1985-1998 dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama, melakukan pemasaran di dalam kota, sedangkan tahap kedua adalah pemasaran yang dilakukan ke luar kota. Pada awal tahun 1985 inilah, perusahaan Dodol Pusaka mulai memperluas pemasarannya hingga ke luar kota seperti: Bandung, Bogor dan Cianjur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
97
Tabel 4.10 Rata-Rata Kwantitas Pemasaran Dalam dan Luar Kota Kurun Waktu 1985-1998 Kwantitas Dodol yang Daerah Tahun Jenis Dodol Dipesan /Minggu Pemasaran Terminal 1985-1995 Dodol buah-buahan, Kacang 70kg-1,25 kw Guntur dan Angleng Garut Kota 1987-1990 Dodol buah-buahan 5 kw dan Dodol Kacang Tarogong 1995-1998 Dodol buah-buahan, Dodol Zebra, 5-6 kw Dodol Garut, Kacang dan Angleng Bogor 1988-1998 Dodol Garut, Angleng, Kacang, 8 kw-1 ton Zebra dan Buah-buahan Cianjur 1988-1998 Dodol Garut, Angleng, Kacang, 7 kw-1 ton Zebra dan Buah-buahan Bandung 1988-1990 Dodol zebra, Dodol buah-buahan 6 kw-1 ton Sumber : Wawancara dengan Bapak Hinda Japar dan Ibu Hj. Enay Suminarsih pada Nopember 2008. Tabel di atas menjelaskan bahwa pemasaran dalam kota maupun luar kota sangat berkontribusi dalam menambah pendapatan perusahaan Dodol Pusaka. Pada tahun 1985 perusahaan Dodol Pusaka mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya pesanan baik dalam maupun luar kota. Pada tahun 1985 sudah ada permintaan produk dari dalam kota yaitu toko-toko yang berada di sekitar terminal. Pemasaran ke daerah Terminal Guntur tersebut dilakukan oleh Ibu Hj. E. Suminarsih (anak Ibu Hj. Nunung) dengan jumlah pesanan perminggu rata-rata sebesar 70-1,25 Kw (Kwintal). Untuk daerah Garut Kota dan Tarogong pemesanan dodol dilakukan seminggu sekali dengan kwantitas sebesar 5 Kw. Pada tahun 1988, pemasaran sudah mulai ke luar kota yaitu ke daerah Bogor. Pemasaran ke daerah ini diawali dari permintaan seorang konsumen yang berasal dari Bogor yang bernama Ibu Supangkat yang sengaja datang ke Toko Dodol Pusaka. Pada saat itu Ibu Supangkat meminta agar tokonya diisi oleh
98
perusahaan Dodol Pusaka. Hal tersebut merupakan awal perusahaan Dodol Pusaka melakukan pemasaran ke luar kota. Pada tahun 1988, pemasaran perusahaan Dodol Pusaka mengalami perkembangan yaitu selain di Kota Bogor juga ke daerah Cianjur dan Bandung. Untuk daerah Cianjur dan Bandung pemasaran dilkaukan seminggu sekali yaitu Cianjur sebesar 7 kw-1 ton, sedangkan ke daerah Bandung 6 kw-1 ton. Pemasaran ke daerah Bandung terhenti pada tahun 1990, hal tersebut dikarenakan proses pembayaran dari agen tersebut mengalami hambatan atau macet, sehingga sangat merugikan pihak perusahaan Dodol Pusaka. Oleh karena itu diambil keputusan untuk menghentikan pemasaran ke daerah Bandung. Berdasarkan kwantitas pemesanan dodol di atas dapat kita simpulkan bahwa permintaan barang dari luar daerah seperti Bogor, Cianjur dan Bandung lebih besar dibandingkan permintaan dalam kota.
4.4.
Faktor Ketertarikan Masyarakat Karangpawitan Menjadi Tenaga Kerja di Perusahaan Dodol Pusaka Sub bab ini merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian yang mengenai
faktor ketertarikan masyarakat Karangpawitan menjadi tenaga kerja di perusahaan Dodol Pusaka. Faktor penting penggerak suatu produksi adalah tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan suatu perusahaan selain faktor modal dan proses produksi. Perusahaan Dodol Pusaka ini mampu menyerap banyak tenaga kerja yang berasal dari lulusan sekolah dasar. Dari segi usia tenaga kerja di perusahaan ini sangat beragam dimulai sekitar usia 18-70 tahun.
99
Sekitar tahun 1980-an, ketika industri ini mengalami perkembangan dan dikenal, maka menjadi faktor pendorong masyarakat untuk bekerja dalam perusahaan ini mulai meningkat. Bekerja menjadi pekerja di sebuah pabrik kini merupakan salah satu sumber mata pencaharian bagi masyarakat yang berada dekat pabrik tersebut maupun masyarakat di luar Garut yaitu Tasikmalaya. Berdasarkan wawancara dengan Ibu Hj. Nunung pada tahun 1980-an terdapat seorang pekerja yang berasal dari Tasikmalaya yaitu saudari Daroh yang bekerja selama 15 tahun. Untuk tahun 1996 terdapat tiga orang yang berasal dari Tasikmalaya yaitu saudara Apud, Ayi dan Dayat. Mereka bertiga bekerja di bagian produksi dodol (wawancara dengan Ibu Hj. Nunung, tanggal 10 September 2008). Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pekerja pada tanggal 3 Nopember 2008 yaitu Ibu Iyah, Ibu Mae, Ibu Ida Farida, Ibu Oom dan Bapak Apud mengemukakan mengenai faktor ketertarikan mereka bekerja di perusahaan Dodol Pusaka dikarenakan oleh faktor culture (tradisi) dan keterpaksaan. Faktor culture merupakan faktor yang melekat dalam diri masyarakat Karangpawitan. Mereka memiliki anggapan bahwa apabila ayah atau ibunya menjadi pekerja di perusahaan Dodol Pusaka, maka anaknya pun pasti akan bekerja di perusahaan tersebut karena hal ini sudah menjadi tradisi turun menurun. Fenomena ini terjadi pada Ibu Iyah selaku pekerja di perusahaan Dodol Pusaka. Ia mempunyai anak perempuan yang setelah lulus dari SLTP langsung bekerja di perusahaan tersebut.
100
Faktor keterpaksaan dapat dilihat dari sudut pandang adanya suatu peluang. Peluang di sini didasarkan pada tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah. Berdasarkan tingkatan pendidikan tersebut, mereka tidak memiliki peluang untuk bekerja di pabrik-pabrik besar dengan upah yang besar. Mereka terpaksa harus memilih perusahaan yang tidak memerlukan syarat atau tingkat pendidikan tinggi seperti perusahaan Dodol Pusaka. Mereka ditekankan untuk memiliki kemampuan dalam mengepak atau mengemas bahkan melakukan proses produksi. Di samping itu keterpaksaan juga dilandasi oleh pandangan masyarakat bahwa untuk apa bekerja jauh-jauh ke luar apabila upah yang didapat sama dengan upah di daerah sendiri, karena tidak mungkin mendapatkan upah yang besar apabila tingkat pendidikan yang mereka miliki masih rendah. Kedua faktor di atas merupakan faktor yang memang menjadi penyebab ketertarikan mereka untuk bekerja di perusahaan Dodol Pusaka. Para pekerja di perusahaan Dodol Pusaka ini terbagi ke dalam tiga jenis pekerjaan pokok yaitu bagian produksi, pengepakan awal dan pengepakan akhir. Sekitar tahun 1985 sampai tahun 1990-an ini terjadi perkembangan dalam hal permintaan pasar. Hal ini diringi oleh kebutuhan akan tambahan tenaga kerja agar dapat memenuhi permintaan konsumen. Pada tahun 1985-1998 perusahaan ini mampu menyerap tenaga kerja antara 29-33 orang penduduk Karangpawitan. Hal ini sesuai dengan tabel berikut :
101
Tabel 4.11 Jumlah Tenaga Kerja di Perusahaan Dodol Pusaka Tahun 1985-1998 Tahun Spesialisasi Pekerjaan BagianProduksi Pengepakan Pengepakan Jumlah /Tukang Ngocek Awal Akhir 1985 4 orang 22 orang 3 orang 29 orang 1986 4 orang 22 orang 3 orang 29 orang 1987 4 orang 22 orang 3 orang 29 orang 1988 4 orang 22 orang 3 orang 29 orang 1989 4 orang 23 orang 3 orang 29 orang 1990 5 orang 23 orang 3 orang 33 orang 1991 5 orang 25 orang 3 orang 33 orang 1992 5 orang 25 orang 3 orang 33 orang 1993 5 orang 25 orang 3 orang 33 orang 1994 5 orang 25 orang 3 orang 33 orang 1995 5 orang 25 orang 3 orang 33 orang 1996 5 orang 25 orang 3 orang 33 orang 1997 5 orang 25 orang 3 orang 33 orang 1998 5 orang 25 orang 3 orang 33 orang Sumber : Wawancara Ibu Hj. E. Suminarsih dan Bapak Hinda Japar pada bulan Nopember 2008. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pengklasifikasian suatu industri apakah masuk ke dalam mikro, kecil, menengah, dan besar didasarkan pada banyak sedikitnya jumlah tenaga kerja , yaitu: 1). usaha mikro atau rumah tangga mempunyai jumlah tenaga kerja kurang dari 4 orang, 2) usaha kecil mempunyai tenaga kerja yang berjumlah antara 5-19 orang, 3) usaha menengah mempunyai tenaga kerja antara 20-99 orang., dan 4) usaha besar memiliki tenaga kerja lebih dari 100 orang. Dari keempat macam skala usaha tersebut, maka perusahaan Dodol Pusaka pada kurun waktu 1985-1998 termasuk ke dalam usaha menengah dengan kapasitas 29 s/d 33 orang. Para pekerja ini bekerja dari hari senin-sabtu dan bekerja dari jam 07.00 s/d 15.00. Bagi pekerja yang berasal dari luar daerah Garut, biasanya diberikan libur sebulan sekali. Tenaga kerja perempuan mayoritas
102
bekerja dibagian pengepakan atau pengemasan proses awal dan akhir. Kaum perempuan biasanya datang ke pabrik setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumahnya seperti memasak, mencuci, membereskan rumah dan menyiapkan keperluan bagi anak dan suaminya. Sedangkan untuk tenaga kerja laki-laki mayoritas bekerja pada bagian produksi dan pengemasan akhir. Tenaga kerja yang terlibat dalam perusahaan ini dapat dikategorikan dalam beberapa kelompok, diantaranya adalah : a. Bagian Produksi atau pemasakan (tukang ngocek) merupakan tenaga kerja yang bekerja sebagai pengaduk adonan dodol sampai masak. Pekerja di bagian ini merupakan pekerja tetap yang bekerja di perusahaan ini. Sebelum melakukan proses pemasakan dodol, biasanya pekerja bagian produksi ini mengupas atau menggiling bahan yang akan digunakan untuk proses produksi. b. Pengepakan atau pengemasan awal adalah tenaga kerja yang bekerja sebagai pembungkus dodol yang telah selesai dimasak. Pekerjaan ini didominasi oleh para perempuan. c. Pengepakan atau pengemasan akhir adalah tenaga kerja yang bekerja membungkus tahap selanjutnya dari tahap pengepakan awal yaitu memasukan dodol-dodol tersebut ke dalam kemasan dus kecil atau ke dalam keranjang parcel. (wawancara dengan Bapak Hinda Japar dan Ibu Ida Farida pada tanggal 3 Nopember 2008).
103
4.5. Dampak Keberadaan Perusahaan Dodol Pusaka Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Karangpawitan Garut Sub bab ini merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian yang terakhir mengenai dampak keberadaan dampak keberadaan perusahaan Dodol Pusaka terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat Karangpawitan Garut pada tahun 1985-1998.
4.5.1. Tingkat Pendapatan Pekerja Pada tahun 1985-1998 upah yang diberikan kepada para pekerja di perusahaan Dodol Pusaka mengalami peningkatan yang disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi pada perusahaan tersebut. Dapat dikatakan bahwa pada kurun waktu tersebut perkembangan perusahaan Dodol Pusaka mengalami kemajuan yang cukup baik, sehingga kemajuan tersebut berdampak pada meningkatnya jumlah upah dari sebelumnya. Adapun upah kerja yang diterima oleh para pekerja di perusahaan Dodol Pusaka pada kurun waktu 1985-1998 cenderung mengalami kenaikan, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :
104
Tabel 4.12 Perbandingan Rata-rata Upah Bulanan Pekerja Perusahaan Dodol Pusaka di Kecamatan Karangpawitan tahun 1985-1998 Tahun
Spesialisasi Pekerjaan Bagian Produksi Pengepakan Pengepakan / Tukang Ngocek Awal Akhir (Pembungkusan) 1985 Rp. 30.000 Rp. 22.500 Rp. 20.000 1986 Rp. 30.000 Rp. 22.500 Rp. 20.000 1987 Rp. 30.000 Rp. 22.500 Rp. 20.000 1988 Rp. 42.000 Rp. 27.000 Rp. 25.500 1989 Rp. 54.000 Rp. 36.000 Rp. 33.500 1990 Rp. 54.000 Rp. 36.000 Rp. 33.500 1991 Rp. 60.000 Rp. 40.500 Rp. 38.000 1992 Rp. 72.000 Rp. 45.000 Rp. 42.500 1993 Rp. 84.000 Rp. 67.500 Rp. 65.000 1994 Rp. 96.000 Rp. 67.500 Rp. 65.000 1995 Rp. 108.000 Rp. 90.000 Rp. 87.500 1996 Rp. 108.000 Rp. 90.000 Rp. 87.500 1997 Rp. 120.000 Rp. 112.500 Rp. 110.000 1998 Rp. 120.000 Rp. 112.500 Rp. 110.000 Sumber : Diolah dari hasil wawancara dengan Ibu Hj. Nunung dan Ibu Hj. E. Suminarsih, tanggal 12 September 2008. Berdasarkan tabel di atas, pekerja pada bagian produksi (pemasakan atau tukang ngocek) memperoleh upah yang lebih besar dibandingkan dengan pekerja bagian pengepakan. Upah yang diberikan kepada pekerja bagian produksi atau pemasakan merupakan upah yang bersifat komulatif, artinya setiap upah yang diberikan setiap bulannya disesuaikan dengan jumlah kocekan tiap harinya selama sebulan. Mengambil contoh upah pada tahun 1991 mengenai rata-rata hasil produksi dalam satu hari pekerja pada bagian produksi menghasilkan dua kocekan yang dapat menghasilkan 60 Kg (Kilogram) dodol dalam sehari. Satu kocekan diberi upah sebesar Rp. 1.000,-., apabila rata-rata pekerja menghasilkan dua kocekan berarti upah dalam sehari adalah Rp. 2.000,-. Jadi rata-rata upah per
105
bulan pekerja pada bagian produksi (tukang ngocek) pada tahun 1991 sebesar Rp.60.000,-. Pada bagian pengepakan awal setiap harinya membungkus maksimal 30 Kg dodol dengan upah rata-rata per-Kg Rp. 45, jadi upah per hari Rp.1.350,-. Jadi rata-rata penghasilannya dalam sebulan adalah Rp. 40.500, sedangkan pekerja pengepakan akhir pada tahun 1991 mendapatkan upah sebesar Rp.38.000,- per bulan. Terdapat perbedaan upah diantara ketiga jenis pekerjaan di atas. Perbedaan tersebut disesuaikan oleh tingkat kemudahan dan kerumitan jenis pekerjaan tersebut. Untuk bagian produksi (tukang ngocek) mendapatkan gaji yang lebih tinggi dikarenakan jenis pekerjaan ini memiliki tingkat kesukaran yang tinggi yaitu seseorang harus memiliki tenaga yang kuat dalam mengaduk adonan dodol. Untuk pekerja di bagian pengemasan awal gajinya lebih tinggi dibandingkan pekerja di bagian pengemasan akhir. Hal ini dilihat dari tingkat kerumitan jenis pekerjaan. Pada bagian pengemasan awal harus memiliki keterampilan dalam hal kerapihan dalam memotong dan membungkus dodol menjadi ukuran kecil-kecil hingga terbungkus rapih. Sedangkan untuk pengepakan akhir dibutuhkan keterampilan dalam menghitung cepat dalam membungkus dodol ke dalam dus atau parcel. Upah yang diterima oleh para pekerja tersebut ada umumnya sudah mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Apabila dihubungkan dengan harga bahan pokok pada waktu itu, maka pendapatan setiap bulan yang diperoleh pada
106
tahun 1991 sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok. Berikut adalah harga tujuh bahan pokok di Kabupaten Garut pada kurun waktu 1985-1998: Tabel 4.13 Harga 7 Bahan Pokok di Kabupaten Garut Tahun 1985-1998 Jenis Komoditi Tahun
1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998
Beras (kg)
Asin (kg)
Minyak Grg Gula Pasir (kg) (kg)
Garam Minyak Tanah (bata) ()(liter)
255,21 1.127,08 794,65 644,17 67,64 198,79 310,54 1.314,12 702,40 677,35 87,67 206,50 359,00 1.475,50 808,40 698,85 81,48 200,00 455,00 1.821,67 842,00 764,67 56,67 200,92 454,80 1.685,83 677,63 884,90 39,08 204,92 609,05 2.749,58 966,89 1.127,25 214,58 262,81 601,32 2.879,62 1.590,78 1.219,75 235,07 267,71 574,17 2.240,00 1.066,25 1.250,00 225,00 349,48 760,00 2.432,00 1.758,00 1.283,00 244,00 350,00 871,88 2.774,17 1.654,90 1.463,65 425,00 350,00 890,21 3.567,22 1.558,89 1.487,78 180,21 350,00 1.020,00 4.572,29 1.839,38 1.517,50 376,88 350,00 Sumber : Kantor Statistik Kabupaten Garut (Garut Dalam Angka 1985-1997). Ket : data tahun 1990 dan 1998 tidak ditemukan.
Sabun Cuci (batang) 296,88 324,79 276,31 336,92 388,33 758,86 873,18 600,00 639,00 986,25 1.048,33 1.206,25 -
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa tiap tahun harga tujuh bahan pokok di atas mengalami kenaikan, walaupun ada salah satu harga bahan pokok yang mengalami penurunan. Hal ini juga memberikan imbas terhadap upah yang diperoleh pekerja perusahaan Dodol Pusaka. Artinya kenaikan tujuh bahan pokok juga mengakibatkan kenaikan upah pekerja secara berkala. Berdasarkan keterkaitan antara harga bahan pokok dengan upah pekerja perusahaan Dodol Pusaka ini, maka dapat dikatakan bahwa pemenuhan kebutuhan pokok telah dapat dipenuhi dengan baik. Untuk lebih menjelaskan seberapa besar tingkat
107
kemampuan perusahaan ini diambil empat orang sampel yang merupakan pekerja di perusahaan Dodol Pusaka. Adapun daftar nama dan jumlah upah pekerja tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 4.14 Daftar Pekerja dan Rata-rata Upah Perbulan Tahun 1991 Nama Pekerja Jenis Pekerjaan Ibu Iyah Bagian produksi/Tukang Ngocek Ibu Ida Farida Pengepakan / Pengemasan Ibu Mae Pengepakan / Pengemasan Ibu Oom Pengepakan / Pengemasan Sumber: Diolah dari hasil wawancara dengan Ibu Iyah, Ibu dan Ibu Oom sekitar bulan Nopember 2008.
Upah/ bulan Rp. 60.000,Rp. 40.500,Rp. 40.500,Rp. 40.500,Ida Farida, Ibu Mae
Sebelum memaparkan mengenai kemampuan para pekerja dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, peneliti akan mendeskripsikan terlebih dahulu mengenai Upah Minimum Regional (UMR) Provinsi Jawa Barat unruk melihat tingkat kesejahteraan pekerja. Berdasarkan data Depnaker menurut Nota Keuangan dan RAPBN mengenai upah minimum regional (UMR) di provinsi Jawa Barat pada tahun 1991 untuk semua sektor industri adalah sebesar Rp.186.086 (Tjiptoherijanto, http://www.bappenas.go.id/index.php?module=
Filemanager&func=download&pathext=ContentExpress/&view=401/Prijon o %20Tjiptoherijanto.doc). Penjelasan mengenai tingkat kesejahteraan pekerja untuk lebih lanjut diuraikan dalam pemaparan sebagai berikut: a. Ibu Iyah telah bekerja di perusahaan Dodol Pusaka di bagian produksi sebagai tukang ngocek. Pada tahun 1991, rata-rata penghasilan Ibu Iyah per bulan sekitar Rp. 60.000,-. Dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, Ibu Iyah memiliki satu orang anak yang berusia empat tahun dan suami. Maka dapat
108
diuraikan perkiraan biaya hidup yang dikeluarkan oleh keluarga Ibu Iyah setiap bulan adalah sebagai berikut: •
Rata-rata pendapatan per bulan
•
Pengeluaran
Rp. 60.000
- Kebutuhan beras 3 orang = 25kg x @ Rp.609,05 Rp 15.226,25
•
- Membeli lauk pauk
Rp. 9.000
- Biaya lainnya *
Rp. 20.000
- Jumlah
Rp. 44.226,25
Sisa
Rp. 15.773,75
Ket: * (minyak goreng, minyak tanah,garam, gula pasir, perlengkapan mandi). Berdasarkan rincian di atas, peneliti membandingkan antara UMR dengan upah Ibu Iyah. Berdasarkan perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa upah Ibu Iyah berada di bawah standar UMR, walaupun demikian berdasarkan rincian di atas upah yang diterima Ibu Iyah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini terlihat dari adanya sisa uang dari upah Ibu Iyah. Selain itu ditambah pula dengan penghasilan suami sebagai pekerja pemerintahan yang memiliki upah setiap bulannya sebesar Rp. 100.000, sehingga dalam sebulan keluarga Ibu Iyah mendapat upah sebesar Rp. 160.000. Jadi dapat dikatakan upah tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga Ibu Iyah. b. Ibu Mae telah bekerja di perusahaan Dodol Pusaka selama 27 tahun. Ibu Mae bekerja dibagian pengepakan awal dengan rata-rata penghasilan tiap bulan sebesar Rp.40.500. Ibu Mae memiliki 2 orang anak yang masih bersekolah serta suami yang bekerja sebagai kuli bangunan. Anak pertama sekolah di
109
SMP dengan biaya SPP Rp. 5000 dan yang kedua sekolah di SD dengan biaya SPP Rp.3000 Maka tanggungan keluarga sebanyak 4 orang adalah sebagai berikut: •
Rata-rata penghasilan per bulan
•
Pengeluaran
•
Rp. 40.500
- Membeli beras 4 orang = 35kg x @ Rp.609,05
Rp. 21.316,75
- Memberli lauk pauk
Rp. 12.000
- Biaya SPP 2 anak
Rp.
- Biaya lainnya*
Rp. 30.000
- Jumlah
Rp 71.316.75
Sisa
Rp. - 30.816,75
8.000
Ket: * (minyak goreng, minyak tanah, garam, gula pasir, perlengkapan mandi). Berdasarkan dari uraian tersebut upah Ibu Mae berada di bawah standar UMR. Artinya Ibu Mae tidak mampu mencukupi kebutuhan pokok keluarganya, akan tetapi Ibu Mae mempunyai suami yang bekerja sebagai kuli bangunan dengan upah perbulan sebesar Rp.100.000, sehingga dalam sebulan keluarga Ibu Mae mendapat upah perbulan sebesar Rp. 140.500. Jadi dapat dikatakan upah tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga Ibu Mae. c. Ibu Ida Farida merupakan pekerja yang bekerja sebagai pengepakan pada tahap awal atau pembungkusan. Ibu Farida sudah bekerja di perusahaan Dodol Pusaka dari tahun 1970. Dari pekerjaannya sebagai pengepak, ia mendapatkan penghasilan tiap bulan sebesar Rp. 40.500. Ibu Ida pada tahun 1991 berusia 22 tahun dan sudah menikah. Ia memiliki suami yang bekerja sebagai pekerja di
110
pabrik kulit. Jadi beban keluarga yang harus ditanggung adalah 2 orang. Maka dapat diuraikan pengeluaran biaya hidup per bulan keluarga Ibu Ida adalah sebagai berikut: •
Rata-rata penghasilan per bulan
•
Pengeluaran
Rp. 40.500
- Membeli beras 2 orang = 20 Kg x @ Rp.609,05,- Rp. 12.181
•
- Membeli lauk pauk
Rp. 6.000
- Biaya lainnya*
Rp. 20.000
- Jumlah
Rp. 38.181
Sisa
Rp. 2.319
Ket: *(minyak goreng, minyak tanah,garam, gula pasir, perlengkapan mandi) Berdasarkan pemaparan di atas, upah Ibu Ida berada di bawah standar UMR. Akan tetapi Ibu Ida mampu mencukupi kebutuhan pokok keluarganya ditambah dengan penghasilan suami yang bekerja di pabrik kulit dengan upah perbulan Rp. 60.000. Jadi pendapatan Ibu Ida sebulan sebesar Rp. 100.500. Melalui penggabungan upah tersebut ternyata mampu memberikan tambahan bagi pemenuhan kebutuhan pokok keluarga Ibu Ida. d. Ibu Oom merupakan pekerja yang sudah berusia 70 tahun. Ia memulai bekerja pada bagian pengepakan atau pengemasan sekitar tahun 1980-an. Ibu Dari pekerjaannya sebagai pengepak, ia mendapatkan penghasilan tiap bulan sebesar Rp. 40.500. Ibu Oom memiliki suami dan dua orang anak yang sudah menikah, sehingga beban biaya hidup per bulan hanya dua orang yaitu Ibu
111
Oom dan suaminya saja. Maka dapat diuraikan pengeluaran biaya hidup per bulan keluarga Ibu Oom adalah sebagai berikut: •
Rata-rata penghasilan per bulan
•
Pengeluaran
Rp. 40.500,-
- Membeli beras 2 orang = 20 Kg x @ Rp.609,05 Rp. 12.181,-
•
- Membeli lauk pauk
Rp. 6.000,-
- Biaya lainnya*
Rp. 20.000
- Jumlah
Rp. 38.181
Sisa
Rp. 2.319
Ket: *(minyak goreng, minyak tanah,garam, gula pasir, perlengkapan mandi). Berdasarkan rincian di atas, upah Ibu Oom berada di bawah standar UMR. Namun Ibu Ida mampu mencukupi kebutuhan pokok keluarganya ditambah dengan penghasilan suami sebagai buruh dengan upah perbulan Rp. 50.000. Jadi pendapatan Ibu Ida sebulan sebesar Rp. 90.500. Pendapatan tersebut apabila digabungkan ternyata mampu memberikan tambahan bagi pemenuhan kebutuhan pokok keluarga Ibu Oom. Berdasarkan contoh-contoh yang telah diuraikan di atas, diketahui bahwa upah para pekerja di perusahaan Dodol Pusaka ternyata dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari apalagi ditambah dengan penghasilan suami. Pendapatan tersebut akan dapat memenuhi kebutuhan lainnya, apabila mereka dapat mengatur kondisi keuangan sehingga dapat memenuhi kebutuhan baik dalam bidang pendidikan maupun kesehatan yang sangat penting bagi kehidupan anak-anak mereka di masa depan.
112
4.5.2. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Karangpawitan Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Karangpawitan tidak dapat dilepaskan dari perkembangan industri rumah tangga dodol Garut, khususnya perkembangan perusahaan Dodol Pusaka yang berkontribusi terhap penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Perusahaan ini telah berkembang beberapa tahun dan telah memberikan pengaruh yang beragam terhadap masyarakat Karangpawitan. Keadaan tersebut dapat dilihat dengan adanya perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Perkembangan perusahaan Dodol Pusaka di Kecamatan Karangpawitan telah mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakatnya. Sebagian masyarakat Karangpawitan menggeluti bidang industri dodol Garut ini sebagai salah satu mata pencaharian karena dianggap memiliki peluang bisnis yang menjanjikan. Hal tersebut terbukti dengan adanya salah satu perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan dodol yang mengalami kemajuan secara signifikan yaitu perusahaan Dodol Pusaka. Selain keberadaan perusahaan ini memberikan dampak yang positif kepada pemiliknya juga kepada masyarakat sekitar yaitu dengan memberikan lapangan pekerjaan, menjadi inspirasi bagi masyarakat sekitar untuk mendirikan usaha yang sama dan Pihak perusahaan memberikan fasilitas berupa tempat menginap khusus bagi para pekerja yang berasal dari Tasikmalaya. Fasilitas-fasilitas lainnya yang diberikan adalah seperti pemberian tunjangan hari raya (THR) dan bingkisan pada saat Idul Fitri. Di samping itu, pemilik perusahaan Dodol Pusaka pun memberikan pinjaman uang kepada pekerjanya, khususnya pekerja yang membutuhkan uang
113
untuk keperluan mendadak. Hal tersebut sangat membantu dan mempermudah akses pinjaman-meminjam bagi para pekerja di perusahaan tersebut. Masyarakat Karangpawitan mayoritas adalah petani, akan tetapi kesuksesan yang diraih oleh masyarakat Karangpawitan sebagian besar karena memiliki usaha pada sektor industri dodol Garut. Perkembangan industri dodol Garut pada masyarakat Karangpawitan mengalami perkembangan pesat sekitar tahun 1990-an. Pada tahun tersebut industri dodol Garut ini menjamur dan mampu menjadi sandaran ekonomi bagi masyarakat sekitar. Pada kenyataannya sebelum masyarakat mengenal industri pengolahan dodol ini perekonomian masyarakat Karangpawitan berjalan dapat dikatakan redup, karena hanya mengandalkan pada sektor pertanian. Setelah mengenal industri ini masyarakat Karangpawitan mulai memiliki perekonomian yang cukup kuat dan akhirnya kawasan Desa Suci Kaler Kecamatan Karangpawitan ini menjadi sentra industri pengolahan dodol yang berkembang cukup baik. Hubungan yang terjalin pada masyarakat Desa Suci Kaler Kecamatan karangpawitan dapat dikatakan cukup harmonis dan terjalin baik. Lingkungan kerja di Kecamatan Karangpawitan terjalin akrab antara semua pihak yang terlibat dalam industri tersebut. Hubungan tersebut terjalin bukan didasarkan kepada tingkat pekerjaan ataupun status yang dimiliki tetapi lebih didasarkan kepada rasa persaudaraan yang kuat diantara mereka. Selain itu faktor agama menjadi sebuah perekat antar warga. Hampir 99,97% masyarakat karangpawitan menganut agama Islam. Faktor ini dijadikan pedoman untuk tetap menjaga silaturahmi diantara masyarakat sehingga
114
kerukunan hidup dapat terjalin dengan baik. Hal tersebut direalisasikan dengan diadakan pengajian seminggu tiga kali di rumah Ibu Hj. Nunung dan Ibu Hj. E. Suminarsih. Dengan demikian dapat terlihat bahwa pengaruh Islam dalam kehidupan sosial masyarakat Karangpawitan sangat kuat. Pada kurun waktu 1985-1998 perusahaan Dodol Pusaka ini mengalami perkembangan yang cukup baik sehingga menimbulkan perubahan sosial ekonomi terhadap masyarakat setempat. Kehidupan masyarakat Karangpawitan bukanlah masyarakat yang anti terhadap perubahan. Terlepas cepat atau lambat dalam mengikuti perubahan tersebut, yang jelas masyarakat tersebut mau melakukan perubahan demi kemajuan dalam taraf kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik dari sebelumya. Perubahan tersebut terjadi dikarenakan beberapa faktor, ada yang bersifat eksternal dan internal. Hal ini sejalan dengan pemikiran Soekanto yang menyatakan bahwa pada umumnya sebab-sebab tersebut mungkin sumbernya ada yang terletak di dalam masyarakat itu sendiri dan ada yang letaknya di luar (Saripudin, 2005:141). Mobilitas sosial yang terjadi pada masyarakat Karangpawitan pada tahun waktu 1985-1998 masih bersifat statis atau tetap. Hal tersebut dapat dipahami bahwa kesempatan untuk merubah status pekerjaan dari lapisan bawah menjadi lapisan atas sangat terbatas. Hal ini berarti bahwa dalam periode tersebut jumlah pemilik perusahaan masih terbatas jumlahnya. Mobilitas sosial sebagaimana yang diungkapkan di atas dapat diartikan sebagai gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Mobilitas sosial terbagi menjadi dua tipe macam yaitu gerak sosial horizontal dan vertikal.
115
Gerak sosial horizontal merupakan peralihan individu atau objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Sedangkan gerak sosial vertikal dimaksudkan sebagai perpindahan individu atau objek sosial lainnya dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya, maka terdapat dua jenis gerak sosial yang vertikal yaitu naik atau social climbing dan turun atau social sinking (Soekanto, 2005 : 249-250). Kehidupan
ekonomi
seseorang
dalam
masyarakat
juga
turut
mempengaruhi kehidupan sosial yang dijalaninya. Pada masyarakat Kecamatan Karangpawitan yang bermata pencaharian dalam sektor industri prngolahan dodol terdapat hubungan yang berdasarkan kepemilikan kekayaan antara pemilik perusahaan dengan pekerjanya. Pemilik perusahaan mengalami mobilitas vertikal naik (social climbing). Hal ini dilihat dari perjalanan karir ekonomi Ibu Hj. Nunung yang pada awalnya hanya sebagai penjual kupat tahu kemudian sekarang beliau adalah pemilik suatu perusahaan yang memiliki tenaga kerja yang cukup banyak. Untuk pekerjanya mengalami mobilitas horizontal, artinya perubahan yang nampak hanya perubahan kerja dari yang awalnya sebagai buruh pasar maupun buruh tani sekarang menjadi tenaga kerja di suatu perusahaan. Pemaparan-pemaparan di atas memberikan gambaran bahwa setiap kehidupan masyarakat manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal ini terjadi karena manusia mempunyai kepentingan-kepentingan yang berbeda. Perubahan ini adalah merupakan fenomena sosial yang wajar karena setiap
116
masyarakat pasti pernah mengalami perubahan, ini disebabkan tidak adanya masyarakat yang hidup secara terisolasi mutlak. Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Karangpawitan terjadi dengan sangat harmonis. Meskipun kehidupan yang terjadi senantiasa mengalami turun naik, namun hal tersebut tidak menjadi sebuah hambatan untuk terjalinnya hubungan yang baik antar masyarakat Karangpawitan. Hubungan yang terjalin antar masyarakat, selain didasarkan kepada hubungan pekerjaan didasari pula oleh adanya sikap kekeluargaan yang menjadikan masyarakatnya mampu menjaga kerukunan dengan baik. Pertama kali muncul perusahaan ini mampu menarik masyarakat Karangpawitan untuk membuka usaha yang sama yaitu dodol Garut yang ternyata memiliki peluang bisnis yang menguntungkan. Hal ini terlihat dari pernyataan yang dikemukakan oleh Ibu Hj. Nunung bahwa setelah beberapa tahun Perusahaan Dodol Pusaka berdiri muncul perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan dodol Garut. Pada tahun 1980-an muncul perusahaan dodol dengana nama Dodol Minarsih dan Dodol Aneka Sari yang kemudian disusul oleh Dodol Cipta Rasa pada tahun 1990-an. Untuk tahun 2000 pun telah berdiri banyak perusahaan dodol seperti: Dodol Sinar Suci, Dodol Garut Asli, Dodol Mandiri, Dodol Aroma, Dodol Utama, Dodol Suci 55, Dodol Ardianti, Dodol Rama, Dodol Etawa dan lain-lain. Sebagai bagian dari masyarakat industri, masyarakat Karangpawitan telah memiliki pandangan yang luas dalam menyikapi setiap perubahan yang terjadi. Perubahan dalam bidang sosial dan ekonomi menjadi suatu dinamika yang terjadi
117
dalam kehidupan masyarakatnya. Berkembangnya perusahaan Dodol Pusaka memberikan jalan kepada calon wirausahawan untuk memperluas usaha dodol garut ini. Hal ini merupakan jalan bagi para wirausahawan untuk meningkatkan taraf hidupnya dan sebagai mata pencaharian yang dapat menopang kebutuhan hidupnya serta membuka kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar. Perubahan yang terjadi pada masyarakat Suci Kaler, Kecamatan Karangpawitan, kabupaten Garut terlihat dalam beberapa hal, diantaranya dalam sistem kerja, sistem sosial, gaya hidup, tingkat pendidikan dan lain sebagainya. Perubahan sistem kerja terlihat sangat jelas. Apabila pada awalnya masyarakat bekerja dari sektor pertanian dengan waktu kerja serta tingkat pendapatan yang ditentukan oleh musim, kini masyarakat bekerja dari sektor industri khususnya industri dodol Garut dengan waktu kerja serta tingkat pendapatan yang ditentukan oleh tingkat kerja keras mereka. Baik itu dari segi pemilihan kwalitas bahan baku dasar, dari segi pemasaran, dari segi kerja kerasnya, dari segi modal yang dimiliki serta dari segi skill yang dimiliki baik oleh pemilik usaha serta pekerjanya untuk lebih berkreasi dan berinovasi. Perubahan yang terjadi dari segi sistem sosial dapat terlihat dengan lahirnya golongan pengusaha, pekerja dan lain sebagainya sehingga menimbulkan stratifikasi sosial yang baru berdasarkan budaya masyarakat sekitar. Stratifikasi sosial menurut Pitirim A. Sorokin adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hirarkis). Perwujudannya adalah kelaskelas tinggi dan kelas yang lebih rendah (Soekanto, 2005:228).
118
Timbulnya stratifikasi sosial maka akan berpengaruh juga terhadap gaya hidup masyarakat sekitar, dimana sikap serta gaya hidup menjadi lebih konsumtif. Dari segi tingkat pendidikan juga terjadi perubahan yang cukup signifikan, dimana pada awalnya masyarakat setempat hanya peduli terhadap skill untuk mengembangkan usahanya dengan mengenyam pendidikan yang minim, kini para penerus usaha industri dodol Garut nampak lebih peduli terhadap tingkat pendidikan. Hal tersebut dikarenakan, adanya perkembangan jaman yang semakin maju dengan daya saing yang semakin ketat. Dengan daya saing tersebut maka para pemilik usaha dituntut untuk lebih berpendidikan agar mampu bersaing dengan pengusaha lainnya dalam hal berinovasi. Keadaan demikan pula yang mendorong terjadinya perubahan pada masyarakat Karangpawitan.